Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan izin-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Perkembangan Peserta Didik.
Makalah ini berjudul Perkembangan Konsep Diri. Dalam makalah ini di
jelaskan mengenai pengertian konsep diri, dimensi konsep diri, perkembangan
konsep diri remaja, karakteristik konsep diri peserta didik, konsep diri dan
perilaku, konsep diri dan prestasi belajar serta implikasi perkembangan konsep
diri peserta didik terhadap pendidikan.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Pembaca untuk melengkapi
kekurangan makalah ini guna penyusunan makalah selanjutnya.
Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata
penulis ucapkan terimakasih.

Malang, 6 Maret 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, ketika kita lahir, kita
tidak memiliki konsep diri, tidak memiliki pengetahuan tentang diri, dan tidak
memiliki pengharapan apa pun terhadap diri kita sendiri. Konsep diri terbentuk
melalui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa.
Konsep diri adalah pandangan atau kesan individu terhadap dirinya secara
menyeluruh yang meliputi pendapatnya tentang dirinya sendiri maupun gambaran
diri orang lain tentang hal-hal yang dapat dicapainya yang terbentuk melalui
pengalaman dan interpretasi dari lingkungannya.
Kini, di saat pendidikan menjadi tulang punggung untuk menciptakan
individu yang berkualitas, pembentukan konsep diri positif pada anak didik adalah
suatu hal yang tak dapat ditinggalkan, yang harus dilakukan secara kontinyu dan
menyeluruh pada setiap tahapan perkembangan anak didik. Di luar rumah,
aktivitas kelas dan lingkungan sekolah memberikan warna terhadap pembentukan
imdividu anak didik, yang dalam prosesnya peran guru adalah sangat vital.
Keberhasilannya sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya kesadaran, kemauan
dan kreativitas guru untuk mengintegrasikan pembentukan konsep diri yang
positif ke dalam kegiatan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka timbul perumusan masalah sebagai
berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan konsep diri?
2. Apakah dimensi-dimensi dari konsep diri?
3. Bagaimana karakteristik konsep diri peserta didik?
4. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri?
5. Bagamana peran konsep diri dalam menentukan perilaku?
6. Bagaimana hubungan antara konsep diri denga prestasi belajar?
7. Bagaimana implikasi perkembangan konsep diri peserta didik terhadap
pendidikan?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan konsep diri.
2. Untuk mengetahui dimensi-dimensi dari konsep diri.
3. Untuk mengetahui konsep diri peserta didik.
4. Untuk mengetahui fakto-faktor yang mempengaruhi konsep diri
5. Untuk mengetahui konsep diri dalam menentukan perilaku.
6. Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri denga prestasi belajar.
7. Untuk mengetahui implikasi perkembangan konsep diri peserta didik terhadap
pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konsep Diri


Menurut Atwater (dalam Desmita, 2009) konsep diri adalah keseluruhan
gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan,
dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater
mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran
tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal
self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya.
Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burns (dalam Desmita, 2009) konsep diri adalah hubungan antara
sikap dan keyakinan antara diri kita sendiri. Sedangkan menurut pendapat Pemily
yang dikutip oleh Atwater, 1984 (dalam Desmita, 2009) mendefinisikan konsep
diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki
seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan
tingkah laku yang unik dari invidu tersebut. Sementara itu Cawages 1983 (dalam
Desmita, 2009) menjelaskan konsep diri mencakup seluruh pandangan invidu
akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, mitivasinya, ke-lemahannya,
kelebihannya, atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Fitts mengemukakan bahwa konsep diri merupakan kerangka acuan (frame
of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini menjelaskan bahwa
konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya yang
dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang dia peroleh dari interaksi dengan
lingkungan. Konsep diri juga berarti kumpulan keyakinan dan persepsi diri
mengenai diri sendiri yang terorganisasi. Konsep diri merupakan pemahaman
individu terhadap diri sendiri meliputi diri fisik, diri pribadi, diri keluarga, diri
sosial, dan diri moral etik, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai.
Konsep diri merupakan salah satu aspek perkembangan peserta didik yang
sangat penting dipahami oleh seorang guru. Hal itu karena konsep diri merupakan
salah satu variabel yang menentukan dalam proses pendidikan. Oleh sebab itu,
sudah seharusnya memahami tentang konsep diri anak didiknya, bagaimana
perkembangannya, bagaimana hubungan konsep diri dengan perilaku dan
bagaimana pengaruh konsep diri terhadap prestasi (Syarif, 2015 : 120).
Hurlock (dalam Gufron, 2011: 13) mengatakan bahwa konsep diri
merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan
dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang
mereka capai. Konsep diri juga berarti gambaran tentang dirinya sendiri dalam
bandingannya dengan orang lain. Konsep diri sebagai suatu produk sosial yang
dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman
psikologis. Pengalaman-pengalaman psikologis inimerupakan hasil eksplorasi
individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya sendiri yang
diterima dari kebanyakan orang di lingkungannya.
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan
atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Definisi lain menyebutkan bahwa
konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai
dirinya sendiri. Hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup,
kebutuhan dan penampilan diri. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan
individu tentang dirinya sendiri yang dapat bersifat psikologis, sosial dan fisik.
Adapun pengertian konsep diri menurut para ahli dilihat dari segi
pandangan dan perasaan adalah sebagai berikut.
a) Menurut Rini (2004 : 12), konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak
masa pertumbuhan seorang manusia sejak kecil hingga dewasa. Lingkungan,
pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua
dari lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa
dirinya. Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup.
b) Menurut Santrock (1998) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada
evolusi bidang tertentu dari diri sendiri. Santrock mengidentifikasi konsep
diri atas tiga yaitu :
1) Body image, kesadaran tentang tubuhnya, yakni bagaimana seseorang melihat
dirinya sendiri.
2) Ideal self, yatu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai
dirinya.
3) Social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Sedangkan harga diri adalah evaluasi individu terhadap dirinya sendiri
secara positif maupun negatif. Evaluasi individu tersebut terlihat dari penghargaan
yang ia berikan terhadap eksistensi dan keberadaan dirinya. Hal ini akan membuat
individu dapat menerima dirinya sendiri atas kelebihan dan kekurangan yang dia
miliki yang akan selalu merasa puas dan bangga dengan hasil upaya dia sendiri.

2.2 Dimensi Konsep diri


Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi
konsep diri. Namun secara umum, sejumlah ahli menyebutkan 3 dimensi konsep
diri, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda. Paul J. Centi
menyebutkan ketiga dimensi konsep diri dengan istilah : dimensi gambaran diri
(self-image), dimensi penilaian diri (self- evaluation), dan dimensi cita-cita diri
(self-ideal). Sedangkan Calhoun dan Acocella (Syarif, 2015 : 121) menyebutkan 3
dimensi utama dari konsep diri, yaitu : dimesi pengetahuan, dimensi pengharapan,
dan dimensi penilaian.
Pengetahuan. Dimensi pertama pada konsep ini adalah apa yang kita
ketahui tentang diri sendiri atau penjelasan mengenai gambaran diri sendiri.
Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk citra diri. Gambaran diri
tersebut merupakan kesimpulan dari : pandangan kita dalam berbagai peran yang
kita pegang, seperti sebagai orang tua, suami atau istri, karyawan, pelajar;
pandangan kita tentang watak kepribadian yang kita rasakan yang ada pada diri
kita; dan berbagai karakteristik yang kita lihat melekat pada diri kita sendiri.
Harapan. Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan atau diri yang
dicita-citakan. Cita-cita diri terdiri atas aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita,
atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan. Harapan atau cita-cita diri
akan membangkitkan kekuatan yang mendorong kita menuju masa depan dan
akan memadukan aktivitas kita dalam perjalanan hidup kita.
Penilaian. Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri
kita sendiri. Penilaian diri sendiri merupakan pandangan kita tentang harga atau
kewajaran kita sebagai pribadi.
Joyce (2004 : 125) menyebutkan bahwa konsep diri terbentuk dari
gambaran diri (self image) yang pembentuknya melalui proses bertanya pada diri
sendiri,
- Siapakah saya?
- Apa peran saya dalam kehidupan?
- Bagaimana nilai-nilai yang saya anut?
- Baik atau buruk?
- Ingin jadi seperti apa saya kelak?
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan membentuk dari konsep diri yang
kemudian membentuk penghayatan terhadap nilai diri. Proses bertanya pada diri
sendiri tersebut merupakan proses untuk mengenal diri kita. Bila kita telah
menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut maka kita akan lebih
mudah menemukan konsep diri kita dan mengembangkan diri sesuai dengan
potensi dan konsep diri yang kita miliki.
Pada diri seseorang konsep diri berkaitan dengan pandangannya terhadap :
- Keadaan fisik (seperti bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, kondisi sehat
dan sakit).
- Aspek psikis (meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki)
- Aspek sosial (meliputi bagaimana perasaan individu dalam lingkup perannya di
lingkungan, penilaian terhadap peran, dan kemampuan sosialisasi)
- Aspek moral (bagaimana memandang baik dan buruk, apa yang boleh dan
tidak boleh, nilai-nilai agama, peraturan atau nilai-nilai masyarakat).
- Mengenali kemampuan yang dimiliki, kelebihan dan kekurangan.
- Tujuan dan rencana hidup, serta harapan-harapan pribadi.
- Aspek seksual (meliputi identitas seksual, jenis kelamin, orientasi seksual)

2.3 Karakteristik konsep diri peserta didik


2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

1. Usia
Adaya perbedaan usia menentukan perbedaan bagaimana konsep diri akan
dibentuk. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pengalaman yang
diperoleh seseorang sehingga akan semakin mempengaruhi luasnya wawasan
kognitif. Selanjutnya akan menentukan bagaimana persepsi seseorang terhadap
pengalamannya dan akhirnya turut juga berpengaruh dalam mempersepsi
dirinya.
2. Peran Sexsual
Peran seksual adalah pengetahuan individu sendiri apakah ia termasuk
laki-laki ataukah perempuan. Peran seksual akan mempengaruhi perkembangan
konsep diri individu. Itu berarti, peran seksual yang diterapkan pada seorang
anak lambat-laun akan membentuk konsep diri anak.
Misalnya, seorang anak perempuan tunggal yang mempunyai beberapa
saudara laki-laki, dapat dimungkinkan bahwa lambat laun akan berperilaku
seperti layaknya laki-laki, bahkan konsep dirinya juga dibangun dalam
kerangka konsep laki-laki. Perbedaan peran kedua jenis kelamin tersebut
mengakibatkan adanya perbedaan perilaku terhadap laki-laki dan perempuan.
Perbedaan perilaku terhadap kedua jenis kelamin ini telah diterapkan sejak diri
pada kehidupan anak.
Orangtua akan memberikan perlakuan yang berbeda antara anak laki-laki
dan perempuan. Orangtua mengajarkan anak laki-laki untuk bersikap sebagai
makhluk kuat, mandiri, bertanggung jawab, dan harus melindungi perempuan
dan anak-anak. Orangtua mengajarkan anak perempuan untuk bersikap lemah
lembut, emosional, patuh, pasif, dan harus dilindungi. Perbedaan perilaku
tersebut akan membentuk konsep diri sesuai dengan jenis kelaminya.
3. Keadaan Fisik
Keadaan fisik merupakan faktor yang dominan bagi seseorang, khususnya
bagi seorang wanita. Ini disebabkan keadaan fisik memegang peranan penting
dalam pembentukan konsep diri. Gambaran fisik dipahami melalui pengalaman
langsung dan persepsinya mengenai tubuhnya sendiri. Adanya
ketidaksempurnaan tubuh seseorang, akan mempengaruhi konsep diri secara
tidak langsung. Dengan kata lain, proses evaluasi tentang tubuhnya didasarkan
pada norma sosial dan umpan balik dari orang lain. Penilaian yang positif
terhadap keadaan fisik seseorang baik dari diri sendiri maupun dari orang lain
sangat membantu perkembangan konsep diri yang positif.
4. Sikap-sikap Orang di Lingkungan Sekitarnya
Roger (1961) menyatakan bahwa perkembangan konsep diri ditentukan
oleh interaksi yang terbentuk antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Ini
berhubungan dengan feed back atau umpan balik yang diberikan oleh orang-
orang disekitarnya terhadap perilaku individu tersebut. Umpan balik yang
diberikan orang dilingkungannnya akan mempengaruhi konsep diri indvidu.
Jika umpan balik yang diberikan orang-orang di lingkungannya
menunjukkan penerimaan maka individu merasa diterima dan akan membantu
perkembangan konsep diri ke arah positif. Tetapi jika umpan balik yang
diberikan oleh orang-orang dlingkungannya menunjukkan penolakan, individu
akan merasa terabaikan, terasing, merasa rendah diri, dan akan membentuk
konsep diri yang negatif.
5. Figur-figur Bermakna
Banyak figur yang bermakna bagi individu yang pada intinya memberi
pengaruh pada dirinya, baik melalui umpan balik ataupun melalui perilaku
yang kemudian diinternalisasikannya. Figur-figur tersebut memberi pengaruh
yang sangat terasa dalam pembentukan dan perkembangan konsep diri. Figur
bermakna biasanya orang yang mempunyai arti khusus bagi individu meliputi
orangtua, angota keluarga, guru, teman, pacar dan tokoh idola.

2.5 Peran konsep diri dalam menentukan perilaku

Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku


seseorang. Bagaimana seseorang memandang dirinya akan tercermin dari
keseluruhan perilakunya. Artinya, perilaku individu akan selaras dengan cara
individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya
sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu
tugas, maka seluruh perilakunya Akan menunjukkan ketidakmampuannya
tersebut. Menurut Felker (1974), terdapat tiga peranan penting konsep diri dalam
menentukan perilaku seseorang, yaitu:

Pertama, self-concept as maintainer of inner consistency. Konsep diri memainkan


peranan dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang. Individu senantiasa
berusaha untuk mempertahankan keselarasan batinnya. Bila individu memiliki
ide, perasaan, persepsi atau pikiran yang tidak seimbang atau saling bertentangan,
maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk
menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu mengubah perilaku atau
memilih suatu sistem untuk mempertahankan kesesuaian antara individu dengan
lingkungannya. Cara menjaga kesesuaian tersebut dapat dilakukan dengan
menolak gambaran yang diberikan oleh lingkungannya mengenai dirinya atau
individu berusaha mengubah dirinya seperti apa yang diungkapkan likungan
sebagai cara untuk menjelaskan kesesuaian dirinya dengan lingkungannya.

Kedua, self-concept as an interpretation of experience. Konsep diri menentukan


bagaimana individu memberikan penafsiran atas pengalamannya. Seluruh sikap
dan pandangan individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi individu tersebut
dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan ditafsirkan secara
berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya, karena masing-masing
individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri mereka.
Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap
negatif terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, tafsiran positif terhadap pengalaman
hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap dirinya.

Ketiga, self-concept as set of expectations. Konsep diri juga berperan sebagai


penentu pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri.
Bahkan McCandless sebagaimana dikutip Felker (1974) menyebutkan bahwa
konsep diri seperangkat harapan-harapan dan evaluasi terhadap perilaku yang
merujuk pada harapan-harapan tersebut. Siswa yang cemas dalam menghadapi
ujian akhir dengan mengatakan saya sebenamya anak bodoh, pasti saya tidak
akan mendapat nilai yang baik, sesungguhnya sudah mencerminkan harapan apa
yang akan terjadi dengan hasil ujiannya. Ungkapan tersebut menunjukkan
keyakinannya bahwa ia tidak mempunyai kemampuan untuk memperoleh nilai
yang baik, Keyakinannya tersebut mencerminkan sikap dan pandangan negatif
terhadap dirinya sendiri. Pandangan negatif terhadap dirinya menyebabkan
individu mengharapkan tingkah keberhasilan yang akan dicapai hanya pada taraf
yang rendah. Patokan yang rendah tersebut menyebabkan individu bersangkutan
tidak mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang gemilang

Rogers (dalam Burns, 1993:353) menyatakan bahwa konsep diri


memainkan peranan yang sentral dalam tingkah laku manusia, dan bahwa
semakin besar kesesuaian di antara konsep diri dan realitas semakin berkurang
ketidakmampuan diri orang yang bersangkutan dan juga semakin berkurang
perasaan tidak puasnya. Hal ini karena cara individu memandang dirinya akan
tampak dari seluruh perilakunya.

Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin, penafsiran


pengalaman dan menentukan harapan individu. Konsep diri mempunyai peranan
dalam mempertahankan keselarasan batin karena apabila timbul perasaan atau
persepsi yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi
psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan
tersebut, ia akan mengubah perilakunya sampai dirinya merasakan adanya
keseimbangan kembali dan situasinya menjadi menyenangkan lagi.

Hurlock (1990:238) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola


perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk
sifat. Jika konsep diri positif, anak akan mengembangkan sifat-sifat seperti
kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realitas,
sehingga akan menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Sebaliknya apabila
konsep diri negatif, anak akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah
diri. Mereka merasa ragu dan kurang percaya diri, sehingga menumbuhkan
penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk pula. Konsep diri juga dikatakan
berperan dalam perilaku individu karena seluruh sikap dan pandangan individu
terhadap dirinya akan mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan setiap
aspek pengalaman pengalamannya. Suatu kejadian akan ditafsirkan secara-
berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena masing-
masing individu mempunyai pandangan dan sikap berbeda terhadap diri mereka.

Tafsiran-tafsiran individu terhadap sesuatu peristiwa banyak dipengaruhi


oleh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sendiri. Tafsiran negatif
terhadap pengalaman disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif terhadap
dirinya sendiri, begitu pula sebaliknya. Selanjutnya konsep diri dikatakan
berperan dalam menentukan perilaku karena konsep diri menentukan pengharapan
individu. Menurut beberapa ahli, pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri.
Pengharapan merupakan tujuan, cita-cita individu yang selalu ingin dicapainya
demi tercapainya keseimbangan batin yang menyenangkan.

Menurut Rakhmat (2005:104) konsep diri merupakan faktor yang sangat


menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku
sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Misalnya bila seorang individu
berpikir bahwa dia bodoh, individu tersebut akan benar- benar menjadi bodoh.
Sebaliknya apabila individu tersebut merasa bahwa dia memiliki kemampuan
untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang dihadapinya pada
akhirnya dapat diatasi. Ini karena individu tersebut berusaha hidup sesuai dengan
label yang diletakkan pada dirinya. Dengan kata lain sukses komunikasi
interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri seseorang, positif atau
negatif.

2.6 Hubungan konsep diri dengan prestasi belajar

Pengertian Prestasi Belajar


Untuk memperoleh pengertian yang obyektif tentang prestasi belajar,
maka penulis akan mengemukakan tentang pengertian belajar terlebih dahulu.
Belajar (learning), seringkali didefinisikan sebagai perubahan yang secara relatif
berlangsung lama pada masa berikutnya yang diperoleh kemudian dari
pengalaman-pengalaman. Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah
dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan, disini yang dipentingkan adalah
pendidikan intelektual. Sementara itu menurut Muhibbin Syah menyatakan
bahwa belajar adalah sebagai tahapan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
Pengertian belajar adalah suatu aktivitas yang sadar akan tujuan. Tujuan
dalam belajar adalah terjadinya suatu perubahan dalam individu. Sejalan dengan
itu Abu Ahmadi dalam bukunya menyatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses perubahan, yaitu perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-
perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi diartikan sebagai hasil pelajaran
yang diperoleh dan kegiatan belajar disekolah atau perguruan tinggi yang bersifat
kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil dari
kegiatan yang dilakukan, sedangkan belajar adalah aktivitas atau kegiatan yang
dilakukan secara sadar untuk mendapatkan suatu perubahan dalam diri individu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar


Usaha dan keberhasilah belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-
faktor tersebut dapat bersumber pada dirinya atau diluar dirinya atau
lingkungannya.
1. Faktor-faktor dalam diri individu
Banyak faktor yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi usaha
atau keberhasilan belajar. Faktor-faktor tersebut menyangkut aspek jasmaniah,
maupun rohaniah dari individu.
Aspek Jasmaniah
Mencangkup kondisi dan kesehatan fisik dari individu. Setiap orang
memiliki kondisi fisik yang berbeda. Kondisi fisik menyangkut pula kelengkapan
dan kesehatan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pencecapan. Indera yang paling penting dalam belajar adalah penglihatan dan
pendengaran. Seseorang yang penglihatan dan pendengarannya kurang baik akan
berpengaruh pada usaha dan hasil belajarnya. Kesehatan adalah syarat mutlak bagi
keberhasilan belajar.
Aspek Rohaniah
Aspek rohaniah menyangkut kesehatan psikis, kemampuan-kemampuan
intelektual, sosial, psikomotor serta kondisi afektif dan kognitif dari individu.
Seseorang yang sehat rohaninya adalah orang yang terbebas dari tekanan-tekanan
batin yang mendalam, gangguan-gangguan perasaan, kebiasaan-kebiasaan buruk
yang mengganggu, frustasi, dan konflik-konflik psikis lainnya. Seseorang yang
sehat rohaninya akan merasakan kebahagiaan, dapat bergaul dengan orang dengan
wajar, dapat mempercayai dan bekerja sama dengan orang lain dengan wajar,
dapat tidur nyanyak, selera makan normal dan sebagainya.
a) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan beberapa
kegiatan. Minat memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap belajar, karena
bahan pelajaran yang tidak sesuai minatnya akan menarik keinginan siswa untuk
mempelajarinya lebih dalam.34 Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan
suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau
dekat hubungan tersebut, semakin besar pula minatnya. Crow and Crow
mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong
seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegatan,
pegalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.
b) Intelegensi
Intelegensi juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Intelegensi ini
menyangkut tingkat kecerdasan. Intelegensi merupakan kemampuan akal,
merencana, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami ide-ide yang
kompleks, cepat belajar, dan belajar dari pengalaman.
c) Faktor Afektif
Afektif meliputi perasaan, emosi, dan suasana hati. Dalam keadaan stabil dan
normal perasaan sangat mempengaruhi hasil belajar. Misalnya, perasaan takut,
marah, bingung, putus asa atau sangat gembira, ini semua sangat menghambat
proses belajar.
d) Kondisi Sosial
Kondisi sosial menyangkut hubungan siswa dengan orang lain, baik gurunya,
temannya, orang tuanya, maupun orang-orang yang ada disekelilingnya.
Seseorang yang memiliki hubungan yang wajar dengan orang-orang
disekelilingnya akan memiliki ketentraman hidup, dan hal ini akan mempengaruhi
konsentrasi dan kegiatan belajarnya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki dalam
hubungan sosial akan mengalami kecemasan, ketidaktentraman.
e) Motivasi
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya
proses belajar. Motivasi belajar dalam diri siswa dapat melemah, melemahnya
motivasi belajar akan mempengaruhi kegiatan belajar.39 Motivasi dikatakan
murni apabila dari diri individu ada keinginan yang kuat untuk mencapai hasil
belajar itu sendiri.
f) Sikap
Trow mendifinisikan sikap sebagai suatu kesiapan mental atau emosional
dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Sementara itu Allport
mengemukakan bahwa sikap adalah suatu kesiapan mental dan saraf yang
tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respons
individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu.

Faktor-Faktor Lingkungan
Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar diri
siswa, di antaranya yaitu:
a) Faktor Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan,
memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada lingkungan sekolah dan
masyarakat. Faktor-faktor fisik dan sosial psikologis yang ada pada keluarga
sangat berpengaruh terhadap perkembangan belajar anak.
b) Faktor Sekolah
Lingkungan sekolah juga memegang peranan penting bagi perkembangan
belajar siswanya. Lingkungan ini meliputi lingkungan kampus, sumber-sumber
belajar, metode mengajar, relasi antara guru dan siswa, atar siswa dan siswa,
kurikulum, sarana prasarana, kebijakan penilaian.
c) Faktor Masyarakat
Lingkungan masyarakat di mana siswa atau individu berada juga
mempengaruhi terhadap semangat atau aktivitas belajarnya. Lingkungan
masyarakat di mana warganya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup,
terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan sumber-sumber belajar di dalamnya
akan memberikan pengaruh yang positif terhadap semangat dan perkembangan
belajar generasi mudanya, begitu pula sebaliknya.
Kemampuan Pembawaan
Menurut Mustaqim dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan
menyatakan bahwa anak yang mempunyai kemampuan pembawaan yang lebih
baik akan lebih mudah dan lebih cepat belajar dari pada anak yang mempunyai
kemampuan yang kurang.
Ukuran Prestasi Belajar
Dewasa ini ukuran penilaian yang diberlakukan untuk tingkat Perguruan
Tinggi adalah simbol penilain huruf. dijelaskan bahwa ukuran prestasi belajar
adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Ukuran Prestasi Interval Nilai Bobot Nilai Predikat
Belajar
Skor
No.
1 81-100 A 4 Sangat baik
2 66-80 B 3 Baik
3 56-65 C 2 Cukup
4 46-55 D 1 Kurang
5 0-45 E 0 Gagal

Konsep Diri dan Prestasi Belajar

Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri


dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor (1972) misalnya,
mengemukakan bahwa banyak penelitian yang membuktikan hubungan positif
yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar di sekolah. Siswa yang
memiliki konsep diri positif, memperlihatkan prestasi yang baik di sekolah, atau
siswa yang berprestasi tinggi di sekolah memiliki penilaian diri yang tinggi, serta
menunjukkan hubungan antar rpribadi yang positif pula. Mereka menentukan
target prestasi belajar yang realistis dan mengarahkan kecemasan akademis
dengan belajar dengan belajar keras dan tekun, serta aktivitas-aktivitas mereka
selalu diarahkan pada kegiatan akademis. Mereka juga memperlihatkan
kemandirian dalam belajar, sehingga tidak tergantung kepada guru semata.
Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan prestasi belajar, Fink
(dalam Burns, 1982) melakukan penelitian dengan melibatkan sejumlah siswa
laki-laki dan perempuan yang dipasangkan berdasarkan tingkat inteligensi
mereka. Di samping itu mereka digolongkan berdasarkan prestasi belajar mereka,
yaitu kelompok berpretasi lebih (overachievers) dan kelompok berprestasi kurang
(underachievers). Hal penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
konsep diri antara siswa yang tergolong overachiever dan underachiever. Siswa
yang overachiever menunjukkan konsep diri yang lebih positif, dan hubungan
yang erat antara konsep diri dan prestasi belajar terlihat jelas pada siswa laki-laki.

Penelitian Walsh (dalam Burns, 1982), juga menunjukkan bahwa siswa-


siswa yang tergolong underchiever mempunyai konsep diri yang negatif, serta
memperlihatkan beberapa karakteristik kepribadian;

1) mempunyai perasaan dikritik, ditolak dan diisolir

2) melakukan mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan


bersikap menentang

3) tidak mampu mengekspresikan perasaan dan perilakunya.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut jelas bahwa konsep dan


prestasi belajar siswa di sekolah mempunyai hubungan yang erat. Siswa yang
berprestasi tinggi cenderung memiliki konsep diri yang beda dengan siswa yang
berprestasi rendah. Siswa yang berprestasi rendah akan memandang diri mereka
sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan dan kurang dapat melakukan
penyesuaian diri yang kuat dengan siswa lain. Mereka juga cenderung
memandang orang-orang di sekitarnya sebagai lingkungan yang tidak dapat
menerimanya.

Siswa yang memandang dirinya negatif ini, pada gilirannya akan


menganggap keberhasilan yang dicapai bukan karena kemampuan yang
dimilikinya, melainkan lebih mereka kebetulan atau karena faktor keberuntungan
saja. Lain halnya dengan siswa yang memandang dirinya positif, akan
menganggap keberhasilan sebagai hasil kerja keras dan karena faktor
kemampuannya.

2.7 Implikasi perkembangan konsep diri peserta didik terhadap pendidikan

Konsep diri memengaruhi perilaku peserta didik dan mempunyai


hubungan yang menentukan proses pendidikan dan prestasi belajar siswa. Peserta
didik yang mengalami permasalahan di sekolah, pada umumnya menunjukkan
tingkat konsep diri yang rendah. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah, guru perlu melakukan upaya-upaya yang
memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri peserta didik. Berikut ini akan
diuraikan beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan guru dalam
mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik:

1. Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dukungan ini dapat
berupa dukungan emosional (emotional support), seperti ungkapan empati,
kepedulian, perhatian, dan umpan balik, dan dapat berupa dukungan
penghargaan (esteem support), seperti ungkapan hormat (penghargaan)
positif terhadap siswa, dorongan untuk maju, serta perbandingan positif
antar siswa dengan siswa yang lain. Bentuk dukungan ini memungkinakn
siswa untuk membangun perasaan memiliki harga diri, memiliki
kemampuan atau kompeten dan berarti.
2. Membuat siswa merasa bertanggung jawab. Memberi kesempatan pada
siswa untuk membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat diartikan
sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab kepada siswa.
Tanggung jawab ini akan mengarahkan sikap positif siswa terhadap diri
sendiri, yang diwujudkan dengan usaha pencapaian prestasi belajar yang
tinggi serta peningkatan integritas dalam menghadapi tekanan social. Hal
ini menunjukkan pula adanya pengharapan guru terhadap perilaku siswa,
sehingga siswa merasa dirinya mempunyai peranan dan diikutsertakan
dalam kegiatan pendidikan.
3. Membuat siswa merasa mampu. Dapat dilakukan dengan cara
menunjukkan sikap dan pandangan positif terhadap kemampuan yang
dimiliki siswa. Guru harus berpandangan bahwa semua siswa pada
dasarnya memiliki kemampuan, hanya saja mungkin belum
dikembangkan. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap kemampuan
siswa ini, maka siswa juga akan berpandangan positif terhadap
kemampuan dirinya sendiri.
4. Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam upaya
meningkatkan konsep diri siswa, guru harus membentuk siswa untuk
menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis mungkin, yakni tujuan
yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Penetapan tujuan yang
realistis ini dapat dilakukan dengan mengacu pada pencapaian prestasi
sudah dapat diramalkan, sehingga siswa akan terbantu untuk bersikap
positif terhadap kemampuan dirinya sendiri.
5. Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis. Pada saat mengalami
kegagalan, adakalanya siswa menilai secara negative, dengan memandang
dirinya sebagai orang yang tidak mampu. Untuk menghindari penilaian
yang negative dari siswa tersebut, guru perlu membantu siswa menilai
prsetasi mereka secara realistis, yang membantu rasa percaya akan
kemampuan mereka dalam menghadapi tugas-tugas sekolah dan
meningkatkan prestasi belajar di kemudian hari. Salah satu cara membantu
siswa menilai diri meraka secara realistis adalah dengan membandingkan
prestasi siswa pada masa lampau dan prestasi siswa saat ini. Hal ini pada
gilirannya dapat membandingkan motivasi, minat, dan sikap siswa
terhadap seluruh tugas di sekolah.
6. Mendorong siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Upaya lain
yang harus dilakukan guru dalam membantu mengembangkan konsep diri
peserta didik adalah dengan memberikan dorongan kepada siswa agar
bangga dengan prestasi yang telah dicapainya. Ini adalah hal yang penting,
karena perasaan bangga atas prestasi yang dicapai merupakan salah satu
kunci untuk menjadi lebih positif dalam memandang kemampuan yang
dimiliki.

Point pertama dalam beberapa strategi yang dapat dilakukan guru dalam
meningkatkan dan mengembangkan konsep diri peserta didik berupa dukungan
support (emosional support) dan dukungan penghargaan (esteem support).
Dukungan support (emosional support) seperti ungkapan empati, kepedulian,
perhatian, dan umpan balik. Menurut Harjasuganda dalam Rusli Lutan (2008),
Umpan balik adalah pengetahuan yang diperoleh berkenaan dengan sesuatu
tugas, perbuatan atau respons yang telah diberikan. Fungsi feedback adalah
memberikan motivasi, reinforcement (Harsono, 1988:89) atau punishment.
Menurut Apruebo (2005:100), Reinforcement means any event that increase the
probability that a particular response will reoccur under similar consequences.
Reinforcement maksudnya adalah pemberian penguatan atas kejadian atau
aktivitas yang telah dilaksanakan sehingga aktivitas tersebut tetap mampu
dipertahankan atau memberikan respons yang serupa dan pada aktivitas
berikutnya dapat meningkat lagi. Dalam hal pemberian reinforcement
Harjasuganda dalam Weinberg dan Gould (2008) mengemukakan bahwa
reinforcement dapat menggunakan penghargaan atau hukuman yang mungkin
sekali dapat meningkatkan atau menurunkan respons serupa yang terjadi pada
masa berikutnya. Penghargaan tidak selalu dalam bentuk benda sebagai hadiah,
tetapi bisa melalui ungkapan-ungkapan.
Umpan balik dapat diberikan dalam beberapa jenis. Jenis umpan balik
dikemukakan oleh Harjasuganda (dalam Suherman) 2008, yaitu umpan balik
positif, umpan balik netral, dan umpan balik negatif. Pemberian jenis umpan balik
harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Umpan balik positif adalah umpan
balik yang diungkapkan dengan kata-kata bagus, menyenangkan, pintar, menarik,
dan hebat. Umpan balik netral adalah umpan balik yang tidak merujuk secara
khusus kepada siswa yang melakukan kesalahan, tetapi secara netral
mengingatkan kepada seluruh siswa yang sedang melakukan. Umpan balik negatif
adalah lawan dari umpan balik positif, meskipun jarang dianjurkan mengingat
khawatir akan merusak kepercayaan diri siswa tetapi pemberian negatif feedback
dilakukan cara-cara: (1) implisit (tidak langsung), (2) diberikan pada siswa yang
tidak mengerti setelah beberapa kali diberikan umpan balik, (3) diberikan pada
siswa yang tidak memperhatikan penjelasan gurunya (biasanya siswa yang
menjadi atlet atau yang sudah terampil).
Kebutuhan siswa terkait dengan tingkat perkembangan psikososial siswa.
Pada perkembangan siswa pada kelompok anak besar (usia 10-12 tahun), mereka
sangat membutuhkan penguatan (reinforcement) agar perubahan perilaku yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran tetap melekat. Guru harus berhati-hati
memberikan umpan balik untuk perbaikan atau koreksi atas kekeliruan yang
dilakukan siswa. Kekurang sesuaian jenis umpan balik yang diberikan akan
berdampak kepada perasaan tidak enak, pesimistis, tidak memiliki motivasi, atau
tidak memiliki harga diri karena selalu mendapat teguran guru. Untuk itu
karakteristik siswa harus mendapat perhatian penting ketika guru akan
memberikan umpan balik.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi
seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan
dengan dirinya. Konsep diri adalah gagasan atau keseluruhan gambaran tentang
diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang
terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat diri
sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana
kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan.

B. Saran
Untuk membangun konsep diri, kita harus belajar menyukai diri sendiri,
mengembangkan pikiran positif, memperbaiki hubungan interpersonal ke yang
lebih baik, sikap aktif yang positif, dan menjaga keseimbangan hidup. Semua
yang kita lakukan pasti ada manfaatnya begitu juga dalam memahami konsep diri,
kita menjadi bangga dengan diri sendiri, percaya diri penuh, dapat beradaptasi
dengan lingkungan, dan mencapai sebuah kebahagiaan dalam hidup.
Daftar Pustaka

Agustiani, H. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Refika Aditama.


Allen, Nuryoto. 1993. Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Rosda Karya.
Burns, R.B. 1993. Konsep Diri, Perkembangan dan Perilaku. Jakarta: Arcan.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Gufron, M. 2011. Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Harsono (1988). Coaching Dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. C.V.


Tambak Kusuma.
Harjasuganda, Djukanda. 2008. Pengembangan Konsep Diri yang Positif pada
Siswa SD Sebagai Dampak Penerapan Umpan Balik (Feedback) dalam
Proses Pembelajaran Penjas. Pendidkan Dasar, 4 (9). (Online),
(http://file.upi.edu/ Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_ DASAR/Nomor_9-
April_2008/Pengembangan_Konsep_Diri_yang_Positif_ pada_Siswa_
SD_Sebagai_Dampak_Penerapan_Umpan_Balik_(Feedback)_dalam_Proses
_Pembelajaran_Penjas.pdf), diakses pada 4 Maret 2017.
Otari, Phomi. 2013. Pekembangogan Peserta Didik. Yogyakarta : CV. Andi.
Pudjijogyanti, Clara. R. 1985. Konsep Diri dalam Ilmu Pendidikan. Jakarta :
Arcan.
Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Rini, Deswita. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai