Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

METODOLOGI PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu: Dr. Sri Mulyani, M.Si.

Galih Albarra Shidiq


1502722 / KELAS B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
LATAR BELAKANG MASALAH
Ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad 21 ini menunjukkan perubahan yang
sangat cepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut
perubahan strategi guru dalam membelajarkan materi kepada peserta didik. Proses
pembelajaran pada tingkat sekolah dituntut untuk menyiapkan peserta didik yang kreatif dan
inovatif, serta tidak hanya menguasai konsep saja namun juga memiliki kemampuan dalam
menyelesaikan permasalahan khususnya di dalam kehidupan dengan menghubungkannya dari
konsep-konsep yang telah dipelajarinya.
Pendidikan merupakan salah satu upaya yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas
sumber daya manusia melalui kurikulum. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2011) telah memilih nilai-nilai materi
pendidikan karakter yang perlu dikembangkan salah satunya yaitu karakter kemandirian.
Pembentukan karakter kemandirian melalui mata pelajaran membawa proses perubahan pada
kualitas hasil pendidikan itu sendiri. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas
dalam pendidikan tersebut diantaranya dengan digulirkannya kurikulum 2013.
Pada Kurikulum 2013 (permendikbud No. 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMA/MA) dikembangkan proses pembelajaran dengan
menyempurnakan pola pikir diantaranya:
1. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik. Pola pembelajaran satu arah menjadi pembelajaran interaktif.
2. Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat
menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta dari
internet).
3. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif
mencari semakin diperkuat dengan pembelajaran pendekatan sains).
4. Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim).
5. Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia.
6. Pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan
memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik.
7. Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran
ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan
8. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.
Berdasarkan kerangka dasar kurikulum 2013 tersebut, bahwa Kurikulum Sekolah
Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) dirancang untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik belajar berdasarkan minat mereka. Struktur kurikulum memperkenankan
peserta didik melakukan pilihan dalam bentuk pilihan Kelompok Peminatan dan pilihan Mata
pelajaran antar Kelompok Peminatan. Kelompok Peminatan yang dipilih peserta didik terdiri
atas kelompok Matematika dan Ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial, dan Ilmu Budaya dan Bahasa.
Ilmu kimia merupakan salah satu rumpun dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang
mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang
terjadi yang dapat dijelaskan secara ilmiah, memiliki peran penting dalam pembentukan
kepribadian intelektual peserta didik. Umumnya masyarakat mengenal pembelajaran sains
sebagai pola pembelajaran yang lebih banyak memberikan informasi tentang konsep-konsep
materi sains berupa fenomena-fenomena alam atau lingkungan sekitar, dan juga terkait
dengan prinsip-prinsip dan hukum-hukum dalam sains. Namun, jika pola pembelajaran hanya
dalam bentuk memberikan informasi saja, maka peserta didik dapat terjebak dalam sistem
pembelajaran yang hanya mengandalkan hafalan, dengan kecenderungan mudah bosan
dengan sistem pembelajaran seperti ini (Depdiknas, 2003:6). Oleh sebab itu, pembelajaran
kimia di sekolah perlu diajarkan dengan tujuan sebagai wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, mengembangkan kemampuan dan pemahaman
yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, mengembangkan
ilmu dan teknologi, serta prospek pengembangan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari (BSNP, 2006:459).
Dalam rangka memunculkan potensi tersebut salah satu strategi pembelajaran yang
memungkinkan yaitu dengan pembelajaran yang timbul berdasarkan masalah. Banyak ahli
yang telah mengembangkan model pembelajaran berbasis masalah, salah satunya
dikembangkan oleh Tan. Menurut Tan (2009:20) bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat
mendorong peserta didik menjadi lebih percaya diri pada saat bekerja dalam kelompok,
menimbulkan rasa ingin tahu, melakukan penyelidikan dan membuat pemikiran bagaimana
penyelesaian terhadap permasalahan itu.
Hasil-hasil penelitian sebelumnya yang mendukung terhadap pentingnya penerapan
pembelajaran berbasis masalah telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti
diantaranya: 1) Tosun & Takesenligil (2011) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis
masalah dapat meningkatkan motivasi terhadap pembelajaran kimia, strategi pembelajaran
siswa menjadi lebih mandiri karena PBL mengembangkan keterampilan seperti elaborasi,
berpikir kritis, metakognitif pengetahuan diri, pengaturan waktu, lingkungan kerja, tingkat
usaha dan kerjasama antar individu. 2) Randall & Holly (2012) menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam
menerapkan logika melalui penalaran terhadap kesadaran lingkungan dengan cara
mengidentifikasi setiap senyawa kation dan anion dari komposisi air pabrik yang
terkontaminasi.
Berdasarkan pemaparan diatas, bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat
menghasilkan produk pembelajaran yang baik. Namun permasalahannya, strategi
pembelajarannya lebih mengarahkan kepada peserta didik untuk belajar mandiri sesuai
tingkat kemampuan dan kecepatan belajarnya masing-masing. Metode dan sumber belajar
yang tepat dalam proses pembelajaran tersebut adalah penggunaan bahan ajar atau modul
pembelajaran yang difokuskan kepada peserta didik. Menurut hasil penelitian Khoir, Abdul
(2002:2), penggunaan modul cetak pembelajaran ternyata memililki banyak kekurangan
dalam pelaksanannya, terutama dalam pembelajaran kimia. Hal tersebut disebabkan karena
dalam modul cetak tersebut tidak ada visualisasi seperti gambar, audio dan video.
Menanggulangi masalah mengenai modul cetak yang memiliki kekurangan karena
tidak adanya visualiasi seperti gambar, audio dan video dalam modul tersebut, maka
digunakanlah E-Module pembelajaran dalam menutupi kekurangannya. Pemilihan E-Module
sendiri dikarenakan sumber pembelajaran ini mempunyai karakteristik dan komponen-
komponen pembangunnya yang begitu lengkap sebagai bahan pembelajaran mandiri bagi
peserta didik dibandingkan dengan modul cetak. Pembelajaran yang disusun dalam penelitian
ini mengambil topik penanganan limbah minyak jelantah. Dipilihnya topik ini dikarenakan
beberapa pertimbangan: Pertama, produksi minyak jelantah setiap harinya mengalami
peningkatan umumnya di masyarakat dan khususnya di sekolah yang berasal dari sisa
penggorengan makanan, kurangnya pengetahuan masyarakat dan kondisi ekonomi yang
lemah membuat para pelaku usaha industri dan rumah tangga yang membutuhkan minyak
goreng sering mengupayakan penggunaan minyak berulangkali dan membuangnya
sembarangan tanpa menyadari resikonya terhadap kesehatan dan lingkungan.
Kedua, minyak merupakan ester dari asam suku tinggi dengan gliserol (1,2,3-
propanatriol). Dipandang dari sifat fisisnya minyak berfase cair mengandung asam tak jenuh
(asam oleat) merupakan senyawa hidrokarbon tak jenuh yang dipelajari pada materi
hidrokarbon. Materi ini umumnya diajarkan di SMA/SMK, tetapi kebanyakan peserta didik
tidak mengetahui tentang konsep-konsep tersebut merupakan pengaplikasian dari materi
kimia, dikarena pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di sekolah lebih menekankan pada
pembelajaran dengan cara konvensional yang bersifat teacher centered. Cara pembelajaran
seperti ini dianggap lebih praktis dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa
dengan tuntutan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirasakan sangat banyak dan
dengan waktu yang sedikit. Oleh karena itu siswa tidak terbiasa untuk menyelesaikan
masalah dengan menggunakan kemampuan berpikirnya. Berdasarkan pertimbangan di atas,
akan lebih bermakna bila peserta didik dilatih untuk memecahkan masalah pada penanganan
limbah minyak jelantah.
Atas dasar latar belakang yang seperti telah dikemukakan dan mengingat pentingnya
kesadaran lingkungan, maka perlu dilakukan studi lebih mendalam tentang Pengaruh
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Berbantuan Modul Elektronik terhadap Tingkat
Kesadaran Lingkungan Peserta Didik pada Topik Penanganan Limbah Minyak Jelantah.

REFERENSI
BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kuriulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains dan Kimia
SMU dan MA. Jakarta: Depdiknas.

Kemendiknas. (2011). Badan Penelitian dan Pengembangan Puskur Kemendiknas tentang


Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional.

Khoir, Abdul. (2002). Buku Ajar Penyebab Siswa Kesulitan Belajar Sains. [Online].
Tersedia: www.ejournal-unisma.net/ojs/index.php/.../107 [Diakses 20 Februari 2016].

Permendikbud RI No. 69 (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah


Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional.

Permendiknas RI UU No. 20 (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Menteri


Pendidikan Nasional.

Tan, O. S. (2009) Problem Based Learning and Creativity. Singapura : Cengage Learning.

Tosun, C and Taskesenligil, Y. (2011). The Effect of Problem Based Learning on Student
Motivation Towards Chemistry Classes and on Learning Strategies. Turkish Science
Education., (v.9, n.1, March 2012, pp. 104-125).

W. Hicks, R and Holly M. B. (2012). Utilizing Problem-Based Learning in Qualitative


Analysis Lab Experiments. J. Chem. Educ. 2012, 89, 254257.

Anda mungkin juga menyukai