Anda di halaman 1dari 17

PENGELOLAAN DAN INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT

PADA TANAMAN JAGUNG BABY (Zea mays L)


SECARA ORGANIS DI YAYASAN BINA SARANA BAKTI
CISARUA BOGOR

MAGANG KERJA

Oleh :

ROHMATIN MAULA
135040201111137

MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman Jagung Baby

Organisme Pengganggu Tanaman merupakan makhluk hidup yang keberadaanya pada


populasi tertentu dapat menyebabkan kerusakan tanaman sehingga merugikan secara
ekonomis. Sistem pengelolaan organisme pengganggu tanaman di Yayasan Bina Sarana
Bakti bukan dipandang sebagai musuh namun merupakan bagian dari keseimbangan
ekosistem. Beberapa konsep yang dilakukan oleh Yayasan Bina Sarana Bakti dalam
pengelolaan OPT yang merupakan bagian dari proses kelestarian dan keseimbangan alam
adalah :

1. Pengelolaan OPT secara holistik


Pendekatan OPT secara holistik merupakan suatu pengelolaan yang melihat dari
semua aspek secara keseluruhan. Tujuan utama dari pengelolaan OPT secara holistik
adalah untuk menciptakan agroekosistem yang sehat sehingga keanekaragaman hayati
lebih menonjol. Pendekatan secara holistik merupakan tindakan yang dilakukan sejak
perencanaan kebun, persiapan lahan dan rancangan tanam.
Perencanaan kebun yang dilakukan dalam pengelolaan OPT secara holistik meliputi
tata guna lahan antara lain pembentukan bedengan, penentuan jalan, tempat pembibitan,
pengomposan, saung, dan gudang. Salah satu perencanaan kebun yang dilakukan adalah
penataan bedengan. Luas bedengan yang ada di YBSB yaitu 1x10 m2, hal ini bertujuan
untuk mempermudah konversi produksi dan mempermudah pemeliharaan tanaman. Jarak
antar bedengan 50 cm yang bertujuan untuk mempermudah akses pemeliharaan
tanaman. Hal yang perlu diperhatikan tinggi bedengan 30 cm, arah bedengan sebaiknya
mengarah ke timur dan barat agar tanaman mendapat cahaya matahari secara optimal,
pencahayaan yang cukup dapat menyebabkan tanaman tumbuh optimal karena proses
fotosistesis dapat berjalan optimal saat tanaman mendapat cahaya yang cukup. Pada
sekeliling lahan yang diberi tanaman pagar. Tanaman pagar berfungsi sebagai barier,
pemecah angin dan juga pengalihan OPT khususnya untuk tanaman pagar yang memiliki
warna bunga mencolok seperti kenikir. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai
tanaman pagar antara lain bunga sepatu, pahitan, kaliandra, singkong dan kenikir. Di
sekeliling bedengan ditanami rumput madu tujuannya untuk mencegah erosi dan sebagai
habitat dari musuh alami.
Pengelolaan OPT secara holistik kedua yang dilakukan yaitu perencanaan budidaya.
Pada tanaman jagung baby dapat dilakukan sistem tanam tumpang sari. Di YBSB terdapat
aturan khusus dalam tumpangsari selain berbeda famili, pertimbangan lain yang
diperhatikan dalam tumpangsari adalah kebutuhan unsur hara, habitat dan cahaya matahari
bagi tanaman. Beberapa tanaman yang dapat ditumpangsari dengan tanaman jagung baby
antara lain bayam, lobak, piterseli, selada dan tanaman brassicaceae berumur pendek serta
tanaman repellent. Tanaman repellent yang digunakan diantaranya Tagetes sp, adas, basil,
kemangi, rosmery dan lavender. Menurut Vasudevan et al. (1997) mahkota dari Tagetes sp
mengandung a-terthienyl, yang dapat menghambat bakteri gram positif dan jamur
(aktivitas bakterisida dan fungisida).
Hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman adalah pemilihan lahan.
Mengetahui sejarah lahan sangat penting untuk dilakukan karena berpengaruh terhadap
keberadaan organisme pengganggu tanaman dan kandungan unsur hara dalam tanah. Di
Yayasan Bina Sarana Bakti terdapat 3 sistem rotasi tanam yaitu rotasi pendek, rotasi
sedang dan rotasi panjang.

Rotasi Pendek

Gambar 8 .Rotasi pendek

Rotasi Sedang

Gambar 9. Rotasi sedang


Rotasi Panjang

Gambar 10. Rotasi Panjang


Penentuan target produksi ditentukan oleh permintaan pasar, jumlah tanaman yang
akan ditanam, jumlah bedengan yang ditanamani tanaman jagung baby ditentukan oleh
jumlah permintaan pasar. Pemenuhan target pasar dapat dilakukan dengan sistem tanam
tumpangsari. Sistem tanam tumpangsari dapat menghasilkan lebih sari satu tanaman
sehingga lebih banyak jenis tanaman yang dapat memenuhi target pasar.

2. Pengelolaan OPT secara Preventif


Pengelolaan OPT secara preventif merupakan tindakan pencegahan agar kehadiran
OPT tidak merugikan secara ekonomi dengan mengenali tanda-tanda dan siklus tahunan
OPT berdasarkan cuaca atau iklim, ketersediaan makanan dan lingkungan tempat
tinggal/habitat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengelolaan tanaman jagung baby
secara preventif antara lain :

a. Pembenihan
Benih tanaman jagung untuk jagung baby yang digunakan merupakan benih jagung
lokal adaptasi BSB. Benih diambil dari tanaman jagung yang berumur 4 bulan. Ciri-ciri
jagung yang akan digunakan untuk benih yaitu bijinya utuh, sudah tua berukuran besar
dengan panjang tongkol 20 cm, kulit tongkol jagung sudah berwarna coklat dan
masih tertutup. Satu tongkol jagung lokal menghasilkan 75 gram biji jagung. Cara
penanaman jagung yang akan digunakan untuk benih dalam satu bedeng dibuat lubang
tanam dengan jarak tanam 40x60 cm kemudian ditambahkan 1kg kompos. Dalam
satu lubang tanam diisi 2 biji jagung, setelah mengalami masa pertumbuhan hanya akan
dipilih satu tanaman terbaik yang digunakan untuk benih. Untuk produksi benih 1
bedeng dibutuhkan 75 gram benih tanaman jagung dan akan menghasilkan 3,25 kg
benih jagung dalam 1 bedengnya.

Perawatan yang dilakukan pada tanaman untuk produksi benih sama seperti
perawatan tanaman jagung biasa. Penyiraman dilakukan 1-2 hari sekali sedangkan
penyiangan gulma dilakukan apabila populasi gulma mengganggu pertumbuhan
tanaman jagung dirasa cukup merugikan. Pada saat tanaman berusia 3
minggu,dilakukan aplokasi POC (Pupuk Organik Cair) yang diencerkan dalam air
dengan perbandingan 1:10. Pemanenan dilakukan dengan memilih tongkol jagung yang
terbaik. Cara pemanenan sama seperti panen jagung biasanya, hanya saja untuk
penjemuran jagung tidak dikupas habis kulitnya ditinggalkan 1 lapisan pada tongkol
jagung. Penjemuran tongkol jagung dilakukan 2 kali yaitu ketika jagung masih
menempel pada tongkol dan ketika jagung sudah dipipil. Biji yang digunakan sebagai
benih merupakan biji yang berada pada bagian tengah tongkol. Penjemuran masing-
masing dilakukan selama 3 hari pada pukul 8-11 pagi. Benih jagung disimpan dalam
botol kaca yang tertutup rapat. Penggunaan botol kaca bertujuan agar benih tetap
terjaga kualitasnya sampai saat ditanam.

b. Rotasi Tanaman
Jagung baby merupakan tanaman buah yang ditanam setelah tanaman daun-
daunan. Sehingga saat akan melakukan budidaya tanaman jagung baby dipilih
bedengan yang sebelumnya digunakan untuk budidaya tanaman daun-daunan. Rotasi
tanaman dengan tanaman yang berbeda famili dapat memutus siklus hama dan
penyakit. Selain itu jenis tanaman disekitar bedengan tanaman jagung juga harus
diperhatikan. Tanaman sejenis tidak dianjurkan untuk ditanam berdekatan atau
berdampingan. Minimal harus berjarak 1 bedeng untuk menanam dengan jenis tanaman
yang sama. Pada tanaman jagung tumpangsari dengan Tagetes sp merupakan bedengan
yang sebelumnya ditanami tanaman kangkung darat sedangkan pada tanaman jagung
yang ditanam secara monokultur merupakan bedengan yang sebelumnya ditanami
tanaman brokoli. Pada tanaman jagung baby monokultur samping kanan dan kiri
bedengan yaitu tanaman kacang merah dan tanaman kubis bunga, sedangkat pada
tanaman tupangsari samping kanan dan kiri bedengan yaitu tanaman okra dan tanaman
selada keriting

c. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan kegiatan menciptakan kondisi tanah yang gembur
pada kedalaman yang cukup, aerasi dan drainasi tanah menjadi lebih baik daya jelajah
akar tidak terganggu sehingga tanaman jagung tumbuh dengan baik. Pengolahan lahan
yang digunakan untuk budidaya tanaman jagung baby yaitu minimum tillage dengan
menggunakan garpu. Pengolahan lahan dengan garpu bertujuan untuk menggemburkan
tanah, mempermudah pencabutan gulma. Berdasarkan sistem rotasi panjang, tanaman
buah ditanam setelah tanaman daun. Lahan yang digunakan tanaman jagung baby
merupakan lahan bekas bedengan tanaman kangkung dan brokoli. Pada tanaman jagung
baby monokultur samping kanan dan kiri bedengan yaitu tanaman kacang merah dan
tanaman kubis bunga, sedangkan pada tanaman tupangsari samping kanan dan kiri
bedengan yaitu tanaman okra dan tanaman selada keriting.

Menurut Pracaya (2002) keuntungan penggemburan tanah yaitu :


a. Terjadi pertukaran udara (aerasi) di dalam tanah.
b. Adanya oksigen menyebabkan jasad renik aerob berkembang dengan baik,
misalnya bakteri Rhizobium, Azotobacter dan Nitrobacter.
c. Air mudah meresap sehingga tanah tidak mudah tergenang.
Setelah penggarpuan dilakukan pemerataan tanah dengan cara penghancuran tanah
bongkahan tanah menjadi bagian yang lebih remah.

c. Penanaman
Penanaman merupakan proses pemindahan benih kedalam tanah dengan tujuan agar
tanaman tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk memperoleh pertanaman yang baik
sebelumnya harus dilakukan pengolahan tanah yang sempurna, penentuan jarak tanam
yang tepat, penentuan jumlah benih perlobang tanam dan benih yang akan di tanam adalah
benih yang kualitas baik. Benih jagung ditanam dalam lubang tanam. Lubang tanam
dibuat menggunakan tugal dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm. Dalam satu lubang tanam
diisi 1-2 biji jagung. Selanjutnya lubang ditutup dengan menggunakan kompos satu
sampai 2 genggam tiap lubang atau sekitar 0,5 kg.
d. Pemeliharan Tanaman
a) Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada awal tanam dan setelah tanam. Pupuk yang
digunakan pada saat awal tanam disebut pupuk dasar yang berasal dari pupuk
kompos. Pupuk yang ditambahkan setelah 1 bulan setelah tanam biasa disebut pupuk
susul. Pupuk susul bisa berasal dari pupuk kompos ataupun POC (Pupuk Organik
Cair). POC di YBSB terdapat 2 macam yaitu berasal dari air siraman kompos dan urin
kelinci yang sudah difermentasi selama 2 minggu.
Komposisi pupuk kompos di YBSB berasal dari kotoran ayam, kotoran
kambing dan rumput kemudian ditambahkan dolomit. Jumlah bahan yang digunakan
dalam satu lapis kompos terdiri dari 60 kg kotoran kambing, 250 kg kotoran ayam
bercampur sekam, rumput dan dolomit secukupnya. Dalam satu kali pengomposan
terdiri dari 5-6 lapisan. Masa pengomposan selama 3 bulan. Sehingga pupuk sudah
matang ketika diaplikasikan di lahanPupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar
hara P yang relatif lebih tinggi dari pukan lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi
oleh jenis konsentrat yang diberikan.

Ditambahkan pula oleh Pangaribuan (2010) bahwa laju dekomposisi pupuk


kandang ayam lebih cepat bila dibandingkan dengan pupuk kotoran sapi dan kambing
sehingga unsur hara dapat cepat tersedia bagi tanaman. Laju dekomposisi yang baik
akan dapat menyediakan unsur hara di dalam tanah, terutama N, P K dan unsur hara
lainnya, dan perbaikan struktur tanah yang lebih baik. Dengan demikian perakaran
tanaman akan berkembang dengan baik dan akar dapat menyerap unsur hara yang
lebih banyak, terutama unsur hara N yang akan meningkatkan pembentukan klorofil
sehingga aktifitas fotosintesis dapat meningkat dan dapat meningkatkan tinggi
tanaman. Pada awal aplikasi POC untuk tanaman digunakan perbandingan POC dan
air (1:9), (2:8), (3:7), (4:6) dan (5:5) dosis ini dapat dinaikan seiring dengan
bertambahnya umur tanaman.
b) Pemulsaan
Pemulsaaan merupakan salah satu bagian dari perawatan dan pemeliharaan dalam
budidaya jagung manis secara organis. Mulsa yang digunakan berasal dari bahan-
bahan organik yang baik bagi tanah seperti sisa-sisa tanaman yang mati, rumput-
rumputan, seresah, batang (kedebong) pisang yang dicacah dan lain-lain. Selain
penyedia bahan organik tanah, mulsa organik ini juga berfungsi dalam menjaga suhu
dan kelembaban tanah, mengurangi evaporasi dan intersepsi air hujan. Umumnya di
BSB melakukan pemulsaan pada saat bibit baru dipindahkan ke lahan, namun
pemulsaan juga dapat dilakukan pada setiap fase tumbuh jagung. Menurut Dwiyanti
(2005) tujuan pemulsaan antara lain menjaga kelembapan tanah dan suhu tanah yang
relatif lebih merata, mencegah timbulnya rumput dan mencegah percikan air dari
tanah.

c). Penyiraman
Air merupakan komponen penting bagi berlangsungnya berbagai proses
fisiologi seperti serapan hara, fotosintesis dan reaksi biokimia sehingga penurunan
absorbsi air mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan penurunan hasil.
Penyiraman dilakukan pada saat musim kemarau atau pada saat tidak ada curah
hujan. Penyiraman dilakukan 2 hari sekali dengan jumlah air 50-100 liter tiap
bedengan. Air yang cukup sangat diperlukan oleh tanaman pada saat awal masa
pertumbuhannya. Sehingga pada awal setelah tanam jumlah air yang dibutuhkan
lebih banyak.
Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Pangan (2015) menunjukkan bahwa
tanaman jagung yang kekurangan air dan mengalami kelayuan selama 1-2 hari pada
periode pembumbunan, dapat menurunkan hasil sampai 22%. Bila kelayuan
tanaman terjadi hingga 5-8 hari, penurunan hasil jagung dapat mencapai 50%.
Biasanya setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila
tanah telah lembab. Pengairan berikutnya diberikan dengan tujuan untuk menjaga
agar tanaman tidak layu dan ini pun tidak perlu banyak air.
d). Penyiangan dan Pembubunan

Penyiangan dilakukan pada saat kondisi gulma mulai mengganggu


pertumbuhan tanaman. Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma bergantung
pada empat faktor, yaitu stadia pertumbuhan tanaman, kepadatan gulma, tingkat
cekaman air dan hara, serta spesies gulma. Jika dibiarkan, gulma berdaun lebar dan
rumputan dapat secara nyata menekan pertumbuhan danperkembangan jagung.
Penyiangan dapat dilakukan dengan mencabut gulma yang berada di dalam
bedengan. Sedangkan gulma di sekitar bedengan dapat dengan menggunakan
tebasan. Kegiatan penyiangan dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
Membumbun adalah kegiatan untuk memperkuat berdirinya batang dan
perakaran tanaman. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan
pertama sekitar 15 hst atau penyiangan kedua. Disamping itu pembumbunan juga
dapat memperbaiki aerasi tanah memperlancar drainase karena ketinggian tanah
berbeda sehingga tidak ada genangan air yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman jagung.
Menurut Badan Penyuluhan Dan Pengembangan SDM Pertanian (2015)
manfaat dan tujuan pembumbunan adalah
a. Untuk memperkokoh (memperkuat) berdirinya batang tanaman jagung.
b. Mendekatkan zat-zat hara/ makanan yang ada di dalam tanah.
c. Untuk memperbaiki aerasi (peredaran udara) dan pengaturan pada tanah yang
terlalu banyak air
d. Menciptakan kondisi tanah yang gembur /remah disekitar tanaman
e. Memberikan lingkungan akar yang lebih baik, sehingga menutup akar yang
bermunculan di atas permukaan tanah

e). Pembuangan Bunga Jantan


Pembuangan bunga jantan dilakukan saat tanaman jagung mulai muncul
bunga atau pada saat tanaman jagung berumur 40 hari. Tujuan pembuangan
bunga jantan ini adalah agar tidak terjadi proses pembentukan biji. Selain itu
menurut Wardjito (1996) pembuangan bunga jantan juga bertujuan untuk
merangsang munculnya tongkol-tongkol selain tongkol utama.
f). Panen dan Pasca Panen
Panen jagung baby dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 60 hari.
Panen jagung baby dilakukan dengan panen cicil sehingga dalam 1 bedengan dapat
dilakukan proses pemanenan 3-4 kali. Cara panen jagung yang matang fisiologis
adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan
dengan mematahkan tangkai buah jagung.
Dalam satu kali panen 1 bedengan dengan jumlah 180 tanaman dapat
menghasilkan 3 kg jagung baby. Ciri jagung baby yang siap panen adalah apabila
ukuran panjang jagung sudah mencapai 10-12 cm. Bentuknya utuh, tidak tua dan
berwarna kuning cerah. Perlakuan pasca panen yang dilakukan pada tanaman
jagung baby yaitu dengan memotong kulit jagung dan hanya menyiskan kulit
bagian pangkal tongkol 1 cm. Jagung baby dijual dalam bentuk packing dengan
berat masing-masing packing yaitu 150 gram.
3. Pengelolaan OPT secara Kuratif
Pengelolaan OPT secara kuratif dilakukan apabila pengelolaan secara holistik dan
preventif tidak dapat menekan hama dibawah ambang ekonomi. Pendekatan ini dilakukan
dengan jalan pencegahan atau pengobatan. Cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Penggunaaan Pengendali Nabati
Pengendali nabati merupakan ramuan alami pembasmi hama yang bahan-
bahan aktifnya berasal dari alam seperti ekstrak tanaman tertentu yang sudah
diketahui efek positifnya dalam membasmi hama tertentu. Pestisida nabati tidak
mengandung bahan kimia sintetik, meskipun demikian penggunaan pestisida nabati
tetap harus bijaksana karena bagaimanapun juga apabila disemprotkan secara terus-
menerus pada OPT dapat menimbulkan OPT menjadi resisten. Mekanisme kerja dari
pestisida nabati ini bukan untuki membunuh hama tetapi memberi efek pada telur,
penurunan nafsu makan dan perkembangbiakan.
b) Mempersempit ruang gerak OPT
Langkah mempersempir ruang gerak OPT diperuntukan untuk tanah yang
sudah terinfeksi pathogen seperti Plasmodiopora brassicaceae, melodogyne sp.
Tanaman Sesbania sesban dapat menekan pathogen Plasmodiophora brassicaceae
dan tanaman Tagetes sp
dapat menekan Melodogyne sp. Sedangkan untuk mengatasi kumbang daun
(Philotreta sp) hal yang dapat dilakukan untuk mempersempit ruang geraknya yaitu
memindahkan bibit tanaman brassicaceae pada tempat yang tingginya minimal 1 m
diatas permukaan tanah
c) Bero yang diperbaiki
Pemberoan dilakukan dengan penanaman tanaman legume mempuyai banyak
keuntungan antara lain tanaman leguminosmempunyai kemampuan mengikat nitrogen
dari udara dan menyumbangkannya pada tanah. Menurut Agus dan Ruijte (2004)
nitrogen ini akan tersedia bagi tanaman jika seresah atau tanaman legume sudah
membusuk dan terurai menjadi ion didalam tanah. Pemberoan dengan penanaman
tanaman legume mempunyai dua keuntungan yaitu menjaga kesehatan tanah dan
memperbaiki hara tanah.
d) Sanitasi Tanaman
Sanitasi dilakukan pada tanaman yang terinfeksi penyakit dengan cara menghilangkan
sumber inokulum dari penyakit tersebut pada tanaman. Pada bagian tanaman yang
terinfeksi penyakit dapat dipotong, dikumpulkan atau dibakar. Pada tanaman yang
kerdil dapat diaplikasikan pupuk cair yang memiliki 3 fungsi sekaligus yaitu
menyiram, memupuk dan mengobati.
e) Cabut tanaman yang terinfeksi pathogen dan bakar
Tanaman yang telah terinfeksi penyakit harus segera dicabut, dikumpulkan kemudian
dibakar pada tempat khusus. Pembakaran tanaman yang terinfeksi penyakit ini lebih
dikhususkan untuk penyakit yang disebabkan oleh soil born pathogen.

Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Tanaman Jagung Baby

1. Hama
Jenis Tanaman Hama yang Ditemukan Tingkat Kerusakan
Valanga nigricornis 3,833%
Jagung Monokultur (2 Spodoptera litura 4,417%
tanaman/lubang) Cnaphalocrosis medinalis 2,417%
Melanitis leda 0,083%
Valanga nigricornis 3,33%
Jagung Monokultur Spodoptera litura 4,17%
( 1 tanaman/lubang) Peregrinus maidis 1,33 %
Cnaphalocrosis medinalis 1,83%
Spodoptera litura 1,25%
Jagung + Tagetes Valanga nigricornis 2,50%
Cnaphalocrosis medinalis 0,50%
Spodoptera litura 0,286%
Jagung + bayam
Agrotis ipsilon 2,857%
Jagung + Kacang Tanah Spodoptera litura 2,5%
Valanga nigricornis 1,5 %
Jagung + Ubi Jalar Valanga nigricornis 4,20 %
Cnaphalocrosis medinalis 3,20%
Spodoptera litura 9,10%
Jagung + Wortel Spodoptera litura 5,33 %
Jagung + selada sioma Peregrinus maidis 1,5 %
Spodoptera litura 1,25 %
Jagung + bit + ubi jalar Cnaphalocrosis medinalis 4,50%
Valanga nigricornis 0,50%
Spodoptera litura 1,75%

Tingkat Kerusakan akibat Hama


No Jenis Hama Tingkat Kerusakan

1 Valanga nigricornis 1,763%

2 Spodoptera litura 3,34 %

3 Cnaphalocrosis medinalis 1,383 %

4 Peregrinus maidis 0,471 %

5 Agrotis ipsilon 0,317 %

6 Melanitis leda 0,0092 %

a. Belalang Hijau (Valanga nigricornis) (Orthoptera : Acrididae)


Berdasarkan hasil pengamatan hampir pada semua tanaman jagung baby baik yang
ditanam secara monokultur maupun tumpang sari ditemukan hama belalang hijau (Valanga
nigricornis). Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh Valanga nigricornis sebesar 1,763%.
Kerusakan yang ditimbulkan akibat serangan belalang hijau lubang pada daun bagian tepi.
Gejala yang disebabkan dari serangan hama belalang hijau pada tanaman jagung yaitu daun
jagung tidak utuh dan dibagian tepinya tampak bekas gigitan terutama pada daun yang masih
muda. Valanga nigricornis menyerang pada semua fase tanaman jagung, baik pada fese
vegetatif maupun fase generatif.
Belalang yang masih muda (nimfa) maupun yang sudah dewasa memakan daun-
daun tanaman jagung sehingga mengurangi luas permukaan daun. Belalang dewasa biasanya
memakan bagian tepi daun (margi folii) sementara nimfanya memakan di antara tulang-
tulang daun sehingga menimbulkan lubang-lubang pada daun. Kerusakan tanaman biasanya
ini tidak serius, tetapi kerusakan daun ini pasti berpengaruh terhadap produktifitas tanaman
yang diserang. Jika serangan tanaman ini serius, daun tanaman jagung yang diserang akan
rusak bahkan habis dimakan (Surachman dan Agus, 1998).
b. Ulat Pemotong (Agrotis ipsilon) (Lepidoptera: Noctuidae)
Berdasarkan hasil pengamatan dilahan, pada tanaman tumpangsari jagung dan bayam
ditemukan hama ulat pemotong (Agrotis ipsilon). Ulat ini menyerang pada tanaman muda
yang berumur 1-2 minggu setelah tanam. Ciri morfologi dari Agrotis ipsilon adalah berwarna
coklat kehitaman dengan panjang sekitar 30mm. Tingkat kerusakan akibat serangan Agrotis
ipsilon adalah sebesar 0,317%. Larva pada siang hari berada didalam tanah, sedangkan pada
malam hari menyerang tanaman.
Larva berwarna hitam, kelabu suram, atau coklat. Panjang larva 30-35 mm.
Mengalami 4-5 kali instar. Lama stadium larva sekitar 18 hari. Pupa berada beberapa inci
dibawah tanah dan stadium pupa lamanya 5-6 hari. Ngengat mempunyai sayap depan
berwarna coklat dengan garis- garis berombak, rentangan sayap 40-59 mm. Ngengat betina
dapat bertelur 500-2000 butir. Bentuk telur oval, warna putih, diletakkan pada rumput atau
gulma dibagian pangkal batang atau daun. Telur menetas sekitar 6 hari (Kalshoven, 1981).
Kerusakan yang ditimbulkan akibat serangan Agrotis ipsilon berupa terpotongnya
batang tanaman sehingga menyebabkan tanaman rebah kemudian mati. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sasmito (2010) bahwa gejala juga terlihat pada pangkal batang yang menunjukkan
bekas gigitan ulat, pangkal batang terpotong- potong, batang rebah, batang rusak dan
bercereran.

c. Ulat Tanduk Hijau (Melanitis leda) (Lepidoptera : Nymphalidae)

Larva memiliki 2 pasang tanduk, satu pasang ada di bagian ujung kepala, dan satu
pasang lainnya ada di bagian ujung abdomen. Larva penyebab kerusakan pada tanaman,
dengan memakan daun tanaman jagung. Fase pertumbuhan tanaman yang diserang adalah
dari fase anakan sampai pembentukan tongkol jagung. Menurut Dale dkk (1994) biologi dari
Melanitis leda imago berupa kupu-kupu berwarna coklat berukuran 7,5 cm. Sayap terlipat di
atas tubuh ketika serangga sedang beristirahat. Kupu-kupu terbang pada sore hari. Siklus
hidup dari telur sampai imago berlangsung selama 30 hari. Imago betina bertelur seperti
mutiara dan diletakkan secara tunggal atau berkelompok pada barisan tanaman.
Imago betina meletakkan 50-100 telur dalam waktu sekitar 2 minggu, telur akan
menetas setelah 4 hari. Setelah menetas , larva mulai makan pada daun-daun. Larva berwarna
kuning - hijau dan menyatu dengan dedaunan tanaman. Tubuh ditutupi dengan rambut
kuning. Kepala datar dan berbentuk segi empat dengan 2 pasang tanduk dikepala. Preferensi
habitat serangga ini terjadi pada lingkungan padi tetapi yang paling umum di padi dataran
rendah tadah hujan di Asia (Reissig et al 1986) dan padi sawah di Bangladesh (Alam
1974).Kerusakan tanaman dan ekologi. tanaman inang selain beras di Afrika Barat tidak
diketahui, tetapi di Asia, serangga ini juga mnyerang alang-alang Cylindrica, Panicum
maximum Jacq, Saccharum officinarum L, dan Sorgum verticilliflorum (Dale 1994).
Larva Melanitis leda memakan di pinggiran dan ujung daun dan hanya
meninggalkan jaringan daun dan urat daun. Kerusakan ini mirip dengan yang disebabkan
oleh belalang dan ulat grayak. Larva menyebabkan tingkat kerusakan sebesar 0,083 %.

d. Ulat Grayak (Spodoptera litura) (Lepidoptera: Noctuidae)


Larva merusak daun serta menyerang secara serentak bergerombol dengan
meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan bahkan tinggal tulang daunnya saja.
Ulat grayak menyerang daun sehingga bagian daun yang tertinggal hanya epidermis atas dan
tulang-tulangnya saja. Ulat juga merusak tulang-tulang daun sehingga tampak lubang-lubang
bekas gigitan pada daun. Tingkat kerusakan akibar serangan larva Spodoptera litura adalah
sebesar 3,34%. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun.

Larva menyerang pada fase vegetatif saat tanaman jagung berumur 10-30 hari setelah
tanam. Larva mempunyai warna bervariasi, ulat yang baru menetas berwarna hijau muda,
bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan serta hidup secara bergerombol. Ulat menyerang
tanaman jagung di malam hari, saat siang hari bersembunyi ditempat lembab. Ngengat betina
meletakkan kelompok- kelompok telur yang 22 22 ditutupi bulu-bulu halus berwarna merah
sawo pada permukaan bawah daun. Setiap kelompok telur terdiri dari 100-300 butir. Seekor
ngengat betina mampu bertelur 1000-2000 butir. Masa telur 3-4 hari, ulat 17-20 hari,
kepompong 10- 14 hari. Siklus hidupnya 36-45 hari (Kalshoven, 1981).
e. Penggerek Putih Palsu (Cnaphalocrosis medinalis) (Lepidoptera : Pyraustinae)

Hama putih palsu merupakan hama padi. Kerusakan akibat serangan larva hama putih
palsu terlihat dengan adanya warna putih pada daun di pertanaman. Larva makan jaringan
hijau daun dari dalam lipatan daun meninggalkan permukaan bawah daun yang berwarna
putih. Tingkat kerusakan akibat serangan Cnaphalocrosis medinalis adalah sebesar 1,383 %
%. Menurut Umboh (2013) Siklus hidup hama ini 30- 60 hari. Tanda pertama adanya
infestasi hama putih palsu adalah kehadiran ngengat berwarna kuning coklat yang memiliki 3
buah pita hitam dengan garis lengkap atau terputus pada bagian sayap depan. Panjang tubuh
10-12 mm sedangkan lebar dengan rentangan sayap 17-19 mm. Pada saat beristirahat,
ngengat berbentuk segitiga. Imago/ngengat berwarna coklat muda dan ujung sayap berwarna
gelap. Abdomennya berbentuk memanjang dan ramping.

f. Wereng Jagung (Peregrinus maidis) (Hemiptera : Delphacidae)


Tubuh wereng dewasa berwarna kuning kecoklatan, dan sayap berwarna bening.
Gejala serangan pada daun tampak bercak garis-garis kuning pendek terputus-putus sampai
bersambung terutama pada tulang daun dan pada daun tampak bergaris kuning panjang.
Pertumbuhan tanaman akan terhambat dan menjadi kerdil. Tingkat kerusakan akibat serangan
Peregrinus maidis adalah sebesar 0,471%. Menurut Lilies (1991) siklus hidup wereng jagung
25 hari, masa telur 8 hari, telurnya berbentuk bulat panjang agak bengkok, berwarna putih
bening yang diletakkan pada pelepah daun secara terpisah atau berkelompok. Nimfa
mengalami 5 instar, instar pertama berwarna kemerah-merahan kemudian berangsur-angsur
menjadi putih kekuning-kuningan. Instar pertama menyukai daun-daun yang baru terbuka,
pelepah daun, kelopak daun dan bunga jantan yang masih muda dan lunak (Saranga,1980).

2. Penyakit Tanaman Jagung Baby

Jenis Tanaman Penyakit yang Ditemukan Presentase


Kerusakan
Jagung Monokultur (2 Helintosporium turcicum 0,00417%
tanaman/lubang)

Jagung Monokultur (1 Perenosclerospora maydis 0,053%


tanaman/lubang)
Jagung + Tagetes Perenosclerospora maydis 0,293%
Jagung + Kacang Tanah Helmintosporium maydis 0,0083%
Jagung + bayam Helmintosporium maydis 0,00033%
Jagung + Ubi Jalar - -
Jagung + wortel Helmintosporium maydis
0,0033%
Perenosclerospora maydis 0,0233%
Jagung+ bit + ubi jalar - -
Jagung + selada sioma Perenosclerospora maydis 0,05%

Tingkat Kerusakan akibat Infeksi Pathogen


No Nama Pathogen Tingkat kerusakan

1 Helmintosporium maydis 0,0018 %

2 Perenosclerospora maydis 0,104825 %

a. Bulai (Peronosclerospora maydis)


Gejala penyakit bulai adalah adanya warna khlorotik memanjang sejajar tulang daun,
dengan batas yang jelas dari daun yang masih sehat berwarna hijau normal. Daun permukaan
bawah dan atas terdapat warna putih seperti tepung, hal ini sangat tampak dipagi hari.
Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai sejak umur muda maka akan terjadi infeksi
yang sistemik dan intensitas serangan berat, sehingga dapat menyebabkan kegagalan panen.
Umumnya jamur ini menyerang pada fase vegetatif tanaman. Gejala lainnya adalah tanaman
akan terhambat pertumbuhannya. Tingkat kerusakan yang disebabkan infeksi jamur
Peronosclerospora maydis adalah sebesar 0,104825 %.
Menurut Abadi (2003) Gejala penyakit bulai pada tanaman jagung yang terinfeksi di
lapangan mulai nampak rata-rata pada umur 10-15 hst. dan selanjutnya intensitas
serangannya meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Hal tersebut ditandai
dengan adanya individu dalam populasi tanaman yang kerdil dan tidak tumbuh normal. Ini
akibat dari patogen bulai yang masuk ke dalam jaringan tanaman dan mengeluarkan
fytotoxin, selanjutnya berkembang dan merusak sel tumbuh tanaman yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman kerdil. Berbeda halnya pada tanaman yang tahan, mengeluarkan
fytoalexin yang mampu membatasi laju infeksi sehingga tanaman tetap tumbuh normal.
Kehilangan hasil akibat penyakit bulai mencapai 90% (Surtleff 1980), bahkan dapat
menyebabkan gagal panen (puso) terutama pada varietas jagung yang peka (Sudjadi 1979).

Penyakit bulai pada jagung terutama terdapat di dataran rendah. Konidium yang
paling baik berkecambah pada suhu 30 C. Infeksi hanya terjadi kalau ada air, baik ini air
embun, air hujan. Infeksi sangat ditentukan oleh umur tanaman dan umur daun yang
terinfeksi. Tanaman yang berumur lebih dari 3 minggu cukup tahan terhadap infeksi, dan
makin muda tanaman, makin rentan pula (Semangun, 1993).

b. Helmintosporium maydis
Awal terinfeksinya hawar daun, menunjukkan gejala berupa bercak kecil, berbentuk
oval kemudian bercak semakin memanjang berbentuk oval dan berkembang menjadi
nekrotik (disebut hawar), warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Bercak muncul di
mulai dari daun terbawah kemudian berkembang menuju daun atas. Infeksi berat akibat
serangan penyakit hawar daun dapat mengakibatkan tanaman jagung cepat mati atau
mengering. Tingkat kerusakan akibat infeksi jamur H.maydis adalah sebesar 0,0018 %.
Cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot jagung, cendawan dapat bertahan
hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau sisa-sisa tanaman di lahan.
Kehilangan hasil akibat bercak daun mencapai 59%, terutama bila penyakit menginfeksi
tanaman sebelum bunga betina keluar (Poy 1970). Sudjono (1990) mengemukakan
bahwa dengan curah hujan yang rendah (6-16,50 mm/bulan) pada musim
kemarau,intensitas penyakit hawar daun sangat rendah dibanding pada musim hujan
dengan curah hujan 210-480 mm/bulan. Perkembangan penyakit tersebut berkaitan
dengan suhu dan kelembapan. Pada musim kemarau, suhu udara meningkat dan
kelembapan pada siang hari menurun. Sebaliknya pada musim hujan suhu siang hari
lebih rendah dan stabil serta kelembapan cenderung lebih tinggi dengan variasi tidak
ekstrim. Kondisi tersebut mengakibatkan sporulasi H. maydis meningkat atau spora di
udara cukup tersedia sehingga peluang terjadinya infeksi cukup besar. Akibatnya
intensitas serangan selalu lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan musim kemarau.
Pengendalian H. maydis pada daerah endemis dapat dilakukan dengan pembenaman
sisa-sisa panen untuk mengurangi sumber inokulum awal. Cara ini efektif menekan
intensitas serangan pada daerah endemis H. maydis (Summer dan Litteral 1974).
Pengendalian secara biologis dengan menggunakan mikroorganisme antagonis belum
banyak dilaporkan. Cendawan antagonis Trichosporom sp. (Wang dan Wu 1987) dan
bakteri Pseudomonas cepacia (Upadhyal dan Jasaswal 1992) berpotensi dikembangkan
di areal pertanaman jagung.

V. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil magang kerja yang telah dilakukan di Yayasan Bina Sarana Bakti
Cisarua Bogor, sistem pengelolaan hama dan penyakit pada tanaman jagung baby yang
dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu holistik, preventif dan kuratif baik. Pendekatan secara
holistik meliputi aspek perencanaan kebun, pendekatan secara preventif meliputi aspek kultur
teknis dan pendekatan secara holistik meliputi aspek penyembuhan tanaman yang terinfeksi
penyakit. Pada budidaya tanaman jagung baby yang dilakukan di YBSB pendekatan secara
kuratif tidak dilakukan karena tingkat kerusakan akibat hama dan penyakit < 20%.

Hama yang ditemukan pada tanaman jagung baby antara lain Valanga nigricornis,
Spodoptera litura, Cnaphalocrosis medinalis, Peregrinus maidis, Agrotis ipsilon dan
Melanitis leda. Tingkat kerusakan tertinggi disebabkan oleh Spodoptera litura dengan tingkat
kerusakan mencapai 3,34 %. Penyakit yang ditemukan pada tanaman jagung baby antara lain
Helmintosporium maydis dan Perenosclerospora maydis.

Saran

Dalam budidaya tanaman, perlu memperhatikan beberapa aspek antara lain iklim dan
cuaca, kultur teknis, perencanaan kebun dan kesehatan tanah. Kondisi lahan yang memiliki
biodiversitas tinggi menyebabkan piramida makanan semakin kompleks sehingga tidak ada
individu yang mendominasi suatu populasi. Penggunaan tanaman repellent dan antraktan
perlu ditingkatkan untuk menekan populasi OPT. Penggunaan agen antagonis seperti
Trichoderma sp, Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana dan Verticilium lecanii perlu
dikembangkan untuk menekan populasi organisme pengganggu tanaman.

Anda mungkin juga menyukai