Anda di halaman 1dari 11

Persamaan, Fungsi, Aspek Kritis Komunikasi Matematika

Constanta Olteanu & Lucian Olteanu

School of Computer Science, Physics and Mathematics, Linnaeus University, SE-392 36, Kalmar,
Sweden

Received: May 13, 2012 Accepted: May 29, 2012 Online Published: August 7, 2012

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan mekanisme komunikasi yang efektif ketika
objek pembelajaran matematika berupa persamaan dan fungsi. Sajian ini didasarkan pada data
yang dikumpulkan dimana objek pembelajaran disajikan dalam dua kelas, yang terdiri dari dua
guru dan 45 siswa secara keseluruhan. Data terdiri dari video rekaman pelajaran dan tes. Dalam
analisis, konsep yang berkaitan dengan variasi teori digunakan sebagai alat analisis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif terjadi di dalam kelas jika aspek kritis
dalam pembelajaran siswa dijadikan sebagai titik tumpuan. Komunikasi di kelas berhasil atau
tidak jika aspek isi seharusnya diperlakukan sama atau berbeda dari aspek isi representasi guru,
dan jika aspek isi representasi guru yang sama atau berbeda dari aspek dilihat oleh siswa. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa siswa tidak dapat memahami perbedaan antara nilai tertinggi
/ terendah dari fungsi kuadrat dan titik maksimum / minimum; itu perbedaan antara persamaan
kuadrat dan fungsi; siswa juga kesulitan dalam memecahkan suatu kuadrat persamaan jika muncul
dalam konteks baru. Topik tentang fungsi kuadrat ini yang diidentifikasi sebagai aspek kritis
dalam penelitian ini.

Kata kunci: komunikasi, persamaan, fungsi, pengajaran, pembelajaran, variasi

1. Pendahuluan
1.1 Masalah Spesifik
Pengetahuan matematika dipandang sebagai syarat penting untuk mengembangkan
kehidupan bermasyarakat. Meskipun peningkatan minat pada orang dengan pengetahuan
matematika yang lebih dalam, ada pemahaman baru yang bersifat tetap yang menunjukkan bahwa
siswa tidak nyaman dengan pengetahuan matematika. Karena persamaan dan fungsi yang sering
disampaikan dalam simbol, komunikasi lisan dan tertulis tentang ide-ide matematika diakui
sebagai bagian penting dari pendidikan matematika. Siswa tidak perlu berbicara tentang
matematika murni; guru perlu membantu mereka belajar bagaimana melakukannya. Yang menjadi
pertanyaan utama dalam makalah ini adalah: Bagaimana konsep dapat membantu siswa untuk
memahami dan dapat mendukung pengembangan pembelajaran matematika siswa? Apakah
mungkin pemahaman terhadap mekanisme komunikasi yang efektif dapat menyebabkan pola dan
struktur pemahaman siswa, analisis logis, dan pola dan struktur perhitungan dapat diselesaikan
dengan aljabar dan fungsi selama pelajaran di kelas? Hipotesis penelitian yang diambil adalah
bahwa melalui komunikasi yang terjadi di dalam kelas (contoh : mendengarkan, berbicara, dan
menulis), siswa didorong untuk mengatur, mengatur ulang dan menggabungkankan pemahaman
matematika mereka, serta menganalisis, mengevaluasi dan membangun strategi matematika dari
orang lain.

Ide dasar dari teori komunikasi matematika, seperti yang dikembangkan oleh Claude
Shannon:
Masalah mendasar dari komunikasi sebenarnya adalah memunculkan kembali suatu nilai
atau kira-kira pesan yang telah dipilih pada suatu nilai. (Shannon, 1949, hlm. 31)
Berhasil atau tidaknya komunikasi merupakan suatu hal yang perlu diselesaikan mengenai
hubungan antara isi pikiran pembicara dan pendengar (Frege, 1918). Penelitian tentang
komunikasi yang efektif terutama berfokus pada pendekatan yang berorientasi pada proses di
mana fokusnya adalah pada transfer pesan, pengkodean dan analisis (Nilsson & Waldemarson,
1990). Selain itu, terdapat garis semiotik saat diskusi yang berlangsung tentang bagaimana pesan
dapat saling berinteraksi dengan manusia untuk menciptakan pemahaman (Morgan, 2006;
O'Halloran, 2005), serta pendekatan sosial budaya dimana komunikasi didefinisikan sebagai suatu
kegiatan yang mencoba untuk mendapatkan teman bicara untuk bertindak atau merasa dengan cara
tertentu (Sfard, 2002). Sfard (2002) menemukan bahwa komunikasi akan efektif jika tujuan
komunikatif terpenuhi dan jika fokus pembicaraan jelas. Sfard (2002) mendefinisikan wacana
sebagai proses dinamis yang menunjukkan tindakan tertentu komunikasi, verbal atau non-verbal,
dengan orang lain atau dengan diri sendiri, sinkronis (komunikasi tatap muka) atau
non-sinkronis (misalnya membaca buku, menulis). Sfard juga mengajukan definisi komunikasi
sebagai berikut :
Komunikasi adalah kegiatan bermotif kolektif dilakukan di mana tindakan A
dari seorang individu diikuti oleh Tindakan B dari individu lain sehingga:
1) A merupakan milik repertoar tertentu dimana tindakannya terdefinisi yang dikenal
sebagai communicational
2) Tindakan B merupakan milik repertoar pemberi tindakan yang sesuai A, yaitu
tindakan berulang diamati dalam hubungannya dengan A. Repertoar terakhir ini tidak
harus seperti A, dan hal ini bergantung dari faktor lain seperti sejarah A (apa yang
terjadi sebelumnya terhadap A), situasi di mana A dan B terjadi, dan identitas pelaku
dan penerima perlakuan. (Sfard 2008, hlm. 86-87)

Pagin (2008) menggunakan istilah komunikasi sebagai sesuatu yang terjadi saat kejadian
individu saling berbicara. Kejadian ini merupakan proses yang dimulai dengan beberapa kondisi
dari dalam diri (kondisi ini harus beekaitan dengan kejiwaan atau pribadi, atau yang tidak dapat
diamati) dari pengirim dan berakhir dengan beberapa keadaan batin si penerima. Suatu tanda
ditransmisikan antara pengirim dan penerima. Keadaan batin yang relevan dari pengirim
mengambil peran dalam memunculkan suatusinyal, dan sinyal pada gilirannya mengambil peran
dalam menyebabkan keadaan batin yang relevan dari penerima. Hal ini tidak cukup untuk
mendefinisikan komunikasi, tetapi lebih menunjukkan pada komposisi yang penting.

1.2 Kerangka Teoritis


Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi konsep (Marton &
Booth, 1997; Marton & Tsui, 2004). Ada beberapa alasan untuk memilih konsep. Pertama, obyek
belajar terfokus pada situasi mengajar. Obyek belajar terdiri dari tiga komponen: obyek
pemahaman, obyek tetap dan obyek nyata belajar. Objek pemahaman pembelajaran mengacu
pada bagian dari konten yang siswa harus pelajari dan yang seharusnya nyata/tampak di ruang
kelas. Objek tetap adalah apa yang muncul di dalam kelas dan mengacu pada apa yang mungkin
siswa alami dalam ruang lingkup belajar. Kedua obyek ini dapat dibandingkan untuk menentukan
apakah apa yang sampaikan sesuai dengan apa yang akan ditetapkan untuk menjadi bahan ajar.
Tingkatan kemampuan awal siswa terhadap objek pembelajaran yang tepat serta cara siswa
memahami obyek belajar adalah objek nyata. Kedua, gagasan sentral dalam variasi konsep adalah
untuk membedakan aspek-aspek tertentu dari obyek belajar, seseorang perlu keragaman
pengalaman sesuai dengan aspek-aspek (Marton et al., 2004). Beberapa aspek tersebut antara lain
aspek kritis siswa dalam belajar. Aspek kritis adalah kemampuan untuk membedakan aspek
disajikan, misalnya dalam aljabar dengan cara mengerjakan soal. Untuk menyelesaikan sebuah
persamaan atau fungsi dengan cara memahami maknanya, struktur (Komposisi) dan bagaimana
kedua saling berhubungan satu sama lain. Jadi tak satu pun antara struktur atau pemahaman saling
mendahului atau mendukung yang lainnya. Jika aspek ini tidak terfokus pada dalam situasi
mengajar atau pada buku-buku pelajaran, pemahaman dan konsep akan tetap bersifat kritis dalam
pembelajaran siswa (C. Olteanu & L. Olteanu 2010, 2011). Di dalam kelas, sangat penting bahwa
guru harus mampu memiliki sikap kritis terhadap objek belajar sampai membangun kesadaran
vokal siswa. Ketiga, variasi konsep berfungsi sebagai kerangka teoritis yang berguna untuk
membantu guru merencanakan dan memformat pembelajaran. Hal ini dapat menuntun guru untuk
memutuskan aspek apa yang harus difokuskan, mana yang bervariasi secara bersamaan, dan yang
tidak bervariasi atau konstan. Selain itu, dapat menjadi panduan guru untuk secara sadar untuk
merancang pola keragaman untuk memberikan hasil belajar yang diinginkan. Keempat,
keberlangsungan obyek belajar dapat dibandingkan terhadap deskripsi kategori sebagai sarana
menilai tingkat pembelajaran tercapai atau menilai tingkat perlakuan belajar untuk menentukan
apakah objek pembelajaran yang digunakan dapat diterapkan ke kehidupan.

1.3 Dimensi Variasi


Marton et al. (2004) berpendapat bahwa untuk membedakan obyek belajar, variasi harus
dilatih dalam aspek ini. Aspek ini didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk membedakan
secara keseluruhan, bagian-bagian yang terbentuk secara utuh, hubungan antara bagian-bagian,
transformasi antara bagian, dan hubungan bagian-keseluruhan untuk konsep matematika atau
antara konsep yang berbeda (C. Olteanu & L. Olteanu, 2011). Kategori ini disebut identifikasi
empiris (C. Olteanu & L. Olteanu, 2010, 2011; Olteanu, 2012) dan dapat digunakan untuk
menganalisis proses d mana siswa dapat mengkonsep pemahaman secara menyeluruh jika dia tahu
maksud dari bagian-bagian yang sederhana, pengertian secara bahasa dari model sintaks
komposisi jumlah terbatas, dan mengenali bagaimana bagian sederhana itu dibangun. Marton,
Runesson dan Tsui (2004) telah menetapkan pola variasi yang dapat memfasilitasi penegasan
siswa terhadap fitur atau aspek kritis dari obyek belajar : (1) kontras (C) berarti untuk
membedakan kualitas X, kualitas saling eksklusif non X harus diuji secara bersamaan; (2)
pemisahan makna (S) mengacu pada dimensi lain dari variasi yang perlu dijaga dari invarian atau
bervariasi pada berbagai tingkat untuk membedakan dimensi variasi yang dapat mengambil nilai
yang berbeda; (3) generalisasi (G) berarti bahwa untuk membedakan nilai tertentu X1, yang
merupakan salah satu dimensi variasi X dari nilai-nilai lain di dimensi lain dari variasi X1 harus
tetap invarian sedangkan dimensi lain bervariasi; (4) fusion (F) adalah pengujian secara simultan
dua dimensi variasi. C. Olteanu dan L. Olteanu (2011) telah menemukan dimensi baru variasi
bernama kesamaan (SI) dan didefinisikan sebagai bagian dari dua atau lebih ekspresi untuk yang
memiliki kesamaan arti.

Olteanu (2007) mengidentifikasi dua cara untuk membuka dimensi variasi: konvergen
dan divergen. Denganvariasi konvergen, aspek yang berbeda dapat diarahkan ke seluruh obyek
belajar. Aspek-aspek ini terdiri dari bagian objek dan saling terkait. Tampak bahwa variasi ini
mengarah pada pembangunan pembelajaran siswa yang lebih positif. Variasi divergen berarti
bahwa seluruh obyek belajar yang disajikan pertama kali dan setelah itu bagian-bagian
penyusunnya, dipecah-pecah menjadi beberapa masalah. Caranya adalah guru / siswa menguji
obyek belajar mereka temui di sekitar, dianalisis dan dijelaskan dalam artikel ini dalam hal jumlah
kecil kategori kualitatif yang berbeda. Di antara kategori itu, guru dapat mengidentifikasi aspek-
aspek yang penting yang perlu pemahaman, kemungkinan tidak sekomprehensif seperti
pemahaman guru sendiri tapi cukup kuat untuk untuk menjadi perhatian.

1.4 Pemahaman Baru Mengapa Komunikasi Harus Berhasil


Pada artikel ini, yang difokuskan adalah penjelasan mengapa komunikasi berhasil, dan
bagaimana hal itu berhasil, dengan mengacu pada variasi konsep (Marton et al, 1997;.. Marton et
al, 2004). Dari perspektif variasi konseptual, hal inilah yang menjadi objek belajar yang
diutamakan dalam situasi mengajar. Suatu objek pembelajaran memiliki dua bagian konstituen:
objek langsung dan tidak langsung. Yang lebih dahulu didefinisikan dalam hal konten, yaitu
aritmatika, aljabar, dll, dan yang terakhir mengacu pada kemampuan tertentu siswa yang
diharapkan untuk dikembangkan, misalnya, mampu menghitung, mengucapkan kata-kata, dan
membedakan objek belajar dalam situasi yang baru. Seperti yang disebutkan di atas, obyek belajar
terbentuk dari tiga komponen: objek pemahaman, objek tetap dan objek nyata. Objek pemahaman
terlihat misalnya dalam rencana pelajaran guru. Objek yang dapat diamati ketika guru melakukan
pelajaran dan kemudian dianalisis dalam hal apakah obyek belajar yang dibuat memenuhi pola
variasi dan invarian yang sebenarnya yang dibentuk oleh guru dan siswa. Inilah yang disebut
objek tetap, yang merupakan objek yang memiliki dampak nyata pada siswa. Tingkat awal
kemampuan siswa untuk memahami obyek belajar sebaik seperti obyek belajar siswa yang diuji
dan dipahami setelah pelajaran dapat dianalisis, misalnya berdasarkan penalaran siswa saat
mereka menulis tes yang berbeda. Dengan cara ini, obyek pembelajaran dapat dilihat sebagai suatu
peristiwa dan bentuk komunikasi sebagai sesuatu yang terjadi pada individu serta sebagai
peristiwa komunikatif yang kolektif. C. Olteanu dan L. Olteanu (2010) mendefinisikan
komunikasi yang efektif sebagai berikut :

Sebuah proses dimana guru memberikan dan menyampaikan makna dalam upaya untuk
menciptakan pemahaman bersama, [...] proses interaksi yang bermakna antara objek
pemahaman, tetap, dan objek nyata pembelajaran. (Pp. 385)

Proses interaksi yang bermakna antara ketiga objek yang dimaksud merupakan suatu
indikasi apakah komunikasi di kelas ini berhasil atau tidak (C. Olteanu & L. Olteanu, 2011).
Gambaran umum tentang keberhasilan iniadalah: komunikasi berhasil hanya jika kondisi jiwa
sesuai dengan keadaan awal (Pagin, 2008). Ini berarti bahwa, komunikasi di kelas berhasil atau
tidak jika aspek konten seharusnya dijaga di dalam kelas (tujuan pembelajaran) yang sama atau
berbeda dari aspek isi representasi guru, dan jika aspek isi representasi guru yang sama atau
berbeda dari aspek dilihat dari siswa, yaitu isi dari representasi siswa. Maksudnya adalah jika kita
memahami konsep baru, atau sebuah teori baru, atau petunjuk, maka kita menafsirkannya sesuai
dengan pemahaman, dan jika penafsiran ini tidak sesuai, akan mengakibatkan kesalahpahaman.
Dalam menata perbedaan antara penafsiran yang benar dan tidak benar, apakah yang sesuai atau
tidak dengan yang dimaksud harus ditetapkan secara independen dari interpretasi (Olteanu, 2012).

Penelitian yang dipresentasikan dalam makalah ini berfokus pada konten yang sama, dan
analisis data yang menjelaskan apakah siswa melihat perbedaan, aspek kritis dan komunikasi yang
terjadi di dalam kelas.

2. Metode
Penelitian ini dilakukan di dua kelas, yang dipilih dari Program Ilmu Pengetahuan Alam
di sekolah menengah atas, di Swedia. Di kedua kelas, buku pelajaran yang sama digunakan.
Sebanyak 45 siswa, 16 tahun (25 laki-laki, 20 perempuan) dan dua guru (Anna dan Maria)
mengambil peran dalam penelitian ini. Guru mengajar materi matematika yang sama. Data
dikumpulkan dalam 10 langkah (Gambar 1). Siswa mendapat tes diagnostik di awal (Langkah 1);
pelajaran yang direkam (Langkah 2); siswa menulis dua tes selama materi dan tes diagnostik
setelah materi (Langkah 3-5); 8 siswa (empat siswa di setiap kelas) yang dipilih (bekerjasama
dengan guru) untuk sesi individu, post-test (berisi tugas yang berkaitan dengan konsep bahwa
siswa butuh pengembangan lebih lanjut) dan wawancara (Langkah 6-9); guru mengamati video
urutan tes siswa dan dianalisis, serta menyimpulkan apa yang perlu ditingkatkan dalam dirinya
atau pengetahuan (Langkah 10).
Dengan mengamati mengajar di dua ruang kelas dimana mereka menghasilkan konten
yang sama dan pada situasi non-eksperimental, kemungkinan dapat dianalisis perbedaan antara
langkah menyajikan konten ini dan pembelajaran siswa sebagai model dimensi variasi. Tes
berlangsung pada hari yang sama dan pada saat yang sama di dua kelas dan ada guru yang
menjaga para siswa. Analisis yang disajikan dalam ini penelitian ini adalah berdasarkan rekaman
video pelajaran (12 pelajaran di masing-masing kelas) serta kinerja siswa dalam tes 2. Data
empiris hasil ini ditandai pada Gambar 1 dengan warna biru.

3. Hasil
3.1 Objek pemahaman Pembelajaran
Objek pemahaman dapat dilihat dalam perencanaan guru yang berisi item berikut ini :
Grafik fungsi kuadrat (parabola)
Sifat reflektif dari parabola: sumbu simetri, titik puncak, dan titik potong dengan sumbu x
Penyelesaian persamaan kuadrat
Aplikasi yang berkaitan dengan pemecahan masalah

3.2 Objek Tetap dan Objek Nyata Pembelajaran


3.2.1 Fungsi Kuadrat
Kedua guru memperkenalkan konsep baru berbasis interpretasi grafik fungsi kuadrat
dengan bantuan kalkulator genggam dengan alat grafis. Konsentrasi terfokus pada membangun
pada langkah-langkah menentukan titik puncak, sumbu simetri dan titik potong terhadap sumbu x.
Untuk melakukan hal ini, guru membuat variasi fungsi dengan menggunakan koefisien yang
berbeda misalnya :

Dengan fungsi yang ditentukan, siswa di kelas Maria memiliki kemampuan untuk
membedakan dua titik ekstrim, yaitu titik maksimum dan minimum, tapi hal ini tidak mungkin
terjadi bagi siswa di kelas Anna karena dia hanya memilih fungsi yang memiliki titik minimum.
Siswa di kelas Anna secara implisit tidak bisa memahami koefisien yang mempengaruhi hasil
fungsi. Terlepas dari kenyataan itu, guru menggunakan struktur yang berbeda dari fungsi, mereka
tidak memisahkan koefisien x2 dalam penafsiran sumbu simetri ketika fungsi itu direpresentasikan
dalam bentuk umum atau khusus. perpaduan antara titik potong fungsi dengan sumbu x, yang
terintegrasi dalam koefisien x2 dan koefisien x tidak disadari. Demikian halnya juga, para siswa
tidak memiliki kemungkinan untuk bisa membedakan antara puncak dan nilai tertinggi dan
terendah dari fungsi kuadrat di awal. Berikut kutipan percakapan dari video.

Maria menulis di papan tulis: y = x2 + 5x - 5


Guru: Berapakah nilai terendah dari fungsi?
Siswa tidak menjawab.
Guru menuliskan "nilai terendah dari fungsi" di papan tulis.
Guru: Apa yang kita cari?
Pontus: Hubungan antara x dan y.
Guru: Ya, kita dapat mengatakan seperti itu : kita mencari titik minimum.
Guru menuliskan "minimum point" di papan tulis.
Guru: Dari mana kita menemukannya? Kurt?
Kurt: Ketika x adalah nol.
Guru: Tidak, bukan ketika x adalah nol.
Kurt: Tidak, mh ...
Ulrika: Ketika y adalah nol.
Guru: Tidak, tapi nilai terendah dari fungsi adalah titik minimum. Di sini saya memiliki titik
minimum
(guru menunjuk titik di grafik).

Anna menunjukkan gambar berikut pada proyektor (Gambar 2):


Guru: Jadi masalah kita miliki di sini sebenarnya apakah tinggi maksimum adalah untuk kurva
ini? Seberapa tinggi titik itu dicapai?
Guru: Jadi, beranjak dari sini (ia menunjuk pada grafik), x sama dengan 5 dan jika saya berhenti di
puncak dan membaca nilai maka saya mendapatkan 4,8, atau saya menghitung dengan aturan ini.

3.2.2 Persamaan Kuadrat


Aspek kedua dari obyek belajar adalah untuk memecahkan persamaan kuadrat. Maria
memperkenalkan pemecahan dari persamaan kuadrat berturut-turut. Pertama, dia memecahkan
persamaan dalam kasus tertentu (misal x2 = 144; (x + 1) (x - 3) = 0) dan setelah itu dia
memperkenalkan rumus (penyederhanaan) dengan menyelesaikan bentuk kuadrat. Focus
komunikasi Maria mengacu pada rumus yang ditemukan dan hanya berlaku jika koefisien dari x2
adalah 1 dan persamaan itu sama dengan nol. Dia mempraktekkan rumus dengan bantuan banyak
contoh misalnya :
(3)
Atau
(4)

Pengujian ini membuka dimensi variasi yang lebih variatif ditandai dengan pemisahan,
generalisasi dan perpaduan. Hal ini dapat ditampilkan dalam video.
Maria memecahkan persamaan (4):
Guru: Apa yang Anda katakan tentang hal ini kemudian? Apakah siap untuk menggunakan rumus?
Apakah ditulis dalam bentuk x2 + px + q = 0?
Erik: Tidak ada ...
Guru: Tidak, tidak. Pertama, ini bentuk x2. Ini harus positif (menunjuk di x2 pada persamaan x2 +
px + q = 0) dan ini tidak. Kemudian mulai dengan membuat nilainya positif dan kemudian saya
berpindah disini (menunjuk di - 3x2 pindah ke sisi kanan) dan sehingga menjadi 3x2, dan
kemudian Anda harus mengumpulkan semua di satu sisi untuk itu ruas lain harus sama dengan
nol, jadi aku terus berpindah (menunjuk 2x pindah ke sisi kanan), maka itu menjadi -2x dan apa
yang terjadi pada -1 kemudian?
Ulrika: Ditambah satu.
Maria menghitung di papan tulis.
Guru: Apakah siap untuk formula sekarang?
Ulrika: Tidak
Guru: Tidak, tidak, karena 3 tidak diperbolehkan untuk berada di depan x 2, ada hanya dapat x2 jadi
apa yang harus saya lakukan dengan 3?
Amelie: membagi
Guru: Ya, membagi, dan kemudian saya membagi semua hal.

Komunikasi ditandai oleh suatu fokus yang kuat pada aspek-aspek kritis dalam belajar
siswa dan tercermin dalam membuat langkah penyelesaian siswa tentang bagaimana memecahkan
persamaan kuadrat. Dalam tes, hanya 4 dari 19 siswa tidak bisa memberikan jawaban yang benar
untuk memecahkan persamaan :
x2 + 6x + 5 = 0 (5)
4 siswa memiliki kesalahan dalam perhitungan mereka dan tidak dalam penafsiran formula.
Sebagai contoh:

Meskipun fokus Maria jelas, ada siswa yang bertanya-tanya "Apakah kita harus tahu semua
metode ini? " dan ini menunjukkan tidak adanya perpaduan antara metode yang berbeda
digunakan untuk memecahkan suatu kuadrat
persamaan.

Anna memperkenalkan konten yang sama dengan menggunakan kasus-kasus tertentu


(misalnya x2 = 4; (x + 2) (x - 4) = 0) dan setelah ini dia menulis rumus (penyederhanaan) di papan
tulis dan hanya berlatih satu contoh. komunikasinya jelas dan fokus pada prosedur untuk
menerapkan rumus. Urutannya ditunjukkan berikut ini.

Guru: Lalu, jika Anda melihat dalam kumpulan rumus, dan Anda mengerjakannya?, tidak perlu
melakukan itu karena saya akan menulis untuk Anda, Anda akan melihat bahwa sesuatu seperti ini
ditulis ... (guru menulis rumus pada papan tulis)
Guru: Apa koefisien untuk x, baik itu p, apa setengah dari p, baik itu setengah p, dengan tanda
minus setengah p (menunjuk pada - p / 2).
Guru: Ya, dan itu benar (menunjuk pada 2) sehingga saya bisa mengambil satu ... saya mengambil
kuadrat sumbu simetri, saya tidak bisa? Kuadrat dari sumbu simetri dan seterusnya (menunjuk di
-5 di papan tulis) ..

Yang diterima oleh siswa dengan kata-kata negatif. Komunikasi Anna dari obyek belajar
tidak bisa memberikan kemungkinan untuk membedakan kondisi kapan rumus dapat diterapkan
dan baik koefisien x- konstanta tidak begitu penting dalam berlatih rumus kepada siswa. Dia
mencontohkan kedua kondisi ini dengan cepat dalam review pelajaran sebelum tes. Dia juga
menunjukkan "Saya mengambil kuadrat sumbu simetri "dan ini menyebabkan kebingungan bagi
siswa di lain waktu. Ruang lingkup variasi akan membuka minim dan tidak adanya pola variasi.
Langkah kerja siswa memunculkan pemikiran bagaimana memecahkan persamaan kuadrat yang
terefleksi dalam langkah dimana mereka mampu menulis solusi dalam ujian. 9 dari 18 siswa tidak
bisa memecahkan Persamaan (5) karena mereka tidak memahami rumus, misal
x (x + 6) + 5 = 0 x = 0 dan x = -6.

Langkah kerja siswa untuk memahami bagaimana untuk memecahkan persamaan


kuadrat mencerminkan objek nyata siswa ketika mereka menggunakan rumus untuk memecahkan
persamaan. Salah satu masalah dalam ujian adalah sebagai berikut:

Sebuah taman persegi panjang memiliki luas 825 m2. panjang sisi taman adalah 8 m lebih panjang
dari lebarnya. Hitunglah keliling taman. (Soal 1)

10 dari 19 siswa di kelas Maria dan 11 dari 18 siswa di kelas Anna tidak bisa memberikan solusi
yang memuaskan karena kesulitan dengan menerjemahkan teks ke dalam persamaan matematika
atau dengan memecahkan persamaan kuadrat (Tabel 1).

Di sini, penting menunjukkan bahwa menyelesaikan soal cerita yang berhubungan


dengan pemecahan masalah yang mengarah ke persamaan kuadrat tidak dapat diamati dalam
objek tetap di kelas Maria dan Anna.

3.2.3 Persamaan Kuadrat dan Fungsi kuadrat


Komponen ketiga dari obyek belajar adalah untuk menghubungkan konsep fungsi
dengan itu dari persamaan dan tujuan utama memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah
yang bisa memberikan siswa kemungkinan untuk memahami titik potong dengan sumbu x dan
nilai tertinggi / nilai terendah dari fungsi kuadrat.

Pada saat ini para guru secara bersamaan menggunakan interpretasi grafik fungsi
maupun perhitungan aljabar untuk mengidentifikasi titik potong dengan sumbu x, sumbu simetri
dan nilai tertinggi / nilai terendah dari fungsi kuadrat. peneliti juga akan menunjukkan bahwa guru
telah menggunakan bentuk yang disederhanakan untuk memecahkan persamaan kuadrat, tapi
sekarang mereka menggunakan fungsi yang direpresentasikan dalam bentuk umum. Sebagai
contoh:
f (x) = - 0.10x2 + x + 2.3 (Anna) dan (6)
y = 1,2 + 0.9x - 0.25x2 (Maria) (7)

Dalam objek tetap Anna menunjukkan bahwa ada korespondensi antara dependen dan
independen variabel dalam representasi fungsi, dan dia memisahkan interaksi sumbu x dari titik-
titik lain pada grafik. Pada objek ini korespondensi antara x dan y tidak bisa diidentifikasi dalam
komunikasi dan lebih jauh, ia mencampur konsep fungsi dan persamaan. Berikut urutan video
yang menunjukkan hal ini :
Maria menulis sebagai berikut di papan tulis:
y= x2 + 2x - 3 (8)
Guru: Hal ini masih persamaan kuadrat (setelah beberapa saat) atau fungsi.
Langkah siswa untuk memahami konsep fungsi dan persamaan dipengaruhi oleh cara
siswa bekerja dengan masalah realistis. Dalam objek tetap, fokus utama tidak jelas dan sering
sekali tidak koheren, yang menyebabkan meningkatnya jumlah masalah siswa wilayah ini. Berikut
ini urutan yang menunjukkan bagaimana guru bekerja dengan pemecahan masalah.
Anna menulis sebagai berikut di papan tulis:
Lintasan Tembakan (Gambar 1):
f (x) = - 0.10x2 + x + 2.3
Guru: Saya tertarik untuk mempelajari ketinggian di atas tanah.
Guru menunjukkan berikut pada proyektor :
Titik tertinggi:
F (5) = - 0,10 52 + 5 + 2.3
F (5) = 4,8 m
Panjang: 11,9 + 0 = 11,9 m
Guru: sumbu simetri dinyatakan dengan x = 5 dan diperoleh dari minus setengah koefisien dari x2
dikali koefisien x.
Maria menulis sebagai berikut di papan tulis:
y = 1,2 + 0.9x - 0.25x2
Guru: berapa tinggi di atas tanah dari suatu jet air mencapai titik tertinggi?
Guru: ini 1,8, di sini kita memiliki sumbu simetri. x adalah sama dengan 1,8 ... .. Kita tahu bahwa
jika x 1.8 kita memiliki ketinggian tertinggi dan kemudian kita bisa menghitungnya.
Dia menulis di papan tulis:
ymax = 1,2 + 0,2 1,8-0,25 1.82 = 2.01

Pada saat ini kita dapat melihat bahwa kedua guru menggunakan bentuk umum dari
fungsi kuadrat, dan mereka menemukan nilai tertinggi dari fungsi atas dasar garis fungsi simetri.
Nilai kritisnya adalah bahwa focus guru tidak jelas. Hal ini membuat mereka dan siswa berbicara
tentang dua objek yang berbeda meskipun mereka menggunakan
kata yang sama, yaitu x koordinat, yang memberikan nilai tertinggi dari fungsi dan sumbu simetri.
Pertama, sumbu simetri diperoleh dengan menggunakan bentuk yang disederhanakan dari
persamaan kuadrat. Kedua, perhitungan nilai fungsi di titik di mana garis simetri memotong
sumbu x dibuyarkan dengan perhitungan nilai persamaan di titik yang sama. Tak satu pun dari
kedua guru memiliki fokus yang jelas juga tidak mencerminkan objek nyata, yaitu dalam ujian.
Misalnya, siswa diminta untuk memecahkan masalah berikut:
Pelle berdiri di atas sebuah batu di samping danau dan melemparkan batu ke danau. Setelah t
detik, tinggi batu di atas permukaan air adalah:
h (t) = 8,5 + 9.8t - 4.9t2 (9)
a. kapan batu berada 10 m di atas permukaan air?
b. hitung ketinggian terbesar batu di atas permukaan air. (Soal 2)

14 dari 19 siswa di kelas Maria, dan 13 dari 18 siswa di kelas Anna tidak bisa memberikan
jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan pertama. 10 dari 19 siswa di kelas Maria, dan 13 dari
18 siswa di kelas Anna tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan kedua.
Kesulitan siswa adalah mereka menggabungkan nilai fungsi dengan nilai variabel sebagai hasi dari
langkah memahami konsep fungsi, atau mereka tidak bisa memecahkan persamaan kuadrat.
Sebagai contoh:

Kita juga dapat melihat bahwa fungsi dilambangkan dengan h dan variabel independen
disebut t. Karena generalisasi dalam beberapa cara mewakili fungsi simbolis tidak hadir dalam
pembangunan objek tetap, siswa mengalami kesulitan dalam sepenuhnya memahami apakah 10 m
dirujuk ke variabrl independen atau dependen. Dalam masalah 2b langkah siswa memahami
konsep persamaan dan fungsi memimpin mereka untuk menghitung h (0.68) atau h (0) atau h (-
4.9).

4. Kesimpulan
Analisis objek yang diberlakukan dalam pembelajaran mengacu pada memecahkan
persamaan kuadrat menunjukkan bahwa komunikasi Anna dalam kelas tidak efektif dan
didasarkan pada kenyataan bahwa komunikasi terhambat karena Anna menggunakan gagasan
sentral dalam membuat langkah objektif sementara siswa gagal melakukannya. Jika komunikasi
yang efektif, misalnya ketika Maria menjelaskan persamaan kuadrat, siswa mendapatkan
kemungkinan untuk memahami aspek-aspek penting ketika memecahkan persamaan kuadrat dan
akan meningkatkan keinginan siswa belajar. Selain itu juga, Maria membuka dimensi variasi
konvergen menyajikan bagaimana memecahkan persamaan kuadrat. Aspek ini tidak dapat
diidentifikasi di kelas Anna. Meski begitu, kita dapat melihat bahwa siswa di kedua kelas
mengalami kesulitan untuk memecahkan persamaan kuadrat ketika dibentuk dalam situasi baru
(misal memecahkan masalah 1 dan 2). Di kelas Maria, sangat jelas dapat dilihat bahwa jumlah
siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan persamaan kuadrat meningkat drastis. Fenomena
ini dapat dipahami dengan tidak adanya generalisasi dan perpaduan sebagai pola variasi dalam
objek tetap dalam pembelajaran.

Dalam situasi masalah, fungsi ini sering ditulis dalam bentuk umum dan siswa harus
menentukan titik maksimum minimum / atau nilai tertinggi / nilai terendah. Pada saat ini, siswa
perlu memahami bahwa koordinat x yang sesuai dengan titik potong terhadap sumbu simetri
dengan sumbu x diperoleh atas dasar bentuk sederhana dari fungsi kuadrat, dan nilai ini harus
dimasukkan ke dalam rumus umum untuk menghitung titik maksimum / titik minimum atau nilai
tertinggi / nilai terendah dari fungsi. Hal ini juga penting bagi para siswa untuk memahami bahwa
fungsi dapat dinyatakan dengan cara yang berbeda dan juga untuk memahami hubungan antara
variabel dependen dan independen. Dalam kedua kelas, para siswa tidak dapat memahami
bagaimana menghitung masing-masing nilai tertinggi / terendah dari fungsi kuadrat. Ini adalah
konsekuensi dari penyajian aspek yang berbeda dalam bentuk yang disederhanakan dan bentuk
umum dari fungsi kuadrat. Presentasi yang tidak jelas dikomunikasikan dan nilai x berubah arti
beberapa kali. Kesamaan dimensi variasi kesamaan tidak ditawarkan kepada para siswa selama
pelajaran. Juga, guru membuka dimensi variasi divergen. Para guru tidak menentukan bahwa suatu
fungsi dapat memiliki nilai tertinggi / terendah tanpa memiliki nilai maximum / minimum dan
bergantung pada domain fungsi.

Ketidakmampuan guru untuk menciptakan komunikasi yang efektif mengarah pada fakta
bahwa upaya guru dalam membedakan, memadukan, dan generalisasi beberapa konsep penting
yang tidak dipahami oleh siswa. Dengan kata lain, tidak hanya cara-cara mereka berkomunikasi
yang penting, tetapi juga fakta bahwa mereka mampu melakukannya sembari menangani masalah
matematika tertentu. Mekanisme komunikasi yang efektif yang dapat menyebabkan pola
pemahaman dan struktur, analisis logis, dan perhitungan dengan pola dan strukturketika bekerja
dengan aljabar dan fungsi selama kelas pelajaran dapat diringkas sebagai berikut: (1)
mengidentifikasi aspek kritis dari objek pembelajaran, yang tercermin dari pemahaman
sebelumnya atau aktual dari siswa; (2) mengidentifikasi jenis pola variasi apa yang terbaik dapat
digunakan untuk membantu siswa memahami aspek kritis dan yang mereka hubungkan; (3)
Rencana pembelajaran dengan memanfaatkan pola yang tepat variasi pembelajaran; (4) hati-hati
menganalisis jenis penilaian apa yang dapat digunakan untuk memberikan umpan balik kepada
siswa. Dengan cara ini, mereka menetapkan dan menyampaikan makna dalam upaya untuk
menciptakan pemahaman bersama dan mengembangkan komunikasi yang efektif dalam kelas.
5. Implikasi lebih lanjut untuk Bidang Matematika
Objek tetap dalam penelitian ini adalah persamaan kuadrat dan fungsi kuadrat, secara
tidak langsung untuk mengembangkan kemampuan siswa memecahkan persamaan kuadrat,
memahami sifat yang mencirikan fungsi kuadrat dan menggunakan pengetahuan ini dalam situasi
baru. Untuk mengembangkan kemampuan ini guru perlu berkomunikasi dari aspek konten di
dalam kelas sesuai dengan bagaimana konten dimaksudkan dan fokus pada keseluruhan, bagian-
bagian yang membentuk keseluruhan, hubungan antara bagian-bagian, transformasi antara bagian,
dan hubungan bagian-keseluruhan untuk konsep matematika atau antara konsep yang berbeda.
Dengan cara ini, guru dimungkinkan untuk menciptakan interaksi yang bermakna antara objek
pemahaman, ketetapan dan objek nyata, yang tujuannya untuk menciptakan sebuah komunikasi
yang sukses di kelas.

Penelitian ini menunjukkan kebutuhan untuk merencanakan standar isi matematika dari
awal sampai menampilkan aspek kritis siswa dan membuka dimensi variasi konvergen,
berbanding terbalik dengan pemisahan, generalisasi, perpaduan dan kesamaan. Hal ini
dimungkinkan jika guru terus bekerja dengan proses berulang data guru berdiskusi dengan satu
sama lain dan merefleksikan pelaksanaan pelajaran dalam kaitannya dengan apa membedakan
kemampuan siswa dan apa dimensi variasi apa yang dibuat di dalam kelas.

Anda mungkin juga menyukai