Anda di halaman 1dari 10

1.

Defenisi
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency virus, jika penyakit ini tidak

diterapi maka HIV akan menimbulkan penyakit AIDS ( Acquired immunodeficiency

syndrome)1. AIDS adalah kondisi yang muncul pada kebanyakan infeksi HIV stadium paling

lanjut. Diperlukan bertahun tahun sejak terinfeksi HIV sampai menjadi AIDS. Walaupun

terutama kelainan system kekebalan, AIDS juga berdampak pada system saraf dan dapat

mengakibatkan serangkaian besar kelainan saraf berat2.


2. Epidemiology
AIDS pertama kali dilaporkan terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan telah

menjadi penyakit epidemic di seluruh dunia. AIDS disebabkan oleh Human

Immunodeficiency Virus (HIV), dengan cara membunuh atau merusak sel sel system

kekebalan tubuh3. Sejak tahun 1981, lebih dari 980,000 kasus telah dilaporkan oleh Centers

for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat3.

HIV-2 lebih prevalen dibanyak Negara di Afrika barat, tetapi HIV-1 merupakan virus

predominan di Afrika bagian tengah dan timur, dan bagian dunia lainnya. Menurut The Joint

United Nations Program on HIV/AIDS (2000), diperkirakan bahwa 36,1 juta orang terinfeksi

oleh HIV dan AIDS pada akhir tahun 2000. Dari 36,1 juta kasus, 16,4 juta adalah perempuan,

dan 600.000 adalah anak anak berusia kurang dari 15 tahun. Infeksi HIV telah menyebabkan

kematian pada sekitar 21,8 juta orang sejak permulaan epidemic pada akhir tahun 1970an

sampai awal tahun 1980an. 7

Belahan dunia yang paling parah terjangkit HIV dan AIDS adalah Afrika Sub-Sahara. Di

daerah tersebut diperkirakan 25,3 juta orang dewasa dan anak-anak hidup dengan infeksi dan

penyakit pada akhir tahun 2000. Daerah lain di dunia yag mengkhawatirkan adalah Asia
Selatan dan Tenggara, diperkirakan 5,8 juta orang hidup dengan HIV dan AIDS pada periode

yang sama.

3. Etiologi
4. Patofisiologi

Partikel-partikel virus HIV yang akan memulai proses infeksi biasanya terdapat di

dalam darah sperma atau cairan tubuh lainnya dan dapat menyebar melalui sejumlah cara.

Cara yang paling umum adalah transmisi seksual melalui mukosa genital. Keberhasilan

transmisi virus itu sendiri sangat bergantung pada viral load individu yang terinfeksi. Viral

load ialah perkiraan jumlah copy RNA per mililiter serum atau plasma penderita. Apabila

virus ditularkan pada inang yang belum terinfeksi, maka akan terjadi viremia transien dengan

kadar yang tinggi, virus menyebar luas dalam tubuh inang. Sementara sel yang akan

terinfeksi untuk pertama kalinya tergantung pada bagian mana yang terlebih dahulu dikenai

oleh virus, bisa CD4+sel T dan manosit di dalam darah atau CD4+ sel T dan makrofag pada

jaringan mukosa.

Ketika HIV mencapai permukaan mukosa, maka ia akan menempel pada limfosit

T CD4+ atau makrofag (atau sel dendrit pada kulit). Setelah virus ditransmisikan secara

seksual melewati mukosa genital, ditemukan bahwa target selular pertama virus adalah sel

dendrit jaringan (dikenal juga sebagai sel Langerhans) yang terdapat pada epitel

servikovaginal, dan selanjutnya akan bergerak dan bereplikasi di kelenjar getah bening

setempat. Sel dendritik ini kemudian berfusi dengan limfosit CD4+ yang akan bermigrasi

kedalam nodus limfatikus melalui jaringan limfatik sekitarnya. Dalam jangka waktu

beberapa hari sejak virus ini mencapai nodus limfatikus regional, maka virus akan menyebar

secara hematogen dan tinggal pada berbagai kompartemen jaringan. Nodulus limfatikus
maupun ekuivalennya (seperti plak Peyeri pada usus) pada akhirnya akan mengandung virus.

Selain itu, HIV dapat langsung mencapai aliran darah dan tersaring melalui nodulus

limfatikus regional ( Suhaimi D, 2010)

5. Manifestasi Klinis
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Dampak AIDS pada system saraf
Komplikasi kelainan neurologi pada pada pasien HIV lebih dari 40% tetapi bila

berdasarkan hasil otopsi didapatkan prevalensi abnormal neuropatologis sebesar 80% dengan

angka kematian yang sangat tinggi.4,5,6


Komplikasi kelainan susunan saraf antara lain : kondisi yang disebabkan secara langsung

atau tidak langsung dari HIV ( HIV, demensia, mielopati vascular, neuropati perifer). Kondisi

penurunan kekebalan yang menyebabkan infesi, autoimun atau neoplstik (infeksi

cytomegalovirus, limfoma, CNS toksoplasma,meningitis tuberculosis, infeksi jamur, progresif

multifocal leukoensefalopati,cerebrovascular disease dan miopati.4,5,6


Virus tampaknya tidak menyerang sel saraf secara langsung tetapi membahayakan fungsi

dan kesehatan sel saraf. Peradangan yang diakibatkannya dapat merusak otak dan saraf tulang

belakang dan menyebabkan berbagai gejala, contoh kebingungan dan pelupa, perubahan

perilaku, sakit kepala berat, kelemahan yang berkepanjangan, mati rasa pada lengan dan kaki,

dan stroke. Penelitian menunjukkan bahwa infeksi HIV secara bermakna dapat mengubah

struktur otak tertentu yang terlibat dalam proses belajar dan pengelolaan informasi.2
7.1. AIDS dementia complex (ADC),
ADC atau ensefalopati terkait HIV, muncul terutama pada orang dengan infeksi

HIV lanjut. Gejala termasuk ensefalitis (peradangan otak), perubahan perilaku, dan

penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk kesulitan berkonsentrasi, ingatan

dan perhatian. Orang dengan ADC juga menunjukkan pengembangan fungsi motorik

yang melambat dan kehilangan ketangkasan serta koordinasi. Apabila tidak diobati, ADC

dapat mematikan.
7.2. Limfoma sususnan saraf pusat (SSP)
Limfoma susunan saraf pusat adalah tumor ganas yang mulai di otak atau akibat

kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain. Limfoma SSP hampir selalu dikaitkan

dengan virus Epstein-Barr (jenis virus herpes yang umum pada manusia). Gejala

termasuk sakit kepala, kejang, masalah penglihatan, pusing, gangguan bicara, paralisis

dan penurunan mental. Pasien AIDS dapat mengembangkan satu atau lebih limfoma SSP.

Prognosis penyakit ini kurang baik karena kekebalan yang semakin rusak.
7.3. Meningitis kriptokokus
Meningitis kriptokokus terlihat pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak

diobati dan pada orang lain yang mengalami penurunan sistem kekebalan oleh karena

penyakit atau obat. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang

umum ditemukan pada tanah dan tinja burung. Jamur ini pertama-tama menyerang paru

dan menyebar ke otak dan saraf tulang belakang, menyebabkan peradangan. Gejala

termasuk kelelahan, demam, sakit kepala, mual, kehilangan ingatan, bingung, pusing dan

muntah. Apabila tidak diobati, pasien meningitis kriptokokus dapat jatuh dalam koma dan

meninggal.2
Pungsi lumbal pada MK berguna dalam diagnosis maupun terapi. Pada pungsi

lumbal, bila didapatkan tekanan cairan otak > 25 cm H 2O da nada tanda peningkatan

tekanan intracranial, maka harus dilakukan drainase cairan otak.9


7.4. Infeksi cytomegalovirus (CMV)
CMV dapat muncul bersamaan dengan infeksi lain. Gejala ensepalitis CMV

termasuk lemas pada lengan dan kaki, masalah pendengaran dan keseimbangan, tingkat

mental yang berubah, demensia, neuropati perifer, koma dan penyakit retina yang dapat

mengakibatkan kebutaan. Infeksi CMV pada saraf tulang belakang dan saraf perifer dapat

mengakibatkan lemahnya tungkai bagian bawah dan beberapa paralisis, nyeri bagian
bawah yang berat dan kehilangan fungsi kandung kemih. Infeksi ini juga dapat

menyebabkan pneumonia dan penyakit lambung-usus.


7.5. Infeksi virus herpes
Infeksi virus herpes sering terlihat pada pasien AIDS. Virus herpes zoster yang

menyebabkan cacar dan sinanaga, dapat menginfeksi otak dan mengakibatkan ensepalitis

dan mielitis (peradangan saraf tulang belakang). Virus ini umumnya menghasilkan ruam,

yang melepuh dan sangat nyeri di kulit akibat saraf yang terinfeksi. Pada orang yang

terpajan dengan herpes zoster, virus dapat tidur di jaringan saraf selama bertahun-tahun

hingga muncul kembali sebagai ruam. Reaktivasi ini umum pada orang yang AIDS

karena sistem kekebalannya melemah. Tanda sinanaga termasuk bentol yang

menyakitkan (serupa dengan cacar), gatal, kesemutan (menggelitik) dan nyeri pada saraf.
7.6. Neuropati Sensorik HIV
Pasien AIDS mungkin menderita berbagai bentuk neuropati, atau nyeri saraf,

masing-masing sangat terkait dengan penyakit kerusakan kekebalan stadium tertentu.

Neuropati perifer menggambarkan kerusakan pada saraf perifer, jaringan komunikasi

yang luas yang mengantar informasi dari otak dan saraf tulang belakang ke setiap bagian

tubuh. Saraf perifer juga mengirim informasi sensorik kembali ke otak dan saraf tulang

belakang. HIV merusak serat saraf yang membantu melakukan sinyal dan dapat

menyebabkan beberapa bentuk neropati. Distal sensory polyneuropathy menyebabkan

mati rasa atau perih yang ringan hingga sangat nyeri atau rasa kesemutan yang biasanya

mulai di kaki dan telapak kaki. Sensasi ini terutama kuat pada malam hari dan dapat

menjalar ke tangan. Orang yang terkena memiliki kepekaan yang meningkat terhadap

nyeri, sentuhan atau rangsangan lain. Pada awal biasanya muncul pada stadium infeksi

HIV lebih lanjut dan dapat berdampak pada kebanyakan pasien stadium HIV lanjut.
7.7. Neurosifilis
Neurosifilis akibat infeksi sifilis yang tidak diobati secara tepat, tampak lebih

sering dan lebih cepat berkembang pada orang terinfeksi HIV.Neurosifilis dapat

menyebabkan degenerasi secara perlahan pada sel saraf dan serat saraf yang membawa

informasi sensori ke otak. Gejala yang mungkin baru muncul setelah puluhan tahun

setelah infeksi awal dan berbeda antar pasien, termasuk kelemahan, refleks yang

menghilang, jalan yang tidak mantap, pengembangan degenerasi sendi, hilangnya

koordinasi, episode nyeri hebat dan gangguan sensasi, perubahan kepribadian, demensia,

tuli, kerusakan penglihatan dan kerusakan tanggapan terhadap cahaya. Penyakit ini lebih

sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penyakit ini umum biasa mulai pada usia

setengah baya.
7.8. Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)
PML terutama berdampak pada orang dengan penekanan sistem kekebalan

(termasuk hampir 5%pasien AIDS). PML disebabkan oleh virus JC, yang bergerak

menuju otak, menulari berbagai tempat dan merusak sel yang membuat mielin lemak

pelindung yang menutupi banyak sel saraf dan otak. Gejala termasuk berbagai tipe

penurunan kejiwaan, kehilangan penglihatan, gangguan berbicara, ataksia

(ketidakmampuan untuk mengatur gerakan), kelumpuhan, lesi otak dan terakhir koma.

Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan ingatan dan kognitif, dan mungkin

muncul kejang. PML berkembang terus-menerus dan kematian biasanya terjadi dalam

enam bulan setelah gejala awal.


7.9. Kelainan psikologis dan neuropsikiatri
Kelainan psikologis dan neuropsikiatri dapat muncul dalam fase infeksi HIV dan

AIDS yang berbeda, dan dapat berupa bentuk yang beragam dan rumit. Beberapa

penyakit misalnya demensia kompleks terkait AIDS yang secara langsung disebabkan

oleh infeksi HIV pada otak, sementara kondisi lain mungkin dipicu oleh obat yang
dipakai untuk melawan infeksi. Pasien mungkin mengalami kegelisahan, depresi,

keingingan bunuh diri yang kuat, paranoid, demensia, delirium, kerusakan kognitif,

kebingungan, halusinasi, perilaku yang tidak normal, malaise, dan mania akut.
7.10. Stroke
Stroke yang disebabkan oleh penyakit pembuluh darah otak jarang dianggap

sebagai komplikasi AIDS, walaupun hubungan antara AIDS dan stroke mungkin jauh

lebih besar dari dugaan. Para peneliti di Universitas Maryland, AS melakukan penelitian

pertama berbasis populasi untuk menghitung risiko stroke terkait AIDS dan menemukan

bahwa AIDS meningkatkan kemungkinan menderita stroke hampir sepuluh kali lipat.

Para peneliti mengingatkan bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk mengkonfirmasi

hubungan ini. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa infeksi HIV, infeksi lain atau

reaksi sistem kekebalan terhadap HIV, dapat menyebabkan kelainan pembuluh darah

dan/atau membuat pembuluh darah kurang menanggapi perubahan dalam tekanan darah

yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan stroke.


7.11. Ensefalitis toksoplasma,
Ensefalitis toksoplasma juga disebut toksoplasmosis otak, muncul pada kurang

lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma

gondii, yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada

tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang

matang. Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana; tetapi

sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas,

mencegah penyakit. Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak

menanggapi pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang

meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan

perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi.


Pada neuroimaging dapat dijumpai lesi hipodense pada CT-Scan atau hipointens

pada MRI. Lesi ini bersifat menyangat kotras berbentuk cincin dan disertai edema dan

efek massa pada jaringan otak sekitarnya. Biasanya dapat dijumpai lesi yang mutipel

walaupun demikian lesi tunggal atau lesi yang tidak menyangat kontras juga dapat

dijumpai.9
7.12. Mielopati vacuolar
Mielopati vacuolar menyebabkan lapisan mielin yang melindungi untuk

melepaskan diri dari sel saraf di saraf tulang belakang, membentuk lubang kecil yang

disebut vakuol dalam serat saraf. Gejala termasuk kaki lemas dan kaku serta tidak

berjalan secara mantap. Berjalan menjadi sulit dan penyakit semakin parah dan lama-

kelamaan pasien membutuhkan kursi roda. Beberapa pasien juga mengembangkan

demensia terkait AIDS. Mielopati vakuolar dapat berdampak pada hampir 30% pasien

AIDS dewasa yang tidak diobati dan kejadiannya tersebut mungkin lebih tinggi pada

anak yang terinfeksi HIV.2


8. Pengobatan
8.1. Anti Retroviral

Terapi Anti Retroviral mengurangi replikasi human immunodeficiency virus tipe

1 (HIV-1) dan meningkatkan kelangsungan hidup orang yang terinfeksi. Terapi tersebut

telah terbukti mengurangi jumlah virus HIV-1 pada cairan vagina. Karena penularan

seksual HIV-1 dari orang yang terinfeksi ke pasangan mereka sangat berkorelasi dengan

konsentrasi HIV-1 dalam darah dan dalam saluran kelamin, Hal tersebut telah

dihipotesiskan bahwa terapi antiretroviral bisa mengurangi penularan virus. Beberapa

studi observasional telah melaporkan penurunan perolehan HIV-1 oleh pasangan seksual

dari pasien yang menerima terapi antiretroviral.8


Sebelum memulai terapi Anti Retroviral sebaiknya dilakukan beragai persiapan, yaitu

sebagai berikut.9
- Memastikan pasien dan keluarganya telah siap untuk menjalani terapi ini dalam jangka

panjang.
- Memastikan apakah ada infeksi lain yang berpotensi mempengaruhi perjalanan pasien.

Karena infeksi tuberculosis paru cukup tinggi di kalangan pasien HIV, maka

sebaiknya dilakukan eksplorasi untuk mencari kemungkinan ini. Gangguan fungsi

hati dan anemia harus dapat dikenali sebelumna.

Anti Retroviral lini pertama diberikan dalam kombinasi tiga obat sebagai berikut.

d4T 3TC NVP (stavudin lamifudin nevirapin)


d4T 3TC EFV (stavudin lamifudin efavirens)
AZT 3TC NVP (zidovudin lamifudin nevirapin)
AZT 3TC EFV (zidovudin lamifudin efavirens)

Nama Dosis per hari Efek samping


Stavudin 2 x 30 mg Lipoatrofi, neuropati
Zidovudin 2x 300 mg Anemia, sakit kepala
Nevirapin 2 x 150 mg Alergi, gangguan fungsi hati
Efavirens 1 x 600 mg Simtom neuropsikiatrik, jangan diberikan

pada wanita hamil


Table 1. Dosis dan efek samping ARV lini pertama

1. https://www.aids.gov/hiv-aids-basicc/hiv-aids-101/what -is-hiv-aids/
2. Neurological Complications of AIDSFact Sheet, NINDS, January 2006. NIH Publication No.

06-5319
3. Leading Research to understand, treat, and prevet infectious, immunologic, and allergic

diseases. National Institute of Allergy and Infection Disease. January 2011.


4. Garvey L, Winston A, Walsh J, Post F, porter K, Grazzard B, et al. HIV associated central

nervous system diseases in the recent combination antiretroviral therapy era. Eur J Neural.

Mar 2011;18(3);527-34.
5. Wright E. Neurocognitive Impairment and neurooCART. Curr Opin HIV AIDS. Jul

2011;6(4);303-8
6. Munir B, Candradikusuma D. Manifestation of HIV AIDS In Case Neurology: Epidemiology

Study at Saiful Anwar Hospital year 2013 2014.


7. Price and Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 6.EGC. 2012
8. Myron S. Cohen, dkk. Prevention of HIV-1 Infection with Early Antiretroviral Therapy. The

New England Journal of Medicine. Agustus 2011


9. Sudewi AR, dkk. Infeksi Pada Sistem Saraf. Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR. 2011
10.

Anda mungkin juga menyukai