NIM : PO 7120413011
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat
menempelnya gigi geligi. Mandibula berhubungan dengan basis krani dengan adanya
temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot-otot mengunyah. Mandibula terdiri dari
korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Corpus mandibula bertemu dengan
ramus masing-masing sisi pada angulus mandibula. Pada permukaan luar digaris tengah
corpus mandibula terdapat sebuah rigi yang menunjukkan garis fusi dari kedua belahan
selama perkembangan, yaitu simfisis mandibula.
Tulang ini terdiri dari korpus yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus
yang pipih dan lebar, yang mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung
dari masing-masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus
dan prosesus koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan
luar dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang
disebut simfisis mentum, yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah
tulang.
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun
keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.
2. Etiologi
Benturan yang keras pada wajah dapat menimbulkan fraktur mandibula. Toleransi
mandibula terhadap benturan lebih tinggi daripada tulang-tulang wajah yang lain. Fraktur
mandibula lebih sering terjadi daripada fraktur tulang wajah yang lain karena bentuk
mandibula yang menonjol sehingga sensitif terhadap benturan. Pada umumnya fraktur
mandibula disebabkan oleh karena trauma langsung.
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
1. Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor
b. Terjatuh
c. Kekerasan atau perkelahian
d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan berolahraga
f. Kecelakaan lainnya
2. Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfekta,
osteomieleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
4. Klasifikasi
Secara umum klasifikasi fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan
terminologi yaitu :
1) Tipe fraktur
a. Fraktur simple atau fraktur tertutup, yaitu keadaan fraktur dengan jaringan lunak
yang terkena tidak terbuka.
b. Fraktur kompoun atau fraktur terbuka, yaitu keadaan fraktur yang berhubungan
dengan lingkungan luar, yakni jaringan lunak seperti kulit, mukosa atau ligamen
periodontal terpapar di udara.
c. Fraktur komunisi, yaitu fraktur yang terjadi pada satu daerah tulang yang diakibatkan
oleh trauma yang hebat sehingga mengakibatkan tulang hancur berkeping-keping
disertai kehilangan jaringan yang parah.
d. Fraktur greenstick, yaitu fraktur tidak sempurna dimana pada satu sisi dari tulang
mengalami fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat. Fraktur ini
sering dijumpai pada anak-anak.
e. Fraktur patologis, yaitu fraktur yang diakibatkan oleh adanya penyakit pada
mandibula, seperti osteomielitis, tumor ganas, kista atau penyakit tulang sistemik.
Proses patologis pada mandibula menyebabkan tulang lemah sehingga trauma yang
kecil dapat mengakibatkan fraktur.
2) Lokasi fraktur
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur
mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah sebagai berikut
a. Dentoalveolar
b. Kondilus
c. Koronoideus
d. Ramus
e. Sudut mandibula
f. Korpus mandibula
g. Simfisis
h. Parasimfisis
3) Pola fraktur
a. Fraktur unilateral adalah fraktur yang biasanya tunggal pada satu sisi mandibula saja.
b. Fraktur bilateral adalah fraktur yang sering terjadi akibat kombinasi trauma langsung
dan tidak langsung, terjadi pada kedua sisi mandibula.
c. Fraktur multipel adalah variasi pada garis fraktur dimana bisa terdapat dua atau lebih
garis fraktur pada satu sisi mandibula. Lebih dari 50% dari fraktur mandibula adalah
fraktur multipel.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk pencitraan
wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah tidak terganggu
atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak olah struktur tulang dasar
tengkorak dan tulang servikal. Identitas penderita dan tanggal pemeriksaan dengan
sinar penting dikerjakan sesudah tindakan atau pada tindak lanjut (folow up) penderita
guna menentukan apakah sudah terlihat kalus, posisi fragmen dan sebagainya. Jadi
pemeriksaan dapat berfungsi memperkuat diagnosis, menilai hasil dan tindak lanjut
penderita.
b. Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan dan pemeriksaan
panoramiks. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas
fraktur adalah dengan CT Scan.
c. Foto panoramic dapat memperlihatkan keseluruhan mandibula dalam satu foto.
Pemerikasaan ini memerlukan kerjasama pasien, dan sulit dilakukan pada pasien
trauma, pergeseran kondilus medial dan fraktur prosessus alveolar.
d. Pemeriksaan radiografik defenitif terdiri dari fotopolos mandibula, PA, oblik lateral.
e. Scan tulang, tomogram, CT-scan/MRI: Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
f. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler
g. CCT kalau banyak kerusakan otot
h. Pemeriksaan darah lengkap : Hb menurun terutama fraktur terbuka, peningkatan
leukosit adalah respon stres normal setelah trauma.
6. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur rahang pada langkah awal penanganan pada hal yang
bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah
termasuk penanganan syok (circulaation), penaganana luka jaringan lunak dan imobilisasi
sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah
penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur fiksasi fragmen
fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak
sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.
Secara khusus penanganan fraktur tulang rahang dan tulang pada wajah
(maksilofasial) mulai diperkenalkan olah hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan
panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai
dasar pemikiran dan diagnosis fraktur rahang. Pada perkembangan selanjutnya oleh para
klinisi berat menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur rahang dan
tulang wajah (maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini
diikuti dengan perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head
bandages), pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta
fiksasi dan imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw).
Rekonstruksi Mandibula
Prostesis non biologikal: Akrilik, teflon, silastik, stainless steel, tantalum, vitalium
dan titanium.
Bahan biologikal:
Flap komposit
Pada rekonstruksi dengan Kirschner wire menggunakan kawat 1,2 mm, dibentuk
sedemikian rupa sesuai bentuk segmen mandibula yang direseksi. Ujung kawat
dibentuk dan dimasukkan pada medula sisa mandibula.
Setelah itu pada jarak 1 cm dari tepi bawah mandibula dan tepi potongan mandibula
dilubangi dengan bor. K wire difiksasi dengan kawat 0,4 mm.
Pada hemimandibulektomi, ujung K wire pada sisi temporomandibular joint dibentuk
menyerupai kondilus dan dijahitkan pada kapsul temporo-mandibular joint dengan
benang sutera no 1.
Selanjutnya mukosa dijahit degan dexon atau vicryl 3.0 delujur dan dilakukan jahitan
penyangga (overhecting) dengan memakai benang yang sama. Pasang redon drain.
Luka operasi ditutup lapis demi lapis, subkutan dan platysma dijahit dexon/vicryl 4.0
kulit dijahit simpul memakai nylon 5.0.
7. Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Diagnostik Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilyn E, et all. (2000). Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Elidasari Monika, Pramono Coen. (2004). Penatalaksanaan Fraktur Bilateral Pada
Angulus Mandibula, Dalam Majalah PABMI. Bandung : Persatuan Ahli Bedah
Mulut Indonesia
Smeltzer, Z. C,& Brenda, G. B .( 2001 ) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8,
vol 3. Jakarta: EGC
Rerves, C. J, Roux, G.,& Lockhart, R. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medika.