Anda di halaman 1dari 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BPH ( Benign Prostat hyperplasia)
BPH adalah hyperplasia kelenjar periuretral prostat yang mendesak jarinag prostat asli ke
perifer. Penyebab dari BPH tidak diketahui secara jelas tetapi dikaiitkan dengan peningkatan
kadar Dihydrotestoteron (DHT) dan proses penuaan. Prostat terletak mengelilingi urethra
posterior, pembesaran dari prostat mengakibatkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan
menghambat aliran urine. Untuk mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontaksi lebih kuat gune
melawan tahanan. Kontraksi yang berlebihan dan terus menerus menyebabkan perubahan
anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknay selula dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih bawah atau LUTS (Lower urinary Tract symptom) denagan gejala
prostatismus. Jika otot detrusor memasuki fase dekompesasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intavesikal yang semakin tinggi akan
diteruskan ke seluruh buli-buli yang dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter.
keadaaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidronefrosis bahkan gagal ginjal. Pada
BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik
dan dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dangan adanya pembesaran kelenjar
periuretra yang mendesak pars prostatika sehingga terjadi obstruksi, sedangkan komponen
dinamik meliputi tonus otot polos prostat yang merupakan alpha adrenergic reseptor. kompenen
dinamik ini tergantung dari stimulus saraf simpatis, yan tergantuk berat obstruksi oleh komponen
mekanik.
2.2 Epidemiologi BPH
Di dunia diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta. insiden dimulai pada usia
40-an dmana kemungkinan seseorang menderita penyakit ini sebesar 40% dan seiring
meningkatnya usia, dalam rentang usia 60-70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50%.
Pada usia 70 tahun presentasi menjadi 90%. Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah
penyakit batu saluran kemih dan diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia diatas 50
tahun ditemukan menderita BPH.

Transuretral Resection of Prostat (TURP)


TURP merupakan sebuah reseksi kelenjar prostat yang dilakukan transurethral dengan menggunakan
cairan irigan (pembilas) yang dimaksud menghilangkan hyperplasia prostat yang menekan uretra.
Operasi ini perlu dilakukan pada pasien BPH, karena dapat menyebabkan penekanan pada uretra
yang dapat menyebabkan penyumbatan yang pada akhirnya menimbulkan hidronefrosis dan gagal
ginjal.
Anestesi spinal digunakan pada operasi TURP dengan sedasi, sebuah citoscope
yang dimasukkan melalui uretra sampai ke bladder, kemudian bladder diisi
dengan solution sehingga memudahkan operator memeriksa bagian dari prostat
yang membesar, kemudian dimasukkan surgical loop melalui citoscope untuk
meremove bagian yang membesar, dan kateter akan dibiarkan sampai
beberapa hari. Observasi kesadaran, vital sign, perdarahan, produksi urine.
(Purnomo, 2011).

Anestesi Spinal pada TURP


Pasien yang menjalani TURP biasanya pada usia lanjut dan sering disertai dengan penyakit jantung,
paru, atau lainnya sehingga penting untuk membatasi level blok untuk mengurangi efek
cardiopulmonary yang merugikan pada pasien tersebut. Penggunaan anastesi local dengan dosis yang
lebih kecil memberikan beberapa keuntungan misalnya hipotensi tidak terjadi karena tidak memblok
serabut saraf simpatik di daerah atas serta memperkecil resiko timbulnya toksisitas sistemik obat
anastesi local (Yang, 2009). TURP dengan menggunakan anestesia regional tanpa sedasi ( Awake
TURP ) lebih dipilih daripada anestesia umum karena hal berikut :
1. Manifestasi awal dari Sindrom TURP lebih bisa dideteksi pada pasien yang sadar
2. Vasodilatasi periferal berfungsi untuk membantu meminimalisir overload sirkulasi.
3. Komplikasi hiponatremi akibat tertariknya Na+ oleh air irrigator dapat cepat dikenali dengan
adanya penurunan kesadaran, mual, kejang.

Anda mungkin juga menyukai