Anda di halaman 1dari 24

Akhlak Mulia dalam Rumah

Tangga
Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Pihak ketiga selama ini dianggap faktor utama yang memicu pertikaian dalam rumah tangga.
Namun jika kita telisik lebih dalam, sejatinya segala ketakserasian yang terjadi lebih disebabkan
akhlak dan perilaku suami atau istri sendiri. Sikap-sikap yang jauh dari tuntunan agama yang
dipraktikkan, alhasil, memupuk setiap perselisihan antara suami dan istri yang kemudian
menumbuhkan konflik yang bisa berbuah perceraian.

Dalam Al-Qur`an yang mulia termaktub sebuah ayat yang berbunyi:






Sungguh engkau (wahai Muhammad) berbudi pekerti (memiliki akhlak) yang agung. (Al-
Qalam: 4)

Ayat ini memuat pujian Allah Subhanahu wa Taala kepada Rasul-Nya yang pilihan,
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Kenyataannya memang tak ada manusia yang lebih
sempurna akhlaknya daripada beliau Shallallahu alaihi wa sallam, sebagai suatu anugerah dari
Allah Subhanahu wa Taala yang telah memberi taufik kepada beliau. Tidak ada satu pun
kebagusan dan kemuliaan melainkan didapatkan pada diri beliau dalam bentuk yang paling
sempurna dan paling utama. Hal ini pun diakui oleh para sahabatnya yang menyertai hari-hari
beliau, sebagaimana dinyatakan Anas bin Malik radhiyallahu anhu:










Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam manusia yang paling bagus akhlaknya. (HR. Al-
Bukhari no. 6203 dan Muslim no. 5971)

Bagaimana Anas tidak memberikan sanjungan yang demikian, sementara ia telah berkhidmat
pada beliau Shallallahu alaihi wa sallam sejak usia sepuluh tahun dan terus menyertai beliau
selama 9 tahun.1 Tak pernah sekalipun ia mendapat hardikan dan kata-kata kasar dari Nabi yang
mulia ini.



:





:













Aku berkhidmat (melayani keperluan) beliau Shallallahu alaihi wa sallam ketika safar maupun
tidak. Demi Allah, terhadap suatu pekerjaan yang terlanjur aku lakukan, tak pernah beliau
berkata, Kenapa engkau lakukan hal tersebut demikian? Sebaliknya, bila ada suatu pekerjaan
yang belum aku lakukan, tak pernah beliau berkata, Mengapa engkau tidak lakukan demikian?.
(HR. Al-Bukhari no. 2768 dan Muslim no. 5968)

Demikian pengakuan Anas radhiyallahu anhu.

Kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu: Dalam hadits ini ada keterangan tentang sempurnanya
akhlak Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bagus pergaulannya, kesabarannya yang luar biasa,
kemurahan hati, dan pemaafannya. (Al-Minhaj, 15/71)

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha, ketika ditanya oleh Sad bin Hisyam bin Amir
tentang akhlak Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia menjawab:
{


} :












Akhlak beliau adalah Al-Qur`an. Tidakkah engkau membaca firman Allah Subhanahu wa Taala,
Sungguh engkau (wahai Muhammad) berbudi pekerti (memiliki akhlak) yang agung? (HR.
Ahmad, 6/88)

Gambarannya, apa saja yang diperintahkan Al-Qur`an, beliau lakukan. Dan apa saja yang
dilarang Al-Qur`an, beliau tinggalkan. Selain memang AllahSubhanahu wa Taala telah
menciptakan beliau dengan tabiat dan akhlak yang mulia seperti rasa malu, dermawan, berani,
penuh pemaafan, sangat sabar, dan lain sebagainya dari perangai-perangai yang baik. (Bahjatun
Nazhirin, 1/670)
Kebagusan akhlak ini, tampak dari diri beliau ketika bergaul dengan istrinya, sanak familinya,
sahabatnya, masyarakatnya, bahkan dengan musuhnya. Tak heran masyarakat Quraisy yang
paganis ketika itu memberi gelar pada beliau Al-Amin, orang yang terpercaya, jujur, tak pernah
dusta lagi amanah, sebagai bentuk pengakuan terhadap salah satu pekerti beliau yang mulia.

Rasul Shallallahu alaihi wa sallam Bersama


Istrinya
Keberadaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagai pemimpin, setiap harinya
tersibukkan dengan beragam persoalan umat, mengurusi dan membimbing mereka, bukanlah
menjadi alasan beliau untuk tidak meluangkan waktu membantu istrinya di rumah. Bahkan
didapati beliau adalah orang yang perhatian terhadap pekerjaan di dalam rumah, sebagaimana
persaksian Aisyah radhiyallahu anha ketika ditanya tentang apa yang dilakukan
RasulullahShallallahu alaihi wa sallam di dalam rumah. Aisyah radhiyallahu anha mengatakan:









Beliau biasa membantu istrinya. Bila datang waktu shalat beliau pun keluar untuk menunaikan
shalat. (HR. Al-Bukhari no. 676)

Beliau ikut turun tangan meringankan pekerjaan yang ada seperti kata istri beliau,
Aisyah radhiyallahu anha:














Beliau manusia sebagaimana manusia yang lain. Beliau membersihkan pakaiannya, memerah
susu kambingnya, dan melayani dirinya sendiri. (HR. Ahmad, 6/256. Lihat Ash-Shahihah no.
671)

Sifat penuh pengertian, kelembutan, kesabaran, dan mau memaklumi keadaan istri amat lekat
pada diri Rasul. Aisyah radhiyallahu anha berbagi cerita tentang kasih sayang dan pengertian
beliau Shallallahu alaihi wa sallam:





.
:

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masuk ke rumahku sementara di sisiku ada dua budak
perempuan yang sedang berdendang dengan dendangan Buats2. Beliau berbaring di atas
pembaringan dan membalikkan wajahnya. Saat itu masuklah Abu Bakr. Ia pun menghardikku
dengan berkata, Apakah seruling setan dibiarkan di sisi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam?
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menghadap ke arah Abu Bakr seraya berkata, Biarkan
keduanya.3 Ketika Rasulullah telah tertidur aku memberi isyarat kepada keduanya agar
menyudahi dendangannya dan keluar. Keduanya pun keluar. (HR. Al-Bukhari no. 949
dan Muslim no. 2062)

:




:













.
: : :

.

:



Biasanya pada hari raya, orang-orang Habasyah bermain perisai dan tombak (berlatih perang-
perangan). Aku yang meminta kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam (agar diperkenankan
menonton permainan tersebut) dan beliau sendiri menawarkan dengan berkata, Apakah engkau
ingin melihat permainan mereka? Iya, jawabku. Beliau pun memberdirikan aku di belakangnya,
pipiku menempel pada pipi beliau. Beliau berkata: Teruskan wahai Bani Arfidah4. Hingga ketika
aku telah jenuh, beliau bertanya, Cukupkah? Iya, jawabku. Kalau begitu pergilah, kata beliau.
(HR. Al-Bukhari no. 950 dan Muslim no. 2062)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: Dalam hadits ini ada keterangan tentang sifat yang
dimiliki Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berupa penyayang, penuh kasih, berakhlak yang
bagus, dan bergaul dengan baik terhadap keluarga, istri, dan selain mereka. (Al-Minhaj, 6/424)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu saat menafsirkan ayat:






menyatakan,
Termasuk akhlak Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau sangat baik hubungannya dengan
para istri beliau. Wajahnya senantiasa berseri-seri, suka bersenda gurau dan bercumbu rayu,
bersikap lembut terhadap mereka dan melapangkan mereka dalam hal nafkah serta tertawa
bersama istri-istrinya. Sampai-sampai, beliau pernah mengajak Aisyah Ummul
Mukmininradhiyallahu anha berlomba lari, untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau
terhadapnya. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)

Ummul Mukminin Shafiyyah radhiyallahu anha berkisah bahwa suatu malam ia pernah
mengunjungi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam saat sedang itikaf di masjid pada sepuluh
hari yang akhir dari bulan Ramadhan. Shafiyyah berbincang bersama beliau beberapa waktu.
Setelahnya, ia pamitan untuk kembali ke rumahnya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun
bangkit untuk mengantarkan istrinya. Hingga ketika sampai di pintu masjid di sisi pintu rumah
Ummu Salamah, lewat dua orang dari kalangan Anshar, keduanya mengucapkan salam lalu
berlalu dengan segera. Melihat gelagat seperti itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam menegur keduanya, Pelan-pelanlah kalian dalam berjalan, tak usah terburu-buru seperti
itu, karena tak ada yang perlu kalian khawatirkan. Wanita yang bersamaku ini Shafiyyah bintu
Huyai, istriku. Keduanya menjawab, Subhanallah, wahai Rasulullah, tidaklah kami berprasangka
jelek padamu. Beliau menanggapi, Sesungguhnya setan berjalan pada diri anak Adam seperti
beredarnya darah, dan aku khawatir ia melemparkan suatu prasangka di hati kalian. (HR. Al-
Bukhari no. 2035 dan Muslim no. 5643)

Akhlak Mulia dalam Rumah Tangga


Tuturan di atas hendak memberikan gambaran kepada pembaca tentang indahnya rumah tangga
seorang muslim yang memerhatikan akhlak mulia dalam pergaulan suami istri, sebagaimana
rumah tangga Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Sehingga perhatian terhadap kemuliaan
akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang
ada orang yang bisa bersopan santun, berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di
luar rumahnya, namun hal yang sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya. Ada orang
yang bisa bersikap pemurah kepada orang lain, ringan tangan dalam membantu, suka
memaafkan dan berlapang dada, namun giliran berhadapan dengan orang rumah, istri ataupun
anaknya, sikap seperti itu tak tampak pada dirinya.

Menyinggung akhlak Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada keluarganya maka hal ini
tidak hanya berlaku kepada para suami, sehingga para istri merasa suami sajalah yang tertuntut
untuk berakhlak mulia kepada istrinya. Sama sekali tidak dapat dipahami seperti itu. Karena
akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di
atas kebaikan. Memang suamilah yang paling utama harus menunjukkan budi pekerti yang baik
dalam rumah tangganya karena dia sebagai qawwam, sebagai pimpinan. Kemudian dia tertuntut
untuk mendidik anak istrinya di atas kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari api neraka
sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Taala:





















Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6)

Seorang istri pun harus memerhatikan perilakunya kepada sang suami, sebagai pemimpin
hidupnya. Tak pantas ia menyuguhi suaminya ucapan yang kasar, sikap membangkang,
membantah dan mengumpat. Tak semestinya ia tinggi hati terhadap suaminya, dari mana pun
keturunannya, seberapa pun kekayaannya dan setinggi apa pun kedudukannya. Tak boleh pula ia
melecehkan keluarga suaminya, menyakiti orang tua suami, menekan suami agar tidak
memberikan nafkah kepada orang tua dan keluarganya.

Kenyataannya, banyak kita dapati istri yang berani kepada suaminya. Tak segan saling berbantah
dengan suami, bahkan adu fisik. Ia tak merasa berdosa ketika membangkang pada perintah
suami dan tidak menuruti kehendak suami. Ia merasa tenang-tenang saja ketika hak suami ia
abaikan. Ia menganggap biasa perbuatan menyakiti mertua. Ia tekan suaminya agar tidak
memberi infak pada keluarganya. Ia mengumpat, ia mencela, ia menyakiti Istri yang seperti ini
gambarannya jelas bukan istri yang berakhlak mulia dan bukanlah istri shalihah yang dinyatakan
dalam hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:











Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan5 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita/istri
shalihah. (HR. Muslim no. 1467)

Dan bukan istri yang digambarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada Umar ibnul
Khaththab radhiyallahu anhuma:



















Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan (harta yang disimpan)
seorang lelaki, yaitu istri shalihah, yang bila dipandang akan menyenangkannya6, bila
diperintah7 akan menaatinya8 dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga harta dan keluarganya.
(HR. Abu Dawud. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu menshahihkannya di atas syarat Muslim
dalam Al-Jamiush Shahih, 3/57)

Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu menyatakan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memandang
perlu memberi kabar gembira kepada para sahabatnya tentang perbendaharaan harta mereka
yang terbaik, di mana harta ini lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah, yang cantik
lahir batin. Karena istri yang seperti ini akan selalu menyertai suaminya. Bila dipandang
suaminya, ia akan menyenangkannya. Ia tunaikan kebutuhan suaminya bila suami
membutuhkannya. Ia dapat diajak bermusyawarah dalam perkara suaminya dan ia akan menjaga
rahasia suaminya. Bantuannya kepada suami selalu diberikan, ia menaati perintah suami. Bila
suami sedang bepergian meninggalkan rumah, ia akan menjaga dirinya, harta suaminya, dan
anak-anaknya. (Aunul Mabud, 5/57)

Oleh karena itu, wahai para istri, perhatikanlah akhlak kepada suami dan kerabatnya. Ketahuilah,
akhlak yang baik itu berat dalam timbangan nanti di hari penghisaban dan akan memasukkan
pemiliknya ke dalam surga, sebagaimana dikabarkan dalam hadits berikut ini. Abud
Darda` radhiyallahu anhumengabarkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah
bersabda:




















Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak di hari kiamat
daripada budi pekerti yang baik. Dan sungguh Allah membenci orang yang suka berkata keji,
berucap kotor/jelek. (HR. At-Tirmidzi no. 2002, dishahihkan Asy-Syaikh Al-
Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 876)

Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata:







.


:







:




Rasulullah ditanya tentang perkara apa yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga.
Beliau menjawab, Takwa kepada Allah dan budi pekerti yang baik. Ketika ditanya tentang
perkara yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, beliau jawab, Mulut dan
kemaluan. (HR. Al-Bukharidalam Al-Adabul Mufrad no. 289, At-Tirmidzi no. 2004,
dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabil Mufrad)

Bagi para suami hendaknya pula memerhatikan pergaulan dengan istrinya karena Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:






Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya. (HR. At-Tirmidzi no. 1162. Lihat Ash-
Shahihah no. 284)
Wallahu taala alam bish-shawab.

Catatan kaki:
1 Kata Anas radhiyallahu anhu:








.
Aku berkhidmat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selama sembilan tahun. (HR.
Al-Bukhari no. 2768 dan Muslim no. 5969)
2 Buats adalah hari yang masyhur di antara hari-hari yang berlangsung dalam sejarah orang
Arab. Pada hari tersebut terjadi peperangan besar antara Aus dan Khazraj. Peperangan antara
keduanya terus berlangsung selama 120 tahun, sampai datang Islam. Syair yang didendangkan
dua anak perempuan tersebut berbicara tentang peperangan dan keberanian. Sementara
keberanian diperlukan untuk membantu agama ini. Adapun nyanyian yang menyebutkan
perbuatan keji, perbuatan haram dan ucapan yang mungkar maka terlarang dalam syariat ini.
Dan tidak mungkin nyanyian seperti itu didendangkan di hadapan Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam lalu beliau diam tidak mengingkarinya. (Syarhus Sunnah, Al-Baghawi, 4/322)
3 Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengizinkan istrinya mendengarkan dendangan
tersebut karena hari itu bertepatan dengan hari raya (Id). Sementara pada hari raya
diperkenankan bagi kaum muslimin untuk menampakkan kegembiraan, bahkan hal ini termasuk
syiar agama, selama dalam koridor syariat tentunya. Dan hadits ini bukanlah dalil untuk
menyatakan bolehnya bernyanyi dan mendengarkan nyanyian baik dengan alat ataupun tanpa
alat, sebagaimana anggapan kelompok Sufi. (Lihat penjelasannya dalam Fathul Bari, 2/570-571)
4 Sebutan untuk orang-orang Habasyah
5 Tempat untuk bersenang-senang. (Syarah Sunan An-Nasa`i, Al-Imam As-Sindi, 6/69)
6 Karena keindahan dan kecantikannya secara lahir, karena kebagusan akhlaknya secara batin,
atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa kepada
Allah Subhanahu wa Taala. (Taliq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun
Nikah, bab Afdhalun Nisa`, 1/596,Aunul Mabud 5/56)
7 Dengan perkara syari atau perkara biasa. (Aunul Mabud, 5/56)
8 Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya. (Aunul Mabud, 5/56)

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=474

MATERI 8 : Akhlak dalam Keluarga


Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak,
saling membutuhkan, saling membantu dan lain-lain,
dapat mengembangkan potensi diri dan kepercayaan pada diri anak. Dengan
demikian diharapkan upaya orang tua untuk membantu anak menginternalisasi
nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik.

Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya


keharmonisan hubungan atau relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak
dengan saling menghormati dan saling memberi tanpa harus diminta. Pada
saat ini orang tua berprilaku proaktif dan sebagai pengawas tertinggi yang
lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu sama
lainnya. Sikap orang tua lebih banyak pada upaya memberi dukungan,
perhatian, dan garis-garis pedoman sebagai rujukan setiap kegiatan anak
dengan diiringi contoh teladan, secara praktis anak harus mendapatkan
bimbingan, asuhan, arahan serta pendidikan dari orang tuanya, sehingga
dapat mengantarkan seorang anak menjadi berkepribadian yang sejati sesuai
dengan ajaran agama yang diberikan kepadanya. Lingkungan keluarga sangat
menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab di sinilah anak
pertama kali menerima sejumlah nilai pendidikan.

Tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua


dirasakan oleh anak dan akan menjadi dasar peniruan dan identifikasi diri
untuk berperilaku. Nilai moral yang ditanamkan sebagai landasan utama bagi
anak pertama kali diterimanya dari orang tua, dan juga tidak kalah pentingnya
komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk memahami berbagai
persoalan-persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat
melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai
moral dan agama yang sudah digariskan.

Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan


agama pada anak mutlak dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran
utama dalam mengartikulasikan nilai-nilai moral agama yang dijabarkan dalam
kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat besar pengaruhnya
terhadap keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua sejak
kecil kepada anak akan membawa dampak besar dimasa dewasanya, karena
nilai-nilai agama yang diberikan mencerminkan disiplin diri yang bernuansa
agamis.

Di dalam keluarga anak pertama kali mengikuti irama pergaulan sosial.


Suasana seperti ini disebut dengan situasi domestik, tempat lingkungan
pergaulan anak hanya terbatas dengan sejumlah orang yang terdapat di dalam
keluarga tersebut, seperti ibu, ayah, kakak, adik atau nenek/kakek.

Di dalam keluarga inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi


edukatif. Anak belajar berdiri, berbicara, bermain, berpakaian, mandi, menyikat
gigi dan lain-lain. Keluarga bertugas meneruskan dan mewariskan sejumlah
nilai baik berkaitan dengan kultural, sosial maupun moral kepada anak-anak
yang baru tumbuh di dalam rumah tangga. Di sini pula anak diajar mengenal
siapa dirinya dan lingkungannya.

Di dalam keluarga, kebutuhan pribadi anak seperti yang disampaikan


oleh Abraham Maslow juga berlangsung. Pada tahap awal, anak memerlukan
kebutuhan dasar seperti makan dan minum, kemudian meningkat kepada
kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan, lalu meningkat lagi menjadi
kebutuhan terhadap keamanan dan kesehatan serta pada waktunya anak
memerlukan self actualization (mencari pemaknaan terhadap siapa dirinya).

Keluarga juga berperan menjadi benteng pertahanan dari sejumlah


pengaruh yang datang dari luar. Tidak jarang anak menanyakan sesuatu
problem yang datang dari luar yang dia sendiri canggung untuk menjawab
atau mengatasinya. Karena itu, rujukan utama anak adalah keluarga. Di sinilah
diperlukan hadirnya sosok orang tua yang bijaksana dan memiliki wawasan
yang cukup untuk menerangkan kepada anak tentang apa yang dihadapinya.
Dengan demikian, anak tidak mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal
yang dapat menyesatkan dirinya.
Di samping menjadi institusi domestik, keluarga juga dapat menjadi
institusi sosialisasi sekunder. Maksudnya adalah bahwa keluarga berperan
menghantarkan anak-anak untuk memasuki wilayah sosial yang lebih besar,
seperti lingkungan sosial. Dalam konteks ini, keluarga menjadi pengatur
dan designer anak untuk memilih lingkungan mana yang tepat dan baik dalam
menumbuhkan kepribadian. Keluarga bertanggung jawab untuk mengarahkan
anak-anaknya memasuki lingkungan sosial yang baik agar anak terhindari dari
pengaruh lingkungan yang tidak sehat.

2. Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga

Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan
memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu
suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang
tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran.

Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang
dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan
akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.

Sebelum membahas akhlak terhadap suami atau isteri, maka timbullah


pertanyaan, mengapa orang ingin hidup berumah tangga ? Karena p ernikahan dalam
Islam bertujuan untuk membangun pondasi pertama dalam sebuah komunitas
masyarakat, yang dibangun dalam sebuah ikatan sangat kuat serta dibalut dengan rasa
cinta, kasih sayang dan saling menghormati.

Dengan demikian timbul lagi sebuah pertanyaan, siapkah anda menikah ?


Kesiapan berumah tangga secara islami harus dibentuk melalui peristiwa
pernikahan antara laki-laki dan perempuan muslimah, yang tentunya diawali dengan
persiapan-persiapan diantaranya ;

a. Persiapan Ruhiyah (mental), siap menghadapi cobaan dan siap


menyelesaikan masalah

b. Persiapan Ilmiah (mengetahui berbagai etika dan aturan berumah tangga)

c. Persiapan Jasadiyah (siap memungsikan diri sebagai isteri atau suami)

d. Memilih istri atau suami sesuai dengan kreteria agama

e. Memahami hakikat pernikahan dalam Islam (membangun keluarga sakinah


mawaddah warahmah)

f. persiapan material sesuai kemampuan

Tujuan Perkawinan

a. Untuk meneruskan wujudnya keturunan manusia.


b. Pemeliharaan terhadap keturunan

c. Menjaga masyarakat dari sifat yang tidak bermoral

d. Menjaga ketenteraman jiwa

e. Memberi perlindungan kepada anak yang dilahirkan

Proses Lahirnya Cinta

a. Merasakan adanya kedekatan diantara mereka berdua, saling memperkenalkan diri


secara terbuka

b. Masing-masing merasakan ketenangan dan rasa aman untuk berbicara


tentang dirinya lebih mendalam (pengungkapan diri)

c. Merasakan adanya saling ketergantungan antara berdua (saling berbagi


rasa dalam kegembiraan dan kesedihan)

d. Adanya penuhan kebutuhan pribadi kekasihnya, dia rela mengorbankan


apa yang dimikinya demi kebutuhan sang kekasih dengan senang hati dan
ketulus ikhlasan, tahap inilah yang disebut dengan cinta sejati yang
disebut dalam Al Quran dengan Mawaddah

e. Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata
sebagaimana firman Allah swt yang artinya: dan aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. QS. Adz
Dzariyaat:56

f. Ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala


ketenteraman kehidupan pun ada. Dan ketenteraman hidup tentunya akan
sangat membutuhkan timbal balik akhlakul karimah antar
individu (Khususnya suami isteri).

3. Akhlak Suami atau Isteri

a. Menjadikan Pasangan sebagai pusat perhatian (sejak awal tidur bangun


tidur yang lihat hanya pasangan)

b. Menempatkan kepribadian sebagai seorang suami atau isteri (isteri pakaian


untuk suami dan begitu juga sebaliknya)

c. Jangan menabur benih keraguan/kecurigaan

d. Merasakan tanggung jawab bersama baik suami maupun isteri (saling


mengingatkan dan jangan selalu menuntut)
e. Selalu bermusyawarah (berdialog), lakukan komunikasi dengan baik,
instospeksi masing-masing

f. Menyiapkan diri untuk melakukan peranan sebagai suami atau isteri

g. Nampakkan cinta dan kebanggaan dengan pasangannya/jangan kikir


memberi pujian

h.Adanya keseimbangan ekonomi dalam mencari nafkah untuk memenuhi


kebutuhan

i. Jangan melupakan dengan keluarga besar masing-masing (ortu)

j. Menjaga hubungan dengan pihak lain.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Suami

a. Memberi nafkah zahir dan batin, Suami hendaknya menyadari bahwa istri
adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-Taubah: 24)

b. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan
Rasul- Nya. (At-Taghabun: 14)

c. Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang


sholehah. (Al Furqan : 74)

d. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi

e. e. Nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan


baik, ( AI-Ghazali)

f. Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut


ini secara berurutan: (1) Memberi nasehat, (2) Pisah kamar, (3) Memukul
dengan (4). pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz
adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

g. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling


baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya.
(Tirmudzi)

h. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri


dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)

i. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada


istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
(AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
j. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita
(hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

k. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)

l. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)

m. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami
wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara
paksa. (AIGhazali)
Jadilah kau raja di rumahmu. Cintailah isterimu dengan tulus dan jadikanlah ia
sebagai ratumu. Buat ia bangga menjadi permaisuri di kerajaanmu dengan
berlandaskan cinta kasih dan ketaatan kepada Allah SWT. Berikanlah dirinya
makanan yang cukup dan persembahkan untuknya beragam jenis pakaian.
Belikan untuknya minyak wangi karena wanita menyukai minyak wangi. Buatlah
dirinya bahagia selama kau hidup dan berilah nafkah yang baik dan halal untuk
isteri dan anak anakmu.
Sesungguhnya seorang istri laksana cermin bagi suaminya dan menjadi bukti
akan apa yang diusahakannya dalam mencapai kebahagiaan ataupun
kesengsaraan. Engkau adalah laksana pakaian baginya yang mampu
menampakkan kecantikan diri dan pribadinya serta menutupi setiap
kekurangannya. Jangan terlalu keras dalam rumah tanggamu karena isteri
diciptakan dari tulang rusukmu, bagian dari dirimu. Tulang rusuk berada di
tempat yang terlindung sehingga isterimu pun ada untuk kau lindungi.
Sebagaimana tulang rusuk yang bengkok, berwasiatlah yang baik terhadap
isterimu karena jika engkau keras dalam meluruskan maka ia akan patah dan
jika engkau biarkan maka selamanya ia akan bengkok.

Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam

- Hak Bersama Suami Istri

Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan


rahmah. (Ar-Rum: 21).

Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-


masing pasangannya. (An-Nisa: 19 - Al-Hujuraat: 10)

Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)

Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Istri

a. Berbakti kepada suami baik dikala suka maupun duka, diwaktu kaya maupun miskin

b. Patuh dan taat pada suami, menghormatinya dalam batas-batas tertentu sesuai dengan
ajaran Islam
c. Selalu menyenangkan hati dan perasaan suami, serta dapat menentramkan pikirannya

d. Menghargai usaha atau jerih payah suami dan bahkan membantu suami dalam
menyelesaikan kesulitan yang dihadapinya

e. Isteri menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-laki


adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa: 34)

f. Isteri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada
istri. (Al-Baqarah: 228)

g. Isteri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39)

h. Isteri menyerahkan dirinya, mentaati suami, tidak keluar rumah, kecuali dengan
ijinnya, tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, menggauli suami
dengan baik, dan bersifat jujur (Al-Ghazali).

4, Akhlak Orang Tua Kepada Anak

Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara anak-anaknya


serta hak dan kewajiban mnasing-masing. Orang tua harus mengikat hubungan
yang harmonis dan penuh kasih sayang dengan anak-anaknya. Sebaik-baik
orang tua adalah orang tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi
rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW. Poin
yang terpenting adalah teladan dari orang tuanya .

Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini tidak lain adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Akhlak sangat berkaitan dengan adab.
Untuk itulah beliau mengajarkan kita adab sejak bangun tidur hingga tidur.
Semua ada tuntunannya. Termasuk adab anak kepada orang tuanya,
murid kepada gurunya, pendidik kepada peserta didik.

Para pakar pendidikan sering mengatakan bahwa ketika orang tua


mengajarkan adab kepada anaknya, walaupun sebelumnya ia juga belum
melakukan adab itu, dengan belajar adab tersebut bersama anaknya, maka hal
itu bisa berubah menjadi kebiasaan dalam beradab. Hal ini akan berujung pada
terbentuknya karakter yang bagus.

Keberhasilan anak bukan karena guru, tapi dengan orang tuanya. Anak
berprestasi bukan karena gurunya, tapi karena orang tuanya sudah mencetak
generasi yang seperti itu. Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu
membuat anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak dan adab
seperti Rasulullah SAW. Semoga dengan informasi tentang cara mengajarkan
akhlak yang baik kepada anak ini, kita bisa menjadikan anak menjadi generasi
rabbani dan beradab. Orang tua harus lebih memperhatikan, membimbing, dan
mendidik anak dengan baik, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah Swt berfirman dalam Al-Quran Surat An-Nisa :9:



Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)-nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah,
dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (QS. An-Nisa:9)

Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan


anak dalam keadaan lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala
aspek kehidupan , seperti lemah mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama
lemah iman (spiritual). Anak yang lemah iman akan menjadi generasi tanpa
kepribadian. Jadi, semua orang tua harus memperhatikan semua aspek
perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan
mental, maupun masalah akidah atau keimananya.

Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah,
berlaku lemah lembut kepada anak, karena sangat membantu dalam
menanamkan kecerdasan spiritual pada anak. Keadaan anak ditentukan oleh
cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya.

Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam
peranannya mendidik anak, antara lain:

1. Orang tua sebagai panutan

2. Orang tua sebagai motivator anak

3. Orang tua sebagai cermin utama anak

4. Orang tua sebagai fasilitator anak

5, Akhlak anak terhadap Orang Tua

Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak
ada, kitapun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai
dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya., berbagai
rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering kali
mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari
diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka
memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih
sendiri. Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam
bentuk yang sulit kita bayangkan.

Menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak
mungkin terjadi kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan
tidak bisa diharap menjadi baik. Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa
kebaikan dan petunjuk Allah SWT mempunyai peranan yang sangat
besar, berbuat baik kepada orang adalah kewajiban dan semestinya mereka
diperlakukan dengan baik, bersikap mulia terhadap orang yang telah
membimbing, berterima kasih kepada orang yang telah memberikan
kenikmatan sebelum dia sendiri bisa mendapatkannya, dan yang telah
melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin bisa di balas.
Orang tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa
memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.

a. Kewajiban kepada ibu

Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung,
maka bapak pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya,
mendidiknya dan menyekolahkannya, disanping usaha ibu. Kalau mulai
mengandung sampai masa muhariq (masa dapat membedakan mana yang baik
dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa
belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya dan
mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara
berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan
sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara
perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada
tugas ayah. Coba bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh
seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat
mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh
seorang ibu. Barangkali karena demikian inilah maka penghargaan kepada
ibunya. Walaupun bukan berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan
hendaknya mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam cara
memuliakan orang tua.

b. Berbuat baik kepada ibu dan bapak

Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu
dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak
menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tua berbuat
lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan
sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi
ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, Allah SWT tidak meridhainya
sehingga orang tua itu meridhainya. Allah berfirman Firman Surat Al-Luqman :
14



Artinya:Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua


orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-
Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu
(QS.Luqman:14)

Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan


menganiaya kepada anaknya. Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua
kepada anaknya adalah disebakan perbuatan si anak itu sendiri yang
menyebabkan marah dan penganiayaan orang tua kepada anaknya. Didalam
kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan berbuat
aniaya sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai
si anak tersebut lantaran orang tua.

c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah

Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat
terhadap sikap si anak. Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering
menggunakan kata-kata halus kepada anaknya, si anak pun akan berkata
halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-kata yang kasar, si
anakpun akan mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh
ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang lebih mudah
ditiru adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama
ibunya. Agar anak berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya,
harus dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana
sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada orang tuanya
menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan
mempergunakan kata-kata mulia.

Sebagai pedoman dalam memberikan perlakuan yang baik kepada kedua


orang tua, ingatlah Firman Allah dalam surah Al Isra ayat 23 dan 24 sebagai berikut :

4|s%ur y7/u wr& (#r7s? Hw) n$) t$!uq9$$/ur $Z|m) 4 $B) *


`t=7t x8yY uy969$# !$yJdtnr& rr& $yJdx. xs @)s? !$yJl;
7e$& wur $yJd pk]s? @%ur $yJg9 Zwqs% $VJ 2 z$#ur
$yJgs9 yy$uZy_ eA%!$# z`B pyJm 9$# @%ur b> $yJgHxq$# $yJx.
T$u/u #Z|

Artinya :

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
Perkataan yang mulia.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil".

d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal


dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang
sudah tiada. Dalam hal ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda
Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Usaid yang artinya:

:Kami pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang bertanya kepada
Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya
meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku.
Rasulullah SAW bersabda: Ya, ada empat hal :mendoakan dan memintakan ampun
untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-
teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih
sayang kecuali karena kedua orang tua.

Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan
ayah kita, apabila beliau-beliau itu sudah tiada yaitu:

1) Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada Alloh SWT dari
segala dosa orang tua kita.

2) Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai
janji kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati
janji tersebut. Umpamanya beliau akan naik haj, yang belum sampai
melaksanakannya, maka kewajiban anaknya menunaikan haji orang tua
tersebut.

3) Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah
mempunyai teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan
temannya dalam bermasyarakat. Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua
orang tua kita yang telah tiada, selain tersebut di atas, kita harus memuliakan
teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.

4) Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena


kedua orang tua. Maka terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu
sewaktu masih hidup, maka hal itu termasuk berbuat baik kepada ibu dan
bapak kita yang sudah meninggal dunia.

Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan
bagi pemuda Islam pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an
dan Hadits. Akan tetapi anak yang diterlantarkan orang tua sejak kecil,
membuat mereka tidak dapat menghayati tanggung jawab orang tua
terhadapnya, tanggung jawab anak terhadap orang tua terhadap anak dan
akan menyebabkan mereka tidak berbuat baik kepada orang tua. Sayangilah,
cintailah, hormatilah, patuhlah kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah
kepadanya. Oleh karena itu orang tua dan anak harus sama-sama
memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-masing, antara hak-hak
orang tua terhadap anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika anak
terhadap kedua orang tua berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran
agama.

6, Membangun Keluarga Sakinah


Apa itu keluarga Sakinah ? Keluarga sakinah adalah keluarga yang
bahagia sejahtera, penuh dengan cinta kasih, sekalipun perkawinan sudah
berjalan puluhan tahun namun aroma cinta kasihnya masih tetap terasa dalam
hubungan suami isteri. Allah berfirman dalam surah Ar- Rum ayat : 21 Di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri dari
species kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga menjadikan
di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir. (Ar-Rm: 21).

Dalam ayat ini ada kalimat Litaskun, supaya kalian memperoleh atau
merasakan sakinah. Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-
laki harus mencarinya di dalam diri dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat
laki-laki harus menjaga sumber sakinah, tidak mengotori dan menodainya.
Agar sumber sakinah itu tetap terjaga, jernih dan suci, dan mengalir tidak
hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak sebagai anggota rumah tangga,
dan gerasi penerus.

Dalam bahasa Arab Sakinah sendiri memiliki arti tenang, aman, damai,
serta penuh kasih sayang. Pastinya konteks Keluarga Sakinah ini adalah
idaman bagi setiap Muslim. Mawaddah sendiri berarti Cinta, kasih sayang
yang tulus kepada pasangan dan keluarganya. Dengan sifat ini diharapkan
keluarga Muslim dapat bertahan sekalipun harus mendapatkan cobaan dalam
dinamika rumah tangganya. Wa Rahmah terdiri dari dua kata, yaitu Wa
yang berarti dan, dan Rahmah yang berarti Rahmat, karunia, berkah, dan
anugerah. Tentunya hal ini diharapkan agar keluarga senantiasa berada di
jalan yang benar dan mendapatkan segala Rahmat disisi Allah SWT.

Bagaimana agar pernikahan tetap romantis ? Ada 3 faktor yang harus


diperhatikan;

a. Selesaikan kejengkelan- kekesalan, dalam interaksi suami isteri baik masa lalu
maupun saat sekarang

b. Hubungan romantis suami isteri sangat prioritas dalam kehidupan (sediakan waktu
untuk berdua-duaan) saling bercerita, ungkapkan perasaan menyenangkan/kemesraan
ketika baru menikah

c. Buat kegiatan baru yang menyenangkan atau bervariasi

Ciri Hubungan Keluarga yang sehat

n Power and intimacy (Kekuatan/kekuasaan dan keintiman). Perasaan memiliki


hak yng sama untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan

n Homesty and freedom of expression (Kejujuran dan kebebasan berpendapat),


tradisi diskusi atau dialog dalam keluarga

n Warmth, joy and humor (Kehangatan, kegembiraan dan humor), adanya saling
percaya dan keceriaan diantara keluarga
n Organization and negotiating Skill, ( Ketrampilan organisasi dan
negosiasi), kemampuan untuk melakukan negosiasi, kepala keluarga
sebagai pimpinan organisasi, bukan sebagai komandan yang hanya bisa
memerintah, membina komunikasi yang baik

n Values system (Sistem nilai), keluarga memiliki pegangan bersama, misalnya


nilai moral keagamaan merupakan acuan pokok dalam melihat realitas
kehidupan yang harus diperhatikan sebagai rambu-rambu ketika mengambil
keputusan

n Power and intimacy (Kekuatan/kekuasaan dan keintiman). Perasaan memiliki


hak yng sama untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan

n Homesty and freedom of expression (Kejujuran dan kebebasan berpendapat),


tradisi diskusi atau dialog dalam keluarga

n Warmth, joy and humor (Kehangatan, kegembiraan dan humor), adanya saling
percaya dan keceriaan diantara keluarga

n Organization and negotiating Skill, ( Ketrampilan organisasi dan


negosiasi), kemampuan untuk melakukan negosiasi, kepala keluarga
sebagai pimpinan organisasi, bukan sebagai komandan yang hanya bisa
memerintah, membina komunikasi yang baik

n Values system (Sistem nilai), keluarga memiliki pegangan bersama, misalnya


nilai moral keagamaan merupakan acuan pokok dalam melihat realitas
kehidupan yang harus diperhatikan sebagai rambu-rambu ketika mengambil
keputusan

Cinta yang selalu Bersemi

l Saling memberi hadiah walaupun itu hanya simbolis

l Pandangan yang memancarkan cinta dan kekaguman

l Penghormatan yang hangat

l Meluangkan waktu khusus untuk berbincang dan berdialog bersama

l Memberikan pujian kepada pasanganu

l Bekerjasama dalam melakukan tugas-tugas

l Mengatur tempat tidur dengan baik

l Menghargai dan memberi pujian kepada pasangan

l Ikut serta dalam menyalurkan hobby

l Menyiapkan sarana-sarana untuk bercumbu dan bercanda


l Mengajarkan kepada anak cara-cara yang baik

l Memperbanyak doa,

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri


tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam
hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang
sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui
sabda beliau shallallahu alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni dengan
perbuatan/contoh yang beliau shalallahu alaihi wasallam lakukan. Diantaranya
adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang
suami dan isteri untuk saling taawun (tolong menolong, bahu membahu, bantu
membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling
mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda
beliau shallallahu alaihi wasallam:


Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena


sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan
yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas),
maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya),
pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak
membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para
wanita) dengan cara yang baik. (Muttafaqun alaihi. Hadits shohih, dari shahabat
Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Cara meraih kehidupan yang sakinah

1. Berdzikir Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada


Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah).
Allah subhanahu wataala berfirman (artinya):Ketahuilah, dengan berdzikir kepada
Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang. (Ar Rad: 28)Baik dzikir dengan
makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah
disyariatkan, misal: , dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum,
yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau
kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat
Allah subhanahu wataala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.

2. Menuntut ilmu agama

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:



Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari
rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an
dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah
subhanahu wataala) kepada mereka as sakinah
(ketenangan). (Muttafaqun alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu
Hurairah radhiallahu anhu)

Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan


kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik
dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus
mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as
sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.

Setiap manusia selalu menginginkan keluarga yang sakinah,


mawaddah dan warohmah, untuk itu apa saja sih yang harus dilakukan untuk
mencapai keluarga yang di impikan. ikuti yuk tips dari keluarga sakinah ini :

1) Jangan Melihat ke Belakang ; Setiap orang pasti memiliki masa lalu baik yang
bagus maupun yang kelam. Termasuk pasangan. Di masa lalu pun mungkin
ada sepenggal kisah tak mengenakkan yang pernah mewarnai rumah
tangga. Jika tak ingin terseret dalam arus negatif, lupakan hal-hal buruk yang
pernah terjadi. Sambutlah masa depan dengan senyuman. Setiap orang pernah
melakukan kesalahan dan berhak untuk menjadi lebih baik. Termasuk, jangan
mengingat-ingat lagi mantan orang yang dicintai saat belum menikah dulu.
Tidak ada gunanya dan hanya menghalangi kebahagiaan untuk hadir dalam
kehidupan Bunda dan Sista.

2) Selalu Berpikir Objektif ; Saat kalut menghadapi suatu hal, kadang kala
pikiran jadi ruwet dan segalanya tampak suram. Ini terjadi jika Bunda dan Sista
ikut terpancing secara emosional. Padahal, masalah apapun itu, termasuk
konflik dengan suami maupun anak-anak, membutuhkan pikiran yang jernih
untuk menyelesaikannya.
Apalagi jika muncul pihak ketiga yang berusaha memprovokasi. Beri jeda
waktu agar pikiran menjadi dingin dan lepas dari segala beban emosional.
Setelah merasa tenang, barulah mencari solusi diawali dengan saling
mendengarkan antara kedua pihak.

3) Fokus Pada Kelebihan Pasangan ; . Artinya, kita masih memiliki banyak


kekurangan. Begitu pula dengan pasangan kita. Saat masih gadis mungkin kita
selalu berangan-angan tentang pendamping hidup yang tampan, baik hati,
terhormat dan berkecukupan.
Namun setelah menjalani rumah tangga beberapa tahun, kita mulai tahu sifat
aslinya, kebiasaan buruknya yang mungkin membuat penilaian kita menjadi
berubah. Ternyata dia posesif, ternyata dia pelupa . Fokuslah pada hal-hal baik
ini. Kalaupun tidak bisa menyingkirkan keburukannya dari depan mata,
temukanlah alasan bahwa itu dibalik itu ada hikmahnya.
4) Saling Percaya ; Kunci dari sebuah hubungan adalah rasa percaya. Tanpa rasa
saling percaya , kehidupan rumah tangga tentu tak akan berjalan mulus. Rasa
aman, nyaman, tenteram yang menjadi salah satu tujuan pernikahan tidak
akan muncul. Bagaimana bisa tenang kalau Bunda dan Sista selalu gelisah,
curiga dan khawatir memikirkan sedang apa si dia di luar sana? Jangan-jangan
dia ketemu sama klien yang cantik bukan main, jangan-jangan dia melihat
seseorang yang lebih solehah dan membandingkannya dengan kita. Begitu
pula jika suami berlaku demikian. Kuncinya, selalu khusnudzan dan jangan sia-
siakan kepercayaan yang diberikan suami.

5) Kebutuhan Seks ; Perkawinan tanpa seks bisa dibilang seperti sayur tanpa
garam. Hambar. Ya, seks memang perlu. Dan meski aktivitas seks sebetulnya
bertujuan untuk memperoleh keturunan, namun manusia perlu juga
mengembangkan seks untuk mencapai kebahagiaan bersama pasangan
hidupnya. Prinsip hubungan seks yang baik adalah adanya keterbukaan dan
kejujuran dalam mengungkapkan kebutuhan Anda masing-masing. Intinya,
kegiatan seks adalah untuk saling memuaskan, namun perlu dihindari adanya
kesan mengeksploitasi pasangan. Kegiatan seks yang menyenangkan akan
memberikan dampak positif bagi Bunda/Sista dan suami.

6). Hindari Pihak Ketiga; Setelah ijab qabul terucap dan sah menjadi pasangan
suami-istri, dalam tatanan masyarakat Bunda/Sista telah diperhitungkan
sebagai seorang ratu rumah tangga dari keluarga yang dipimpin oleh suami.
Saat ada urusan bermasyarakat, tak lagi dianggap sebagai bagian dari
keluarga lama tapi telah menjadi kelompok tersendiri. Maka ketika timbul
permasalahan, selesaikanlah berdua saja. Tentunya suami-istri lebih banyak
mengetahui keadaan dan arah rumah tangga ke depan. Tak perlulah
melibatkan orang lain. Banyak cerita tentang membesarnya konflik justru
setelah pihak ketiga terlibat maupun sengaja dilibatkan, entah itu mertua,
saudara ipar, tetangga, dan sebagainya.
Kalau pun ingin mendapat nasehat atau memiliki sudut pandang yang
berbeda, maka mintalah pada seseorang yang sudah teruji pengalaman
hidupnya, yang telah diketahui baik akhlaknya dan yang kemungkinan tidak
akan melibatkan emosi pribadi dalam memberikan nasehat.

7) Menjaga Romantisme : Terkadang, pasangan yang sudah cukup lama


membangun mahligai rumah tangga tak lagi peduli pada soal yang satu ini.
Padahal, menjaga romantisme dibutuhkan oleh pasangan suami-istri sampai
kapan pun, tak cuma ketika mereka berpacaran. Sekedar memberikan bunga,
mencium pipi, menggandeng tangan, saling memuji, atau berjalan-jalan
menyusuri tempat-tempat romantis akan kembali memercikkan rasa cinta
kepada pasangan hidup Anda. Tentu, ujung-ujungnya pasangan suami-istri
akan merasa semakin erat dan saling membutuhkan.
Meski sepele, pujian atau perhatian sangat besar pengaruhnya bagi suami lho,
dan sebaliknya. Memberikan pujian ringan seperti Masakan Mama hari ini luar
biasa, lho! atau Wah, Papa tambah keren pakai dasi itu. Ucapan-ucapan
sepele seperti itu akan memberikan dorongan/semangat yang luar biasa.
Pasangan Anda pun akan merasa dihargai.

8) Selalu Utamakan Komunikasi : Komunikasi juga merupakan salah satu pilar


langgengnya hubungan suami-istri. Hilangnya komunikasi berarti hilang pula
salah satu pilar rumah tanga. Komunikasi yang dimaksud disini bukan hanya
ngobrol-ngobrol saja. Komunikasi beda lho sama gantian bicara. Coba ingat-
ingat deh Bunda/Sista, saat pernah mengalami masalah rumah tangga, yang
dilakukan bersama suami saat itu komunikasi atau gantian bicara? Komunikasi
ini dimaksudkan untuk saling mengerti, untuk menghilangkan kan hal-hal
berbau prasangka dan emosi. Menjaga komunikasi bisa diawali dengan
kebiasaan ngobrol dan duduk bersama. Sampaikan apa yang Bunda/Sista
merasa perlu diketahui suami atau anak. Buat iklim rumah tangga menjadi
terbuka sehingga tidak ada anggota keluarga yang merasa tidak didengarkan.

9) Jaga Spiritualitas Rumah Tangga ; Salah satu pijakan yang paling utama
seseorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada syariat
Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga itu
melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan. Ketika masalah
nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang
pemilik masalah, Allah SWT. Sertakan rasa baik sangka kepada Allah SWT. Dan
ambil hikmahnya dari setiap masalah. Membangun keluarga
yang Sakinah merupakan sebuah awalan yang baik untuk menciptakan kondisi
masyarakat yang ideal.

Adapun Ciri-ciri keluarga Sakinah adalah sebagai berikut :

a. Senantiasa memiliki kecenderungan terhadap keagamaan dalam orientasi


kehidupannya sehari-hari.

b. Berlakunya sistem Yang muda menghormati yang tua, yang tua


menyayangi yang muda.

c. Tidak melebih-lebihkan dalam memenuhi kebutuhan keseharian.

d. Menjaga etika dan sopan santun dalam bergaul di dalam masyarakat.

e. Senantiasa menjaga dan menginterospeksi anggota keluarganya agar


terhindar dari hal-hal yang munkar.
Hakikatnya, pada zaman modern ini memang tidak mudah untuk
membangun keluarga Sakinah, sebab percampuran budaya yang sudah sangat
melekat di dalam dinamika kehidupan masyarakat mengakitbatkan ketimpangan
sosial yang sangat signifikan dalam berperilaku, sehingga mayoritas masyarakat
yang terlalu nyaman dengan perkembangan zamanpun sedikit demi sedikit
meninggalkan pola hidup lama dan lebih memilih pola hidup baru yang dibawa
oleh dampak globalisasi. Untuk mewujudkan keluarga sakinah dengan cara :
a. Memilih pasangan yang Shaleh/Shalehah yang taat kepada perintah Allah SWT dan
sunnah Rasulullah SAW.

b. Mengutamakan keimanan dibandingkan penampilan dalam memilih


pasangan.

c. Melihat latar belakang keluarga dan nasab dari pasangan yang dipilih.
Diutamakan yang memiliki nasab terjaga(baik) dan terhormat.

d. Niatkan dari awal untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi segala
hubungan yang dilarang-Nya.

e. Berkomitmen untuk tetap menjaga keutuhan hubungan dalam rumah


tangga.

f. Sebagai suami, istri ataupun anak, menjalankan tugas dan fungsinya


selaku anggota keluarga dengan sebaik-baiknya.

g. Membiasakan nilai-nilai kerohanian dalam setiap aspek kehidupan di


dalamnya.

h. Menjaga komunikasi yang baik dalam segala urusan.

i. Memelihara dan menjaga keharmonisan keluarga dengan masyarakat


sekitar.

j. Menanamkan nilai-nilai edukatif dalam setiap kegiatan keluarga.


7. Larangan kekerasan dalam rumah tangga
Agama adalah ketentuan-ketentuan Tuhan yang membimbing dan
mengarahkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak ada
perbedaan dari segi asal kejadian baik laki-laki maupun perempuan, artinya
adanya kesetaraan/kebersamaan/kemintraan dan tidak akan sempurna laki-
laki kalau belum mempunyai pasangan hidup (suami-isteri) begitu juga
sebaliknya.

Al Quran sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya


mengakui bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama, dengan
kata lain laki-laki memiliki hak dan kewajiban terhadap perempuan dan
sebaliknya perempuan juga memiliki hak dan kewajiban terhadap laiki-laki.

Pada dasarnya inti ajaran setiap agama, khususnya dalam hal ini Islam,
sangat menganjurkan dan menegakkan prinsip keadilan dan bahkan
menghormati terhadap perempuan, bahkan prinsip yang utama adalah
menciptakan rasa aman dan tentram dalam keluarga, sehingga tercipta rasa
saling asih, saling cinta, saling melindungi dan saling menyangi.
Al Quran menggaris bawahi bahwa suami maupun isteri adalah pakaian
untuk pasangannya, hal ini di sebutkan Allah dalam Firmannya surah Al
Bzaqarah ayat 187 Mereka (isteri-isterikamu) adalah pakaian bagi kamu (wahai para
suami) dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.

Dalam kehidupan berumah tangga, prinsip menghindari adanya


kekerasan baik fisik maupun psikis sangat diutamakan, jangan sampai ada
pihak dalam rumah tangga yang merasa berhak memukul atau melakukan
tindak kekerasan dalam bentuk apapun dengan dalih atau alasan apapun baik
terhadap suami-isteri ataupun anak. Hal ini senada dengan UU PKDRT No 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pasal 1
Kekerasan dalam Rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang,
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.

Islam agama yang dengan visinya Rahmatan Lil Alamin, sangat


menghargai kepada semua manusia, khususnya kepada perempuan. Hadirnya
Islam sebagai agama pembebas dari ketertindasan dan penistaan
kemanusiaan yang membawa misi untuk mengikis habis praktik-praktik
tersebut. Dalam Islam manusia baik laki-laki dan perempuan adalah sebagai
makhluk Tuhan yang bermartabat (human dignity di mana parameter kemuliaan
seorang manusia tidak diukur dengan parameter biologis sebagai laki-laki atau
perempuan, tetapi kualitas dan nilai seseorang diukur dengan kualitas
taqwanya kepada Allah. (Lihat surah Al Hujurat ayat 13).

DAFTAR RUJUKAN

1. Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000

2. Barsihannor, Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi. Makassar: UIN Press, 2010.

3. Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta ; Kalam Mulia, 2001

4. A. Syifaul Qulub, Pendidikan Agama Islam untuk Pendidikan Perguruan Tinggi, Jakarta,
Laros, 2010

5. Khairuddin Bashori, Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah,


2006

6. Majelis Tabligh, Gender dalam Islam, Yogyakarta, Pimpinan Pusat Aisyiyah ; 2010

7. Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta, Belukar; 2004


8. Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta, LKIS; 2004

9. Quraih Shihab, Wanita Dalam Islam, Jakarta, Lentera Hati ; 2010

10. Departemen Agama, Al Quran dan Terjemahnya

Anda mungkin juga menyukai