PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan
Pemerintah yang merupakan bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap
Akhir) yang sebelumnya dihapus. Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN)
dalam beberapa tahun ini menjadi satu masalah yang cukup ramai dibicarakan dan
menjadi kontraversi dalam banyak seminar atau perdebatan. Beberapa kali sempat
terlontar rencana atau keinginan dari beberapa pihak untuk menghapus atau
meniadakan Ujian Akhir Nasional tersebut. Tidak kurang dari Mendikbud sendiri
pernah melontarkan pernyataan akan menghapus UAN, dan pernyataan beberapa
anggota Dewan yang mengusulkan penghapusan UAN tersebut.
1
konsistensi dan pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang
membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut (1996). Sehingga
sering terdengar di masing-masing daerah di Indonesia memiliki kebijakan yang
berbeda berkaitan dengan biaya pendidikan dan peningkatan kesejahteraan
praktisi pendidikan.
Semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka semakin besar pula
dana yang dianggarkan untuk peningkatan penyelenggaraan pendidikan.
Sementara pemerintah pusat mematok anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari
APBN. Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan
di negeri ini adalah dengan melaksanakan ujian kelulusan atau yang dikenal
dengan Ujian Nasional (UN) yang dilakukan serentak secara nasional dengan
standar nilai dan jumlah mata ujian ditentukan sebelumnya oleh Departemen
Pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas
(SMA). UN sudah dilaksanakan sejak tahun ajaran 2002/2003 dengan standar
nilai 3,01 hingga tahun ajaran 2009/2010 dengan standar nilai kelulusan menjadi
6,00 dan dengan enam (6) mata pelajaran yang diujikan.
Terjadi perdebatan di masyarakat berkenaan dengan kebijakan pemerintah
ini, ada yang mendukung UN dengan alasan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia yang memang terperosok jauh dari Negara tetangga dan
ada yang menolak dengan beragam argumentasi kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan UN. Puncaknya ketika pada 14 September 2009 Mahkamah Agung
(MA) memutuskan menolak kasasi perkara yang diajukan pemerintah dengan No
2596 K/PDT/2008 (www.kompas.com).
Dalam isi putusan ini, tergugat yakni presiden, wapres, mendiknas, dan
Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi
kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai
meningkatkan kualitas guru. Dengan demikian MA melarang UN yang
diselenggarakan oleh Depdiknas. Sehingga terjadi permasalahan yang belum ada
kejelasan hingga saat ini, apakah UN tetap dijalankan dengan mekanisme dan
prosedur yang diperbaiki atau UN dihapus berganti dengan kebijakan lain.
Meskipun perkembangannya pada akhirnya UN tetap dilaksanakan dengan
2
memberikan keringan bagi yang tidak lulus UN untuk mengulang kembali mata
pelajaran yang tidak lulus.
B. Rumusan Masalah
UN sejak awal sudah menuai kontroversi di Indonesia, sebahagian
masyarakat menganggap UN tidak tepat untuk dilaksanakan secara merata di
Indonesia. Disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana masing-masing
sekolah yang ada di seluruh Indonesia belum merata, serta tidak semua sekolah
dan siswa mendapatkan akses pendidikan yang layak dan berkualitas. Sehingga
dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalahnya, apakan kebijakan
UN masih tetap layak untuk dilaksanakan di Indonesia dan jika tidak solusi apa
yang bisa diberikan untuk mengganti kebijakan UN tersebut.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah UN itu sebenarnya?
2. Analisis Kebijakan UN.
3. Bagaimanakah plaksanaan UN di lapangan?
4. Apa yang terjadi jika UN dilaksanakan?
5. Apakah UN itu perlu dilaksanakan?
6. Jika UN dilaksanakan
BAB II
3
PEMBAHASAN
A. UAN
1. Pengertian Ujian Nasional (UN)
B. Empiris
1. Analisa Kebijakan UAN
Analisa kebijakan UAN yang bertentangan dengan UU Sisdiknas dan
bentuk evaluasi di dalam pendidikan. Pertama, ada anggapan dari sebagian orang,
terutama para pejabat Legislatif yang menganggap bahwa UAN bertentangan
dengan UU Sisdiknas. Dimana Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk
menerapkan UAN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir
Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada siswa
sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas.
4
Begitu pula evaluasi dalam pendidikan seharusnya dapat memberikan
gambaran tentang pencapaian tujuan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-
Undang No. 20 tahun 2003. Evaluasi seharusnya mampu memberikan informasi
tentang sejauh mana kesehatan peserta didik. Evaluasi harus mampu memberikan
tiga informasi penting seperti yang dipaparkan oleh McNeil. Selain itupula dalam
evaluasi pendidikan diharapkan dapat memberikan informasi tentang keimanan
dan ketakwaan peserta didik terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan juga dapat
meningkatkan kreativitas, kemandirian dan sikap demokratis peserta didik
5
Selain itu pula UAN yang dilakukan hanya dengan tes akhir pada beberapa
mata pelajaran tidak mungkin memberikan informasi menyeluruh tentang
perkembangan peserta didik sebelum dan setelah mengikuti pendidikan. Karena
tes yang dilaksanakan di bagian akhir tahun pelajaran tidak dapat memberikan
gambaran tentang perkembangan pendidikan peserta didik, tes tersebut tidak dapat
memperhatikan proses belajar mengajar dalam keseharian karena tes tertulis tidak
dapat melihat aspek sikap, semangat dan motivasi belajar anak selain itu pula tes
di ujung tahun ajaran tidak dapat menyajikan keterampilan siswa yang
sesungguhnya dan juga hasil tes tidak dapat menggambarkan kemampuan dan
keterampilan anak selama mengikuti pelajaran. Oleh karena itu terjadi
pertentangan antara tujuan yang ingin dicapai dengan bentuk ujian yang
diterapkan, karena pengukuran hasil belajar tidak bisa diukur hanya dengan
memberikan tes di akhir tahun ajaran saja.
Ketiga, jika dihubungkan dengan kurikulum, maka UAN juga tidak sejalan
dengan salah satu prinsip yang dianut dalam pengembangan kurikulum yaitu
diversifikasi kurikulum. Artinya bahwa pelaksanaan kurikulum disesuaikan
dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. Kondisi sekolah di Jakarta dan
kota-kota besar tidak bisa disamakan dengan kondisi sekolah-sekolah di daerah
6
perkampungan, apalagi di daerah terpencil. Kondisi yang jauh berbeda
mengakibatkan proses belajar mengajar juga berbeda. Sekolah di lingkungan kota
relatif lebih baik karena sarana dan prasana lebih lengkap. Tetapi di daerah-daerah
pelosok keberadaan sarana dan prasarana serba terbatas, bahkan kadang jumlah
guru pun kurang dan yang ada pun tidak kualified akibat ketiadaan. Kebijakan
penerapan UAN dengan standar yang sama untuk semua sekolah di Indonesia
telah melanggar prinsip tersebut dan mengakibatkan ketidakadilan bagi peserta
didik yang tentu saja hasilnya akan jauh berbeda, sedangkan kebijakan yang
diambil adalah menyamakan mereka.
7
Keenam, beberapa orang berpendapat bahwa UAN bertentangan dengan
kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22
Tahun 1999. Hal ini dapat dipahami sebagai berikut. Kebijakan UAN
dilaksanakan bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah. Selain
itu pada saat yang sama juga dikenalkan kebijakan otonomi sekolah melalui
manajemen berbasis sekolah. Evaluasi sudah seharusnya menjadi hak dan
tanggung jawab daerah termasuk sekolah, tetapi pelaksanaan UAN telah membuat
otonomi sekolah menjadi terkurangi karena sekolah harus tetap mengikuti
kebijakan UAN yang diatur dari pusat. Selain itu UAN berfungsi untuk
menentukan kelulusan siswa. Padahal pendidikan merupakan salah satu bidang
yang diotonomikan, kecuali sistem dan perencanaan pendidikan yang diatur
secara nasional termasuk kurikulum. Di sisi lain, dengan adanya kebijakan
otonomi sekolah yang berhak meluluskan siswa adalah sekolah melalui kebijakan
manajemen berbasis sekolah. UAN telah dijadikan alat untuk menghakim
siswa, tetapi dengan cara yang tanggung karena dengan memberikan batasan nilai
minimal 4.25. Dengan menetapkan nilai serendah itu, maka berarti bahwa standar
mutu pendidikan di Indonesia memang ditetapkan sangat rendah. Kalau
direnungkan, apa arti nilai 4 pada suatu ujian. Nilai 4 dapat diartikan hanya 40%
dari seluruh soal yang diujikan dikuasai, padahal secara umum pada bagian lain
diakui bahwa nilai yang dapat diterima untuk dinyatakan cukup atau baik adalah
di atas 6. Dengan kata lain, UAN selain menetapkan standar mutu pendidikan
yang sangat rendah telah menghakimi semua siswa tanpa melihat latar
belakang, situasi, kondisi, sarana dan prasarana serta proses belajar mengajar yang
dialami terutama siswa di daerah pedesaan.
C. Normatif
1. Pelaksanaan UN di lapangan
1) Dilematis Pelaksanaan UN
Ujian Nasional sejak digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003 tidak jarang
menjadi momok menakutkan bagi pelajar yang kawatir tidak lulus karena tidak
mendapatkan nilai yang mencukupi, sementara bagi para guru dan institusi
8
pendidikan tempat siswa menimba ilmu kekawatiran serupa terjadi, kualitas dan
profesionalitas mereka dipertaruhkan, tergantung dari banyak dan sedikitnya
siswa yang lulus dalam UN. Sehingga tidak jarang terjadi kecurangan-kecurangan
dari pelaksanaan UN di daerah-daerah baik yang dilakukan oleh siswa itu sendiri
maupun oleh para pendidik, dengan tujuan satu, mendongkrak nilai UN siswa
agar mendapatkan nilai sesuai dengan batas minimal kelulusan.
Mengingat hasil ujian ini berimplikasi pula pada eksistensi dan kredibilitas
sekolah, setelah ditelisik lebih jauh ternyata paranoid ini tidak saja mengidap
sekolah dan orang tua siswa, namun pemerintah daerah juga merasa perlu dan
berkepentingan menjaga muka terkait pengelolaan pendidikan di wilayahnya.
Selanjutnya sudah bisa ditebak, beragam kebijakan diambil oleh pemerintah
daerah terkait sukses UN ini.
9
ditunda kenaikan pangkatnya hingga diberhentikan. Sikap Depdiknas pun setali
tiga uang. Alih-alih melindungi para guru tersebut malah ikut menyudutkan
mereka. Padahal dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya berhak
memperoleh perlindungan atau memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan
dalam melaksanakan tugas.
Tahun 2010 ini sejarah pendidikan kita kembali tercoreng oleh ulah para
oknum pendidik beberapa waktu lalu yang harus berurusan dengan kepolisian
karena kasus kecurangan dalam pelaksanaan UN. Bahkan ada beberapa sekolah
yang secara diam-diam telah memberikan bocoran jawaban UN kepada para
siswanya. Bisnis bocoran soal dan jawaban pun menjadi ladang uang bagi oknum-
oknum yang tidak bertanggung jawab. Sejak awal digulirkan kebijakan UN,
tampak jelas begitu banyak permasalahan dan kontroversi yang ditimbulkannya.
Akhir akhir ini kita diingatkan kembali dengan masalah Ujian Nasional,
karena beberapa Media baik cetak maupun Elektronik, ramai ramai
memberitakan kemenangan dari gugatan warga Negara atau Citizen Lawsuit
terhadap Pemerintah, dimana kemenangan ini mulai dari tingkat Pengadilan
10
Negri sampai dengan Mahkamah Agung. Ujian Nasional sesungguhnya
mempunyai 2 sisi baik dan buruk,
SISI BAIK
2. Kelulusan akan menjadi suatu hal yang membanggakan dan suatu hal
yang patut disyukuri, karena ditempuh dengan perjuangan dan
pengorbanan yang besar.
SISI BURUK
1. Siswa menjadi Depresi dan sangat tertekan karena Ujian Nasional seolah
olah tidak bisa diprediksi materi yang akan diujikan
11
sekolah tidak lulus ujian dan selanjutnya dilakukan ujian ulang.
Bagaimana Pemerintah bisa yankin bahwa sistim penilaiannya sudah
benar, seandainya saja pada contoh kasus diatas yang mengalami
kesalahan penilaian hanya 11 orang, mungkin ujiannya tidak bisa diulang.
Dan jadilah siswa yang apes tadi harus menerima nasib ia tidak lulus ujian.
12
Sumatera Utara. Lebih jauh lagi, persoalan ini harus dibahas secara serius dan
dibawa ke Musrembangnas oleh Dinas Pendidikan Sumut, tambah Syamsir.
Belakangan, lanjut Syamsir, peristiwa kasus bunuh diri Juliana di Plaza
Medan Fair juga diuga akibat stres karena takut tidak naik kelas.
Ini juga menjadi persoalan. Ada kecenderungan bahwa kenaikan kelas,
kelulusan UN dan prestasi dengan tolok ukur angka-angka di rapor menjadi
momok bagi siswa.
Menurut saya, selain berorientasi pada peningkatan intelejensia dan
pengetahuan, pendidikan kita harus diarahkan pada pembangunan mental dan
kerohanian. Agar siswa dapat menghayati dan menikmati pendidikan, khususnya
pendidikan formal, sebagai sebuah kawah candra di muka, tempat menempa diri,
pungkasnya. (mag-13/rel)
D. Evaluatif
13
yang telah dilakukan selama ini. Karena yang benar benar mengetahui
kemampuan siswa yang bersangkutan adalah guru guru mereka
sendiri.
2) Data hasil dari Ujian Nasional itu menjadi masukan yang baik bagi
Pemerintah untuk mengetahui peta keberhasilan pendidikan yang
dilaksanakan diseluruh Indonesia, jadi bisa tahu, mana daerah yang
perlu mendapatkan perhatian lebih, atau mana Sekolah yang perlu
dievaluasi mutu pendidikkannya.
14
3. Aspek yang perlu diterapkan dalam UN
Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat
penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama, aspek pedagogis.
Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek,
yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap
(afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu
kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu
kelulusan.
15
ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi
ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Adapun beberapa hal yang dapat kami sarankan terhadap pemerintah perlu
dilakukan dalam pelaksanaan UN selanjutnya yaitu:
16
1. UN tetap dilaksanakan tetapi soal UN diselaraskan dengan tingkatan
Akreditasi masing-masing sekolah.
2. Membentuk kepanitiaan independen dalam pelaksanaan UN dari tingkat
pusat,sampai ke sekolah-sekolah. Bukan hanya itu, Panitia Independen
juga bertugas menjadi pengawas ruang saat berlangsungnya ujian,
mengawasi dan atau mengumpulkan lembar-lembar jawaban, sampai
dengan pengawasan dalam proses penilaian dan pengumuman hasil ujian
nasional.
3. Pemerintah pusat dan daerah perlu terus menerus meningkatkan
pengalokasian anggaran di bidang pendidikan agar kualitas pendidikan
dinegeri ini semakin meningkat dan merata.
4. Para pendidik dan pemerintah daerah negeri ini perlu belajar kembali
tentang norma-norma kejujuran, sehingga tidak dengan mudah
menerapkan segala cara dalam mendongkrak nilai UN siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Jones, Charles O.. (1996). Pengantar Kebijakan Publik. Ed. 1. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
www.swaramerdeka.com.
www.kompas.com.
http://www.hariansumutpos.com/2010/04/42801/un-amburadul-gambaran-
pendidikan-yang-bobrok.html
17
http://jurnal-politik.blogspot.com/2009/07/kontroversi-ujian-nasional.html
http://antikorupsi.org/indo/content/view/3764/2/
http://scalamedia.net/berita/editorial/389-ujian-nasional.html
http://kampungtki.com/baca/10710
18