Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol 1, No.

1
ISSN 2087-7412 April 2010 , Hal 80-87

VARIASI MUTASI GEN ATPase 6 mtDNA MANUSIA PADA POPULASI DATARAN


RENDAH

Tanti Himayanti, Heli Siti H. M., Yoni F. Syukriani,


Program Studi Kimia UPI
tantihimayanti@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian mtDNA manusia mengenai profil genetik suatu populasi sudah banyak dilakukan, namun penelitian
mtDNA khususnya daerah ATPase 6 pada populasi dataran rendah belum pernah dilakukan. Penelitian ini penting
dilakukan untuk mengetahui variasi mutasi ATPase 6 mtDNA pada populasi dataran rendah Cirebon, berkaitan
dengan pola adaptasi metabolisme yang berbeda terhadap dataran tinggi. Tahapan penelitian yang dilakukan
meliputi ekstraksi mtDNA, amplifikasi mtDNA dengan teknik polymerase chain reaction (PCR), deteksi mtDNA
dengan teknik elektroforesis gel agarosa, penentuan urutan nukleotida mtDNA daerah ATPase 6 melalui proses
sekuensing dan analisis urutan nukleotida mtDNA daerah ATPase 6 terhadap urutan nukleotida revised Cambridge
Reference Sequence (rCRS) menggunakan program Seqman DNAstar versi 4. Berdasarkan hasil penelitian, dari
enam sampel yang diteliti diperoleh 3 mutasi yaitu, A8701G, A8718G, dan A8860G. Dua diantara tiga mutasi
tersebut adalah mutasi umum, yaitu mutasi A8701G dan A8860G. Berdasarkan pola mutasi yang teramati, tidak
ditemukan adanya mutasi spesifik yang mewakili populasi dataran rendah, tetapi 2 mutasi umum yang terjadi
merubah asam amino treonin menjadi alanin. Perubahan jenis asam amino tersebut diduga mengakibatkan
berubahnya struktur dari gen ATPase 6. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam penyusunan
database mtDNA manusia di Indonesia dan bermanfaat sebagai data pendukung untuk berbagai kajian lain seperti
ilmu kedokteran, forensik atau antropologi.

Kata Kunci : ATPase 6, adaptasi metabolisme, dan dataran rendah.

PENDAHULUAN elektron tersebut, masing-masing kompleks


memompa ion hidrogen (proton) dari matriks
mitokondria ke dalam ruang antar membran.
Mitokondria sebagai penghasil energi dalam Dengan demikian terjadi perbedaan konsentrasi
bentuk ATP (adenosin trifosfat) diperlukan untuk proton pada matriks dan ruang antar membran.
menjaga aktivitas dan integritas sel. Dalam Gradien proton tersebut dapat menggerakkan
mitokondria, sintesis ATP dapat berlangsung proton kembali melintasi membran menuruni
dengan adanya ATP sintase. ATP sintase gradiennya. Ketika ion hidrogen mengalir
merupakan enzim yang mensistesis ATP melalui menuruni gradiennya, kompleks ATP sintase
reaksi fosforilasi oksidatif. Dalam enzim tersebut bekerja untuk memfosforilasi ADP menjadi ATP.
terdapat bagian yang dikode oleh mtDNA, yaitu Adanya gangguan atau mutasi pada mtDNA
ATPase 6 dan ATPase 8. Enzim ini bekerja dengan khususnya pada daerah ATPase 6 akan
cara menggunakan energi dari gradien proton yang berpengaruh terhadap sintesa ATP. Terganggunya
dihasilkan selama proses transfer elektron. sintesa energi (ATP) adalah salah satu dari
Rangkaian proses transfer elektron ditunjukkan penyebab berkembangnya penyakit tertentu (Ni
pada Gambar 1. Wayan, et al., 2002). Aktivitas ATP sintase dalam
Dalam proses transfer elektron, masing- otot rangka berkaitan erat dengan konsumsi
masing kompleks menerima dan melepaskan oksigen secara maksimum (Tonkonogi, et al.,
elektron. Elektron tersebut pada akhirnya akan 1997, yang dikutip dari Murakami, et al., 2006)
ditangkap oleh oksigen molekuler yang kemudian dan aktivitasnya meningkat ketika melakukan
bereaksi dengan sepasang ion hidrogen untuk aktivitas fisik (olahraga).
membentuk molekul air. Selama proses transfer

80
Tanti Himayanti, Heli Siti H.M., Yoni F. Syukriani J.Si .Tek.Kim.

Gambar 1. Rantai Transfer Elektron. Selama proses transfer elektron, gugus prostetik enzim-enzim yang
terlibat berubah-ubah antara keadaan tereduksi dan teroksidasi (Campbell, 2002).

Berdasarkan fakta tersebut, maka seseorang metabolisme berkurang, maka akan berdampak
yang tinggal pada daerah dataran tinggi dan pada proses fosforilasi oksidatif. Dalam proses
seseorang yang tinggal di dataran rendah akan fosforilasi oksidatif di mitokondria, oksigen dari
memiliki perbedaan laju metabolisme tubuh. Di hasil respirasi berperan sebagai akseptor elektron.
dalam tubuh manusia terdapat suatu sistem Rendahnya konsumsi oksigen mengakibatkan
kesetimbangan yang berperan dalam menjaga meningkatnya level reduksi dari sitokrom B
fungsi fisiologis tubuh untuk beradaptasi dengan sehingga akan terbentuk ubisemikuinon.
lingkungannya. Proses adaptasi yang dilakukan Ubisemikuinon tersebut kemudian berinteraksi
oleh tubuh manusia salah satunya adalah dengan O2 dan menghasilkan radikal oksigen
beradaptasi terhadap perbedaan ketinggian. Daerah (ROS). Tingginya produksi ROS dapat
dataran rendah diketahui memiliki jumlah oksigen menyebabkan kekacauan sistem metabolik pada
yang relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan mitokondria. Radikal oksigen tersebut dapat
dataran tinggi. Hasil dari adaptasi tersebut menyebabkan terjadinya mutasi pada gen ATPase 6
memungkinkan terjadinya perubahan fisiologis sehingga menyebabkan mitokondria mengalami
dalam hal respirasi, sirkulasi, dan jumlah sel darah defisiensi produksi energi ATP. Pada Gambar 2.
merah dalam tubuh. Pada orang yang tinggal di ditunjukkan proses pembentukan radikal oksigen.
daerah dataran tinggi, suplai oksigen ke seluruh Meningkatnya level ROS dapat
jaringan menjadi berkurang. Untuk mengatasi hal mengakibatkan terjadinya mutasi pada mtDNA,
tersebut tubuh beradaptasi dengan meningkatkan sehingga besar kemungkinan terdapat heterogenitas
jumlah sel darah merah. Semakin tinggi jumlah sel varian nukleotida daerah ATPase 6 manusia pada
darah merah dan konsentrasi hemoglobin, maka populasi dataran tinggi dan dataran rendah. Oleh
kapasitas oksigen respirasi akan meningkat karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk
(Poedjiadi, 2006). menganalisis urutan nukleotida daerah ATPase 6
Namun, jika suplai oksigen yang dibutuhkan mtDNA manusia populasi dataran rendah.
oleh mitokondria untuk menjalankan sistem

Gambar 2. Reaksi Pembentukan Radikal Oksigen. Pembentukan radikal bebas terjadi ketika oksigen yang
dibutuhkan untuk proses fosforilasi oksidatif tidak mencukupi (Aguilaniu, et al., 2005).

81
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol 1, No.1
ISSN 2087-7412 April 2010 , Hal 80-87

METODE PENELITIAN sebanyak 150 L dan dimasukkan ke dalam


tabung eppendorf steril yang baru.
Pada penelitian ini terdapat lima tahapan
utama yaitu pengumpulan sampel mtDNA berupa Amplifikasi daerah ATPase 6 dengan Teknik
epitel mulut, ekstraksi mtDNA melalui proses lisis PCR
sel epitel mulut dan akar rambut, amplifikasi Reaksi PCR menggunakan 5 L templat, 1,2
fragmen mtDNA daerah ATPase 6 menggunakan L enzim Taq DNA polymerase, 0,5 L
metode PCR, penentuan urutan fragmen nukleotida campuran dNTP, primer Erev dan Efor masing-
mtDNA hasil amplifikasi dan analisis urutan masing 0,5 L, buffer PCR 10x 2,5 L dan
nukleotida mtDNA dengan program Seqman DNA
ddH2O sampai volume total 25 L. Proses PCR
star versi 4.
dilakukan dalam 30 siklus, setiap siklus terdiri atas
Pengumpulan Sampel mtDNA manusia tahap denaturasi suhu 94OC selama 1 menit, tahap
Sampel mtDNA diambil dan dikumpulkan annealing suhu 56OC selama 1 menit 30 detik dan
dari 6 orang yang bertempat tinggal di dataran tahap polimerisasi suhu 72OC selama 2 menit.
rendah Indramayu dan Cirebon. Sampel yang Proses PCR menggunakan alat GeneAmp PCR
diambil berupa sel epitel mulut dan akar rambut. System 2400 (Perkin Elmer).
Untuk sampel sel epitel mulut, sampel diambil Hasil PCR dianalisis dengan elektroforesis gel
dengan cotton bud sterile masing-masing tiga agarose 1%(b/v) menggunakan marker DNA
batang cotton bud. Sampel akar rambut, sampel pUC19/HinfI.
diambil dengan cara mencabut rambut sampai ke
akarnya sebanyak empat helai untuk setiap orang. Sekuensing DNA
Sekuensing merupakan tahapan akhir dalam
Lisis Sel Epitel Mulut menentukan urutan nukleotida fragmen hasil
Proses lisis menggunakan tiga batang cotton amplifikasi dengan PCR. Tahapan sekuensing
bud yang telah mengandung sel epitel mulut. dilakukan oleh MacroGen yang berada di Korea
Diambil bagian kapasnya dan dimasukkan ke Selatan. Primer yang digunakan pada proses
dalam tabung eppendorf berukuran 1,5 mL yang sekuensing adalah dmt 1L 8412-8435
telah disterilkan dengan proses autoklaf. (TACTCCTTACACTATTCCTCATCA). Data
Selanjutnya ditambahkan ddH2O 260 L, buffer hasil sekuensing berupa elektroforegram dari setiap
lisis 10x (50 mM Tris-Cl pH 8,5; 1 mM EDTA pH sampel dalam bentuk AB1 file, pdf file, dan phd
8,5 dan 0,5%(v/v) Tween 20) sebanyak 30 L, dan file. Elektroforegram menunjukkan urutan
enzim proteinase K 10 L pada tabung eppendorf. nukleotida sampel dengan warna yang berbeda
Selanjutnya, tabung eppendorf dibungkus dengan sesuai dengan jenis basanya.
parafilm, dan dilisis selama satu jam enam menit
pada suhu 55oC. Tabung eppendorf yang telah Analisis Hasil Sekuensing
dilisis dideaktivasi selama 10 menit pada suhu Analisis hasil sekuensing dibantu dengan
95oC dan disentrifugasi selama tiga menit pada menggunakan program SeqMantm versi 4 dari
kecepatan 14000 rpm. Setelah proses sentrifugasi, DNAstar, urutan nukleotida sampel dan urutan
diambil supernatannya sebanyak 200 L dan nukleotida standar (rCRS) dimasukkan pada
dimasukkan ke dalam tabung eppendorf steril yang program ini yang dengan otomatis program ini
baru. akan mengurutkan nukleotida sampel sesuai
dengan urutan dan posisi nukleotida standar dan
Lisis Akar Rambut kemudian akan menandai basa tertentu yang
Proses lisis menggunakan empat helai rambut berbeda dengan standar sehingga akan tampak
yang diambil bagian ujung akarnya sekitar 1 cm perbedaan urutan nukleotida sampel yang
dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf mengalami mutasi. Nukleotida sampel yang
berukuran 1,5 mL yang telah disterilkan dengan mengalami mutasi akan terlihat berwarna merah,
proses autoklaf. Selanjutnya ditambahkan ddH2O sedangkan yang tidak mengalami mutasi tetap
170 L, buffer lisis 10x (50 mM Tris-Cl pH 8,5; 1 berwarna hitam. Perbedaan yang mencolok akan
mM EDTA pH 8,5 dan 0,5%(v/v) Tween 20) mempermudah proses analisis terhadap urutan
sebanyak 20 L, dan enzim proteinase K 10 L nukleotida sampel.
pada tabung eppendorf. Kemudian tabung
eppendorf dibungkus dengan parafil, dan dilisis HASIL DAN PEMBAHASAN
selama satu jam enam menit pada suhu 55oC.
Tabung eppendorf yang telah dilisis dideaktivasi Individu sampel merupakan penduduk asli
selama 10 menit pada suhu 95oC dan disentrifugasi daerah dataran rendah yang sudah tinggal selama
selama tiga menit pada kecepatan 14000 rpm. lebih dari 10 tahun. Karakteristik masing-masing
Setelah proses sentrifugasi, diambil supernatannya sampel secara rinci ditunjukkan oleh Tabel 1.

82
Program Studi Kimia, Desember 2010, Hal 73-79 Vol 1
Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ISSN 2087-7412

Tabel 1. Data Individu Sampel mtDNA Manusia Populasi Dataran Rendah

Kode Jenis Kelamin Umur Jenis Sampel Daerah


(th)
DR-001 P 55 epitel Indramayu
DR-002 L 19 epitel Indramayu
DR-005 L 60 rambut Indramayu
DR-014 P 45 rambut Cirebon
DR-016 P 22 rambut Cirebon
DR-018 P 30 rambut Cirebon

Hasil Preparasi Proses Lisis mtDNA Amplikon mtDNA manusia Daerah ATPase 6
Hasil dari proses lisis berupa templat mtDNA Amplikon mtDNA pada penelitian ini
yang merupakan mtDNA awal bagi proses merupakan hasil amplifikasi dengan proses PCR,
selanjutnya. Jumlah mtDNA hasil lisis diperkirakan yang berukuran sekitar 2 kb menggunakan primer
berjumlah sedikit sehingga harus diperbanyak Efor dan Erev. Amplikon dari proses PCR
dengan proses PCR, sehingga templat mtDNA ini divisualisasi dengan paparan sinar ultraviolet
merupakan templat untuk reaksi PCR. Dari setelah terlebih dahulu dilakukan elektroforesis gel
beberapa tahapan lisis, templat mtDNA ini agarosa. Dengan metode ini maka dapat diketahui
merupakan supernatan dari campuran larutan ukuran fragmen hasil PCR yang didapatkan.
komponen lisis yang telah disentrifugasi. Penentuan ukuran pita mtDNA hasil PCR
dilakukan dengan membandingkan pita hasil PCR
dengan pita standar pUC19/HinfI yang memiliki
enam pita, masing-masing berukuran 1419 pb, 517
pb, 396 pb, 214 pb, 75 pb, dan 65 pb.

Gambar 3. Hasil Elektroforesis Fragmen ATPase 6 Sampel mtDNA Manusia

1 2 3 4 5 6 7 8

1419 pb
512 pb Fragmen 2 kb
396 pb
214 pb
75 pb

Keterangan : Sumur 1 adalah pUC19/HinfI yang digunakan sebagai marker, sumur 2 adalah sampel yang tidak
menunjukkan pita, sumur 3-6 adalah sampel mtDNA ATPase 6 populasi dataran rendah yang berlabel DR1,
DR2, DR5, DR14. Sumur 7 adalah kontrol positif dan sumur 8 adalah kontrol negatif yang tidak
memperlihatkan pita

Gambar 3.1 memperlihatkan hasil elektroforesis berhasil dilisis dan diamplifikasi sebelumnya. Pita
berupa pita. Sumur pertama memperlihatkan kontrol negatif yang tidak muncul menunjukkan
adanya pita marker yang terpisah sesuai dengan bahwa mtDNA yang diamplifikasi adalah mtDNA
jumlah pasang basanya. Pita sampel terlihat pada yang diinginkan, bukan kontaminan.
posisi diatas pita pertama marker yang
menunjukkan adanya suatu fragmen berukuran 2 Hasil Sekuensing Daerah ATPase 6 mtDNA
kb. Pita-pita ini menunjukkan bahwa proses PCR Manusia
berhasil dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan Hasil sekuensing berupa elektroforegram
munculnya pita pada kontrol positif berukuran 2 kb urutan nukleotida mtDNA sampel diperoleh dalam
dan tidak terdapatnya pita pada kontrol negatif. format file ab1, pdf, teks dokumen, dan phd.1.
Munculnya pita pada kontrol positif PCR juga Dalam elektroforegram ditunjukkan urutan-urutan
menunjukkan bahwa proses lisis berhasil, karena nukleotida berupa puncak-puncak yang sesuai
kontrol positif ini merupakan sampel yang pernah dengan jenis nukleotidanya.
Hasil Analisis Homologi
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol 1, No.1
ISSN 2087-7412 April 2010 , Hal 80-87

Analisis homologi dilakukan dengan urutan referensi. Salah satu hasil analisis
membandingkan urutan nukleotida keenam ditunjukkan pada Gambar 4.
individu terhadap urutan nukleotida rCRS sebagai

Gambar 4. Perbandingan Urutan Nukleotida Sampel DR-001 dengan Standar rCRS.

8527 ATGAACGAAA ATCTGTTCGC TTCATTCATT GCCCCCACAA rCRS


ATGAACGAAA ATCTGTTCGC TTCATTCATT GCCCCCACAA DR-001

8567 TCCTAGGCCT ACCCGCCGCA GTACTGATCA TTCTATTTCC rCRS


TCCTAGGCCT ACCCGCCGCA GTACTGATCA TTCTATTTCC DR-001

8607 CCCTCTATTG ATCCCCACCT CCAAATATCT CATCAACAAC rCRS


CCCTCTATTG ATCCCCACCT CCAAATATCT CATCAACAAC DR-001

8647 CGACTAATCA CCACCCAACA ATGACTAATC AAACTAACCT rCRS


CGACTAATCA CCACCCAACA ATGACTAATC AAACTAACCT DR-001

8687 CAAAACAAAT GATAACCATA CACAACACTA AAGGACGAAC rCRS


CAAAACAAAT GATAGCCATA CACAACACTA AAGGACGAAC DR-001

8727 CTGATCTCTT ATACTAGTAT CCTTAATCAT TTTTATTGCC rCRS


CTGATCTCTT ATACTAGTAT CCTTAATCAT TTTTATTGCC DR-001

8767 ACAACTAACC TCCTCGGACT CCTGCCTCAC TCATTTACAC CRS


ACAACTAACC TCCTCGGACT CCTGCCTCAC TCATTTACAC DR-001

8807 CAACCACCCA ACTATCTATA AACCTAGCCA GGCCATCCC rCRS


CAACCACCCA ACTATCTATA AACCTAGCCA GGCCATCCC DR-001

8847 CTTATGAGCG GGCACAGTGA TTATAGGCTT TCGCTCTAAG rCRS


CTTATGAGCG GGCGCAGTGA TTATAGGCTT TCGCTCTAAG DR-001

8887 ATTAAAAATG CCCTAGCCCA CTTCTTACCA CAAGGCACAC rCRS


ATTAAAAATG CCCTAGCCCA CTTCTTACCA CAAGGCACAC DR-001

8927 CTACACCCCT TATCCCCATA CTAGTTATTA TCGAAACCAT rCRS


CTACACCCCT TATCCCCATA CTAGTTATTA TCGAAACCAT DR-001

8967 CAGCCTACTC ATTCAACCAA TAGCCCTGGC CGTACGCCTA rCRS


CAGCCTACTC ATTCAACCAA TAGCCCTGGC CGTACGCCTA DR-001

9007 ACCGCTAACA TTACTGCAGG CCACCTACTC ATGCACCTAA rCRS


ACCGCTAACA TTACTGCAGG CCACCTACTC ATGCACCTAA DR-001

9047 TTGGAAGCGC CACCCTAGCA ATATCAACCA TTAACCTTCC rCRS


TTGGAAGCGC CACCCTAGCA ATATCAACCA TTAACCTTCC DR-001

9087 CTCTACACTT ATCATCTTCA CAATTCTAAT TCTACTGACT rCRS


CTCTACACTT ATCATCTTCA CAATTCTAAT TCTACTGACT DR-001

9127 ATCCTAGAAA TCGCTGTCGC CTTAATCCAA GCCTACGTTT rCRS


ATCCTAGAAA TCGCTGTCGC CTTAATCCAA GCCTACGTTT DR-001

9167 TCACACTTCT AGTAAGCCTC TACCTGCACG ACAACACATA rCRS


TCACACTTCT AGTAAGCCTC TACCTGCACG ACAACACATA DR-001

9207 A rCRS
A DR-001
Keterangan : Dua mutasi terhadap urutan rCRS ditunjukkan dengan cetak tebal.

84
Program Studi Kimia, Desember 2010, Hal 73-79 Vol 1
Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ISSN 2087-7412

Hasil analisis dari keenam sampel dianalisis, hanya 1 sampel yang memiliki mutasi
menunjukkan adanya tiga jenis mutasi yaitu pada possisi 8718 (Ariningtyas, komunikasi
8701AG, 8718AG, dan 8860AG. Dua dari personal). Mutasi yang terjadi pada posisi 8718
tiga mutasi tersebut merupakan mutasi umum yang AG merupakan mutasi silent, artinya mutasi
terdapat pada seluruh sampel, yaitu mutasi A8701G tersebut tidak merubah jenis asam amino. Mutasi
dan A8860G. Mutasi umum merupakan mutasi yang terjadi pada semua sampel adalah mutasi
yang sering ditemukan pada setiap sampel. Namun substitusi transisi. Mutasi substitusi transisi
mutasi umum ini tidak dapat dijadikan mutasi yang seringkali terjadi dan disebabkan karena keduanya
spesifik pada populasi dataran rendah Cirebon merupakan nukleotida dengan basa nitrogen yang
karena mutasi ini juga muncul pada populasi memiliki kemiripan struktur. Daftar mutasi pada
dataran tinggi Kuningan (Ariningtyas, komunikasi keenam sampel dapat dilihat pada Tabel 2.
personal). Kedua mutasi di atas (A8860G dan Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
A8701G) meubah jenis asam amino treonin daerah ATPase 6 populasi dataran tinggi memiliki
menjadi alanin. Perubahan tersebut diduga variasi mutasi lebih banyak dibandingkan variasi
mengakibatkan berubahnya struktur dari gen mutasi daerah ATPase 6 populasi dataran rendah.
ATPase 6 dikarenakan perbedaan struktur antara Pada sampel yang berasal dari dataran rendah
treonin dan alanin, treonin mengandung gugus hanya terdapat 3 variasi mutasi dari 6 sampel,
samping yang bersifat polar sedangkan alanin sedangkan pada sampel yang berasal dari dataran
mengandung gugus samping yang bersifat non tinggi terdapat 6 variasi mutasi dari 7 sampel
polar. (Ariningtyas, komunikasi personal). Hal tersebut
Mutasi A8718G tidak dapat dijadikan mutasi sesuai dengan teori yang dikemukakan bahwa pada
spesifik pada populasi dataran rendah karena daerah dataran tinggi dimana jumlah oksigennya
mutasi tersebut hanya muncul pada satu sampel, relatif sedikit akan memicu peningkatan level ROS.
yaitu sampel DR-016 dan tidak ditemukan pada Keberadaan ROS dalam jumlah banyak dapat
kelima sampel lainnya. Begitu juga pada sampel merusak mtDNA dan menyebabkan terjadinya
yang berasal dari dataran tinggi, dari 7 sampel yang mutasi.

Tabel 2. Daftar Mutasi Sampel.


Kode Sampel
No. DR-001 DR-002 DR-005 DR-014 DR-016 DR-018
Posisi

1 8701 AG AG AG AG AG AG
2 8718 AG
3 8860 AG AG AG AG AG AG
Jumlah Mutasi 2 2 2 2 3 2
Keterangan : mutasi yang dicetak tebal merupakan mutasi umum yang terjadi pada sampel.

Perbandingan Mutasi Sampel dengan Data KESIMPULAN DAN SARAN


Mitomap
Perbandingan data mutasi hasil penelitian Kesimpulan
dengan database mitomap dilakukan untuk
Hasil dari penelitian menunjukkan mutasi yang
mengetahui apakah mutasi yang terjadi pada
sampel tersebut merupakan mutasi yang baru terjadi pada keenam sampel populasi dataran
ditemukan atau telah dipublikasikan sebelumnya. rendah Cirebon dan Indramayu berjumlah 3 mutasi
Dengan mencocokkan data mutasi sampel dengan A8701G dan A8860G. Hasil perbandingan mutasi
data mitomap diketahui bahwa tiga mutasi yang sampel dengan database mitomap menunjukkan
terdapat pada sampel telah dilaporkan dan ketiga mutasi tersebut telah dipublikasikan oleh
dipublikasikan dalam mitomap. Penelitian- peneliti lain. Berdasarkan hasil tersebut, tidak
penelitian yang telah dilakukan pada daerah
ditemukan adanya mutasi spesifik yang mewakili
ATPase 6 menunjukkan bahwa mutasi A8860G
ditemukan hampir di semua daerah ATPase 6 populasi dataran rendah Cirebon.
mtDNA manusia dengan frekuensi kemunculannya yaitu, A8701G, A8718G, dan A8860G. Dari ketiga
100% (www.argusbio.com) sehinggi dapat variasi mutasi terdapat dua mutasi yang umum
dikatakan bahwa mutasi A8860G merupakan ditemukan pada seluruh sampel yaitu mutasi
mutasi khas daerah ATPase 6 karena frekuensi
kemunculannya yang tinggi.
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol 1, No.1
ISSN 2087-7412 April 2010 , Hal 80-87

Saran Skripsi Sarjana pada Program Studi Kimia


Pada penelitian ini tidak diperoleh mutasi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.
spesifik yang khas dari populasi dataran rendah
Cirebon. Oleh karena itu, pada penelitian Magdalena, M. (2003). Mitokondria dan mtDNA
Identifikasi DNA Korban WTC hingga
selanjutnya diperlukan jumlah sampel yang lebih Modifikasi Obat Baru. Sinar Harapan (4
banyak dengan karakteristik yang eksklusif Juni 2008).
(terisolasi dari dataran tinggi dan memiliki
perbedaan ketinggian yang cukup signifikan) yang Mardiani, T.H. (2004). Bioenergetika Dan
mewakili seluruh populasi dataran rendah, Fosforilasi Oksidatif. [Online]. Tersedia:
sehingga profil genetik yang khas dari populasi http://library.usu.ac.id/download/fk/bioki
mia-helvi2.pdf [10 Februari 2009]
tersebut dapat terlihat.
DAFTAR PUSTAKA
Mayr, et al. (2004). Reduced Respiratory Control
with ADP and Changed Pattern of
Aguilaniu, H. et al. (2005). Metabolism, Respiratory Chain Enzymes as a Result of
ubiquinone synthesis, and longevity. Selective Deficiency of the Mitochondrial
Genes & Development. 19, 23992406. ATP Synthase. International Pediatric
Research Foundation. 55, 6, 988-994.
Berdanier, C.D. (2006). Mitochondrial Gene
Expression: Influence of Nutrients and Murakami, H. et al. (2006). The Influence of
Hormones. ATP Synthase 8, 6 Gene Polymorphisms
on the Individual Difference of Endurance
Campbell, dkk., (2002). Biologi (Edisi kelima). Capacity or its Trainability. International
Jakarta : Erlangga. Journal of Sport and Health Science. 4,
472-479.
Dubey, R.C. (2006). A Textbook of Biotechnology,
Multicolour Illustrative Edition. New Ngili, Yohanis. (2003). Mengenal DNA
Delhi : S. Chand Company. Mitokondria dan Aplikasinya. [Online].
Tersedia:
Grabe, M. et al. (2000). The Mechanochemistry of http://www.duniaesai.com/sains/sains20.ht
V-ATPase Proton Pumps. Biophysical ml [10 Februari 2009]
Journal. 78, 27982813.
Nijtmans, L.G.J. et al. (2001). Impaired ATP
Gumilar, dkk., (2008). Bioteknologi. Bandung :
Synthase Assembly Associated with a
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Mutation in the Human ATP Synthase
Subunit 6 Gene. The Journal Of
Hartati, Y.W. et al. (2004). Amplifikasi 0,4 kb
Biological Chemistry. 276, (9), 6755
Daerah D-Loop DNA Mitokondria dari
6762.
Sel Epitel Rongga Mulut Untuk Keperluan
Forensik. [Online]. Tersedia:
Radji, M. (2005). Pendekatan Farmakogenomik
http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/
Dalam Pengembangan Obat Baru.
uploads/publikasi_dosen/bionatura%2020
Majalah Ilmu Kefarmasian. II, (1).
04%20amplifikasi%20mtDNA.pdf [10
Februari 2009]
Ratnayani, K. et al. (2007). Analisis Variasi
Nukleotida Daerah D-Loop DNA
Hertadi, R. (2004 ). ATP Sintase, "Rotary Engine"
Mitokondria Pada Satu Individu Suku Bali
di dalam Sel. [Online]. Tersedia:
Normal. JURNAL KIMIA. 1, (1), 7-14.
http://bolaeropa.kompas.com/kompas-
cetak/0405/27/humaniora/1048288.htm
Rossaria, D. (2008). Keanekaragaman Genetik
[15 Februari 2009]
Daerah Hipervariabel II DNA
Mitokondria Manusia Populasi Nusa
Hinoro,Y. et al. (2001). Pause and rotation of F1-
Tenggara Timur. Skripsi Sarjana pada
ATPase during catalysis. PNAS. 98, (24),
Program Studi Kimia FPMIPA UPI
1364913654.
Bandung ; tidak diterbitkan.
Lestari, Windy. (2008). Profil Genetik Daerah
Santosa, et al. (2005). Pengenalan Miopati
Hipervariabel I DNA Mitokondria
Mitokondria. Cermin Dunia Kedokteran,
Manusia Populasi Nusa Tenggara Timur.
147

86
Vol. 1 Variasi Mutasi Gen ATPase 6 mtDNA

Sucipto, A. (2008). Apakah Itu PCR (polimerase ATPase 6, 8 serta COX III pada mtDNA
chain reaction) dan Bagaimana Cara dari Jaringan Kanker Payudara.
Kerjanya?. [Online]. Tersedia: BIOSAIN. 2, (2).
http://naksara.net/Aquaculture/Genetic/ap
akah-itu-pcr-polimerase-chain-reaction- Trimarchi, J.R. et al. (2000). Oxidative
dan-bagaimana-cara-kerjanya.html [15 Phosphorylation-Dependent and -
Februari 2009] Independent Oxygen Consumption by
Individual Preimplantation Mouse
Suryanto, D. (2003). Melihat Keanekaragaman Embryos. Biology of Reproduction. 62,
Organisme Melalui Beberapa Teknik 18661874.
Genetika Molekuler. [Online]. Tersedia:
http://library.usu.ac.id/download/fmipa/bi Wandia, I.N. (2001). Genom Mitokondria.
ologi-dwis.pdf [15 Februari 2009] Jurnal Veteriner Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana. 2, (4)
Tianing, N.W. et al. (2002). Gambaran
Histopatologi dan Amplifikasi Gen

87

Anda mungkin juga menyukai