Anda di halaman 1dari 2

Asiyah, Wanita yang Ditampakkan Surga Untuknya

'Abd ArRahman 24 November 2009 jam 23:16


Penulis: Ummu Uwais Herlina Clara Sidi Pratiwi
Murajaah: ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar

Wanita, sosok lemah dan tak berdaya yang terbayangkan. Dengan lemahnya fisik, Allah
tidak membebankan tanggung jawab nafkah di pundak wanita, memberi banyak keringanan
dalam ibadah dan perkara lainnya. Mereka adalah sosok yang mudah mengeluh dan tidak
tahan dengan beban yang menghimpitnya. Dengan kebengkokannya sehingga Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersikap lembut dan banyak mewasiatkan
agar bersikap baik kepadanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kiranya jika Allah
Tabaroka wa Taala dengan segala hikmah-Nya mengamanahkan kaum wanita kepada kaum
laki-laki.

Namun, kelemahan itu tak harus melunturkan keteguhan iman. Sebagaimana keteguhan
salah seorang putri, istri dari seorang suami yang menjadi musuh Allah Rabb alam semesta.
Seorang suami yang angkuh atas kekuasaan yang ada di tangannya, yang dusta lagi kufur
kepada Rabbnya. Putri yang akhirnya harus disiksa oleh tangan suaminya sendiri, yang
disiksa karena keimanannya kepada Allah Dzat Yang Maha Tinggi. Dialah Asiyah binti
Muzahim, istri Firaun.

Ketika mengetahui keimanan istrinya kepada Allah, maka murkalah Firaun. Dengan
keimanan dan keteguhan hati, wanita shalihah tersebut tidak goyah pendiriaannya, meski
mendapat ancaman dan siksaan dari suaminya.

Kemudian keluarlah sang suami yang dzalim ini kepada kaumnya dan berkata pada mereka,
Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahaim? Mereka menyanjungnya.Lalu
Firaun berkata lagi kepada mereka,Sesungguhnya dia menyembah Tuhan selainku.
Berkatalah mereka kepadanya,Bunuhlah dia!

Alangkah beratnya ujian wanita ini, disiksa oleh suaminya sendiri.

Dimulailah siksaan itu, Firaun pun memerintahkan para algojonya untuk memasang
tonggak. Diikatlah kedua tangan dan kaki Asiyah pada tonggak tersebut, kemudian
dibawanya wanita tersebut di bawah sengatan terik matahari. Belum cukup sampai disitu
siksaan yang ditimpakan suaminya. Kedua tangan dan kaki Asiyah dipaku dan di atas
punggungnya diletakkan batu yang besar. Subhanallahsaudariku, mampukah kita
menghadapi siksaan semacam itu? Siksaan yang lebih layak ditimpakan kepada seorang
laki-laki yang lebih kuat secara fisik dan bukan ditimpakan atas diri wanita yang bertubuh
lemah tak berdaya. Siksaan yang apabila ditimpakan atas wanita sekarang, mugkin akan
lebih memilih menyerah daripada mengalami siksaan semacam itu.

Namun, akankah siksaan itu menggeser keteguhan hati Asiyah walau sekejap? Sungguh
siksaan itu tak sedikitpun mampu menggeser keimanan wanita mulia itu. Akan tetapi,
siksaan-siksaan itu justru semakin menguatkan keimanannya.

Iman yang berangkat dari hati yang tulus, apapun yang menimpanya tidak sebanding
dengan harapan atas apa yang dijanjikan di sisi Allah Tabaroka wa Taala. Maka Allah pun
tidak menyia-nyiakan keteguhan iman wanita ini. Ketika Firaun dan algojonya meninggalkan
Asiyah, para malaikat pun datang menaunginya.

Di tengah beratnya siksaan yang menimpanya, wanita mulia ini senantiasa berdoa
memohon untuk dibuatkan rumah di surga. Allah mengabulkan doa Asiyah, maka
disingkaplah hijab dan ia melihat rumahnya yang dibangun di dalam surga. Diabadikanlah
doa wanita mulia ini di dalam al-Quran,
Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah
aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang dzalim. (Qs. At-
Tahrim:11)

Ketika melihat rumahnya di surga dibangun, maka berbahagialah wanita mulia ini. Semakin
hari semakin kuat kerinduan hatinya untuk memasukinya. Ia tak peduli lagi dengan siksaan
Firaun dan algojonya. Ia malah tersenyum gembira yang membuat Firaun bingung dan
terheran-heran. Bagaimana mungkin orang yang disiksa akan tetapi malah tertawa riang?
Sungguh terasa aneh semua itu baginya. Jika seandainya apa yang dilihat wanita ini
ditampakkan juga padanya, maka kekuasaan dan kerajaannya tidak ada apa-apanya.

Maka tibalah saat-saat terakhir di dunia. Allah mencabut jiwa suci wanita shalihah ini dan
menaikkannya menuju rahmat dan keridhaan-Nya. Berakhir sudah penderitaan dan siksaan
dunia, siksaan dari suami yang tak berperikemanusiaan.

Saudariku..tidakkah kita iri dengan kedudukan wanita mulia ini? Apakah kita tidak
menginginkan kedudukan itu? Kedudukan tertinggi di sisi Allah Yang Maha Tinggi. Akan
tetapi adakah kita telah berbuat amal untuk meraih kemuliaan itu? Kemuliaan yang hanya
bisa diraih dengan amal shalih dan pengorbanan. Tidak ada kemuliaan diraih dengan
memanjakan diri dan kemewahan.

Saudariku..tidakkah kita menjadikan Asiyah sebagai teladan hidup kita untuk meraih
kemuliaan itu? Apakah kita tidak malu dengannya, dimana dia seorang istri raja, gemerlap
dunia mampu diraihnya, istana dan segala kemewahannya dapat dengan mudah
dinikmatinya. Namun, apa yang dipilihnya? Ia lebih memilih disiksa dan menderita karena
keteguhan hati dan keimanannya. Ia lebih memilih kemuliaan di sisi Allah, bukan di sisi
manusia. Jangan sampailah dunia yang tak seberapa ini melenakan kita. Melenakan kita
untuk meraih janji Allah Taala, surga dan kenikmatannya.

Saudarikujangan sampai karena alasan kondisi kita mengorbankan keimanan kita,


mengorbankan aqidah kita. Marilah kita teladani Asiyah binti Muzahim dalam
mempertahankan iman. Jangan sampai bujuk rayu setan dan bala tentaranya
menggoyahkan keyakinana kita. Janganlah penilaian manusia dijadikan ukuran, tapi jadikan
penilaian Allah sebagai tujuan. Apapun keadaan yang menghimpit kita, seberat apapun
situasinya, hendaknya ridha Allah lebih utama. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan surga
tertinggi yang penuh kenikmatan.

Maraaji:
14 Wanita Mulia dalam sejarah Islam (terjemahan dari Nisa Lahunna Mawaqif) karya Azhari
Ahmad Mahmud
***
Artikel muslimah.or.id

Anda mungkin juga menyukai