Anda di halaman 1dari 24

LEMBAGA

KAJIAN MANHAJ TARBIYAH


( LKMT)

______________
MADAH :
FIQH DAWAH
No. Dok : 21/MT/LKMT/02
Pokok Bahasan : Quwwatul Maal
No.Kode Pb. : 2.1.1.21.036
Status Revisi : 0/0
Jumlah Halaman : 22

I. Tujuan Umum Madah:


Terbentuknya pribadi muslim yang memiliki keahlian dan kemampuan dalam
berdawah pada setiap ruang lingkup dan berbagai kondisi, memiliki kemampuan
untuk membina orang lain, mampu menghadapi dan mengatasi tantangan,
problematika serta merasakan pentingnya amal jama'i dan amal untuk
mengkhidmat Islam an pentingnya bergabung pada jamaah untuk menegakkan
agama Allah di muka bumi dengan terpenuhinya karakteristik dasar bagi seorang
muslim

II. Tujuan Teori (cognitive)


1. Menjelaskan urgensi quwwatul maal untuk bekal dawah
2. Menjelaskan Kewajiban Berjihad di jalan Allah
3. Menjelaskan bahwa Jihad yang Sempurna adalah dengan kekuatan harta sendiri
4. Menjelaskan bahwa waktu dan kekeyaan adalah harta kita
5. Menjelaskan bahwa harta yang kita miliki bukan seutuhnya milik kita
6. menjelaskan bahwa membiayai dawah dengan harta kita adalah jihad yang besar

III. Tujuan Afektif dan Psikomotorik (Praktik)


1. Mengajak manusia berjihad dengan harta mereka
2. Membiayai dakwah dengan harta kita
3. Termotivasi untuk memberikan perhatian, ide dan pemikiran terhadap segala
bentuk program yang akan memberikan nilai tambah pada para pemuda muslim.
4. Mau dan mampu berperan dalam pembinaan pemuda.

IV. Pilihan Kegiatan


Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam halaqah adalah :

1. Kegiatan Pembuka
Mengkomunikasikan tema dan tujuan kajian Quwwatul Maal
2. Kagiatan Inti:
a. Kajian materi Ila Syabab
b. Berdikusi dan tanya tentang Quwwatul Maal ( lihat tujuan Kognitif, afektif dan
psikomotor)
c. Penekanan dari murobbi tentang nilai dan hikmah yang terkandung di
dalammateri tersebut

3. Kegiatan Penutup:
a. Tugas mandiri (lihat kegiatan pendukung)
b. Evaluasi
V. Kegiatan Pendukung (Pilihan)
1. Melakukan daurah Fun Rising
2. Melakukan daurah pelatihan dakwah.
3. Syiar unfaq.
4. Menulis makalah yang menjelaskan Quwwatul Maal menuju kebangkitan umat
5. Menulis cerita pendek (cerpen) yang menerapi segala hambatan dan rintangan
yang dihadapi para da'I dalam kehidupan dan dakwahnya.
6. Memberikan ceramah yang menjelaskan bahwa urgensi dan pengaruh Quwwatul
Maal dalam kebangkitan umat
7. Mengumpulkan perjalanan dan pengalaman para dai dalam perjalanan sejarah
yang berkenaan dengan . Quwwatul Maal

VI. Sarana Evaluasi dan Mutabaah


1. Ujian pengetahuan sekitar paket mata pelajaran.
2. Mengevaluasi dan memberikan catatan yang sesuai dengan prilaku umum
dengan mencapai target dakwah.
3. Mengevaluasi dan memberikan catatan kesertaan dalam kegiatan pendukung.
4. Mengevaluasi latihan dengan target tujuan-tujuan moral.
5. Mengevaluasi persiapan pemikiran dari pelaksanaan tugas untuk merealisasikan
pencapaian target paket kajian dalam kelas.

VII. Tujuan pengayaan dzatiyah


1. Memberikan pemahaman dan kesadaran bahwa untuk leading di masa depan
harus mau melakukan pembinaan pemuda dari sejak dini dan kemandirian dalam
ekonomi
2. Memberikan kesadaran bahwa hanya pemuda dengan kriteria tertentulah yang
bisa menjadi pilar kebangkitan umat.
3. Menumbuhkan semangat membina para pemuda dengan acuan order SDM masa
depan yang sudah diprediksi dan diantisipasi sejak dini.
4. Menanamkan keyakinan bahwa hanya dengan penyebaran pemahaman Islam
yang syamilah umat ini bisa diselamatkan dari kehancuran.
5. Menanamkan keyakinan bahwa umat ini membutuhkan kegiatan dawah islam
yang memiliki program tarbiyatul umah untuk mengantarkan umat ini setahap demi
setahap menuju kesempurnaannya sebagai khoiro ummah.

VIII. Referensi
1. Kitab: Kaedah-kaedah dakwah kepda Allah [Dr. Hammam Said]
2. Kitab: Nurul Yaqin [Al-Khudhari]
3. Amar Maruf dan nahi munkar. Kar. Jalaluddin Al-Umari.
4. Dakwah Islam kewajiban syariat dan kepentingan manusia. Kar. Dr. Shadiq Amin.
5. Thariq Dakwah. Kar. Syeikh. Mustafa Masyhur.
6. Problematika Dakwah dan Dai. Kar. Fathi Yakan.
7. Kaifa Nadun Nas. Kar. Fathi Yakan.
8. Kaifa Nadun Nas. Kar. Abdul BadiI Shaqar.
9. Tujuan-tujuan Utama bagi Dai. Kar. A. Qathan, Jassim Muhalhil.
10. Wa bilhaqi shadamna fi wajhith thughyan Mahmud Abdul Wahhab Fayid.
11. Fikih Dakwah. Kar. Syeik Mustafa Masyhur.
12. Buku catatan harian dakwah dan dai. Kar. Hasan Albanna.
13. Risalah Dakwatuna. Kar. Albanna.
14. Bagaimana mendakwahi orang lain. Kar. Dr. Abdul Badi shaqar.
15. Dakwah kepada llah. Kar. Dr. Taufiq Al-Wai.
16. Islam dan Kondisai perekonomian kita. Kar. Abdul Qadir Audah.
17. Undang-undang kesatuan peradaban. Kar. Al-Ghazali.
18. Syarah Ushul Isyrin. Kar. Al-Qaradhawi.
19. Risalah Asyabab Imam Syahid Hasan Al Bana

IX. Muhatawa

Unsur-unsur Kekuatan dalam Islam (Al Anaashiru Quwwatil Islamiyah)


Quwwatul Maal-Kekuatan Finansial

SUATU hari Abdullah bin Abbas memakai pakaian paling indah dan mahal, berharga
10.000 dirham. Beliau bermaksud mengadakan dialog dengan kaum Khawarij yang
memberontak. Orang Khawarij adalah golongan yang kuat beribadat tetapi
meminggirkan ilmu dan tidak mau mempelajari al-Quran, fiqh dan hadits Rasulullah
SAW. Mereka terkenal sebagai kaum yang picik, fanatik, puritan dan membenci
siapa saja yang berseberangan paham dengan mereka.
Abdullah bin Abbas mandi dan memakai parfum paling harum, menyikat rambutnya
serta mengenakan pakaian indah dan bersih. Beliau akan berhadapan dengan
orang-orang picik yang memakai baju tebal dan tambalan, muka yang berdebu
serta kusut masai.
Mereka berkata, Kamu adalah anak bapak saudara Rasulullah SAW. Mengapa kamu
memakai pakaian seperti ini? Abdullah bin Abbas menjawab, Apakah kalian lebih
tahu mengenai Rasulullah SAW dibanding saya? Mereka berkata, Tentulah kamu
yang lebih tahu. Abdullah berkata lagi, Demi Allah yang jiwaku dalam
genggaman-Nya, sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah SAW berpakaian
dengan mengenakan perhiasan berwarna merah dan itu adalah sebaik-baik
perhiasan.
Aisyah pada suatu ketika melihat sekumpulan pemuda berjalan dalam keadaan
lemah, pucat dan kelihatan malas. Beliau bertanya, Siapakah mereka itu? Sahabat
menjawab, Mereka itu adalah kumpulan ahli ibadat. Kemudian Aisyah berkata,
Demi Allah, yang tiada Tuhan selain-Nya. Sesungguhnya Umar bin al-Khattab
adalah orang yang lebih bertakwa dan lebih takut kepada Allah dibanding mereka
itu. Kalau beliau berjalan, beliau berjalan dengan cepat dan tangkas. Apabila
bercakap, beliau dalam keadaan berwibawa, jelas kedengaran percakapannya dan
apabila beliau memukul, pukulannya terasa sakit.
Pemahaman picik kaum khawarij adalah akibat memahami Islam secara tidak kaffah
(menyeluruh), memberatkan masalah ibadat yang sebenarnya mudah, sampai ke
tahap berlebih-lebihan dan menyusahkan diri.
Begitulah keadaan sebahagian umat Islam yang lupa kepada wasiat Rasulullah SAW
yang disampaikan kepada sahabatnya, Muaz bin Jabal ketika beliau dikirim menjadi
Duta dakwah ke negeri Yaman. Kata Nabi saw: Wahai Muaz, mudahkanlah setiap
urusan, jangan memberat-beratkannya.
Apakah Islam mengajarkan untuk membenci dunia? Kalau begitu, mengapa Abu
Bakar al-Siddiq berbangga dengan harta kekayaannya untuk membela agama
Allah? Begitu juga dengan Abdul Rahman bin Auf dan Uthman bin Affan yang
mengeluarkan hartanya untuk membiayai jihad di jalan Allah dengan dana dari
kantong mereka sendiri.
Adakah Rasulullah SAW melarang mereka bekerja sungguh-sungguh untuk meraih
keuntungan duniawi?
Bahkan di dalam al-Quran, Allah menegaskan bahwa jihad dalam menegakkan
agama Allah wajib memiliki bekal persiapan. Firman-Nya : Dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka dengan apa saja dar segala jenis kekuatan yang dapat kamu
sediakan dari pasukan berkuda yang lengkap untuk menggetsrksn musuh Allah dan
musuh-musuhmu. (Surah al-Anfal, ayat 60)
Bagaimanakah Islam akan menang jika umatnya adalah mereka yang berada dalam
skala Negara Dunia Ketiga? Negara miskin dan terbelakang serta dikuasai oleh
musuhnya. Apabila mereka hendak membeli makanan, mereka terpaksa meminta
belas kasih orang lain.
Apakah zuhud itu berarti membiarkan dunia dimiliki dan dikuasai oleh musuh Allah?
Sedangkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: Apabila emas seberat
gunung diamanahkan kepadaku, aku tidak akan tidur selagi ia tidak habis
dimanfaatkan untuk umat Islam.
Sebagai panduan bersama, ingatlah pandangan Shaikhul Islam al-Imam Ibnu
Taimiyah. Beliau berkata: Zuhud itu adalah kamu meninggalkan perbuatan yang
tidak berfaedah untuk akhiratmu.
Harta yang halal hendaklah dipastikan dikeluarkan juga pada tempat yang halal.
Jangan mencari pada sumber yang halal' tetapi membelanjakannya pada jalan
maksiat. Atau kebalikannya, mengambil dari sarang penyamun dan
membelanjakannya untuk ibadat.
Itu semua bertentangan dengan perintah Allah. Orang beriman percaya harta
adalah titipan dan amanah Allah, pinjaman sementara dan apabila Allah
menghendaki akan lenyaplah harta itu dari tangan kita. Cukuplah harta itu ada
dalam genggaman, tetapi tidak menguasai hati kita.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya mengenai seorang lelaki yang memiliki
harta kekayaan sebanyak 100.000 dinar uang emas. Dapatkah dia dikatakan
sebagai seorang yang zahid? Beliau menjawab: Lelaki itu dikatakan zuhud apabila
ada dua sifat: Tidak terlalu bergembira ketika hartanya bertambah; Tidak terlalu
berduka-cita apabila hartanya berkurang.
Nikmatilah dunia dan segala kesenangannya tetapi pastikan harta yang dimiliki
tidak menahan langkah di akhirat kelak dan melambatkan perjalanan ke pintu
syurga. Karena semakin banyak harta, maka dapat dipastikan semakin rumit pula
hisab perhitungan yang dilakukan, kecuali harta yang halal yang dibelanjakan untuk
keridhaan Allah.
Boleh jadi para koruptor dapat menutupi hasil kejahatan dari pandangan manusia.
Maka bagaimana dengan pengadilan Allah di akhirat kelak? Dapatkah mereka
menyembunyikan hasil kejahatan mereka?
Islam menggalakkan umatNya bekerja sungguh-sungguh untuk meraih keuntungan
duniawi. Semua kekayaan yang dianugerahkan Allah hendaklah dibelanjakan di
jalan Allah. Rasulullah saw berpesan agar umat Islam tidak memberatkan masalah
ibadat yang sebenarnya mudah dilakukan, sampai pada tahap berlebih-lebihan
sehingga menyusahkan diri sendiri. Islam menghendaki umatnya kaya dengan harta
benda agar tidak ditindas karena kemiskinan hanya membuat kita terus menjadi
bangsa yang selalu mengemis mencari bantuan asing.
Allah telah mewajibkan jihad secara tegas kepada setiap Muslim. Tidak ada alasan
bagi orang Islam untuk meninggalkan kewajiban ini. Islam mendorong umatnya
untuk berjihad dan melipat gandakan pahala orang-orang yang berpartisipasi di
dalamnya apalagi yang mati syahid.

Jihad pun dapat dilakukan dengan harta benda (amwaal). Yaitu dengan zakat, infak,
shadaqah, mengorbankan harta untuk membangun sarana pendidikan, sarana
ekonomi, sarana kesehatan, dan lain-lain yang bertujuan untuk membangun
kekuatan umat. Hal ini ditegaskan pada dalam surat Al Anfal ayat 60:

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang
kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu
nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan
kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)."

Dalam ayat tersebut Allah menegaskan agar kaum muslimin senantiasa melakukan
berbagai persiapan (baca: tidak asal-asalan) untuk menghadapi setiap upaya
konspirasi kebatilan yang dijalankan oleh musuh-musuh Allah. Persiapan-persiapan
tersebut hendaklah bersifat menyeluruh dengan mencakup semua lini kekuatan dan
aspek kehidupan umat.

Sudah saatnya Islam melaksanakan jihad secara terencana dan terorganisasi, dan
bukan semata-mata mengandalkan emosi. Jihad yang terorganisasilah yang akan
dapat menggentarkan musuh-musuh Allah.

Kita semua paham bahwa ada 5 (lima) kekuatan yang harus dimiliki kembali oleh
umat Islam kalau kita mau maju. Kekuatan tersebut adalah kekuatan iman,
kekuatan ilmu, kekuatan persaudaraan, kekuatan harta dan kekuatan angkatan
perang. Seluruh kekuatan ini ternyata memang ada dalam masyarakat Rasulullah.
Kita akan membahas satu kekuatan yang dapat kita jadikan pelajaran dalam
pembinaan umat ini, yaitu kekuatan harta (Quwwatul Maal).

A. Harta itu milik Allah (Al Maalu Lillah)

Allah SWT adalah Dzat yang memberikan jaminan rejeki kepada kita, ini
menunjukkan bahwasanya Allah pun berhak mengatur peruntukan rejeki yang ada
pada kita. Manusia yang tidak menyadari akan hal ini menganggap bahwasanya
rejeki itu adalah hasil kerja kerasnya sendiri tanpa ada campur tangan Allah SWT.
Perilaku ini digambarkan oleh Allah SWTketika menceritakan tentang kepicikan
Karun. Allah berfirman:
:

Karun berkata,Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada
padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih
banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang
berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (QS. Al-Qashash: 78)

Tuntutan yang dikehendaki Allah terkait dengan harta kita adalah dalam bentuk
Infaq di jalan Allah SWT untuk menegakkan agama-Nya di muka bumi ini.

Dari Abu Hurairah ra. katanya, Rasulullah saw bersabda: Kelak bumi akan
memuntahkan jantung hatinya berupa tiang-tiang emas dan perak. Maka datanglah
seorang pembunuh seraya berkata: Karena inilah aku jadi pembunuh. Kemudian
datang pula si perompak, lalu berkata: Karena inilah aku putuskan hubungan
silaturrahim. Kemudian datang pula si pencuri seraya berkata: Karena inilah
tanganku dipotong Sesudah itu mereka tinggalkan saja harta kekayaan itu, tiada
mereka mengambilnya sedikitpun. (Muslim)

Pada dasarnya semua manusia menyenangi kekayaan dan harta benda. Kadangkala
karena mengejar harta, didominasi hawa nafsu dan bisikan syaitan malah ada
manusia yang sampai rela berbunuh-bunuhan, merampok, korupsi bahkan
memutuskan silaturrahim. Dunia dicipta sebagai ujian buat manusia, siapakah yang
paling bertakwa. Sesungguhnya harta dunia tidak akan membawa arti apa-apa jika
tidak dimanfaatkan ke jalan yang diridhai Allah.

Hakikat harta diterangkan Rasulullah saw seperti sabdanya yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah:

"Seorang hamba (manusia) berkata, 'Hartaku, hartaku!' Padahal hartanya itu


sesungguhnya ada 3 jenis: (1) Apa yang dimakannya lalu habis. (2) Apa yang
dipakainya lalu lusuh. (3) Apa yang disedekahnya lalu tersimpan untuk akhirat.
Selain yang 3 itu, semuanya akan lenyap atau ditinggalkan kepada orang lain".
(Muslim)

Harta pada dasarnya bersifat netral. Ia tidak mulia atau hina, baik atau buruk. Ia
lebih sebagai ujian bagi sifat dasar manusia terhadap Allah SWT. Dengan harta itu,
mampukah ia menjadi hamba yang lebih dekat kepadaNya, atau justru menjadi
budak harta yang terlena dan teperdaya olehnya. Pendek kata, ia merupakan
cobaan bagi keimanan dan ketaatan hamba kepada Sang Pencipta. Firman Allah
SWT:
:
''Sesungguhnya hartamu dan anakanakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi
Allahlah pahala yang besar.'' (AtTaghabun: 15).

Ayat di atas tidak hanya memastikan bahwa harta adalah ujian, namun juga
menunjukkan sesungguhnya harta juga jenis kenikmatan duniawi lainnya seberapa
pun besarnya, tidak memiliki nilai sama sekali di hadapan Allah. Sebanyak apa pun
harta yang dimiliki seseorang, ia tetap kecil di hadapan Allah dan tidak kekal. Tapi,
yang bernilai adalah ketika harta itu bisa difungsikan dengan tepat, sesuai dengan
yang Allah amanatkan. Jika demikian, maka pahala di sisi Allahlah yang menjadi
balasannya.
:" Katakanlah: Kesenangan di dunia ini hanya
sebentar (sementara). Dan, akhirat itu lebih baik untuk orangorang yang bertakwa
dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.'' (AnNisaa': 77).

Begitulah Allah SWT menjelaskan hakikat harta dan segala kenikmatan dunia
lainnya. Sebagai ujian, ia ditimpakan kepada siapa saja, lintas strata, dan tanpa
pandang bulu: orang kaya, orang miskin, cendekiawan, pejabat, dan bahkan
agamawan. Masingmasing diuji dengan harta yang ada pada mereka.

Kesadaran memahami kehidupan dunia sebagai ujian semacam ini perlu dibangun
agar harta tidak membutakan mata hati dan memalingkan manusia dari Allah SWT.
:

''Hai orangorang yang beriman, jangan sampai harta-hartamu dan anak-anakmu


melalaikanmu dari Allah. Siapa yang terlalaikan oleh harta dan anak, maka mereka
itulah orangorang yang rugi.'' (AlMunafiqun: 9).

Karena itu, sikap terbaik dalam menjalani hidup adalah berperilaku zuhud. Zuhud
adalah sikap di mana kita tidak merasa bangga, buta hati, dan teperdaya dengan
harta dan segala kenikmatan dunia. Sebaliknya, kita juga tidak merasa kehilangan
dan berduka ketika segala kenikmatan tersebut dicabut dari kita. Allah berfirman:
:
''Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.'' (Al-
Hadid: 23).

Orang yang bersikap zuhud niscaya akan selalu tenang menjalani hidup dan selalu
merasa cukup dan puas dengan apa yang ada pada dirinya. Ia tidak sombong dan
terlena dengan harta karena menyadari betul ia hanyalah amanat dari Allah untuk
dipergunakan dengan tepat.

Seorang sufi menyatakan, ''Kekayaan itu adalah kepuasan.'' Yakni, puas dengan apa
yang ada pada kita. Suburnya korupsi di negeri ini, antara lain, karena banyak dari
kita yang rakus, tidak amanah, dan telah diperbudak oleh harta. Orang yang
demikian tidak akan ada puasnya. Sebab, ia sudah dikendalikan oleh harta dan
bukan dia yang mengendalikan harta.

B. Kebutuhan Jihad akan Harta (Ihtiyajatul Jihad)


Jihad yang sempurna dilakukan dengan jiwa, harta dan lisan. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW, Berjihadlah kalian menghadapi kaum musyrikin (kafirin) dengan
harta, jiwa dan lisan kalian. (HR. Abu Daud dan lainnya)

Itulah jihad yang sempurna dan totalitas. Namun demikian, dalam keadaan tertentu
bisa saja ada sesuatu yang menghalangi orang untuk dapat berjihad secara
langsung. Dalam keadaan demikian tidak berarti ia tidak mengambil bagian dalam
jihad sama sekali. Ibnul Qayyim Al-Jauzi berpendapat dalam Zaadul Maad bahwa
apabila seseorang tidak berangkat ke medan jihad (tidak berjihad dengan
jiwa)maka ia tetap wajib berjihad dengan harta.

Di antara keutamaan berjihad dengan harta adalah dicatat sebagai orang yang ikut
berjihad dan merupakan shadaqah yang paling utama. Rasulullah SAW bersabda,
Barang siapa menyiapkan kendaraan perang di jalan Allah berarti ia telah ikut
berperang, dan barang siapa meninggalkan perang tetapi menggantinya dengan
kebaikan berarti ia pun telah ikut berperang. (HR. Bukhari,Muslim, Abu Daud dan
Tirmidzi).

Bahkan dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa
mengkarantina kuda perang untuk berjihad di jalan Allah, maka kenyang dan
kotorannya (maksudnya segala upaya untuk mengenyangkannya dan tenaga untuk
membersihkan kotorannya) akan ditimbang oleh Allah pada hari kiamat. (HR.
Bukhari)

Hudzaifah Ibnul Yaman, yang biasa dikenal sebagai shohibussirri (intel) Rasulullah
SAW, senantiasa mencemaskan hal-hal yang akan membawa kepada fitnah dan
kerusakan. Dalam kaitan amar maruf nahi munkar, beliau mengingatkan bahwa
orang-orang yang menentang kemunkaran dengan hati, lisan dan perbuatannya
adalah bentuk keimanan yang sempurna. Barang siapa menghadapi denganhati dan
lisannya tetapi tidak dengan perbuatannya maka ia telah terjatuh satu kakinya.
Barang siapa menghadapi kemunkaran dengan hati dan tidak dengan lisan dan
perbuatan maka sudah terjatuh kedua kakinya. Dan barang siapa menghadapi
kemunkaran tidak dengan hatinya, lisannya dan perbuatannya maka ia telah
menjadi mayat.

Hudzaifah menganggap orang-orang yang tidak memiliki kepedulian dalam


melawan kemunkaran dan tidak memberikan kontribusi apa-apa dalam
penentangan terhadap kezhaliman sama dengan orang mati. Sebuah perumpamaan
yang sangat tepat mengingat keberadaannya sudah tidak lagidiperhitungkan dalam
barisan kaum Muslimin, wujuduhu ka adamihi (eksistensinya tidak diakui), iatelah
mati sebelum ajalnya tiba.Orang-orang seperti itu kelak pada gilirannya akan
digantikan oleh Allah dengan generasi yang lebih baik, sebagaimana firman-Nya:
:
Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada
jalan Allah. Maka diantara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir
sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allahlah yang Maha
Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya); dan jika kamu
berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka
tidak akan seperti kamu (ini). ( Qs. Muhammad ayat 38)

Seorang mukmin sejati, pantang untuk digantikan dan pantang untuk mundur dari
gelanggang dakwah dan jihad fii sabilillah. Karena dengan demikian dia akan
hancur dipermainkan oleh musuhmusuhAllah dalam keadaan terhina. Sebaliknya ia
akan senantiasa memompa semangatnya untukberjihad di jalan Allah dan
menegakkan dakwah baik dengan hati, lisan dan perbuatannya. Laa izzataillaa
bijihaadin (tidak ada kemuliaan kecuali dengan jihad).
:
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta
izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah
mengetahui orang-orang yangbertaqwa. (Qs. At-Taubah: 44)
Seorang dai seyogianya menjadi titik sentral dari orang-orang yang mengikutinya.
Dalam hal mobilisasi infak untuk aktivitas dakwah banyak potensi yang masih
terbuka lebar tanpa harus berebutlahan. Bagaimana tidak, menurut perhitungan
para ahli jika benar-benar umat ini memobilisasi danazakat akan didapatkan dana
segar sebesar 7 trilyun untuk membangun umat. Dan jika ditambah denganinfak
tidak kurang dana yang terkumpul sekitar 35 trilyun rupiah. Sebuah angka yang
menjadi modalbagi kebangkitan umat di masa mendatang.

Semoga Allah senantiasa memberikan keistiqamahan kepada kita dalam meniti


jalan dakwah inibetapa pun beratnya ujian yang harus dihadapi. Dan semoga Allah
memberikan quwwatut tatsir pada diri kita, sehingga lebih banyak lagi orang yang
tertarik kepada kita dan menyerahkan hartanya untuk penegakan dakwah dan jihad
fii sabilillaah.

C. Jihad harta upaya perimbangan dalam menghadapi musuh dakwah

Sebagaimana telah diterangkan terdahulu, jihad dengan harta merupakan jihad


yang melengkapi bentuk jihad lainnya. Dengan demikian, segala bentuk jihad Islam
pasti memerlukan jihad harta ini. Di sinilah peranannya yang sangat vital untuk
mensukseskan misi-misi jihad lainnya. Tanpa ditunjang harta, jihad lainnya akan
terhambat ataupun tidak mustahil menemui kegagalan.

Dr. Said Hawwa dalam bukunya Jundullah menulis tentang jihad harta ini,
Sebenarnya jihad dengan harta (jihad bil-mal) ini merupakan bagian vital dari
jihad-jihad yang lain. Risalah dakwah tidak akan berjalan dengan sempurna tanpa
adanya bantuan logistik dan dana yang kuat, lebih-lebih ketika sedang
mempersiapkan kekuatan dalam rangka menghadang ke- kuatan musuh. Setiap
gerak dakwah tidak bisa terlepas dari masalah dana, sebab dalam pelaksanaannya,
dakwah memerlukan sarana dan prasarana, apalagi untuk berdakwah di zaman
sekarang ini.

Jihad lisan memerlukan banyak dana guna mencetak buku, surat kabar, pamflet,
majalah, dan sebagainya, sedangkan jihad pendidikan memerlukan banyak dana
untuk membiayai pembentukan lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran
representatif yang ditunjang peralatan secara me- madai serta tenaga-tenaga
pendidik yang profesional.

Jihad fisik dengan berbagai macamnya memerlukan banyak dana untuk pengadaan
senjata, peralatan tempur yang canggih, logistik, dan biaya tunjangan untuk para
syuhada. Jadi jelaslah, jihad yang tidak didukung oleh kekuatan dana yang memadai
akan mengalami berbagai kegagalan. Oleh karena itu, dalam berbagai ayat Al-
Quran, Allah SWT mengaitkan jihad dengan harta dalam suatu rangkaian kalimat
Untuk melaksanakan jihad dengan harta ini, seorang muslim yang telah memenuhi
syarat untuk mernbelanjakan hartanya di jalan Allah, harus mengeluarkannya
sebagaimana yang telah diperintahkan Islam, baik di medan dakwah, pendidikan,
politik, sosial, peperangan, dan medan jihad lainnya. Berikut ini akan dinukilkan
beberapa pendapat ulama tentang masalah ini, terutama yang sering
dilupakan/dilalaikan kaum muslimin.

Di sini tidak dibahas bentuk-bentuk pembelanjaan, seperti membangun masjid,


madrasah, menyantuni fakir miskin, membiayai peperangan, dan hal-hal yang
sudah umum diketahui masyarakat, namun beberapa hal yang kurang disentuh,
bahkan sering ditelantarkan karena salah pengertian.

Dr. Yusuf al-Qaradhwi dalam Fiqhuz-Zakah menulis tentang beberapa bentuk jihad
masa kini yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut :
Mendirikan pusat-pusat kegiatan Islam yang representatif di negara Islam, sebagai
pusat taklim dan tarbiyah bagi generasi muda Islam, menyampaikan/mengajarkan
ajaran Islam secara sharih jelas dan benar, membentengi akidah dari bahaya
kemusyrikan dan kekufuran, memelihara kemumian pola pikir islami agar tidak
tergelincir, serta mempersiapkan diri untuk membela Islam dan menghalau musuh-
musuhnya.
Mendirikan pusat kegiatan bagi kepentingan penyiaran dakwah Islam ke luar
(nonmuslim) di semua benua, terutama yang sedang berkecamuk dalam berbagai
macam pergolakan pemikiran dan ideologi.
Mendirikan unit usaha di bidang percetakan, baik berupa surat kabar, majalah
tabloid, maupun brosur-brosur, untuk menangkis berita-berita dari luar yang
merusak dan memutarbalikkan fakta kebenaran Islam, membuka tabir kebohongan
musuh-musuh Islam, serta menjelaskan Islam yang sebenarnya.
Termasuk di dalamnya adalah penyebaran buku-buku Islam dari penulis-penulis
Islam yang bersih, yang mampu menyebarkan ide/pikiran Islam dan
membangkitkan semangat umat Islam, yang mampu mengungkap mutiara-mutiara
Islam yang selama ini tertutupi oleh derasnya buku-buku Islam karya para
orientalis, islamolog-islamolog Barat dan Timur yang kafir. Untuk semua itu,
diperlukan tenaga-tenaga tangguh, berdedikasi, jujur, amanah, beridealisme dan
bercita-cita tinggi, ber-iltizam padamanha Islam, bekerja penuh perhitungan, dan
ikhlas karena Allah semata.

Dr. Said Hawwa menulis dalam bukunya Kai lam Namdhi Baidan an Ihtiyajat al-Ashr,
Sebagai konklusi dari banyak ukuran syariat, saya berpendapat bahwa sekarang ini
dibenarkan memberikan zakat kepada lima kelompok dengan tetap menjaga
pelaksanaan-pelaksanaan zakat yang lain, fatwa, dan takwa. Mereka itu adalah
sebagai berikut Gerakan-gerakan jihad Islam. Gerakan-gerakan dakwah dan para
dai yang menyuruh kapada Allah; Pendidikan yang melahirkan tokoh-tokoh agama.;
Pendidikan yang melahirkan cendekiawan-cendekiawan spesialis dalam bidang-
bidang ilmu pengetahuan yang dibutuhkan kaum muslimin; Jamaah-jamaah Islam
Internasional.

Jika masyarakat Islam memiliki universitas yang mengelola masalah-masalah ini


dan memang memenuhi syarat karena di situ terdapat banyak tenaga ahli yang
dapat dipercaya, di samping universitas ini melaksanakan putusan fatwa yang
berwawasan luas yang mementingkan kesejahteraan warga masyarakat, maka
membantu lembaga ini merupakan langkah yang paling mendekati orang yang
mendekat kepada Allah menuju jalan yang hendak ditempuh.

Syekh Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar menulis, Wajib dipelihara
dalam aturan lembaga infak dan zakat bahwa sabilillah tetap mempunyai hak
atasnya karena mereka memiliki suatu sasaran, yaitu berbuat untuk
mengembalikan hukum Islam. Tindakan ini lebih baik (lebih penting) daripada
perang karena mereka memelihara hukum Islam dari serangan orang-orang kafir.
Cara lain dalam berdakwah serta membela hukum Islam apabila sulit untuk
mempertahankannya dengan pedang, kekuatan, dan perang, adalah dengan lisan
dan tulisan.

Selanjutnya, beliau menulis, Yang benar, sabilillah adalah kepentingan-kepentingan


umum kaum muslimin yang menegakkan kepentingan agama dan negara, bukan
pribadi-pribadi. Adapun proses perjalanan haji individu-individu (masyarakat) tidak
termasuk dalam kategori ini karena haji hanya diwajibkan kepada orang-orang yang
mampu saja; di sainping itu, haji merupakan fardhu ain seperti halnya shalat dan
puasa, bukan termasuk kepentingan-kepentingan dunia-kenegaraan.

Akan tetapi, syiar haji dan pelaksanaan umat termasuk kategori ini sehingga bisa
dibiayai dari jatah sabilillah ini guna mengamankan jalur-jalur transportasi yang
akan dilalui dalam perjalanan haji, menyediakan air, makanan, dan sasaran-sasaran
mudik untuk para jamaah haji kalau memang tidak ada dana lain.

Selanjutnya dia menulis,Orang-orang yang berjuang fi sabilillah mencakup


kepentingan-kepentingan syariat secara umum yang merupakan inti persoalan
agama dan negara yang terpenting, yaitu mendahulukan persiapan perang dengan
membeli senjata dan logistik untuk para pasukan, sarana-sarana angkutan,
mempersiapkan para pejuang, dan sebagainya. Di antara langkah sabilillah yang
terpenting di zaman ini adalah mempersiapkan dai dan mengirimkan mereka ke
negara-negara kafir dengan dikelola oleh organisasi-organisasi yang manajemennya
teratur rapi, yang memberikan dana yang cukup kepada mereka.

Asy-Syahid Sayyid Quthb dalam Fi Zhilaalil-Quran menulis, Sabilillah adalah pintu


lebar yang mencakup semua kepentingan masyarakat yang ingin merealisasikan
kalimat Allah. Yang paling penting di antaranya adalah mempersiapkan jihad,
mempersiapkan dan melatih para sukarelawan, mengutus dai Islam, menjelaskan
hukum-hukum dan syariat-syariat Islam kepada segenap manusia, mendirikan
sekolah-sekolah dan universitas-universitas yang mendidik putra-putri Islam secara
islami dan benar, sehingga kita tidak perlu menitipkan mereka di sekolah-sekolah
pemerintah yang mengajarkan segala ilmu pengetahuan kecuali Islam, maupun
sekolah-sekolah yang dikelola oleh para misionaris yang mengikis keimanan mereka
sejak anak-anak padahal mereka tidak punya daya penangkal untuk menghadapi
pendangkalan iman itu.

Demikianlah beberapa medan jihad yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin
saat ini dalam membelanjakan hartanya di jalan Allah. Sangat perlu kita bahas, di
antara yang disebutkan itu, manakah yang lebih utama (afdhal), karena Islam
memerintahkan kepada pengikutnya agar mencari yang lebih utama dalam
membelanjakan harta ini. Said Hawwa dalam Kai Lam Namdhi menulis. Firman Allah
SWT,
:
"Allah menganugerahkan al-hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al-Quran dan
As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan, barangsiapa yang dianugerahi
al-hikmah itu, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak...., (Qs. Al-
Baqarah: 269)

Ayat di atas diturunkan dalam konteks ayat-ayat yang memerintahkan agar berinfak
yang disebut dalam surah al-Baqarah, sebab ayat ini mendahului firmanNya,

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik.... (Qs. Al-Baqarah: 267)

Di antara hikmah yang paling menonjol dari konteks ayat-ayat tersebut adalah
meletakkan infak-infak sesuai dengan tempatnya. Itulah fenomena hikmah yang
paling tinggi karena memang akan melahirkan banyak kemaslahatan dan jasa.

Pada kenyataannya, masih banyak hartawan muslim yang kurang jeli dalam
membelanjakan hartanya di jalan Allah. Sebagai contoh, banyak hartawan Timur
Tengah yang jika menginfakkan hartanya kepada negara-negara miskin, hanya mau
memberikannya kepada masjid ataupun madrasah dalam pembangunan fisiknya.
Walaupun sudah banyak masjid dibangun bahkan dengan megahnya, namun sedikit
sekali dimanfaatkan jamaah, baik untuk shalat berjamaah maupun aktivitas-
aktivitas keislaman lainnya.

Semua ini tentu akibat dari ketidak mengertian, kebodohan, dan kemalasan
mereka. Apalah artinya masjid megah dengan segala kelengkapannya jika tidak
bermanfaat membimbing manusia menuju hidayah Islam. Apakah yang terpenting,
bangunan megah sebuah masjid ataukah mendidik manusia-manusia yang akan
memanfaatkannya? Membangun gedung megah itukah yang lebih afdhal ataukah
membiayai pendidikan ulama dan dai yang akan mengarahkan mereka? Di sinilah
hartawan muslim dituntut kejeliannya.

Mengenai masalah ini, Said Hawwa menulis dalam Kai Lam Namdhi, Akan kami
buatkan tiga ilustrasi:
potret orang yang membantu orang yang tunawicara, tunarungu, dan tunanetra;
potret orang yang membela seorang pekerja yang tidak mempunyai bahan
makanan;
potret orang yang menyisihkan zakatnya untuk melahirkan seorang alim yang
mengajak kepada Allah.
Tak pelak lagi, barangsiapa yang membantu yang mana pun juga dari tiga ilustrasi
tersebut, dia adalah orang yang bijak dan berjasa. Akan tetapi, dari ketiga ilustrasi
itu, manakah yang paling banyak hikmah dan pahalanya?

Orang yang menyeru kepada Allah dengan berbekal ilmu dan pengalaman, yang
menyebabkan Allah membuka sekian banyak kalbu, akal, dan kantong manusia,
akan melahirkan banyak limpahan rahmat yang hanya Allah yang mengetahuinya,
kemudian menghidupi banyak keluarga, bahkan bangsa. Berkat nasihat-nasihat
yang disampaikannya, banyak orang yang terdorong membayar zakat dan
menerima agama Allah. Dari aspek ini dan aspek-aspek lain, jelaslah bahwa potret
yang ketigalah yang paling banyak manfaat dan pahalanya.

Andaikata seseorang mengeluarkan zakatnya untuk membiayai seorang dai yang


mengajak kepada Allah di suatu wilayah yang didominasi oleh kebodohan,
kefasikan, kemaksiatan, dan kemurtadan, lalu si dai berhasil mengajak orang-orang
tersebut dan generasi-generasinya kembali ke dalam pangkuan Islam, bukankah
Anda sependapat bahwa orang-orang tersebut dan generasi-generasinya berada
dalam barisan orang yang bersedekah itu? Bukankah pahala orang ini dan
hikmahnya lebih besar dibandingkan saudara kita yang ada dalam potret terdahulu
padahal masing-masing dari kedua orang ini telah memperbaiki usahanya?

Selanjutnya, beliau menulis, Ada banyak kondisi di mana kita dianjurkan untuk
bersedekah dalam membangun masjid-masjid. Ada banyak kondisi yang
memperbolehkan kita memberikan fatwa agar kita menyerahkan zakat/infak untuk
membantu kondisi itu. Barangsiapa menyerahkan zakat kepada salah satu dari dua
kondisi itu, berarti ia mendapat yang baik.

Akan tetapi, ada ukuran-ukuran syariat yang harus kita tempatkan dalam
perhitungan ini, misalnya keluarga, tetangga, dan penduduk setempat didahulukan
atas pihak-pihak lain; orang yang lebih rajin menjalankan kewajiban didahulukan
atas yang lain; kewajiban-kewajiban yang terbengkalai harus mendapat perhatian
lebih khusus; menghidupkan kewajiban-kewajiban yang ditinggalkan orang
didahulukan atas kepentingan-kepentingan lainnya; menegakkan kewajiban-
kewajiban fardhu ain dan fardhu kifayah harus mendapat perhatian khusus, dan
sebagian fardhu kifayah harus didahulukan bergantung pada waktu dan tempat.
Semua itu harus dicamkan betul oleh seorang pembayar zakat ketika hendak
menyerahkan zakatnya. Ketepatan menjatuhkan pilihan kepada siapa zakat dan
sedekah itu akan diserahkan, merupakan salah satu fenomena kebajikan dirinya.
Kalau ia tepat menyerahkannya kepada bidang yang paling bermanfaat, berarti ia
berhak mendapat pahala yang paling banyak. Dalam keadaan bagaimanapun juga,
ia akan mendapat pahala asalkan niatnya benar.

Demikianlah beberapa kaidah yang perlu diperhatikan oleh para hartawan muslim
dalam membelanjakan hartanya di jalan Allah agar apa yang dilakukannya
mendapat balasan di sisi Allah. Dengan demikian, jelaslah bahwa untuk
menginfakkan harta di jalan Allah harus benar-benar jeli dalam
memperhitungkannya. Setiap tempat dan kondisi tertentu berbeda pelaksanaannya
dengan tempat dan kondisi lainnya, sebagaimana dikemukakan Said Hawwa.

Sebagai ilustrasi, dalam sebuah negara yang mayoritas penduduknya muslim


terdapat banyak ulama dan sarana pendidikan Islam, namun tidak dapat berbuat
banyak karena dikuasai pemerintah kuffar yang dilengkapi dengan fasilitas militer.
Dalam kondisi seperti ini, membebaskan negara tersebut dari pemerintah kuffar
harus diutamakan. Semua pembelanjaan harus dikerahkan ke sana, seperti melatih
pasukan/tentara Islam, mempersenjatai mereka dengan segala kelengkapannya,
mendidik ulama dan dai yang mengarahkan umat agar berjihad, dan
memperlengkapi sarana menuju ke sana adalah lebih utama dari pekerjaan lainnya.

Apalah artinya membangun masjid besar, sarana pendidikan lengkap jika akan
dipergunakan memperkuat kekuasaan pemerintah kuffar tersebut ataupun tidak
dapat difungsikan sebagaimana dikehendaki Islam.

Dalam kondisi seperti ini, membelanjakan harta untuk pembebasan ini adalah lebih
utama daripada yang lainnya karena pembebasan negara dari cengkeraman
pemerintah kuffar adalah pintu menuju pelaksanaan ajaran Islam secara sempurna
dan murni. Karenanya, membantu gerakan-gerakan Islam yang akan membebaskan
bumi ini dari cengkeraman pemerintah-pemerintah kuffar dan kaki tangannya
adalah pekerjaan yang sangat besar dan mulia, memiliki hikmah tertinggi di
hadapan Allah. Semua usaha menuju ke arah sana harus dibantu sepenuhnya oleh
hartawan muslim yang menghendaki hikmah.

Demikian pula halnya ketika umat Islam tidak memiliki ahli dalam bidang-bidang
tertentu yang akan memperkuat kejayaan Islam, membelanjakan harta untuk
melahirkan ahli spesialis tersebut adalah utama. Apalah artinya kelengkapan
fasilitas yang dimiliki umat Islam jika tidak ada yang mengelolanya secara
maksimal.
D. Distribusi Infak fi sabilillah (Pengaturan Sumber Dana)

Kebanyakan kaum muslimin ataupun gerakan-gerakan Islam dewasa ini kurang


memperhatikan pengaturan dana yang kontinu dalam menjalankan aktivitas
perjuangannya. Jika ada, itu pun hanya keija sambilan yang kurang diperhatikan.
Mereka hanya mengharapkan sumbangan dari donaturnya, baik sebagai anggota
maupun simpatisan. Mereka kurang mengembangkan potensi perekonomian Islam
dan kaum muslimin untuk melancarkan sumber dana, yang mana ini pun
merupakan salah bentuk jihad yang harus dilaksanakan.

Pada saat kaum muslimin belum memiliki negara yang dapat menjamin dana
perjuangan dan langkanya para hartawan muslim yang seharusnya menjadi donatur
bagi perjuangan Islam, mereka yang kaya telah terjangkiti penyakit kikir sehingga
tidak mau mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Di samping itu, ada pula hartawan
muslim yang berkeinginan mengeluarkan hartanya mem- bantu perjuangan Islam,
namun dihantui ketakutan penangkapan dan penyiksaan dari penguasa-penguasa
zalim vang anti-Islam. Masih banyak lagi faktor yang menahan hartawan muslim
mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Hal ini jelas akan menyusahkan perjuangan
Islam karena kekurangan dana. Banyak program pokok dalam perjuangan
terbengkalai akibat ketiadaan dana. Bagaimanapun, dana sangat penting bagi
keberhasilan misi perjuangan.

Sementara itu, musuh-musuh Islam, pasukan-pasukan thagut, terus melancarkan


operasi penghancuran dan penghapusan Islam dengan berbagai fasilitas dan
tunjangan dana besar dari para donaturnya yang memiliki jaringan internasional.
Apakah karena ketiadaan dana ini menyebabkan pejuang-pejuang fi sabilillah
mundur dari perjuangannya dan membiarkan pengikut-pengikut iblis yang dilaknat
Allah itu menyesatkan manusia. Apakah ketiadaan dana ini mendorong mereka
mengemis pada musuh-musuh Islam untuk memberikan dana bagi perjuangannya
dengan syarat mereka harus melacurkan akidahnya, atau hanya pasrah saja
menunggu dana dari donatur; jika dana sudah tersedia, baru menjalankan aktivitas
perjuangan.

Semua ini adalah pekerjaan orang-orang frustasi, orang-orang yang kalah


mentalnya dalam berinteraksi dengan kejahiliahan. Inilah sifat tercela yang harus
dijauhi pejuang-pejuang fi sabilillah. Kita yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa
Allah Yang Mahakaya dan Mahakuasa pasti akan mendatangkan bantuan-Nya,
namun apakah bantuan itu akan datang dengan sendirinya tanpa ikhtiar sungguh-
sungguh dari pejuang-pejuang suci ini. Bukankah Allah memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya untuk berusaha semaksimal kemampuannya untuk menegakkan
din-Nya, kemudian dengan usaha sungguh-sungguh itulah Allah mendatangkan
bantuannya, sebagaimana disebutkan Al-Quran,

:
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Qs. Muhammad: 7)

Dengan demikian, Allah hanya akan menolong hamba-hamba-Nya yang sudah


berikhtiar dengan seluruh kemampuannya, bukan orang-orang yang patah
semangat kemudian tidak berbuat.

Untuk menanggulangi kekurangan dana dalam perjuangan, saat ini diperlukan


usaha-usaha perekonomian yang dapat menghasilkan dana, baik dalam usaha
perdagangan, pabrik, jasa, maupun usaha-usaha halal lainnya. Tentu, usaha ini
dikelola sesuai dengan perkembangan sistem perekonomian modern yang sesuai
dengan Islam, dilaksanakan oleh orang-orang yang amanah dan bertanggungjawab,
memiliki komitmen yang kuat terhadap perjuangan Islam dan profesional di
bidangnya, di bawah kontrol lembaga perjuangan Islam, baik secara langsung jika
hal ini memungkinkan maupun tersembunyi.

Sangat bijak jika pergerakan Islam melaksanakan usahanya secara sembunyi


(rahasia), terutama di negara-negara yang penguasanya anti-Islam, tidak terang-
terangan secara langsung mengatasnamakan lembaga perjuangannya dalam
aktivitas perekonomian, misalnya atas nama pribadi yang dibiayai dan dikontrol
lembaga. Cara semacam ini menjaga kemungkinan musuh-musuh Islam yang ingin
menghancurkan perjuangan dari sumber kekuatan ekonomi karena mereka
senantiasa berusaha untuk itu dengan menghalalkan segala cara.

Usaha-usaha perekonomian itu harus dilakukan dengan menjalankan sistem


perekonomian Islam. Baik berupa syirkah, mudharabah, murabahah, qiradh, dan
sejenisnya yang tidak terkontaminasi sistem ekonomi non-Islam. Misalnya,
beberapa anggota pergerakan yang memiliki kelebihan harta mengumpulkan modal
untuk dijalankan. Kemudian dari keuntungan usaha tersebut disisihkan bagian
untuk dana perjuangan. Atau seseorang/beberapa orang yang memiliki modal dan
yang lainnya mendirikan usaha. Keuntungan dari usaha itu dibagi antara pemberi
modal dan yang menjalankannya kemudian disisihkan bagian untuk perjuangan
Islam.

Atau sebuah pergerakan Islam yang memiliki dana cukup, kemudian membuka
usaha sebagai bagian dari aktivitasnya sebagai sumber dana perjuangan; dan lain-
lain bentuk perekonomian yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan
dijalankan dengan manajemen modern dan profesional.

Dengan usaha-usaha pengaturan dana melalui perekonomian ini, para pejuang fi


sabilillah tidak perlu bersusah payah mengemis pada orang-orang kikir ataupun
musuh-musuhnya dan tidak perlu terlalu mengharapkan bantuan yang belum pasti
datangnya. Dengan usaha yang bersungguh-sungguh dan mengikuti petunjuk Allah
dan Rasul-Nya, rahmat dan pertolongan Allah akan senantiasa datang kepada
pejuang di jalan Allah. Selain itu, dapat dilihat keberhasilan yang telah diperoleh
pejuang-pejuang di jalan Allah yang menaruh perhatian besar terhadap pengaturan
sumber dana ini, bahkan menjadikannya sebagai bagian dari perjuangan yang
mesti digarap, tidak kalah pentingya dengan jihad lainnya.

Sebagai contoh, Imam Syahid Hasan al-Banna sangat menaruh perhatian pada
aspek perekonomian ini. Gerakannya mampu mengorganisasi usaha-usaha
perekonomian, bahkan pabrik-pabrik besar, sebagai sumber dana perjuangannya.
Usahanya itu dikelola oleh jamaah secara profesional. Demikian pula halnya dengan
gerakan ekonomi yang dikelola gerakan al-Arqam, yang berpusat di Malaysia,
dengan pabrik-pabrik dan usaha perdagangan yang cukup maju serta dikelola
secara profesional oleh pribadi-pribadi berdedikasi tinggi. Dengan usahanya itu,
gerakan Arqam mampu berkembang ke beberapa negara.

Berapa banyak gerakan Islam yang gulung tikar ataupun susah berkembang karena
kurang memperhatikan pengaturan sumber dana secara profesional, tidak
menggarap sektor perekonomian sebagaimana menggarap bagian-bagian
perjuangan lainnya, sedangkan ekonomi adalah kunci dari keberhasilan perjuangan
secara menyeluruh. Kini, sudah saatnya lembaga-lembaga perjuangan Islam,
bahkan merupakan tuntutan yang mesti dilakukan, untuk memiliki lembaga khusus
yang bergerak dalam bidang ekonomi dalam rangka menunjang dana perjuangan
dengan mengikuti kaidah-kaidah perekonomian modern yang sesuai dengan Islam.

Untuk membahas persoalan ini secara rinci diperlukan keterlibatan para pakar
ekonomi dan bisnis serta manajemen yang komitmen terhadap perjuangan Islam
dalam rangka menuju kejayaan Islam dan umatnya. Di antara seruan Allah SWT
dalam memobilisasi kaum Muslimin untuk berjihad di jalan-Nya adalah dalam Surat
At-Taubah ayat 41:
- :
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan
berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. At-Taubah: 41)

Infak di jalan Allah menjadi sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan dalam
jihad fiisabilillah, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit.
Dalam ayat tersebut secara gamblang disebutkan bahwa berjihadlah dengan harta
dan jiwamu.

Para shahabat radhiyallahu anhum berlomba-lomba menginfakkan harta mereka


setiap kali seruan infak datang kepada mereka. Abu Bakar menginfakkan seluruh
hartanya kepada Rasulullah, Umar menginfakkan separuh hartanya kepada
Rasulullah, Utsman bin Affan pernah menginfakkan seribu ekor unta berikut isinya.
Pantaslah para muassis dakwah pada zaman sekarang ini pun mengandalkan
penggalangan dana dari infak para pendukungnya dengan slogan shunduuqunaa
juyuubuna. Tidak mengandalkan kepada uluran tangan dan belas kasihan orang
lain. Asy-Syahid Hasan Al-Banna pernah menolak pemberian dari kerajaan Inggris
untuk aktivitas dakwah beliau.

Mengapa kita diharuskan berjihad dengan harta kita? Hal itu disebabkan karena
kebatilan pun untuk bisa eksis, didukung oleh para pendukung kebatilan (orang-
orang kafir) yang berani mengeluarkan biaya besar. Allah berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk


menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu,
kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke
dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan, (QS. Al-Anfal:
36)

Oleh karena itu, pelalaian akan infak di jalan Allah ini akan menyebabkan surutnya
kembali cahaya Islam dan tertutupinya kebenaran Islam. Tertutup oleh kegelapan
kebatilan dan kezhaliman yang mengobral harta mereka untuk melawan kebenaran.

Perhatikanlah dalam penggalan sejarah ketika para sahabat berkeinginan meminta


dispensasi kepada Rasulullah untuk tidak lagi berinfak dan meninggalkan dakwah
yang telah maju di Madinah untuk sekadar memetik keuntungan duniawi.
Permintaan dispensasi tersebut dijawab oleh Allah dengan sebuah penegasan untuk
berinfak di jalan Allah SWT.

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah:
195)

Semoga Allah SWT senantiasa melapangkan rezki kepada kita dan memberikan
kekuatan
kepada kita untuk berinfak di jalan Allah SWT dalam menegakkan agama Allah di
muka bumi ini.

SUPLEMEN
PROFIL HARTAWAN MUSLIM GENERASI ISLAM PERTAMA

Generasi Islam pertama yang dibina Rasulullah saw. adalah sebaik-baik generasi
Islam yang seluruh kehidupannya merupakan teladan kaum muslimin sepanjang
masa. Mereka adalah generasi yang diturunkan Allah kepada umat manusia, hidup
di bawah bimbingan wahyu Allah dan pendidikan Rasulullah sehingga mereka
dijuluki sebagai umat terbaik yang diturunkan Allah ke muka bumi. Mereka adalah
generasi-generasi agung, yang keagungannya menjadi mercusuar sepanjang
zaman.

Demikian pula, mereka adalah pejuang-pejuang agung yang rela mengorbankan


jiwa raga dan hartanya untuk menegakkan keadilan dan kedamaian di muka bumi.
Mereka adalah sebaik-baik teladan dalam perjuangan di jalan Allah. Karenanya,
tidaklah sempurna pembahasan mengenai jihad dengan harta jika perjuangan sud
mereka dalam mengorbankan hartanya di jalan Allah tidak dikemukakan. Pada
bagian ini akan dikemukakan profil para pejuang di jalan Allah yang telah
mengeluarkan hartanya untnk perjuangan Islam.

1. Khadijah ra., Ummahatul Muminin Pertama

Dalam tarikhnya, Ibnu Atsir menulis, Siti Khadijah adalah seorang niagawati yang
mempunyai kedudukan terhormat dan memiliki harta kekayaan besar. Dalam
mengelola perniagaannya, ia mempekerjakan kaum pria untuk menjualkan barang-
barang dagangannya dengan menerima sebagian dari keuntungan yang
didapatnya. (3) (Lihat Muhammad al-Ghazali, Fiqhus Sunnah, hlm. 132)

Niagawati kaya raya ini lalu menikah dengan seorang pemuda calon pemimpin
besar umat manusia, Muhammad al-amin. Allah telah memilih pendamping yang
sangat tepat bagi misi-misi besar yang diembannya kelak, seorang wanita
terhormat, kaya raya, cerdas, tegas, bijaksana, dan rela mengorbankan hartanya
untuk mendukung perjuangan suaminya tercinta. Khadijah r.a. adalah profil
hartawan muslimah agung yang pengorbanannya sangat sulit dilukiskan dengan
kata-kata.

Ketika suami tercintanya menjauhi dunia untuk ber-tahannuts, mencari kebenaran


hakiki di kesunyian Gua Hira, dengan penuh pengorbanan, disiapkannya seluruh
kemampuan yang dimilikinya. Seluruh harta benda miliknya dikorbankan kepada
perjuangan suci suaminya untuk membebaskan umat manusia dari kesesatan dan
kejahiliahan. la tidak pernah mengeluh dan menghitung-hitung berapa besar yang
dikeluarkannya untuk perjuangan suaminya ketika wahyu telah turun.

Khadijah r.a., bangsawan kaya raya yang telah mengorbankan seluruh miliknya
untuk perjuangan menegakkan risalah Islam yang diemban suaminya tercinta,
Muhammad Rasulullah. Dengan pengorbanannya, ia rela hidup menderita,
senantiasa kekurangan, meninggalkan kemewahan duniawi, menjadi miskin demi
menegakkan keyakinannya; sampai ia wafat di tengah-tengah kemiskinan dan
kekurangan suami dan para pengikut setianya. Sesungguhnya, pantaslah Rasulullah
mencintai orang yang telah mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan Islam
seperti Khadijah, istrinya tercinta.

Tiada kata-kata yang lebih indah untuk melukiskan pengorbanan sucinya kecuali
kata-kata sang kekasihnya, Muhammad Rasulullah, orang yang langsung
merasakannya, Demi Allah, tiada ganti yang lebih baik darinya, yang beriman
kepadaku di saat semua orang ingkar, yang membenarkanku ketika semua
mendustakanku, yang mengorbankan hartanya di saat semua berusaha
menahannya, dan...darinyalah aku mendapatkan keturunan....

Berbahagialah Khadijah r.a., seorang hartawan muslimah yang telah hidup bersama
Islam dan menghidupkan Islam dengan apa yang dimiliknya dan rela meninggal di
tengah-tengah keislamannya dalam mendukung perjuangan suci suaminya.
Pantaslah ia mendapatkan kedudukan terhormat di mata Rasul-Nya dengan
pengorbanan yang telah diberikannya sehingga menimbulkan kecemburuan istri-
istrinya yang lain, walaupun Khadijah telah wafat.

2. Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar ibnul-Khaththab

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah salah seorang bangsawan dan hartawan Quraisy
yang mengikuti Rasulullah di awal dakwah Islam. Dengan kekayaan yang
dimilikinya, Abu Bakar telah banyak berbuat untuk menjayakan perjuangan Islam,
membantu saudara-saudara seimannya yang lemah, membebaskan mereka dari
perbudakan dan kesulitan-kesulitan ekonomi lainnya. Kederma- wanan Abu Bakar
tidak dapat ditandingi oleh para sahabat lainnya karena ia telah mengorbankan
seluruh harta bendanya untuk perjuangan Islam. Dalam sebuah riwayat disebutkan
sebagai berikut.

Umar ibnul-Khaththab ra., berkata, Rasulullah menyuruh kami supaya bersedekah.


Kebetulan ketika itu, aku mempunyai harta. maka kataku dalam hati, Sekarang, aku
dapat mengungguli Abu Bakar sekalipun aku tidak pernah mengunggulinya. Aku
pun datang membawa separo hartaku. Rasulullah bertanya, Berapa engkau
tinggalkan untuk keluargamu? Sebanyak itu pula, jawabku. Datanglah Abu Bakar
membawa seluruh hartanya dan Rasulullah bertanya kepadanya, Berapa engkau
tinggalkan untuk keluargamu?Jawabnya, Aku tinggalkan buat mereka Allah dan
Rasul-Nya. Aku (Umar) berkata, Aku tidak akan dapat mengungguli Anda buat
selama-lamanya. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Kedermawanan mereka berdua, Abu Bakar dan Umar, tidak perlu dikomentari
panjang lebar lagi. Riwayat tersebut telah menggambarkannya dengan indah dan
tuntas. Mereka tidak pernah menahan harta bendanya jika; hal itu untuk
kepentingan Islam dan perjuangannya; mereka selalu berlomba- lomba untuk
mengeluarkannya.

3. Utsman bin Affan

Ketika Perang Tabuk (perang terbesar ketika itu antara kaum muslimin dan tentara
Romawi pada bulan Rajab tahun 9 H) diperintahkan oleh Rasulullah pada musim
panas yang terik, perjalanan yang ditempuh amat jauh dan jumlah musuh sangat
besar. Demikian pula perlengkapan yang dipersiapkan harus memadai. Rasulullah
lalu menganjurkan kepada para sahabat untuk mengeluar- kan sumbangan menurut
kemampuan masing-masing.

Para sahabat berlomba-lomba mengeluarkan infak, demikian juga kaum wanita


berlomba mengeluarkan barang perhiasannya dan menyerahkannya kepada
Rasulullah guna membantu persiapan angkatan perang, namun sumbangan itu
tidak seberapa banyak dan belum mencukupi persiapan guna menghadapi tentara
Romawi yang demikian besar dan tangguh.

Ketika Rasulullah memandang pasukan yang besar dan panjang dari para sahabat,
beliau bersabda, Barangsiapa yang dapat membiayai mereka. Allah akan
mengampuninya. Mendengar jaminan ampunan Allah itu, tampillah Utsman dari
arah yang tidak diduga dari dalam barisan panjang itu, menyanggupkan diri untuk
membiayai seluruh keperluan pasukan perang yang terkenal dengan nama Jaisul
Usrah pasukan di waktu susah.

Berkata Ibnu Syihab az-Zuhri sehubungan dengan infak Utsman bin Affan itu,
Utsman telah menyerahkan kepada Jaisul Usrah dalam Perang Tabuk sejumlah 940
ekor unta ditambah dengan 60 ekor kuda untuk membulatkan jumlah menjadi
seribu ekor.

Berkata Hudzaifah al-Yamani, Utsman datang kepada Rasulullah saw. dengan


membawa uang untuk Jaisul Usrah dengan dicurahkan di atas telapak tangannya.
Rasulullah pun membolak-balikkan uang itu dengan tangannya seraya bersabda,
Allah telah mengampuni dosa-dosamu, yang kamu wahai Utsman, baik yang kamu
sembunyikan maupun nyatakan, begitupun apa yang akan terjadi nanti sampai
kiamat

Ketika Rasulullah dan para sahabatnya baru berhijrah ke Madinah, mereka langsung
mendapat ujian dari Allah dengan menghadapi kesulitan air, sehingga ada di antara
para sahabat yang berkata, Kami tidak tahan tinggal di tempat ini, sambil
menunjuk tempat yang banyak airnya milik orang Yahudi, sebuah mata air tawar
yang suka dijuahya dengan satu gantang gandum untuk setimba air.

Rasulullah sangat mengharapkan kiranya di antara sahabat ada yang bersedia


membeli telaga itu sehingga air dapat dialirkan kepada kaum muslimin tanpa
memungut bayaran. Tampillah sekali lagi Utsman bin Affan untuk memenuhi
harapan Rasulullah itu dan membeli separo dari telaga itu dengan harga 12.000
dirham. Cara pemanfaatannya dengan bergiliran, satu hari Yahudi dan satu hari
untuk kaum muslimin. Karena orang Yahudi itu mengharapkan pendapatan yang
lebih banyak, ia menawarkan kepada Utsman bin Affan untuk membeli yang
sebagian lagi, lalu dibelilah seluruhnya, sehingga melimpah ruahlah air itu untuk
kaum muslimin.

4. Abdurrahman bin Auf

Diriwayatkan dari Anas r.a. bahwa ketika Aisyah di rumahnya tiba-tiba terdengar
suara getaran dan hiruk pikuk di luar rumah. Aisyah bertanya, Suara apakah itu?
Dijawab oleh seseorang, Itu suara kafilah Abdurrahman bin Auf yang baru tiba dari
Syam membawa barang dagangannya kira-kira tujuh ratus unta, yang menimbulkan
suara demikian. Aisyah berkata, Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, Saya
telah melihat Abdurrahman bin Auf masuk ke dalam surga dengan merangkak.
Keterangan ini sampai kepada Abdurrahman bin Auf, lalu ia berkata, Jika dapat,
aku akan usahakan untuk masuk sambil berdiri. Semua unta dengan muatannya
lalu diinfakkan di jalan Allah.

5. Ummahatul Muminin Aisyah RA.

Diriwayatkan bahwa pada suatu hari, Abdullah bin Zubair mengirim uang sebanyak
180.000 dirham kepada Aisyah r.a., sedangkan ketika itu ia tengah berpuasa. Uang
itu lalu dibagi-bagikan hingga petang dan tidak tersisa. Ketika sudah petang, Aisyah
berkata kepada hambanya, Sediakan untuk berbuka puasa. Disediakanlah roti dan
minyak zaitun oleh hambanya sambil berkata, Apakah engkau tidak dapat membeli
daging dari uang yang dibagi-bagikan itu walau hanya sedirham? Aisyah r.a.
menjawab, Sudahlah, jangan marah padaku. Sekiranya engkau mengingatkan,
tentu aku dapat mengerjakan itu.

6. Saad Ibn Ar-Rabi

Al-Bukhari meriwayatkan sebagai berikut. Setibanya kaum Muhajirin di Madinah,


Rasulullah saw. segera mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Saad
ibnur-Rabi. Ketika itu, kepada Abdurrahman, Saad berkata, Aku termasuk orang
Anshar yang mempunyai banyak harta kekayaan dan kekayaan itu akan kubagi dua,
separo untuk Anda dan separo untukku. Aku juga mempunyai dua istri. Lihatlah
mana yang Anda pandang baik bagi Anda sebutkan namanya, ia akan segera
kucerai dan sehabis masa iddahnya, Anda kupersilakan menikahinya.

Abdurrahman menjawab, Semoga Allah memberkahi keluarga dan kekayaan Anda.


Tunjukkanlah kepadaku di manakah pasar kota kalian.

Demikianlah sedikit dari beberapa contoh agung para pejuang di jalan Allah yang
telah mengorbankan harta bendanya untuk menegakkan Islam di muka bumi.
Seluruh generasi Islam pertama adalah para pejuang sejati yang telah
mengorbankan jiwa dan hartanya untuk perjuangan di jalan Allah. Dada mereka
yang telah dipenuhi oleh keimanan dan keislaman, tidak akan ragu mengorbankan
apa saja untuk kepentingan agamanya.
Perjuangan agung mereka tidak mungkin dapat diuraikan satu per satu, namun
perjuangan mereka pada hakikatnya adalah perjuangan suci yang dilandasi
keimanan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka sangat yakin bahwa semua
pengorbanan yang diberikan akan dibalas dengan surga dan segala kenikmatannya.
Untuk mendapat kenikmatan akhirat inilah, mereka berlomba-lomba mengeluarkan
hartanya di jalan Allah. Pengorbanan mereka yang agung dan mulia telah
menjadikan Islam sebagai agama yang menyelamatkan dunia.

Mereka yang memiliki harta benda dan mengaku sebagai orang yang beriman, tidak
akan menumpuk harta bendanya secara berlebih-lebihan sebagaimana yang telah
dicontohkan generasi Islam pertama, karena mereka mengetahui bahwa dunia ini
adalah ladang untuk menanam amal saleh agar dapat dipanen kelak di akhirat.
Mereka yang telah diberi kelebihan harta oleh Allah, namun dipergunakan untuk
kepuasan duniawi dan tidak dibelanjakan di jalan Allah, bukanlah termasuk orang-
orang yang dirahmati Allah kelak.

Apalagi seperti saat ini, di mana musuh-musuh Islam telah menggalang dana besar
untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin, sedangkan para pejuang di jalan
Allah sangat kesusahan mendapatkan dana perjuangan mereka. Pada saat seperti
ini, pengorbanan mengeluarkan harta di jalan Allah akan mendapatkan ganjaran
yang sangat besar dan orang-orang yang tidak mengeluarkannya akan mendapat
kemurkaan dan bencana besar.

Anda mungkin juga menyukai