Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laboratorium klinik merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan


dari pelayanan kesehatan di rumah sakit secara keseluruhan. Pelayanan
laboratorium klinik yang berfokus pelanggan, bermutu, efektif, efisien dan
profesional akan menentukan keunggulan kompetitif, kelangsungan hidup dan
pertumbuhan rumah sakit di era globalisasi sekarang ini.
Menurut Nurwita dan Mastiadji (2011), laboratorium klinik bagaikan
sebuah industri. Sampel yang diterima merupakan bahan bakunya, sedangkan
hasil pemeriksaan yang dikeluarkan merupakan produk yang dihasilkan. Hasil
pemeriksaan yang dikeluarkan harus dapat dijamin kualitasnya. Kualitas sebuah
pelayanan laboratorium klinik didefinisikan sebagai sejauh mana kemampuan
memuaskan kebutuhan dan harapan pelanggan. Pelanggan sebuah laboratorium
terdiri dari pasien dan klinisi. Semula laboratorium hanya menekankan pada
kualitas teknik atau analitik dan keakuratan hasil. Namun, saat ini tuntutan pada
laboratorium telah bergeser, yaitu kerapian administrasi, hasil akurat, sesuai
dengan etika profesi, keselamatan pasien dan petugas laboratorium, terstandarisasi
dan bermutu. Kebutuhan pasien adalah hasil yang akurat dan dilayani dengan
baik, sedangkan pihak klinisi mengutamakan hasil analitik yang akurat, harga
yang murah, serta hasil laborat yang selesai dengan cepat.
Pelayanan patologi klinik dalam laboratorium di rumah sakit maupun klinik
mandiri berperan dalam primary, secondary, dan tertiary prevention. Primary
prevention antara lain meliputi kegiatan promosi kesehatan, medical check up,
pra/pasca vaksinasi, identifikasi faktor risiko, maupun penapisan penyakit.
Secondary prevention mencakup menegakkan diagnosis dan pemantauan hasil
terapi maupun menentukan prognosis, sedangkan upaya pengendalian faktor
risiko supaya tidak mendapatkan serangan penyakit yang sama atau mencegah
kekambuhan berikutnya merupakan upaya tertiary prevention. Pelayanan Patologi

1
2

Klinik tidak hanya berfungsi menunjang diagnosis klinik dan pengobatan


penderita, tetapi juga berfungsi sebagai sarana untuk memastikan prognosis
(Purwanto, 2011).
Informasi yang dihasilkan laboratorium memungkinkan dokter untuk
membuat keputusan diagnostik atau terapi berdasarkan bukti yang sesuai untuk
pasien mereka. Layanan laboratorium klinik adalah informasi yang objektif
dengan biaya yang paling efektif dan sumber daya paling invasif untuk
pengambilan. Layanan laboratorium klinis memiliki dampak langsung pada
berbagai aspek perawatan pasien termasuk, lama inap (length of stay),
keselamatan pasien (patient safety), pemanfaatan sumber daya (resource
utilization) dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction)(ASCLS,2005).
Instalasi laboratorium yang dimiliki RSUD Banyumas berklasifikasi
laboratorium klinik utama. Cakupan pelayanan dan kinerja instalasi ini semakin
meningkat. Pada Tabel 1, terlihat jenis pemeriksaan terbanyak, yaitu kimia klinik
sebesar 59,6% disusul kemudian dengan hematologi, imunoserologi, kimia rutin
dan mikrobiologi. Sementara jumlah pemeriksaan terbesar berasal dari permintaan
dari instalasi rawat inap 78.406 (70,6%), kemudian rawat jalan/IGD atau
permintaan dari luar sebanyak 31.983 (28,8%) dan terkecil dari klinik perjanjian
(VIP) 698 (0,6%).

Tabel 1. Jumlah pemeriksaan di Laboratorium RSUD Banyumas Januari-Mei 2014


JUMLAH PEMERIKSAAN

Jenis RAWAT KLINIK


No RAWAT TOTAL %
Pemeriksaan JALAN/ PERJANJIAN
INAP
IGD (VIP)
1. Hematologi 22.710 6.993 40 29.743 26.8
2. Imunoserologi 6.266 2.388 43 8.697 7.8
3. Kimia Rutin 3.555 1.681 14 5.250 4.7
4. Kimia Klinik 44.981 20.627 600 66.208 59.6
5. Mikrobiologi 894 294 1 1.189 1.1
Jumlah 78.406 31.983 698 111.087
Sumber: Instalasi Laboratorium RSU Banyumas, 2014
3

Parameter pemeriksaan laboratorium klinik RSUD Banyumas secara


terperinci dalam Tabel 2.

Tabel 2. Jenis pemeriksaan di Inslalasi Laboratorium RSUD Banyumas

No PEMERIKSAAN PARAMETER

Hitung Jenis, Retikulosit, LED, Masa Pendarahan, Masa


1 Hematologi Pembekuan, Rhesus, Golongan Darah, DL, MDT, L E Sel,
LCS, Exudat/Transudat, Combs Tes
DB, NS1, Widal, CRP, RF, ASTO,VDRL, HbsAg, ANTI
HbsAg, HbsAg ULTRA, HCV, HAV, HIV/CD4, CEA,
2 Imunoserologi
AFP, T3, T4, FT4,TSH, TOXO igG, TOXO igM, RUBELA
igG, RUBELA igM, CMV igG, CMV igM
Protein Urine, Urine, Tes Kehamilan, Sperma, Faeces,
3 Kimia Rutin
Narkoba
Gula Stik, Gula, SGOT, SGPT, Ureum, Creatinin,
Protein,Albumin, Globuin, BIL Total, BIL Direk, BIL
4 Kimia Klinik Indirek, ALP, Uric Acid, Cholesterol, Trigliserid, HDL,
LDL, GGT, CK, CKMB, Troponin, Feritin, Platelet,
HBA1c, Elektrolit, AGD
5 Mikrobiologi Filaria, Swab/Gram, BTA, Malaria dan Kultur
Sumber: Instalasi Laboratorium RSU Banyumas, 2014

Berbagai jenis pelayanan yang dilaksanakan laboratorium tersebut dituntut


adanya tanggung jawab (akuntabilitas), kejelasan (transparansi), ketepat-gunaan
(efektivitas) dan keberhasil-gunaannya (efisiensi). Langkah nyata dilakukan
dengan pengelolaan (manajemen) mutu atau jaminan mutu laboratorium klinik.
Hal ini dapat dijalankan dengan pengawasan dan pengendalian mutu (dikenal
sebagai program kontrol kualitas internal dan eksternal), pengamatan penunjuk
(indikator) klinik laboratorium serta survei kepuasan pelanggan (Mulyono, 2007).
Laboratorium klinis yang profesional dan bermutu adalah mitra yang sangat
diperlukan dalam perawatan pasien, perbaikan kualitas hidup pasien,
pemeliharaan kesehatan masyarakat dan efektivitas penyedia layanan kesehatan
individu (Forsman, 2002). Laboratorium yang memiliki keahlian untuk
mengidentifikasi tren yang signifikan pada pola penyakit dan hasil medis yang
dapat digunakan untuk mendukung keputusan klinis dan penerapan clinical
pathway, sehingga biaya perawatan bisa dikurangi dan dikendalikan (Miles
&Weiss, 2011).
4

Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas sebagai RSUD tipe B Pendidikan


dituntut untuk terus berbenah diri dengan menerapkan sistem manajemen mutu
untuk mencapai indikator pelayanan mutu yang optimal, melebihi standar
pelayanan minimal sebagaimana diamanatkan dalam Permenkes No.129 Tahun
2008. Penerapan sistem manajemen mutu secara berkelanjutan akan
meningkatkan mutu layanan laboratorium dan meningkatkan daya saing rumah
sakit ini.
Kajian sistem manajemen mutu laboratorium klinik sudah dilaksanakan
RSUD Banyumas dengan pendekatan model Five-Q (tabel 3).

Tabel 3. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium RSUD Banyumas


No Quality Management Science (QMS) dengan suatu model FiveQ
1. Quality Planning (QP)
Penentuan jenis, alat, bahan, sumber daya yg dibutuhkan & Pengembangan produk
layanan dengan sistem KSO (Kerja Sama Operasional).
Alat, bahan dan SDM dievaluasi dan dianalisa secara berkala.
2. Quality Laboratory Practice (QLP)
SOP sudah tersedia sejak 2008
Komitmen team work dalam penenerapan SPO perlu ditingkatkan
3. Quality Control (QC)
Indeks Kepuasan Masyarakat & Indikator Mutu Klinis dievaluasi secara berkala.
4. Quality Assurance (QA)
Survey eksternal & Akreditasi KARS 2012
5. Quality Improvement (QI)
Kegiatan penyelesaian masalah berbasis mutu (GKM, PSBH atau Perbaikan melalui
Sistem Saran), Pelatihan Eksternal/Internal, Bimtek dan Monev peningkatan mutu dari
Cross Functional Team yg ada
Sumber: Bag. Diklat,Litbang dan Peningkatan Mutu RSU Banyumas, 2010
Instalasi laboratorium klinik RSUD Banyumas juga sudah berusaha
menerapkan manajemen laboratorium klinik berdasarkan Permenkes No.411
Tahun 2010 dan sistem manajemen mutu sesuai dengan panduan praktik
laboratorium yang benar (Depkes, 2008)yang disajikan pada Tabel 4.
5

Tabel 4. Penerapan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium RSUD Banyumas


Kajian Sistem Manajemen Mutu Laboratorium RSUD Banyumas
(Berdasarkan Panduan PraktIk Laboratorium yang Benar (Depkes,2008)
dan Permenkes no.411 tahun 2010 tentang Manajemen Laboratorium Klinik)
1. Belum pernah dilakukan kajian GCLP atau WHO StrengtheningChecklist untuk
pengembangan mutu laboratorium
2. Visi dan Misi Laboratorium belum direvisi meskipun sudah ada pengembangan produk
layanan patologi nnatomi.
3. Laboratorium belum memiliki Renstra
4. SK Direktur th 2006 tentang tupoksi & tanggung jawab petugas laboratorium belum sesuai
Permenkes no.411 tahun 2010.
5. SPO alur pelayanan, prosedur pemeriksaan, Patient Safety, Pengelolaan limbah dan K3 RS.
Pembuatan SPO penanganan alur sampel yg benar perlu dikembangkan
6. Survei kepuasan pelanggan laboratorium, pemantauan ketaatan Penerapan SPO dan APD
sudah tidak dilaksanakan sejak 2009
7. Ketenagaan & sarana prasarana cukup memadai tetapi masih perlu dioptimalkan dan ditata
kembali.
8. Pemantauan INOS rutin, sertifikasi peralatan & tenaga (Dokter+Analis) perlu didukung terus
9. Penerapan Sistem Penanganan Komplain Pelanggan.

Kedua model sistem manajemen mutu tersebut di atas akan sangat sulit
mengkaji berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam persyaratan mutu dan
kompetensi laboratorium medis. Salah satu gold standard yang memungkinkan
laboratorium klinik RSUD Banyumas mampu melaksanakan tanggung jawab,
baik tanggung jawab profesional (professional responsibility), tanggung jawab
teknis (technical responsibility) maupun tanggung jawab pengelolaan
(management responsibility) seharusnya merujuk pada ISO 15189.
Standar tersebut cukup kompleks akan terasa sulit untuk diterapkan atau
dipenuhi terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia tanpa adanya
Quality Improvement Process yang harus dilaksanakan secara berkesinambungan.
Oleh karena itu, World Health Organization (WHO) mengembangan suatu alat
bantu yang bisa dipakai sebagai self assessment atau audit internal yang sudah
diujicobakan sejak 2009 yaitu WHO Stepwise Laboratory (Quality) Improvement
Process Towards Accreditation (SLIPTA) for Clinical and Public Health
Laboratories.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diringkas berbagai fakta sebagai


berikut: 1) Kelangsungan hidup dan perkembangan rumah sakit didukung oleh
6

pelayanan laboratorium klinik yang berfokus pelanggan, bermutu, efektif, efisien


dan profesional, 2) Tuntutan terhadap kualitas laboratorium semakin besar
meliputi kualitas teknik/analitik, keakuratan hasil, reasonable, sesuai etika
profesi, keselamatan pasien dan petugas, terstandar dan bermutu, 3) RSUD
Banyumas merupakan RS tipe B Pendidikan yang memiliki laboratorium klinik
utama dengan potensi pelanggan internal dan eksternal yang cukup besar, 4) WHO
SLIPTA Checklist merupakan suatu instrumen self assessment yang sederhana
dibandingkan dengan instrumen lain dan sudah diterapkan di beberapa negara
seperti Ghana dan Uganda yang merupakan negara berkembang seperti Indonesia,
dan 5) SLIPTA ini belum pernah diteliti di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas,
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana optimalisasi sistem
manajemen mutu pada laboratorium klinik RSUD Banyumas menggunakan WHO
SLIPTA Checklist sebagai instrument self assessment?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut :


1. Tujuan umum
Mengevaluasi manajemen mutu dari segi parameter WHO
Laboratory Quality Management System dan Laboratory Quality
Improvement menggunakan WHO SLIPTA Checklist untuk perencanaan
dan peningkatan manajemen mutu pada laboratorium klinik RSUD
Banyumas.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi sistem pengelolaan dan dukungan manajemen mutu
yang dilaksanakan di laboratorium klinik RSUD Banyumas,
b. Mengidentifikasi berbagai sumber daya yang diperlukan untuk
optimalisasi mutu pelayanan laboratorium klinik RSUD Banyumas,
c. Mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhinya atau
berkontribusi dalam strategi peningkatan mutu laboratorium klinik
RSUD Banyumas.
7

D. Manfaat Penelitian

Manfaat umum yang dapat diambil dari penelitian ini dengan melakukan
evaluasi manajemen mutu dan penerapan WHO Laboratory Quality
Management System dan Laboratory Quality Improvement adalah
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang ada, analisis situasi,
hambatan dan faktor-faktor yang mempengaruhimanajemen mutu
laboratorium klinik RSUD Banyumas.
Manfaat khusus yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Bagi RSUD Banyumas :
a. Memberikan dukungan tata kelola rumah sakit yang baik terutama
tentang manajemen laboratorium.
b. Memberikan kajian atau masukan untuk pengembangan rencana
strategis instalasi laboratorium klinik RSUD Banyumas
c. Memberikan umpan balik (feedback) dalam program pelayanan
berfokus pada pelanggan di Laboratorium Klinik RSUD Banyumas.
2. Bagi Program Studi Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, khususnya konsentrasi peminatan Magister
Manajemen Rumah Sakit, dapat digunakan sebagai referensi ilmiah
tentang sistem manajemen mutu dan manajemen laboratorium klinik.
3. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah wacana
pengetahuan tentang sistem manajemen mutu laboratorium rumah sakit.

E. Keaslian Penelitian

Sepengetahuan penulis, penelitian evaluasi manajemen mutu dan penerapan


WHO Laboratory Quality Management System dan Laboratory Quality
Improvement Instalasi Laboratorium Klinik RSUD Banyumas, belum pernah
dilakukan. Namun ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan sistem
manajemen mutu dan penerapan Good Laboratory Practice yang pernah
dilakukan (Tabel 5).
8

Tabel 5. Keaslian penelitian


Judul Tujuan Jenis/ rancangan penelitian Subjek penelitian Variabel
Evaluasu Mutu Melakukan evaluasi Penelitian deskriptif kuantitatif Pasien yang melakukan Variabel dependen: mutu
Pelayanan terhadap mutu pelayanan dengan rancangan studi pemeriksaan laboratorium pelayanan laboratorium.
Instalasi Laboratorium instalasi laboratorium RSU kasus.Pengumpulan data di instalasi laboratorium Variabel independen: pemantapan
RSU Kasih Ibu Surakarta Kasih Ibu Surakarta dilakukan melalui observasi RSU Kasih Ibu Surakarta mutu internal dengan subvariabel
(Cahyono, 2006) ditinjau dari pelaksanaan dan data sekunder. tahap praanalitik, tahap analitik,
pemantapan mutu internal. tahap pascaanalitik dan
pemantapan mutu eksternal.
Variabel antara adalah perbaikan
mutu.
Pemantapan Mutu dan Melakukan evaluasi mutu Penelitian bersifat Pasien yang melakukan Variabel dependen : mutu analisa
Mutu Hasil Analisis pelayanan aboratorium observasional menggunakan pemeriksaan laboratorium laboratorium kimia klinik.
Laboratorium Klinik Klinik Swasta ditinjau dari pendekatan kuantitatif dengan Kimia Klinik Swasta di Variabel independen :
Swasta di Kalimantan pelaksanaanpemantapan rancangan cross sectional Kalimantan Selatan. pemantapan mutu internal dengan
Selatan mutu internal di subvariabel tahap praanalitik,
(Muslim, 2001) Kalimantan Selatan. tahap analitik, tahap pascaanalitik.
Variabel antara adalah ketelitian
dan ketepatan.
Analisis Kepatuhan Diperolehnya informasi Penelitian ini menggunakan Populasi penelitian yaitu Variabel dependen : kepatuhan
Petugas Terhadap tentang kepatuhan petugas metode Quantitatif sebanyak 32 petugas petugas pada prosedur mutu
Prosedur Mutu terhadap prosedur mutu observational atau lebih dikenal laboratorium Balai Teknik sesuai ISO/IEC 17025:2005 di
Laboratorium sesuai ISO laboratorium sesuai dengan metode work sampling Kesehatan Lingkungan BTKL Palembang.
17025:2005 ISO/IEC 17025:2005 dan dengan rancangan penelitian Palembang yang Variabel independen :
di BTKL Palembang 2010 faktor yang berhubungan Cross Sectional, yaitu variabel menerapkan kegiatan dari pengetahuan, masa kerja,
(Marlina, 2010) di Balai Teknik Kesehatan dependen dan variable prosedur mutu, diamati pelatihan, sikap, motivasi,
Lingkungan Palembang. independen dikumpulkan dan di dalam interval waktu 2 pengawasan dan sarana.
observasi sekaligus pada saat menit (Kanawaty, 1992)
yang sama. selama 12 hari kerja.

Anda mungkin juga menyukai