Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berkurangnya sumber bahan baku industri pulp dan kertas yang berasal dari
sumber serat alam (virgin pulp) serta semakin maraknya isu pemanasan global akibat
berkurangnya luas hutan sebagai paru- paru dunia telah mendorong industri pulp dan
kertas untuk mencari sumber bahan baku non-kayu (serat sekunder). Serat sekunder
dapat berasal dari kertas koran bekas, majalah, kertas perkantoran, maupun kertas-
kertas kemasan. Kertas koran bekas ini harus mengalami penghilangan berbagai
kontaminan sebelum menjalani proses pembuatan kertas. Salah satu kontaminan
yang sukar untuk dihilangkan ialah tinta. Untuk memperoleh serat dari kertas bekas
biasanya dilakukan melalui proses deinking yaitu proses penghilangan tinta dari
serat. Pada proses deinking konvensional terdapat berbagai kelemahan, diantaranya
adalah penggunaan bahan kimia seperti NaOH, Na-silikat, peroksida yang dapat
mengakibatkan beban pengolahan limbah yang tinggi dan berkurangnya sifat fisik
lembaran. Penggunaan enzim dalam proses penghilangan tinta dari serat merupakan
salah satu alternatif yang memiliki berbagai kelebihan seperti mengurangi waktu
pulping, mengurangi konsumsi bahan kimia dan mengurangi polusi lingkungan.

1.2 Tujuan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan
tentang penggunaan enzim selulase dan hemiselulase dalam proses deinking
(penghilangan tinta dari serat) kertas koran bekas serta mengetahui pengaruh enzim
tersebut terhadap kualitas lembaran yang dihasilkan meliputi derajat putih, opasitas,
jumlah noda, indeks tarik, daya regang dan indeks sobek.

1.3 Perumusan Masalah


Masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana penggunaan enzim akan berpengaruh terhadap partikel- partikel
tinta dan permukaan serat dari kertas koran.

1
2. Pengaruh dari penggunaan enzim tersebut terhadap kualitas pulp yang
dihasilkan meliputi pengaruhnya terhadap derajat putih, opasitas, jumlah noda,
indeks tarik, daya regang dan indeks sobek.

1.4 Manfaat Makalah


Adapun manfaat yang diharapkan makalah ini
1. Pembaca dapat mengetahui alternatif lain yang dapat dilakukan dalam
mengatasi beberapa masalah dalam industri pulp seperti, masalah
keterbatasan bahan baku serat alam, dan masalah lingkungan.
2. Memberikan informasi kepada pembaca bagaimana proses deinking kertas
koran bekas dengan menggunakan enzim selulose dan hemiselulase. Serta
bagaimana kualitas produk yang dihasilkan dari proses tersebut.
3. Diharapkan menjadi pendorong kepada pembaca untuk mulai
mengembangkan teknik yang mungkin dapat menjadi alternative lain dalam
pengolahan serat sekunder.

1.5 Ruang Lingkup


Sorotan utama dalam makalah ini adalah proses deinking kertas koran bekas
dengan menggunakan enzim selulose dan hemiselulase dan percobaan untuk
mengetahui kualitas pulp yang dihasilkan. Dalam percobaan ini digunakan bahan
baku berupa kertas koran bekas, enzim pergalase A 40 (campuran sellulase-
hemisellulase), kolektor dari jenis asam lemak dipakai sebagai deinking agent dan
bahan pemutih terdiri dari hidrogen peroksida (H2O2), natrium hidroksida (NaOH),

natrium silikat (Na2SiO3) dan chelating agent jenis DTPA (diethylen triamin penta

acetic acid).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deinking
Deinking adalah proses industri untuk menghilangkan tinta cetak dari kertas
daur ulang untuk membuat deinked bubur. Kunci dalam proses deinking adalah
kemampuan untuk melepaskan tinta dari serat (Anonim, 2009).

2.2 Biodeinking
Biodeinking adalah suatu proses penghilangan tinta dari serat dengan
menggunakan agen biologi contohnya enzim. Penggunaan enzim pada industri pulp
dan kertas bukanlah hal yang baru, hal tersebut telah diterapkan dalam biopulping
untuk mengurangi energi yang dibutuhkan dalam penggilingan (refining) pulp,
biobleaching untuk mendapatkan pulp yang lebih putih tapi lebih ramah lingkungan
(bebas klorin), maupun dalam biodeinking untuk mengoptimalkan pelepasan partikel
tinta tanpa merusak serat. Biodeinking dapat memberikan berbagai keuntungan
seperti sebagai berikut :
1. Waktu pulping lebih cepat
2. Konsumsi bahan kimia yang lebih rendah
3. Polutan yang dihasilkan lebih redah
Prinsip biodeinking adalah proses degradasi permukaan serat yang
mengandung tinta, sehingga terjadi pengelupasan permukaan serat yang
mengakibatkan kemudahan pelepasan partikel tinta pada proses flotasi dan pencucian
(Wirawan dkk, 2006).

2.3 Enzim
Enzim merupakan suatu katalisator dalam reaksi biokimia dan setiap enzim
mempunyai kemampuan spesifik untuk merubah molekul tertentu. Menurut Haldare,
enzim merupakan larutan koloid atau katalis organik yang dihasilkan
mikroorganisme. Sebagai katalisator, enzim hanya meningkatkan kecepatan reaksi
dan sangat spesifik untuk reaksi yang dikatalisanya. Enzim adalah bahan kimia yang
dihasilkan mikroorganisme untuk meningkatkan kecepatan reaksi menuju keadaan

3
keseimbangan reaksi kimia, sehingga sifat termodinamika sistem tidak berubah
(Rismijana dkk, 2003).
Enzim yang umum digunakan dalam daur ulang kertas bekas adalah selulase,
xylanase, hemiselulase. Sedangkan dalam biodeinking, selulase dan hemiselulase
yang paling banyak digunakan, campuran enzim selulase-hemiselulase disebut enzim
Pergalase A-40. Enzim pergalase A-40 dapat diperoleh dengan mengisolasi jamur
Trichoderma longibraciatum (Szekeres, 2005), Faktor terpenting dalam mempelajari
sistim selulosa-selulase adalah sifat struktur dari bahan selulosa karena hidrolisa
secara enzimatis terhadap selulosa sebagian besar tergantung pada bahan kimia alam
dan struktur fisik dari substrat selulosa. Kecepatan reaksi hidrolisa enzimatik
dipengaruhi oleh kristalinitas substrat, asesibilitas enzim, luas permukaan spesifik,
derajat polimerisasi dan unit dimensi sel dari bahan selulosa (Rismijana dkk, 2003).
Mekanisme reaksi enzim yang terjadi pada proses biodeinking telah diteliti
oleh banyak peneliti, diantaranya :
1. Meningkatkan hidrolisis dan depolimerisasi selulosa antar serat, sehingga terjadi
pemisahan serat satu sama lain.
2. Enzim dapat memperlemah ikatan-ikatan antar serat dengan cara meningkatkan
fibrilasi, sehingga partikel-partikel tinta dapat terlepas dari permukaan serat.
3. Enzim dapat berdampak secara tidak langsung dengan cara menghilangkan
mikrofibril dan serat-serat halus sehingga dapat meningkatkan kinerja pencucian
dan flotasi (Wirawan dkk, 2006). Flotasi adalah suatu cara untuk memisahkan
fase cair atau fase padat dari fase cair dengan bantuan gelembung udara
kemudian terjadi pelekatan akibat gaya adhesi dan membentuk gumpalan dengan
massa jenis yang rendah sehingga terjadi pengapungan (Montgomery, 1985).

2.4 Penggunaan Kertas Koran


Kertas bekas dapat dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain perkantoran,
rumah tangga, pembuangan sampah, dan lain-lain. Kertas bekas merupakan salah
satu sumber serat yang potensial dan mempunyai prospek ekonomis tinggi. Kertas
bekas yang telah mengalami pengolahan merupakan bahan baku serat yang dikenal
dengan istilah serat sekunder (secondary fiber). Penggunaan serat sekunder
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi, faktor ekonomis, dan
keterbatasan sumber daya alam dalam penyediaan serat primer. Pemakaian serat dari

4
kertas bekas atau serat sekunder untuk pembuatan lembaran kertas mempunyai
beberapa keuntungan antara lain meningkatkan stabilitas dimensi, opasitas dan
formasi yang lebih baik serta kecenderungan curl yang rendah. Sedangkan
kerugiannya antara lain derajat putih dan kekuatan relatif lebih rendah, mengandung
kontaminan yang beragam dan derajat giling yang tidak seragam, serta seratnya
relatif pendek. Kertas koran merupakan salah satu jenis kertas yang banyak
digunakan sebagai media masa cetak yang diterbitkan setiap hari dengan jumlah
yang besar dan setelah dibaca biasanya langsung dibuang. Kertas koran mengandung
sekitar 80-85 % pulp mekanis dan 15-20 % pulp kimia yang berfungsi untuk
meningkatkan kekuatan kertas. Kertas koran dapat dibuat dari berbagai bahan baku
diantaranya kertas koran bekas (ONP), campuran kertas bekas (MWP), CPO,
campuran pulp dan kertas bekas. Pada kertas koran bekas, kontaminan utamanya
adalah tinta cetak yang umumnya terdiri dari pigmen atau butiran tinta yang berperan
sebagai pembawa warna berbentuk partikel padatan kecil, vehicle atau zat pembawa
pigmen berfungsi mengalirkan pigmen tinta pada kertas selama pencetakan sehingga
dapat berikatan dengan serat. Vehicle umumnya berupa resin, minyak nabati, dan
larutan volatile (Rismijana dkk, 2003).

5
2.5 Standar SNI
Persyaratan mutu kertas Koran yang ditetapkan oleh SNI ditunjukkan pada
tabel berikut ini
Tabel 2.1 Persyaratan Mutu Kertas Koran
No Parameter Satuan Persyaratan
1 Komposisi pulp % Mengandung pulp mekanis minimal 65
2 Gramatur g/m2 45- 60
3 Bulk Cm3/gr Maks. 1,75
4 Ketahanan tarik, AM kN/m Min. 1,13
5 Daya regang, SM % Maks. 3,0
6 Ketahanan cabut (IGT) P. m/s Min. 300
7 Penetrasi minyak 1000/mm Maks. 30
8 Kekasaran mL/mnt 120-300
9 Derajat putih (d/00) % ISO Min. 55
10 Opasitas cetak (d/00) % Min. 90
(SNI 7273, 2007)

6
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan


Dalam percobaan ini digunakan bahan baku berupa:
1. Kertas koran bekas lokal dengan usia rata-rata dibawah satu tahun.
2. Enzim pergalase A 40 merupakan campuran sellulase-hemisellulase dalam
bentuk cairan.
3. Kolektor dari jenis asam lemak dipakai sebagai deinking agent.
4. Bahan pemutih terdiri dari hidrogen peroksida (H2O2), natrium hidroksida

(NaOH), natrium silikat (Na2SiO3) dan chelating agent jenis DTPA

(diethylen triamin penta acetic acid).

3.2 Peralatan Percobaan


Dalam percobaan ini digunakan peralatan berupa:
1. Beater, berfungsi sebagai tempat penghancuran kertas Koran.
2. Pengukur pH
3. Wadah Flotasi
4. Washer (wadah pencuci)
5. Peralatan Bleaching

3.3 Prosedur Percobaan


Kertas koran bekas diuraikan dalam beater tanpa beban selama 7,5 menit,
kemudian pada konsistensi stok 4 %, pH 5 (dengan penambahan H2SO4 encer) dan
0
suhu 40 C ditambahkan enzim dengan variasi 0-1,5%, diaduk selama 30 detik dan
dibiarkan bereaksi selama 60 menit untuk memberi kesempatan enzim mendegradasi
0
permukaan serat. Setelah 60 menit ditambahkan es atau air dingin (suhu 5-10 C)
untuk menghentikan aktivitas enzim.
0
Stok diencerkan menjadi konsistensi 0,8% dan dipanaskan hingga 60 C, lalu
ditambahkan kolektor sebanyak 0,5% terhadap berat kering serat agar partikel tinta
dan gelembung udara saling mengikat sehingga dapat memudahkan proses flotasi.

7
Kemudian dilakukan proses flotasi selama 20 menit. Stok hasil flotasi dicuci hingga
2
pH netral. Sebagian dari stok dibuat lembaran dengan gramatur 55 g/m , dan
sebagian lagi dilakukan proses pemutihan menggunakan H2O2 1%, NaOH 0,15%,
0
Na2SiO3 2% dan DTPA 0,3%, pada kondisi pH 10 dan suhu 70 C selama 60 menit.
2
Stok hasil pemutihan kemudian dibuat lembaran dengan gramatur 55 g/m . Terhadap
lembaran yang diperoleh dari hasil flotasi dan pemutihan, dikondisikan pada suhu
0
231 C dan RH 502 % selama 24 jam kemudian dilakukan pengujian sifat fisik dan
optik meliputi derajat putih, opasitas, noda, indeks tarik, indeks sobek dan daya
regang.

8
3.4 Flowsheet Prosedur Percobaan

Mulai

Kertas koran diuraikan dalam


beater selama 7.5 menit

Pada konsistensi 4 %; pH 5; 40C, ditambahkan


enzim dengan variasi 0-1,5 % dan diaduk selama
30 detik, dibiarkan bereaksi selama 60 menit

Ditambahkan es atau air dingin


(suhu 5C-10C)

Stok diencerkan hingga konsistensi 0,8


% dan dipanaskan hingga 60C

Ditambahkan kolektor sebanyak 0,5 terhadap berat


kering serat dan dilakukan flotasi selama 20 menit

Stok hasil flotasi dicuci


air

Apakah pH sudah Tidak


netral?

Ya

Duilakukan proses pemutihan dengan menggunakan


Dibuat lembaran dengan
H2O2 1%, NaOH 0,15%, Na2SiO3 2% dan DTPA
gramatur 55 gr/m
0,3%, pH 10 ; 700C, selama 60 menit

Dibuat lembaran dengan


gramatur 55 gr/m

Derajat putih, Opasitas, Jumlah


Pengujian noda Indeks tarik, Datya regang Pengujian
dan Indeks sobek

Selesai

Gambar 3.1 Flowsheet Prosedur Percobaan


(Rismijana dkk, 2003)

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Optik


4.1.1 Derajat Putih
Derajat putih berhubungan erat dengan keberhasilan proses penghilangan tinta
dari kertas bekas, semakin rendah kandungan noda lembaran hasil deinking semakin
tinggi derajat putih lembaran. Derajat putih lembaran dapat dijadikan sebagai
indikator kandungan lignin dalam serat. Derajat putih lembaran yang terbuat dari
pulp mekanis yang banyak mengandung lignin akan menurun dengan cepat selama
penyimpanan.
Dari Gambar 4.1, penggunaan enzim selulase-hemiselulase pada proses
deinking kertas koran bekas dapat meningkatkan nilai derajat putih lembaran sekitar
10,2-17,5% dibandingkan blanko. Peningkatan ini terjadi karena aktivitas enzim
yang bekerja pada tinta dan permukaan serat, melemahkan ikatan antar serat
sehingga tinta yang melekat pada serat ikut terlepas, dan dengan adanya kolektor
pada proses flotasi tinta tersebut terangkat kepermukaan bersama gelembung udara
untuk dipisahkan.
Dari proses pemutihan yang dilakukan menghasilkan lembaran dengan nilai
derajat putih naik sekitar 2,8%, hal ini terjadi disebabkan H2O2 mendegradasi dan

mengubah kromofor lignin dimana lignin merupakan salah satu faktor penyebab nilai
derajat putih yang rendah.
Berdasarkan spesifikasi dari kertas koran (SNI 7273, 2007), derajat putih yang
dipersyaratkan minimal 55%. Dari hasil deinking dengan enzim, nilai ini dapat
dicapai oleh seluruh variasi penambahan enzim. Sedangkan nilai derajat putih
tertinggi dicapai dari penambahan enzim 1%.

10
Grafik 4.1 Derajat putih lembaran hasil proses deinking

4.1.2 Opasitas
Opasitas merupakan sifat yang penting terutama untuk kertas cetak, karena
kertas dengan opasitas tinggi tidak akan membentuk bayangan hasil cetakan pada
permukaan sebelahnya, terutama untuk cetak kedua permukaan. Nilai opasitas
dipengaruhi antara lain oleh gramatur, formasi lembaran, bahan pengisi, jenis serat,
dan lain-lain. Bertambahnya gramatur akan meningkatkan opasitas lembaran, pulp
belum putih menghasilkan lembaran dengan opasitas yang lebih tinggi dibanding
pulp yang sudah putih. Dari Gambar 4.2, terlihat bahwa opasitas lembaran hasil
deinking dari seluruh variasi penambahan enzim sedikit naik dari blanko dengan nilai
sekitar 99% atau naik antara 0,85-1,15%. Sedangkan hasil dari proses pemutihan
nilai opasitas menurun sekitar 3-5%. Hal ini disebabkan adanya sebagian lignin yang
terlepas dalam proses pemutihan dan meningkatnya derajat putih lembaran.
Spesifikasi kertas koran mempersyaratkan nilai opasitas minimal 90%, dan dari hasil
percobaan seluruh variasi penambahan enzim dapat memenuhi nilai persyaratan
spesifikasi kertas koran.

11
Gambar 4.2 Opasitas putih lembaran hasil proses deinking

4.1.3 Jumlah Noda


Noda pada kertas didefinisikan sebagai benda asing yang terdapat pada
2
lembaran kertas, berwarna lain dan mempunyai luas hitam minimal setara 0,04 mm .
Luas hitam standar adalah luas standar sebuah noda hitam bulat di atas dasar putih
yang memberikan kesan pandangan sama dengan noda yang terdapat pada lembaran
uji. Menurut Paraskevas, tinta untuk kertas koran mudah didispersikan menjadi
ukuran kecil sehingga akan membentuk noda-noda kecil pada lembaran. Dari
Gambar 4.3, terlihat bahwa hasil deinking dengan variasi jumlah penambahan enzim
dapat menurunkan jumlah noda pada lembaran sekitar 69,0-85,6%, sedangkan pada
proses deinking yang dilanjutkan dengan tahap pemutihan jumlah noda pada
lembaran turun sekitar 3-9% dari jumlah noda pada lembaran tanpa proses
pemutihan. Penurunan jumlah noda paling besar diperoleh pada penggunaan enzim
sebanyak 0,05%. Penurunan jumlah noda pada lembaran ini disebabkan terjadi
degradasi pada permukaan serat oleh enzim sehingga melemahkan ikatan antar serat
dan akibatnya serat terpisah satu dengan lainnya. Kejadian ini mempermudah
pelepasan partikel tinta dari serat sehingga lembaran yang dihasilkan menjadi lebih
bersih dari noda.

12
Gambar 4.3. Jumlah noda lembaran hasil proses deinking

4.2 Sifat Fisik


4.2.1 Indeks Tarik
Indeks tarik merupakan nilai ketahanan tarik dalam satuan newton per meter
dibagi gramatur dalam satuan gram per meter persegi, sedangkan ketahanan tarik
adalah gaya tarik yang bekerja pada kedua ujung kertas diukur pada kondisi standar.
Faktor yang mempengaruhi ketahanan tarik antara lain jumlah ikatan antar serat,
panjang serat, dan kandungan fine. Kandungan fine yang cukup tinggi, akan
mengakibatkan ketahanan tarik yang cenderung lemah karena berkurangnya ikatan
antar serat. Gambar 4.4 merupakan hasil deinking kertas koran bekas memakai enzim
dari seluruh variasi penambahan enzim menghasilkan lembaran dengan indeks tarik
naik sekitar 40-71% dari indeks tarik lembaran blanko. Sedangkan lembaran hasil
dari proses pemutihan, indeks tariknya naik sekitar 12-48% atau turun sekitar 23-
28% dari nilai indeks tarik lembaran tanpa proses pemutihan. Hal ini ada kaitannya
dengan jumlah noda pada lembaran, semakin rendah kandungan noda pada lembaran
maka antar serat tidak terhalang adanya partikel noda akibatnya ikatan antar serat
akan lebih baik sehingga ketahanan tarik lembaran meningkat. Sedangkan pada
proses pemutihan, bahan kimia pemutih yang digunakan tidak hanya mendegradasi
kromofor lignin tetapi bereaksi juga dengan karbohidrat dari selulosa yang
menyebabkan ikatan antar serat berkurang, akibatnya ketahanan tarik lembaran

13
turun. Nilai indeks tarik paling tinggi diperoleh dari penambahan enzim sebanyak
1% yaitu 29,36 Nm/g. Menurut spesifikasi kertas koran nilai indeks tarik yang
dipersyaratkan minimal 21,5 Nm/g, dan dari seluruh variasi penggunaan enzim,
lembaran yang dihasilkan memenuhi persyaratan indeks tarik tersebut.

Gambar 4.4 Indeks tarik putih lembaran hasil proses deinking

4.2.2 Daya Regang


Daya regang (elongation) merupakan regangan maksimal yang dicapai oleh
kertas sebelum putus diukur pada kondisi standar. Faktor yang mempengaruhi daya
regang antara lain panjang serat, fleksibilitas serat dan ikatan antar serat. Secara
keseluruhan dari variasi penambahan enzim (Gambar 4.5) lembaran yang dihasilkan
memiliki daya regang yang lebih besar dari lembaran blanko dengan kenaikan sekitar
35-64%. Sedangkan dari proses pemutihan daya regang lembaran naik sekitar 27-
98% atau turun sekitar 0,13-0,3% dari nilai daya regang lembaran tanpa proses
pemutihan. Seluruh nilai daya regang lembaran hasil dari percobaan memenuhi
persyaratan dari spesifikasi daya regang kertas koran yaitu minimal 0,7%.

14
Gambar 4.5 Daya regang putih lembaran hasil proses deinking

4.2.3 Indeks Sobek


Indeks sobek lembaran kertas merupakan hasil bagi dari ketahanan sobek
dengan gramatur, sedangkan ketahanan sobek adalah gaya dalam satuan gram gaya
(gf) atau milinewton (mN) yang diperlukan untuk menyobek kertas pada kondisi
standar. Ketahanan sobek sangat dipengaruhi terutama oleh panjang serat, selain itu
dipengaruhi juga oleh ikatan antar serat, gramatur dan fleksibilitas lembaran. Hasil
uji dari seluruh variasi penggunaan enzim memperlihatkan nilai indeks sobek
lembaran lebih tinggi dari blanko, dengan kenaikan sekitar 19-35% untuk lembaran
hasil deinking tanpa pemutihan dan untuk lembaran dengan proses pemutihan terjadi
kenaikan sekitar 11-37% atau turun sekitar 0,3-1,93% dari nilai indeks sobek
lembaran tanpa proses pemutihan. Efek ini dapat disebabkan karena enzim
menghidrolisa fine menjadi glukosa sehingga fine dalam stok berkurang dan yang
tertinggal serat yang berukuran panjang, akibatnya ketahanan sobek lembaran
meningkat.

15
Gambar 4.6 Indeks sobek putih lembaran hasil proses deinking

Hasil keseluruhan parameter sifat lembaran kertas hasil deinking dengan variasi
penambahan jumlah enzim, memperlihatkan kenaikan sifat optik dan sifat fisik serta
penurunan jumlah noda lembaran. Hal ini dimungkinkan karena enzim di dalam stok
bekerja menyerang permukaan serat yang mengakibatkan efek peeling, sehingga
terjadi pemutusan ikatan antar serat. Dengan adanya aksi mekanis, partikel tinta yang
lepas dapat dibuang dari stok. Semakin banyak ikatan antar serat yang putus
memudahkan partikel tinta lepas. Dari nilai hasil uji parameter sifat lembaran yang
diperoleh, penggunaan enzim sebanyak 0,05% telah memenuhi persyaratan
spesifikasi kertas koran menurut SNI 7273, 2007. Sedangkan hasil dari proses
pemutihan, derajat putih mengalami peningkatan, akan tetapi parameter lainnya
umumnya menurun. Efek ini terjadi karena bahan kimia pemutih peroksida dan
adanya natrium hidroksida menghasilkan ion perhidroksil yang efektif berfungsi
sebagai bahan atau zat pemutih kertas seperti terlihat pada reaksi berikut
- -
H2O2 + OH <==> HOO + H2O.

16
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat dituliskan dalam proses deinking dengan selulase-


hemiselulase adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan enzim selulase-hemiselulase pada proses deinking kertas koran
bekas, meningkatkan sifat optik dan sifat fisik lembaran hasil deinking seperti
meningkatnya derajat putih, opasitas, indeks tarik, daya regang, indeks sobek dan
menurunnya jumlah noda.
2. Hasil paling baik diperoleh pada penggunaan enzim sebanyak 1%.
3. Sifat optik dan sifat fisik lembaran kertas telah memenuhi persyaratan spesifikasi
kertas koran menurut SNI 7274-2007 diperoleh pada penggunaan enzim
sebanyak 0,05% tanpa proses pemutihan dan 0,5% dengan proses pemutihan

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Deinking. http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 12 Oktober


2009.
Montgomery, James M. 1985. Water Treatment Principles and Design. John Willey
and sons: New York.
Wirawan dan Hidayat. 2006. Aplikasi -amilase dan Selulase pada Proses Deinking
Kertas Bekas Campuran. http://www.bbpk.go.id. Diakses tanggal 12 Oktober
2009.
Rismijana, Naomi dan Pitriani. 2003. Penggunaan Enzim Selulase-Hemiselulase
pada Proses Deinking Kertas Koran Bekas. Balai Besar Litbang Industri
Selulosa.
SNI 7273, 2007 : Spesifikasi Kertas Koran
Szekeres, A. 2005. Rapid Identification of clinical trichoderma longibraciatum
isolates by cellulose-acetate electrophoresis-mediated isoenzyme analysis.
http://www.ingentaconnect.com. Diakses tanggal 06 Nopember 2009.

18

Anda mungkin juga menyukai