Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal
diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit
ginjal, tumor mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti
tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut
mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi
pleura. Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu
penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan
tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih kembali fungsi
pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar merupakan
akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga
pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih
banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar
50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus
mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan
sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi
pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan
jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup
penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah
bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ
ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan pernapasan
dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat
berakhir pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan
yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu
mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya serta
asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah

1 | Page
ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura.
1.2Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah konsep penyakit efusi pleura?
b. Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura?
1.3Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan
efusi pleura
b. Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi konsep efusi pleura meliputi definisi, etiologi,
manifestasi klinis dan patofisiologi
2) Mengidentifikasi proses keperawatan pada efusi pleura meliputi
pengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi
1.4 Manfaat
a) Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien
dengan gangguan efusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata
kuliah respirasi.
b) Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat
menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
1.5Sistematika Pembahasan
BAB I Pendahuluan terdiri dari latarbelakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan , manfaat penulisan, dan sistematika pembahasan
BAB II Tinjauan Teori berisi tentang konsep dasar efusi pleura dan konsep
asuhan keperawatan efusi pleura.
BAB III Tinjauan Kasus terdiri dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi keperawatan efusi pleura
BAB IV Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
Kata pengantar

BAB II

2 | Page
TINJAUAN TEORI

2.1Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau
dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
2.2Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan
primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer
intrapleura dan tumor primer pleura. Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan
oleh kondisi-kondisi :
1) Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2) Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
1) Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2) Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
3) Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4) Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
1) Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik
sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis
peritoneal, dan atelektasis akut.
2) Eksudat

3 | Page
Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses),Neoplasma (Ca.
paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
a) Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b) Penurunan tekanan osmotic koloid darah
c) Peningkatan tekanan negative intrapleural
d) Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Perbedaan cairan transudat dan eksudat (Somantri, 2008: 99)
Indikator Transudat Eksudat
1. Warna 1. Kuning pucat dan 1. Jernih, keruh, purulen,
2. Bekuan jernih dan hemoragik
3. Berat Jenis 2. (-) 2. (-)/(+)
4. Leukosit 3. <1018 3. >1018
5. Eritrosit 4. <1000 /uL 4. Bervariasi, >1000/uL
6. Hitung jenis 5. Sedikit 5. Biasanya banyak
7. Protein Total 6. MN 6. Terutama PMN
8. LDH (limfosit/mesotel) 7. >50% serum
9. Glukosa 7. <50% serum 8. >60% serum
10. Fibrinogen 8. <60% serum 9. = / < plasma
11. Amilase 9. =plasma 10. 4-6 % atau lebih
12. Bakteri 10. 0,3-4% 11. >50% serum
11. (-) 12. (-) / (+)
12. (-)

2.3Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma
(eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat
plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek samping dari)
peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan
pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang
awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal
jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara
maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang
berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor
dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura
4 | Page
parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi
menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura.
Peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal
tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler
(tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein).
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan
tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas
pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru
cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara
maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).
2.4Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran
efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan
menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan
bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak
saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea
menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang
signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil sampai sedang, dipsnea mungkin saja
tidak terdapat. Berikut tanda dan gejala:
1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita
akan sesak napas.
2) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

5 | Page
5) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan
fisik, dan torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri,
pewarnaan Gram, basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah
dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase,
protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH. Biopsi pleura mungkin
juga dilakukan.
2.5Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dipsnea. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (misal gagal
jantung kongestif, pneumonia, seosis)
Torakosintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen
guna keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dipsnea. Namun bila
penyebab dasar adalah malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa
hari atau minggu. Torasentesis berulang menyebabkan nyeri, penipisan protein
dan elektrolit, dan kadang pneumotoraks. Dalam keadaan ini pasien mungkin
diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke
system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura
dan pengembangan paru.
Agens yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin, dimasukkan ke dalam
ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi
cairan lebih lanjut. Setelah agens dimasukkan, selang dada diklem dan pasien
dibantu untuk mengambil berbagai posisi untuk memastikan penyebaran agens
secara merata dan untuk memaksimalkan kontak agens dengan permukaan
pleural. Selang dilepaskan klemnya sesuai yang diresepkan, dan drainase dada
biasanya diteruskan beberapa hari lebih lama untuk mencegah reakumulasi
cairan dan untuk meningkatkan pembentukan adhesi antara pleural viseralis dan
parietalis.
Modalitas penyakit lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah pleurektomi, dan terapi diuretic. Jika cairan pleura merupakan

6 | Page
eksudat, posedur diagnostic yang lebih jauh dilakukan untuk menetukan
penyebabnya. Pengobatan untuk penyebab primer kemudian dilakukan.
2.6Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
daripada bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial,
pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau
dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara
bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang
(pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral
dekubitus.
b) CT SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor
paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang
meliputi :
1. menentukan adanya tumor dan ukurannya
2. mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus,
mediatinum dan pembuluh darah besar
3. mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk
menuntun tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi
pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.
2.7Phatway Efusi Pleura

BAB III
PEMBAHASAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

7 | Page
3.1 PENGKAJIAN
A. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB paru yang
lain.
B. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada,
nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir
terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
C. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengobatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan
itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
D. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
E. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
F. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah

8 | Page
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr.
Hendrawan Nodesul, 1996).
G. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan
nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu
pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan
untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas.
9 | Page
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu
akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh
anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di
masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi
hubungan interpersonal pasien.
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya
akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit
dan kondisi fisiknya masih lemah.
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.

10) Pola penanggulangan stress


Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter
yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai

10 | P a g e
penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
H. Pemeriksaan fisik
Status Kesehatan UmumTingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana
penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood
pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu
juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
I. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
b) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi
sekret jalan napas
c) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan
pertahanan primer dan sekresi yang statis
3.2 Intervensi Keperawatan
a) Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
Tujuan :tidak adanya gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil :
Klien akan :
Melaporkan berkurangnya dyspnea
Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

Intervensi Rasionalisasi
Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan,
peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas ,
kelelahan

11 | P a g e
Rasional : Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas,
termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala
distress pernafasan.
Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan
perubahan warna kulit, membran mukosa.
Rasional : Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi
dan jaringan vital
Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi
Rasional : Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah
kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan
menurunkan napas yang pendek
Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas
Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan
menurunkan gejala sesak napas (Doengoes, Marilyn (1989))
b) Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret di jalan napas
Tujuan : Bersihnya jalan napas
Kriteria hasil :
Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten
Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan jalan napas
Intervensi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan
kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori
Rasional : Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis,
ronchi, menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan
untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori
dan peningkatan usaha bernapas.
Atur posisi semi fowler
Rasional :Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis,
mempermudah pengaliran sekret keluar
Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari
Rasional :Intake cairan mengurangi penimbunan sekret, memudahkan
pembersihan

12 | P a g e
Kolaborasi :Pemberian oksigen lembab
Rasional : Mencegah mukosa membran kering, mengurangi secret
c) Dx 3 : . Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan
pertahanan primer dan sekresi yang statis
Tujuan : penyebaran infeksi teratasi
Kriteria hasil :
Klien akan dapat :
Mengidentifikasi pencegahan dan penurunan resiko penyebaran infeksi
Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk meningkatkan
lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi.
Intervensi :
Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial
penyebaran infeksi melalui droplet air borne
Rasional : Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan
perawatan untuk mencegah penularan lain dan mencegah komplikasi
Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan
menggunakan
Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan
dengan baik
Rasional : Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah penularan
infeksi
Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi
Rasional : Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons
klien
Kolaborasi pemberian INH, etambutol.
Rasional :Inh merupakan pilihan obat untuk klien beresiko terhadap
perkembangan TB dan dikombinasikan dengan primary drugs lain
jhususnya pada penyakit tahap lanjut.(Doengoes, Marilyn (1989)

13 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1KESIMPULAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat atau eksudat diakibatkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu
gejala penyakit serius dapat mengancam jiwa penderita.
Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga
pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari
kelainan paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bekteri atau virus.
Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering dapat
terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya
eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200 300 ml.
Tanda tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah
penurunan fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara napas.
4.2SARAN
a) Untuk Instansi
Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal
sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan
b) Untuk Klien dan Keluarga
Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena
bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai.

14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta
2. Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
3. Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
4. Suriadi, skp, msn & rita yuliani, skp. M.psi, asuhan keperawatan pada anak,
edisi 2. Jakarta 2010

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai