Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Embriologi, anatomi dan fisiologi adalah modal untuk memahami fungsinya.


Sehingga tentunya dengan memahami dasar-dasar diharapkan dapat memahami patologi
serta dapat memberikan pengobatan yang tepat pada telinga. Dengan mengaitkan ilmu
dasar dan disiplin, pada akhirnya untuk lebih memahami penatalaksanaan penyakit-
penyakit telinga dan juga keseimbangan. Karena pada telinga, selain fungsi pendengaran,
yang lebih penting adalah fungsi keseimbangan. Maka dari itu makhluk hidup masih dapat
tetap bertahan tanpa pendengaran, tetapi makhluk hidup tidak dapat bertahan bila terjadi
gangguan pada keseimbangannya. Karena itu, secara filogenetik, mekanisme keseimbangan
sebagai bagian dari orientasi organisme terhadap lingkungan berkembang lebih dulu dari
pendengaran.

Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita


terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon
dalam. Jadi telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan. Dengan fungsinya
sebagai organ pendengaran dan keseimbangan, kerja telinga cukup rumit dan berpangaruh
terhadap kehidupan sehari-hari.

Secara anatomi, terlinga sendiri dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar dan tengah berkembang dari alat brankial.
Telinga dalam seluruhnya berasal dari plakoda otika. Dengan demikia, suatu bagian dapat
mengalami kelainan kongenital sementara bagian lain berkembang normal.
BAB II

PEMBAHASAN

EMBRIOLOGI TELINGA

Secara anatomis telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: telinga dalam, telinga
tengah dan telinga luar. Dimana pembentukannya dimulai dari pembentukan telinga dalam,
telinga tengah dan terakhir pembentukan telinga luar.

a. Telinga Dalam

Perkembangan telinga dimulai pada minggu ke ketiga, dimana terjadi


penebalan pada surface ectoderm yang diinduksi oleh sinyal induksi dari paraxial
mesoderm dan notochord. Kemudian setelah menebal, terbentuklah otic placode.
Otic placode kemudian berinvaginasi dan terbenam ke surface ectoderm dan
menembus jaringan mesenkim dan membentuk otic pit. Kedua ujung dari otic pit
kemudian bersatu dan membentuk otic vesicle dan pada otic vesicle terjadi
pertumbuhan diverticulum dan pemanjangan.
Vesicle yang terus berkembang pada bagian ventralnya akan membentuk sacculus
yang kemudian menggulung dan membentuk cochlear duct. Cochlear duct yang
menggulung sekitar 2,5 putaran akan membentuk membran cochlear dan terdapat
penghubung dengan sacculus yaitu ductus reuniens. Sedangkan pada bagian dorsal terjadi
pembentukan dari endolymphatic duktus (tinggi kalium rendah natrium), utricle dan
semicircular duktus dengan ampulla pada salah satu ujungnya. Duktus semisirkularis,
duktus utrikulus, duktus sakulus dan duktus koklearis kemudian diisi dengan cairan
endolimfe sehingga semua struktur membran dari saluran tersebut dinamakan membran
labirin. Dinding sel membran labirin sangat tipis dan terdiri atas sel-sel epitel tunggal yang
ditutupi oleh lapisan serabut jaringan ikat yang dibentuk dari mesenkim di sekitarnya.

Stimulasi dari otic vesicle akan membuat mesenchyme di sekitarnya berkondensasi dan
berdiferensiasi membentuk cartilagoneus otic capsule. Karena pembesaran dari
membranous labirynth, vakuola muncul di cartilagoneus otic capsule dan segera
membentuk perilymphatic space. Perilympha (tinggi natrium, rendah kalium) yang
berhubungan dengan cochlear duktus berkembang menjadi dua bagian yaitu scala tympani
dan scala vestibuli. Cartilagoneus otic capsule kemudian berosifikasi dan membentuk
tulang labirin di telinga dalam.
b. Telinga Tengah

Bagian telinga tengah berkembang dari tubotympanic recess dari first


pharingeal pouch. Bagian proksimalnya akan membentuk pharyngothympanic tube
(auditory tube). Sedangkan bagian distalnya akan membentuk tympanic cavity yang
nantinya akan meluas dan menyelimuti tulang kecil telinga tengah/ auditory ossicles
(malleus, incus dan stapes), tendon dan ligament serta chorda thympani nerve.

c. Telinga Luar

Eksternal acoustic meatus terbentuk dari perkembangan first pharingeal


groove bagian dorsal. Pada awal bulan ke tiga, terjadi proliferasi sel-sel epitel di
bawah meatus yang nantinya akan membentuk sumbat meatus. Lalu pada bulan ke
tujuh, sumbat meluruh dan lapisan epitel di lantai meatus berkembang menjadi
gendang telinga definitif. Dimana gendang telinga itu dibentuk dari lapisan epitel
ektoderm di dasar acoustic meatus, lapisan epitel endoderm di tympani cavity dan
lapisan intermediate jaringan ikat yang membentuk stratum fibrosum. Sedangkan
aurikula terbentuk dari hasil proliferasi mesenkim di ujung dorsal first and
secondary pharyngeal arch yang mengelilingi first pharyngeal groove dan
membentuk auricular hillock yang berjumlah tiga di masing-masing sisi eksternal
acoustic meatus dan kemudian auricullar hillock akan bersatu lalu membentuk
auricula definitif. Pada awalnya, telinga luar berada di regio leher bawah.Setelah
terbentuk mandibula, telinga luar naik ke samping kepala setinggi dengan mata.

ANATOMI TELINGA

Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara
yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa
yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita
sendiri. Orang yang tidak bisa mendengar disebut tuli. Telinga kita terdiri atas
tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.

Telinga, menurut anatominya dibagi menjadi 3 bagian, yakni:

A. Telinga luar (auris eksterna)

B. Telinga tengah (auris media)


C. Telinga dalam (auris interna).

A. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani.
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Auricula atau lebih dikenal dengan daun
telinga membentuk suatu bentuk unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y,
dengan bagian crux superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior pada
sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus yang berada di bawah tragus, sulcus
auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala,
concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan sudut di
belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang berada di atas tragus, cymba conchae
merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang merupakan pintu
masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang merupakan struktur depresif di
dekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar dari daun telinga, incisura anterior
yang berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang berada di bagian paling bawah
dari daun telinga, dan tragus yang berada di depan meatus akustikus eksternus.
Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah
rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi
menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang
menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan
serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
B. Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

Batas luar : Membran timpani


Batas depan : Tuba eustachius
Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap

bundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida
(Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars
tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo.
Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi
dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis
yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-
belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane
timpani.

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar
kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah
saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus
melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong
yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.
Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum,
processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis.
Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum mallei adalah
bagian sempit di bawah caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang dan
melekat dengan erat pada permukaan medial membran timpani. Manubrium ini dapat
dilihat melalui membran timpani pada pemeriksaan dengan otoskop. Processus anterior
adalah tonjolan tulang kecil yang dihubungkan dengan dinding anterior cavum timpani oleh
sebuah ligamen. Processus lateralis menonjol ke lateral dan melekat pada plica mallearis
anterior dan posterior membran timpani.
Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk bulat
dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah di belakang
dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya melengkung ke medial dan
bersendi dengan caput stapedis. Bayangannya pada membrana tympani kadangkadang
dapat dilihat pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan
dilekatkan pada dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen.
Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput stapedis
kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit dan merupakan
tempat insersio m. stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari collum dan melekat pada
basis yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah
cincin fibrosa, yang disebut ligamentum annulare.

Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria
yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah
terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi
konduksi suara. Maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars
flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu
lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga
tengah.

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi
membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika
menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan
usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga
tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan
permukaan luar membran tympani.
C. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran
yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

Gambar : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam
Koklea

Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi
sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf.
Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari
septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman
penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi
menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini
bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula
pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari
pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane
yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran
yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas

2. lamina spiralis membranasea bagian bawah

3. dinding luar koklea

Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi
endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis. Disini, terdapat stria
vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar : Koklea
Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana
basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane basilaris
dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada
dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada rendah
berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.

GAMBAR : Organ korti

Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria.
Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada
alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang
mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi
kortilimf.

Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions.


Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan
penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan
promontorium.

Vestibulum

Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi
perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang
berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus
dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain
dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus
endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada bagian
belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.

Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli. Sedangkan
pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.

Kanalis semisirkularisanlis

Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu
sama lain. Didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam dalam
perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan
tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis).

Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media


dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis
semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung
yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan
bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.

Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis ossea.


Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis
membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini
terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.

Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini
mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari
ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.

D. Innervasi Telinga

Daun telinga dan liang telinga luar menerima cabangcabang sensoris dari cabang
aurikulotemporal dibagian depan, dibagian posterior dari Nervus aurikuler mayor dan
minor, dan cabangcabang Nervus Glofaringeus dan Vagus. Cabang Nervus Vagus dikenal
sebagai Nervus Arnold. Stimulasi saraf ini menyebabkan reflek batuk bila teliga luar
dibersihkan. Liang telinga bagian tulang sebelah posterior superior dipersarafi oleh cabang
sensorik Nervus Fasial .

Tuba auditiva menerima serabut saraf dari ganglion pterygopalatinum dan saraf
saraf yang berasal dari pleksus timpanikus yang dibentuk oleh Nervus Cranialis VII dan
IX.

M.tensor timpani dipersarafi oleh Nervus Mandibularis (Nervus Cranial


V).sedangkan M.Stapedius dipersarafi oleh Nervus Fasialis.

Korda timpani memasuki telinga tengah tepat dibawah pinggir posterosuperior


sulkus timpani dan berjalan kearah depan lateral ke prosesus longus inkus dan kemudian
kebagain bawah leher maleus tepat diatas perlekatan tendon tensor timpani setelah berjalan
kearah medial menuju ligamen maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani.

Telinga dipersarafi oleh nervus kranial ke delapan yaitu nervus vestibulokoklearis.


Nervus vestibulokoklearis terdiri dari dua bagian: salah satu daripadanya pengumpulan
sensibilitas dari bagian vestibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan
keseimbangan, serabut-serabut saraf ini bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada
pada titik pertemuan antara pons dan medula oblongata, lantas kemudian bergerak terus
menuju serebelum. Bagian koklearis pada nervus vestibulokoklearis adalah saraf pendengar
yang sebenarnya. Serabut-serabut sarafnya mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus
khusus yang berada tepat dibelakang talamus, lantas dari sana dipancarkan lagi menuju
pusat penerima akhir dalam korteks pendengaran (area 39-40) yang terletak pada bagian
bawah lobus temporalis.

E. Vaskularisasi telinga

Perdarahan telinga terdiri dari 2 macam sirkulasi yang masing masing secara
keseluruhan berdiri satusatu memperdarahi telinga luar dan tengah, dan satu lagi
memperdarahi telinga dalam tampa ada satu pun anastomosis diantara keduanya.
Telinga luar terutama diperdarahi oleh cabang aurikulo temporal a.temporalis
superficial di bagian anterior dan dibagian posterior diperdarahi oleh cabang
aurikuloposterior a.karotis externa.

Telinga tengah dan mastiod diperdarahi oleh sirkulasi arteri yang mempunyai
banyak sekali anastomosis. Cabang timpani anterior a.maxila externa masuk melalui fisura
retrotimpani. Melalui dinding anterior mesotimpanum juga berjalan aa.karotikotimpanik
yang merupakan cabang a.karotis ke timpanum .dibagian superior, a.meningia media
memberikan cabang timpanik superior yang masuk ketelinga tengah melalui fisura
petroskuamosa. A.meningea media juga memberikan percabangan a.petrosa superficial
yang berjalan bersama Nervus petrosa mayor memasuki kanalis fasial pada hiatus yang
berisi ganglion genikulatum. Pembuluh-pembuluh ini beranastomose dengan suatu cabang
a.auricula posterior yaitu a.stilomastoid, yang memasuki kanalis fasial dibagian inferior
melalui foramen stilomastoid. Satu cabang dari arteri yang terakhir ini, a.timpani posterior
berjalan melalui kanalikuli korda timpani. Satu arteri yang penting masuk dibagian inferior
cabang dari a.faringeal asendenc.arteri ini adalah perdarahan utama pada tumor glomus
jugular pada telinga tengah.

Tulang-tulang pendengaran menerima pendarahan anastomosis dari arteri timpani


anterior, a.timpani posterior, suatu arteri yang berjalan dengan tendon stapedius, dan
cabang cabang dari pleksus pembuluh darah pada promontorium. Pembuluh darah ini
berjalan didalam mukosa yang melapisi tulang-tulang pendengaran, memberi bahan
makanan kedalam tulang. Proses longus incus mempunyai perdarahan yang paling sedikit
sehingga kalau terjadi peradangan atau gangguan mekanis terhadap sirkulasinya biasanya
mengalami necrosis.

Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a.auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan
suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.

Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :


1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta
sebagian dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis
semisirkularisposterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal
dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh
arteri spiral yang mendarahi organ corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum
berakhir pada stria vaskularis. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur
utama. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena
akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus
dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis
mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus
endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.

Aliran vena telinga luar dan tengah dilakukan oleh pembuluhpembuluh darah
yang menyertai arteri v.emisari mastoid yang menghubungkan kortek keluar mastoid dan
sinus lateral. Aliran vena telinga dalam dilakukan melalui 3 jalur aliran .dari koklea putaran
tengah dan apical dilakukan oleh v.auditori interna. Untuk putaran basiler koklea dan
vestibulum anterior dilakukan oleh v.kokhlear melalui suatu saluran yang berjalan sejajar
dengan akuadutus kokhlea dan masuk kedalam sinus petrosa inferior. Suatu aliran vena
ketiga mengikuti duktus endolimfa dan masuk ke sinus sigmoid pleksus ini mengalirkan
darah dari labirin posterior.

FISIOLOGI

A. Fisiologi pendengaran

Proses mendengar ini terdiri dari dua macam proses yaitu proses konduksi dan
proses sensorineural. Yang pertama adalah proses konduksi. Pada proses konduksi disini
gelombang bunyi dikumpulkan dan ditentukan arahnya oleh aurikulum; kemudian
diteruskan dan diresonansi melalu meatus akustikus eksternus (MAE); kemudian
diteruskan ke mambrana timpani dan tulang-tulang pendengaran (meleus, inkus, stapes),
disini gelombang suara diperkuat sekitar 27 kali, setelah itu dilanjutkan dengan proses
sensorineural.
Pada proses sensorineural disini terdiri dari proses yang terjadi pada koklea dan
retrokoklea. Dimulai dari proses pada koklea yaitu gerakan cairan perilimfe yang terdapat
pada skala timpani dan skala vestibuli yang akan menggetarkan membrana reisner yang
akan mendorong endolimfe sehingga menjadikan gerakan relatif terhadap membrana
basilaris dan membrana tektoria. Gerakan-gerakan ini merupakan rangsang mekanik yang
akan menyebabkan defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menyebabkan proses
depolarisasi pada sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius (n. koklearis, n. akustikus) yang
akan meneruskan impuls listrik ke nukleus auditorius di batang otak sampai ke pusat
pendengaran korteks serebri lobus temporalis (Wernike) area 39-40.

B. Fisiologi keseimbangan

Keseimbangan dan orientasi tubuh seorang terhadap lingkungan di sekitarnya


tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler labirin, organ visual dan
proprioseptif.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang
pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensorik
melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah
berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik


akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi
energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh
akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi
mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan
dengan sistem tubuh lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem
tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada
jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.

PEMERIKSAAN TELINGA

A. Anamnesis

Keluhan utama berupa:

1. Gangguan pendengaran/pekak (tuli)


2. Suara berdenging/berdengung (tinitus)
3. Rasa pusing yang berputar (vertigo)
4. Rasa nyeri di dalam telinga (otalgia)
5. Keluar cairan dari telinga (otore)

1. Gangguan pendengaran, yang perlu ditanyakan:

Apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga

Apakah timbul tiba-tiba atau bertambah secara bertahap

Sudah berapa lama diderita

Apakah ada riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik atau
pemakaian obat ototoksik sebelumnya

Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit infeksi virus, seperti parotitis,


influensa berat dan meningitis

Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi sehingga terdapat juga
gangguan bicara dan komunikasi

Apakah gangguan lebih terasa ditempat yang bising atau ditempat yang lebih
tenang.

2. Suara berdeging, yang perlu ditanyakan:

Dirasakan di kepala atau di telinga

Pada satu sisi atau kedua telinga


Disertai gangguan pendengaran atau tidak

3. Rasa pusing yang berputar (vertigo)

Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila pasien
berbaring dan timbul lagi bila bangun dengan gerakan cepat

Apakah keluhan ini disertai tasa mual, muntah, rasa penuh di telinga dan telinga
berdenging

4. Rasa nyeri di dalam telinga (otalgia)

Apakah telinga kiri atau kanan

Sudah berapa lama

Sebelumnya ada sakit gigi bagian atas, sendi mulut, dasar mulut, tonsil atau
tulang servikal (sebabkan nyeri alih ke telinga)

5. Keluar cairan dari telinga (otore)

Apakah sekret keluar dari satu liang telinga atau keduanya

Apakah disertai rasa nyeri atau tidak

Sudah berapa lama

Berapa banyak

Warnya cairannya apa

Berbau busuk atau tidak

Bercampur darah atau tidak

B. Pemeriksaan fisik

Alat yang diperlukan untuk memeriksa telinga:

1. Lampu kepala

2. Corong telinga

3. Otoskop
4. Pelilit kapas

5. Pengait serumen

6. Pinset telinga

7. Garputala

Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran
timpani.
Dimulai dengan melihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun
telinga (retro-aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi.
Dengan menarik daun telinga keatas dan kebelakang, liang telinga akan menjadi lebih lurus
dan akan lebih mempermudah melihat keadaan liang telinga dan membran timpani.
Pakailah otoskop untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop
dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan
kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang
memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.
Bila terdapat serumen didalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini
harus dikeluarkan. Jika kondisinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila
konsistensinya padat atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk
lempengan dapat di pegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras
dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakan dulu dengan minyak atau
karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat dilakukan irigasi dengan air supaya liang
telinga bersih.
Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil
pemeriksaannya dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif
(sensorineural). Uji penala yang dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran Rinne dan
Weber.
TES PENALA
1. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya


tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus
eksternus). Setelah pasien tidak mendengarbunyinya, segera garpu tala kita
pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika
pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien
tidak dapat mendengarnya

Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan


tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera
pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan
kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus
lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum
mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus
eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar
didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari
pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan
garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan
kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak
planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat
memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat
kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran
kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.
2. Tes Weber
Tujuan dilakukannya tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan
garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal.
Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika
telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar
atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi. Getaran melalui
tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar
diseluruh bagian kepala. Pada keadaan patologis pada MAE atau cavum timpani
misalnya otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di
dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan
didengarkan di sebelah kanan.
3. Tes Schwabach
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)
dengan probandus.Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan
pada puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu
makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi.
Pada saat garputala tidak mendengar suara garpu tala, maka penguji akan segera
memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal
ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan
dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.

TEST DIAGNOSIS

RINNE WEBER SCHWABACH

Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal

Negative Lateralisasi ke telinga yang Memanjang Tuli konduktif


sakit

Positif Lateralisasi ke telinga yang Memendek Tuli sensorineural


sehat

Catatan Pada tuli konduktif < 30


dB, Rinne bisa masih
positif

TES BERBISIK
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara
kasar. Hal ini yang diperlukan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang minimal
6 meter. Pada nilai normal tes berbisik : 5/6-6/6.
Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata
itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita
dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan
benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak
6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila
penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi.
Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi.
Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi
atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200
meter.

Penilaian (menurut Feldmann) :

Normal : 6-8 m

Tuli ringan : 4 - <6m

Tuli sedang : 1 - <4 m

Tuli berat : 25 cm - <1 m


Tuli Total : <25 cm

AUDIOMETRI
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui earphone. Pada setiap frekuensi
ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai presentasi dari
pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan
gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh..
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Audiometri adalah sebuah
alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan
sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran
seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki
gangguan pendengeran atau seseorang yang akan bekerja pada suatu bidang yang
memerlukan ketajaman pendengaran.
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satu-satunya
instrumen diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua macam: 1) audiometri
nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada
sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pendengarannya), dan 2)
audiometri wicara di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan
mendengar dan membedakan suara.
Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal
mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus
kanalis auditorius eksternus, kita mengukur konduksi udara.
Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi
(osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri
dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang
dinamakan audiogram.
Frekuensi
Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per
detik siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara
dengan kisaran frekwensi dari 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling
penting untuk memahami percakapan sehari-hari yang dikenal sebagai kisaran wicara.
Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekuensi; nada dengan frekwensi 100
Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi. Unit
untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang
ditimbulkan oleh suara. Kehilangan pendengaran diukur dalam desibel, yang merupakan
fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah dikonversikan ke persentase.
Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB. Beberapa contoh intensitas suara yang biasa
termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per
kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB. 1

Audiometri nada murni


Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-
8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB). Bunyi yang dihasilkan
disalurkan melalui earphone dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hantaran
udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan
kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat
mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-
rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun
merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni.

Kehilangan
Klasifikasi
(Desibel)
0-25 Pendengaran normal

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran sangat berat

Pemeriksaan keseimbangan
Pemeriksaan fungsi keseimbangan dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan yang
sederhana yaitu :
a. Uji Romberg : berdiri, lengan dilipat pada dada, mata ditutup, orang normal
dapat berdiri lebih dari 30 detik.
b. Uji berjalan (Strepping Tes) : berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat
berubah melebihi jarak 1 meter dan badan berputar melebihi 30 derajat berarti
sudah terdapat kelaianan. Pemeriksaan keseimbangan secara obyektif
dilakukan dengan Posturografi dan ENG.

Posturografi
Alat pemeriksaan keseimbangan dapat menilai secara objektif dan kuantitatif
kemampuan keseimbangan postural seseorang. Untuk menadapatkan gambaran yang
benar tentang gangguan keseimbangan karena gangguan vestibuler, maka input visual
diganggu dengan menutup mata dan input proprioseptif dihilangkan dengan berdiri di
atas tumpuan yang tidak stabil.

Elektronistagmografi (ENG)
Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang mencatat perubahan
potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama nistagmus yang
ditimbulkan secara spontan, posisional atau kaloris.Digunakan untuk mengkaji sistem
okulomotor dan vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya.Misalnya, pada
bagian kalori uji ini, udara atau air panas dan dingin (uji kalori bitermal) dimasukkan ke
kanalis auditorius eksternus, dan kemudian gerakan mata diukur. Pasien diposisikan
sedemikian rupa sehingga kanalis semisirkularis lateralis paralel dengan medan
gravitasi dan duduk sementara elektroda dipasang pada dahi dan dekat mata. Pasien
diminta tidak meminum supresan vestibuler seperti sedativa, penenang, antihistarnin,
atau alkohol, begitu pula stimulan vestibuler seperti kafein, selama 24 jam sebelum
pengujian. ENG dapat membantu diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan tumor
kanalis auditorius internus atau fosa posterior.Posturografi platform adalah uji untuk
menyelidiki kemampuan mengontrol postural.Diuji integrasi antara bagian visual,
vestibuler dan proprioseptif (integrasi sensoris) dengan keluaran respons motoris dan
koordinasi anggota bawah.Pasien berdiri pada panggung (platform), dikelilingi layar,
dan berbagai kondisi ditampilkan, seperti panggung bergerak dengan layar bergerak.
Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana pasien mampu tepat
membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana.Pembedaan wicara menentukan
kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam
tingkat desibel di mana suara masih terdengar.pasien terhadap enam kondisi yang
berbeda diukur dan menunjukkan sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini sama
dengan pada ENG.
Percepatan harmonsinusoidal (SHA, sinusoidal harmonic acceleration), atau kursi
berputar, mengkaji sisiem vestibulookuler dengan menganalisis gerakan mata
kopensatoris sebagai respons putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam.
Meskipun uji SHA tak dapat mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral,
namun sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses
penyembuhanya, persiapan pasien sama dengan yang diperlukan pada ENG.

Dua Penyakit Terbanyak Pada Telinga


1. Otitis Media Akut
Definisi
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Etiologi
Kuman penyebab pada OMA ialah bakteri piogenik seperti Streptococcus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga
Hemofilus influenza, Eshericia colli, Streptokokus anhemoliticus, Proteus vulgaris dan
Pseudomonas aurugenosa.
Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.
Hal tersebut dikarenakan Tuba eustachius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan
relatif lebih lebar daripada dewasa.
Faktor Risiko
Faktor risiko terhadap tuan rumah (host) diantaranya usia, prematuritas, ras,
alergi, abnormalitas craniofasial, refluks gastroesophageal, adanya adenoid, dan
predisposisi genetik.

Faktor risiko karena lingkungan terdiri dari infeksi saluran napas atas, level sosial
ekonomi, perawatan kesehatan harian, dan lain-lain.
Riwayat Infeksi Saluran Napas Atas.
Insiden meningkat pada saat musim gugur dan musim dingin
Riwayat keluarga adanya penyakit pada telinga tengah dapat meningkatkan insiden.
Adanya saudara kandung yang terkena OMA berulang, dapat menjadi salah satu
faktor risiko penyebab OMA.
Riwayat OMA pada usia 1 tahun, meningkatkan risiko adanya OMA berulang.

Patofisiologi
Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran
nafas termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius.
Edema ini akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba
eustakiusyaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah.
Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring hingga ke telinga
tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif
untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi
sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga
tengah.
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium, stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium
perforasi, stadium resolusi.
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan


negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-
kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium
ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan virus atau
alergi.

2. Stadium Hiperemis (Stadium Presupurasi)

Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh


membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium Supurasi

Akibat terjadinya edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah
liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.

Apabila tekanan nanah di dalam kavum timpani tidak berkurang,


menyebabkan terjadi iskemia, akibatnya tekanan pada kapiler-kapiler, serta
timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada
stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi
akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang
(perforasi tidak mudah menutup kembali.

4. Stadium Perforasi

Terjadi ruptur membran timpani terjadi karena beberapa sebab, antara


lain karena terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang
tinggi. Setelah terjadi ruptur, nanah akan keluar dan mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah akan menjadi tenang,
suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.

5. Stadium Resolusi

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani


perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan menjadi kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA
berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang terus
menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele)
berupa Otitis Media Serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa
terjadinya perforasi.

Gejala Klinik OMA


Gejala klinik tergantung dari stadium serta usia pasien. Pada anak yang sudah dapat
berbicara, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu
tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih
besar atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran
berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas
OMA ialah suhu tinggi hingga mencapai 39,50 C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan
sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang
anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret
mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

Terapi
Pengobatan pada OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Sehingga terapi yang
diberikan pun tepat.
a. Stadium Oklusi
Pada stadium ini, tujuan pengobatan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan begatif di telinga hilang. Dapat diberikan obat tetes hidungberupa
HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1 %
dalam larutan fisiologik untuk yang berumur > 12 tahun dan pada orang dewasa.
Disamping itu, sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila
penyebab penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.
b. Stadium Presupurasi
Dapat diberikan antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran
timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik
yang dianjurkan adalah golongan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi
yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotik
dianjurkan minimal selam 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan
eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/ kg BB per hari, dibagi
dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/ kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis, atau
eritromisin 40 mg/ kg BB/ hari.
c. Stadium Supurasi
Diberikan antibiotika dan lebih baik disertai miringotomi, bila membran timpani
masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur
dapat dihindari.
d. Stadium Perforasi
Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara
berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H 2O2 3 %
selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
e. Stadium Resulosi
Pada stadium ini akan terlihat Membran timpani berangsur kembali normal, sekret
tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edem mukosa
telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Subakut. Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka
keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).
Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses sub
periosteal sampai komplikasi yang berat (meningtis dan abses otak). Sekarang setelah ada
antibiotika, semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
OMSK.

2. Otitis Media Supuratif Kronik


Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut Otitis Media Perforata
(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari adalah congek.
Otitis Media Supuratif Kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa.Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsillitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kelainan
humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lainlingkungan, genetik, otitis media sebelumnya, infeksi
saluran nafas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi tuba eustachius. Beberapa faktor-
faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
Perjalanan Penyakit
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi ottis media supuratif
kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan,
maka disebut Otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor penyebab OMA menjadi
OMSK ialah terapi yang terlambat diberika, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.
Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Pada
perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih
ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung
berhubungan dengan anulus atau sakulus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang
terletak di pars flaksida.Jenis-Jenis Perforasi dapat dibagi menjadi:
a. Perforasi Sentral kecil b. Perforasi Sentral (Sub Total)
c. Perforasi Atik d. Perforasi Postero Superior/ Marginal

Jenis OMSK

Jenis OMSK terbagi atas 2 jenis, yaitu tipe benigna dan tipe maligna. Berdasarkan
aktivitas sekret yang keluar terdiri dari OMSK aktif dan OMSK tenang.

a. OMSK aktif, merupakan OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif.

b. OMSK tenang, ialah OMSK yang keadaan kavum timpaninyaterlihat


basah atau kering.

a. OMSK tipe Benigna

Proses peradangannya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak


mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat
kolesteatoma.

b. OMSK tipe Maligna

Merupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah


suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). OMSK tipe maligna
dikenal juga dengan OMSK tipe berbahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada
OMSK tipe maligna letaknya di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma
pada OMSK dengan perforasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe
maligna.

Diagnosis OMSK

Untuk mendiagnosis OMSK dapat ditegakan dengan cara:

1. Anamnesis

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita


seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya secret di liang telinga yang pada
tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak
berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit,
berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka
sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan
keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari


perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran


tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan
untuk menentukan gap udara dan tulang.

Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus
dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schller berguna untuk


menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

Gejala Klinik OMSK Tipe Maligna

Mengingat OMSK tipe maligna seringkali menimbulkan komplikasi yang


berbahaya, maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Walaupun diagnosis pasti baru dapat
ditegakkan di kamar operasi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan
adanya OMSK tipe maligna, yaitu perforasi pada marginal atau pada atik. Tanda ini
biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe maligna, sedangkan pada kasus yang sudah
lanjut dapat terlihat; abses atau fistel retro aurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan
granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom
pada telinga tengah (sering terlihat di epitimpanium), sekret berbentuk nanah dan berbau
khas (aroma kolesteatom) atau terlihat bayangan kolesteatom pada foto rontgen mastoid.

Terapi OMSK

Terapi OMSK terkadang memerlukan waktu yang lama serta harus berulang-ulang,
karena sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara
lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu:

a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah


berhubungan dengan dunia luar.

b. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.

c. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.


d. Gizi dan higiene yang kurang.

Tipe Benigna

Prinsip terapi ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar
terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3-5
hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memeberikan obat tetes
telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Karena semua obat tetes yang
mengandung antibiotik bersifat ototoksik. Sehingga dianjurkan penggunaan obat tetes
telinga jangan diberikan terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang
sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin
(bila pasien alergi terhadap penisilin). Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya
telah resistensi terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin asam klavulat.

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah observasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu
melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.

Tipe Maligna

Prinsip terapi ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa


timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler,
maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.

Jenis Pembedahan Pada OMSK


Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronik, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
a. Mastoidektomi sederhana

Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak
sembuh. Dengan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik. Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi
ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal

Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan
patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.

Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi
ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak
kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaranyang masih ada.
d. Miringoplasti

Merupakan jenis operasi timpanoplasti paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuannya
adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan
perforasi menetap. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
e. Timpanoplasti

Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat atau OMSK benigna
yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuannya adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan
maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, V.

Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani


dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak
jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 sampai
dengan 12 bulan.
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)

Merupakan teknik operasi yang dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga).

Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan


melalui dua jalan (cobined approach), yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini dilakukan pada OMSK
maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kekambuhan
kolesteatom.

Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau kolesteatom,
sarana yag tersedia dan pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau
luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis
operasi tersebut atau modifikasinya.
Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kematian.Tendensi
otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan
otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan
menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe
maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen
pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari
OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
1. Komplikasi ditelinga tengah
a. Perforasi persisten membrane timpani
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasial
2. Komplikasi telinga dalam
a. Fistel labirin
b. Labirinitis supuratif
c. Tuli saraf ( sensorineural)
3. Komplikasi ekstradural
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
a. Meningitis
b. Abses otak
c. Hindrosefalus otitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher edisi 6. Jakarta: FKUI. 2007

2. Guyton, AC, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. EGC: Jakarta.1997.

3. Adams, George L. M.D et all. BOIES Fundamentals of otolaryngology. Edisi VI.


EGC: Jakarta. 1997.

4. Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta,2004


5. Spanner, Spalteholz, Atlas Anatomi Manusia, Bagian ke II, edisi 16, Hipokrates,
Jakarta,1994.

6. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher.13th Ed. Jilid 1.
Alih bahasa staf ahli bagian THT RSCM-FK UI. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.h.
391-6.

Anda mungkin juga menyukai