Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KONSTRUKTIVISTIK

BAB I

PENDAHULUAN

Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas.
Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan materi,
media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar
yang dapat mengena pada sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu
sangatlah diperlukan keaktifan guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar yang
baik tersebut.
Dalam proses belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan guru dalam membawa siswa
menuju target yang diinginkan secara tepat.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat strategi dasar
dalam belajar mengajar. Strategi itu adalah: (1) mengidentifikasikan serta menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa seperti yang
diharapkan, (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan
hidup masyarakat, (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik belajar mengajar
yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, dan (4) menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan
atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam
mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya dijadikan umpan balik untuk
kepentingan kegiatan pembelajaran.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan
pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang
dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui
pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori
konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan situasi
kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruk
bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi
pusat kegiatan, bukan guru.
Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student
center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini guru tidak
dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswalah yang
harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Konstruktivistik

Teori belajar konstruktivistik bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget dan
Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah
dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami
informasi-informasi baru. Keduanya menekankan adanya hakekat sosial dari belajar.
Pembelajaran kooperatif, berbasis kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang sesuai untuk
pembelajaran. Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara individu
menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi lain apabila mereka
harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Siswa berperan aktif dalam pembelajaran,
sedangkan guru adalah membantu membuat kondisi yang memungkinkan siswa untuk secara
mandiri menemukan fakta, konsep atau prinsip.
Menurut Wina Sanjaya (2008: 264) bahwa konstruktivistik adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Guru
bukanlah pemberi informasi, dan jawaban atas semua masalah yang terjadi di kelas.
Selanjutnya Aunurrahman (2009: 28) bahwa: konstruktivistik memberikan arah yang
jelas bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif dalam upaya menemukan pengetahuan,
konsep, kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan
informasi atau fakta saja.
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang
yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain,
karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk
mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.
Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan
terus-menerus (Suparno, 1997).
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Trianto, 2010:
113).
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu:
1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.

3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.
4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui berbagai informasi
atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.
5. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan
tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah. (Yulaelawati, 2004: 54)
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan
terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan
hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

B. Peletak Dasar Paham Konstruktivistik

Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika Jerome
Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka merupakan
peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun dalam bidang psikologi
dan perkembangan intelektual anak.
Jean Piaget (1886-1980) adalah seorang ahli psikologi Swiss, yang mendalami
bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. Piaget
menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus dan
berusaha memahami dunia sekitarnya.
Lebih lanjut Piaget mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat
dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan
tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi
pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodivikasi
pengetahuan awal mereka.
Lev Vygotsky (1896-1834) adalah ahli psikologi Rusia. Menurutnya perkembangan
intelektual anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang. Mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul dari pengalaman ini. Dalam upaya
mendapatkan pengalaman baru, Individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
awal yang telah dimilikinya dan membangun pengertian baru.
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard. Jerome Bruner dan koleganya
mengemukakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai pembelajaran
penemuan. Pembelajaran penemuan adalah suatu pembelajaran yang menekankan pentingnya
membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif
terlibat dalam proses pembelajarannya terjadi melalui penemuan pribadi. Menurut Bruner bahwa
menemukan sesuatu oleh murid memakan waktu yang lebih banyak, apa yang dapat diajarkan
dalam waktu 30 menit, mungkin memerlukan 4-5 jam, yakni merumuskan masalah,
merencanakan cara memecahkannya, melakukan percobaan, membuat kesalahan, berpikir untuk
mengatasinya, dan akhirnya menemukan penyelesaiannya tak ternilai harganya bagi cara belajar
selanjutnya atas kemampuan sendiri.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah memahami konsep, arti, dan hubungan
dan sampai pada suatu kesimpulan. Dengan teorinya: Free Discovery Learning, Bruner
mengatakan bahwa: Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005: 43)

C. Prinsip-Prinsip Konstruktivistik

Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam belajar


mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar

3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah

4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa

6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan

7. Mencari dan menilai pendapat siswa

8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari prinsip-prinsip tersebut di atas hanya terdapat satu prinsip yang paling penting
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat
relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang
mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

D. Konstruktivistik dalam Pembelajaran


Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses
menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam
pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru
membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Proses perolehan pengetahuan akan
terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini
adalah suatu proses belajar.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki
kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar
dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru (Budiningsih, 2005: 59).
Kegiatan belajar dalam kelas konstruktivis adalah seorang guru tidak mengajarkan
kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan
mengencourage (mendorong) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam
menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak
mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk
setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan
dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.
Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran, merupakan penerapan pembelajaran
kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok, untuk saling membantu memecahkan masalah-
masalah yang kompleks. Sekali lagi, penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan
penggunaan kelompok sejawat untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan saling
mengemukakan dan meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi diantara
mereka sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya mereka;
metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa tetapi juga membuat
proses berpikir siswa lain lebih terbuka untuk seluruh siswa.
Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya hubungan yang terjadi antara dua
orang atau lebih. Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan saling membutuhkan dalam
menghadapi dan memecahkan masalah yang mungkin timbul, sehingga mereka yang terlibat
didalamnya mempunyai keberanian dalam memecahkan suatu permasalahan bahkan akan lebih
muda dipecahkan.
Pembelajaran konstruktivistik meliputi empat tahapan yaitu:
1. Apersepsi.
Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya:
mengapa baling-baling dapat berputar?
2. Eksplorasi.
Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau
dipelajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai
jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi
benda langsung.
3. Diskusi dan Penjelasan Konsep.
Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap
ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan
kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotivasi siswa
mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
4. Pengembangan dan Aplikasi.
Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian
siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual
yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.

E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Psikologi Belajar Konstruktivistik


Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar yang
paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan materi
pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan menguasai
berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab setiap pendekatan,
strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan kekurangan.

1. Kelebihan
Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan
menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa
memberikan penjelasan tentang gagasannya.
b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau
rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan
mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa
terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang
siswa.
c. Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa
berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-
gagasan pada saat yang tepat.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal
maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan
mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
g. Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan,
saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

2. Kekurangan
Adapun kekurangan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai
berikut:
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak
cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana
prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
4. Ketidaksiapan murida untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri pengajaran
berdasarkan pengalamannya sendiri. Tidak semua murid mempunyai pengalaman yang sama,
masalah ini kadang menyebabkan aktivitas pengajaran menjadi tidak bermakna bagi siswa.

F. Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik


Dalam konstruktivistik, terdapat lima unsur penting dalam lingkungan pembelajarannya,
yaitu:

1. Memperhatikan dan Memanfaatkan Pengetahuan Awal Siswa


Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstrukti
pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan
pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan
pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi
perubahan konsepsi pada diri siswa.

2. Pengalaman Belajar yang Bermakna

Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa


sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-
benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini
dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari,
penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.

3. Adanya Lingkungan Sosial yang Kondusif

Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa
maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai
konteks sosial.

4. Adanya Dorongan Agar Siswa Bisa Mandiri

Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena
itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan
belajarnya.

5. Adanya Usaha Untuk Mengenalkan Siswa Tentang Dunia Ilmiah


Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses
dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan
siswa tentang kehidupan ilmuwan.

BAB III
KESIMPULAN

Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan


pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang
dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit). Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student
center).
Prinsip yang paling penting diterapkan dalam pembelajaran konstruktivistik adalah guru
tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru sekedar membantu menyediakan
sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan lancar.
Terdapat lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1)
memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa, (2) pengalaman belajar yang
bermakna, (3) adanya lingkungan sosial yang kondusif, (4) adanya dorongan agar siswa bisa
mandiri, dan (5) adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.

Budiningsih, C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada
Media Group.

Trianto, M.Pd. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta kualitas
kehidupan, maka pendidikan pun menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, tentu saja hal ini
membutuhkan sebuah desain pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kondisinya. Sehingga
berbagai teori, metode dan desain pembelajaran serta pengajaran pun dibuat dan diciptakan
untuk mengapresiasikan semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan kerumitan permasalahan
pendidikan. Jadi memang itulah yang menjadi esensi pendidikan itu sendiri, yakni bagaimana
menciptakan sebuah kehidupan lebih baik yang tercipta dari proses pendidikan yang kontekstual
dan mampu menyerap aspirasi zaman dengan tepat dan sesuai.
Guru di dalam melaksanakan pembelajaran, juga harus bisa memilih maupun menetapkan
suatu pendekatan pembelajaran yang tepat di kelas sehingga hasil pembelajaran lebih optimal,
selayaknya seseorang dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari yang harus mampu
menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Guru pun demikian, harus bisa menetapkan
pendekatan pembelajaran yang tepat.
Masing masing individu akan memilih cara dan gayanya sendiri untuk belajar dan
mengajar, namun setidak-tidaknya ada karakteristik tertentu dalam pendekatan pembelajaran
tertentu yang khas dibandingkan dengan pendekatan lain. Salah satu contoh pendekatan
pembelajaran adalah pendekatan konstruktivisme. Martin. Et. Al (dalam Gerson Ratumanan,
2002) mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif
mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar
sebelumnya dengan belajar baru. Hubungan tersebut dikonstruksikan oleh siswa untuk
kepentingan mereka sendiri. Elemen kuncinya adalah bahwa orang belajar secara aktif
mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri, membandingkan informasi baru dengan
pemahaman sebelumnya dan menggunakannya untuk menghasilkan pemahaman baru. Untuk itu,
setiap pelajaran di sekolah perlu diarahkan untuk selalu mendidik siswa agar mengkonstruksikan
pengetahuannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konstruktivisme ?
2. Bagaimana komparasi behaviorisme dan konstruktivisme ?
3. Bagaimana pembelajaran menurut konstruktivisme ?
4. Apa saja kendala - kendala dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konstruktivisme.
2. Untuk mengetahui bagaimana komparasi behaviorisme dan konstruktivisme.
3. Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran menurut konstruktivisme.
4. Untuk mengetahui apa saja kendala - kendala dalam penerapan pembelajaran menurut
konstruktivisme.

1.4 MANFAAT PENULISAN


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai pembelajaran konstruktivisme.
2. Memberikan informasi dan pemahaman kepada pendidik bahwa peserta didik itu
sebenarnyabukanlah seperti kertas putih yang kosong di mana guru bisa secara bebas membentuk
pengetahuan siswa, tapi siswa adalah merupakan manusia yang sudah mempunyai pengetahuan
yang mereka peroleh dari pengalaman lingkungan mereka sehari-hari.
3. Memberikan informasi dan pemahaman kepada peserta didik bahwa yang sebenarnya peserta
didik tersebut sudah memiliki pengetahuan awal dari pengalaman lingkungan mereka, bukan
dibentuk baru oleh pendidik.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konstruktivisme
2.1.1 Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa
Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Pandangan
konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar
menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing
siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Tran Vui juga mengatakan bahwa
teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia
yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan
atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et.
Al mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif
mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar
sebelumnya dengan belajar baru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagai landasan paradigma pembelajaran, konstruktivisme
menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya
pengembangan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Dalam hal tahap-tahap pembelajaran, pendekatan konstruktivisme lebih menekankan pada
pembelajaran top-down processing, yaitu siswa belajar dimulai dari masalah yang
kompleks untuk dipecahkan (dengan bantuan guru), kemudian menghasilkan atau menemukan
keterampilan-keterampilan dasar yang dibutuhkan. Misalnya, ketika siswa diminta untuk menulis
kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-
kalimat tersebut, dan kemudian bagaimana menulis titik dan komanya.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu.
Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasilitator
yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas.
Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi siswa.
Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk
menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan
kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa
sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja
sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya. Berdasarkan konstruktivisme,
akibatnya orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran
berpusat pada siswa (student centered instruction).

2.1.2 Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme


Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang
diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara
sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa
sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi
perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep
ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
siswa berjalan mulus.
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis menurut beberapa
literatur yaitu sebagai berikut.
a. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
b. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
c. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.
d. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna melalui berbagai informasi
atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.

2.1.3 Prinsip-Prinsip Konstruktivisme


Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5. Struktur pembelajaran seputar konsep diutamakan pada pentingnya sebuah pertanyaan.
6. Mencari dan menilai pendapat siswa.
7. Menyesuaikan bahan pengajaran untuk menanggapi anggapan siswa.

2.1.4 Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik

2.2 Komparasi Behaviorisme dan Konstruktivisme


Komparasi Pembelajaran Behaviorisme dengan Konstruktivisme

BEHAVIORISTIK KONSTRUKTIVISTIK

Pandangan Tentang Pengetahuan, Belajar dan Pembelajaran

Pengetahuan: objektif, pasti, tetap Pengetahuan : non- objektif, temporer, selalu


berubah
Belajar: perolehan pengetahuan Belajar: pemaknaan pengetahuan
Mengajar: memindahkan pengetahuan ke orang Mengajar: menggali makna
yang belajar
Mind berfungsi sebagai alat penjiplak struktur Mind berfungsi sebagai alat menginterpretasi
pengetahuan sehingga muncul makna yang unik
Si pembelajar diharapkan memiliki Si pembelajar bisa memiliki pemahaman yang
pemahaman yang sama dengan pengajar berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari
terhadap pengetahuan yang dipelajari
Segala sesuatu yang ada di alam telah Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, dan
terstruktur, teratur, rapi. tidak menentu.
Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi Kitalah yang memberi makna terhadap realitas
Masalah Belajar dan Pembelajaran

Keteraturan Ketidakteraturan
Si pembelajar dihadapkan pada aturan-aturan Si pembelajar dihadapkan kepada lingkungan
yang jelas yang ditetapkan lebih dulu secara belajar yang bebas
ketat
Pembiasaan (disiplin) sangat esensial Kebebasan merupakan unsur yang sangat
esensial
Kegagalan atau ketidak-mampuan dalam Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan
menambah pengetahuan dikategorikan sebagai atau ketidakmampuan dilihat sebagai
KESALAHAN, HARUS DIHUKUM interpretasi yang berbeda yang perlu
Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan DIHARGAI
sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau
diberi HADIAH
Ketaatan kepada aturan dipandang sebagai Kebebasan dipandang sebagai penentu
penentu keberhasilan keberhasilan
Kontrol belajar dipegang oleh sistem di luar Kontrol belajar dipegang oleh si Pembelajar
diri si Pembelajar
Tujuan pembelajaran menekankan pada Tujuan pembelajaran me-nekankan pada
penambahan pengetahuan penciptaan pemahaman, yang menuntut
Seseorang dikatakan telah belajar apabila aktivitas kreatif-produktif dalam konteks
mampu mengungkapkan kembali apa yang nyata
telah dipelajari
Masalah Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran

Keterampilan terisolasi Penggunaan pengetahuan secara bermakna


Mengikuti urutan kurikulum ketat Mengikuti pandangan si Pembelajar
Aktivitas belajar mengikuti buku teks Aktivitas belajar dalam konteks nyata
Menekankan pada hasil Menekankan pada proses
Masalah Belajar dan Pembelajaran: Evaluasi

Respon pasif Penyusunan makna secara aktif


Menuntut satu jawaban benar Menuntut pemecahan ganda
Evaluasi merupakan bagian terpisah dari Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar
belajar

2.3 Pembelajaran Menurut Konstruktivisme


Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses
menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam
pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru
membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu.
Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi
pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar mengajar yang sesuai
dengan karakteristik IPA dan memperhatikan perspektif siswa sekolah dasar. Pembelajaran yang
dimaksud diatas adalah pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa, menerangkan pada
kemampuan minds-on dan hands-on serta terjadi interaksi dan mengakui adanya konsepsi
awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya.
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
a. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan.
Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan
awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan
awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi
pada diri siswa.
b. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga
bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar
dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat
terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan
sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.
c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif,
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun
dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks
sosial.
d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa
dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan
sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa
tentang kehidupan ilmuwan. Pembelajaran kontruktuvisme merupakan pembelajaran yang
cukup baik dimana siswa dalam pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran
yang pasti seperti pembelajaran bihavioristik. Misalnya saja pada pelajaran pkn, tentang tolong
menolong dan siswa di tugaskan untuk terjun langsung dan terlibat mengamati suatu lingkungan
bagaimana sikap tolong menolong terbangun. Dan setelah itu guru memberi pengarahan yang
lebih lanjut. Siswa lebih mamahami makna ketimbang konsep.

2.4 Kendala - Kendala dalam Penerapan Pembelajaran menurut Konstruktivisme


Konstruktivisme memberikan angin segar bagi perbaikan proses dan hasil belajar.
Walaupun demikian, terdapat pula kendala yang muncul dalam penerapan pembelajaran menurut
konstruktivisme di kelas. Kendala-kendala yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru. Guru selama ini telah terbiasa mengajar dengan
menggunakan pendekatan tradisional, mengubah kebiasaan ini merupakan suatu hal yang tidak
mudah.
2. Guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran berbasis
konstruktivisme. Guru konstruktivis dituntut untuk lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan
pembelajaran dan dalam memilih menggunakan media yang sesuai.
3. Adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran
akan menggunakan waktu yang cukup besar. Guru khawatir target pencapaian kurikulum (TPK)
tidak tercapai.
4. Sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir. Padahal yang terpenting dari suatu
pembelajaran adalah proses belajarnya bukan hasil akhirnya.
5. Besarnya beban mengajar guru, latar pendidikan guru tidak sesuai dengan mata pelajaran yang
diasuh, dan banyaknya pelajaran yang harus dipelajari siswa merupakan yang cukup serius.
6. Siswa terbiasa menunggu informasi dari guru. Siswa akan belajar jika ada transfer pengetahuan
dan tugas-tugas dari gurunya. Mengubah sikap menunggu informasi menjadi pencari dan
pengkonstruksi informasi merupakan kendala itu sendiri.
7. Adanya budaya negatif di lingkungan siswa. Salah satu contohnya di lingkungan rumah.
Pendapat orang tua selalu dianggap paling benar, ank dilarang membantah pendapat orang
tuanya. Kondisi ini juga terbawa ke sekolah. Siswa terkondisi untuk mengiakan pendapat atau
penjelasan guru. Siswa tidak berani mengemukakan pendapatnya yang mungkin berbeda dengan
gurunya.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat
membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam berarti paham atau aliran.
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri.
2. Komparasi pembelajaran behaviorisme dengan konstruktivisme meliputi pandangan tentang
pengetahuan, belajar dan pembelajaran, masalah belajar dan pembelajaran, strategi
pembelajaran, serta evaluasi.
3. Pembelajaan menurut konstruktivisme yaitu kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana
siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari,
ini merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir
yang telah ada dalam pikiran mereka.
4. Kendala - kendala dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme yaitu : sulit
mengubah keyakinan dan kebiasaan guru, guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan
mengelola kegiatan pembelajaran berbasis konstruktivisme, adanya anggapan guru bahwa
penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang
cukup besar, sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir, besarnya beban mengajar
guru, siswa terbiasa menunggu informasi dari guru, dan adanya budaya negatif di lingkungan
siswa.

3.1 Saran
Kami menyadari kekurangan dari makalah ini. Sehingga kami manyarankan kepada
pembaca agar bisa memberikan kritik dan sarannya, agar makalah ini bisa jadi lebih baik. Terima
kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Anekaragammakalah. 2012. Makalah Teori Belajar Konstruktivisme. Blogspot.com; diakses


online pada tanggal 7 Mei 2013.
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/07/teori-belajar-konstruktivisme.html

Budiningsih, C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.


Gerson.R.Tanwey 2002.Belajar dan Pembelajaran.Ambon: FKIP Universitas Pattimura
Ambon

Gino, dkk. 1997. Belajar Dan Pembelajaran. Surakarta : UNS Press. Disadur dari : Sarlito W.
Sarwono, 2002, Berkenalan dengan ALiran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, (PT Bulan
Bintang: Jakarta)

Pranita, Tya. 2010. Teori Konstruktivisme. Kompasiana.com; diakses online pada tanggal 7 Mei
2013.
http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/06/teori-konstruktivisme-280303.html

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jogjakarta: Kanisi

Trianto.2007.Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:


Prestasi Pustaka.

MAKALAH TEORI BELAJAR KONSTRUKTIF


Mr. Admin Wednesday, 19 October 2016 Makalah

Halo sobat blogger, kali ini admin ingin kembali berbagi artikel yang mungkin dapat
bermanfaat bagi sobat semua. Pada postingan sebelumnya admin telas membahas
mengenai Makalah Hukum Pidana dan Kriminologi, dan pada postingan kali ini admin
akan membahas mengenai Makalah Teori Belajar Konstruktif. Dalam makalah ini akan
ada penjelasan mengenai pengertian belajar konstruktif / konstruktivisme, ciri-ciri
pembelajaran secara konstruktivisme, prinsip-prinsip konstruktivisme serta kelebihan
dan kekurangan teori belajar konstruktivisme.
Nah, berikut pembahasan Makalah Teori Pembelajaran Konstruktivisme :)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Saat ini terdapat berbagai inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama peroses
pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstuktivisme. Pemiihan pendekatan
ini lebih dikarnakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan
yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan perdoalannya. Pembelajaran di
kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi kepada benda-benda
kongkret.

Seorang guru perlu memperhatikan kensep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak
demikian, maka pendidik tidak akan berhasil menemukan konsep yang benar,bahkan
dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan sekedar
memberikan gagasan-gagasan pendidik pada siswa.melainkan sebagai peroses
mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu
salah, dan jika ternyata benar ternyata pendidik harus membantu sisiwa dalam
mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.

2. Rumusan Masalah

a) Apa pengertian teori belajar Kostruktivisme?


b) Apa Ciri-ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme?

c) Apa Prinsip-Prinsip Konstruktivisme?

d) Apa Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstruktivistik?

3. Tujuan Penulisan

a) Untuk mrngetahui pengertian teori belajar kontruktivisme.

b) Untuk mengetahui Ciri-ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme.

c) Untuk mengetahui Prinsip-Prinsip Konstruktivisme.

d) Untuk mengetahui Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstruktivistik.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian teori belajar konstruktivisme

Asal kata konstruktivisme adalah to consrtuct yang artinya membangun atau


menyusun menurut Carin (dalam agriamurti,2009) bahwa teori konstruktivisme adalah
teori pembelajaran yang menekankan bahwa siswa sebagai pembelajar, tidak
menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapati, tetapi merka secara aktif
membangun pengetahuan secara individual. Menurut von glaserfeld (dalam
agriamurti,2009) Bahwa konstruktivisme adalah filsafat pengtahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentuk) kita sendiri.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,


yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik
antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan
memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan
tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai
skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan
proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu
keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.

Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal,


akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan
bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses
mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu.

Baca Juga : Makalah Sistem Operasi

Pengetahuan hasil dari pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang
diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan
memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat
dalam setiap individu.

Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:

1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.

3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara


lengkap.

4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut
teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi
ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan
atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

B. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme

Adapun ciri ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:

1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan


dalam dunia sebenarnya.

2. Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya


sebagai panduan merancang pengajaran.

3. Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan


murid.

4. Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.

5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.


6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.

7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan


hasil pembelajaran.

8. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

C. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.

3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi


perubahan konsep ilmiah.

4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.

5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.

6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.

7. Mencari dan menilai pendapat siswa.

8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari semua itu hanya satu perinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya
semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus membangun
pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu peroses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan dengan siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan
mengunkan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat dapat
memberikan tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai
tingkat penemuan.

D. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstruktivistik

Kelebihan :
1. Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.

2. Faham : Oleh ksrana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan
baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.

3. Ingat : Oleh karana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri
kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah
dalam situasi baru.

4. Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan


dan guru dalam membina pengetahuan baru.

5. Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin
dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam
membina pengetahuan baru.
Kelemahan

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam
proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu
mendukung.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu


tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau
pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah
teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga.
Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru
dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau
moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir
yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang


dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi
dengan lingkungan sosial maupun fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu kepada
teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas
apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Teori konstruktivisme pada
dasarnya menekankan pembinaan konsep yang asas sebelum konsep itu dibangunkan
dan kemudiannya diaplikasikan apabila diperlukan .

DAFTAR PUSTAKA

Tonroni Muhammad, Arif Mustopa.2012.Balajar & Pembelajaran.Jogjakarta :Ar-Ruzz


Media.

Budianto. 2010. Teori Belajar dan Implikasi dalam Pembelajaran, (Online),


(http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/09/teori-belajar-dan-implikasinya-dalam-
pembelajarn), diakses 7 Februari 2012.

Nanang wahid. 2009. Teori Belajar Konstruktisme,(Online),


(http://209.85.175.132/search?q=cache:57Ip5H61RWsJ:one.indoskripsi.com/judul-
skripsi-makalah-tentang/teori-belajar-konstruktivisme
+teori+belajar+bermakna&hl=id&ct=clnk&cd=6&gl=id&client=firefox-a), di akses 7
Februari 2012.
Tags : contoh makalah teori pembelajaran konstruktif, makalah teori pembelajaran,
makalah ilmiah, contoh karya ilmiah, makalah teori belajar, makalah pembelajaran
konstuktivisme

Anda mungkin juga menyukai