BAB I
PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas.
Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan materi,
media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar
yang dapat mengena pada sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu
sangatlah diperlukan keaktifan guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar yang
baik tersebut.
Dalam proses belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan guru dalam membawa siswa
menuju target yang diinginkan secara tepat.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat strategi dasar
dalam belajar mengajar. Strategi itu adalah: (1) mengidentifikasikan serta menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa seperti yang
diharapkan, (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan
hidup masyarakat, (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik belajar mengajar
yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, dan (4) menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan
atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam
mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya dijadikan umpan balik untuk
kepentingan kegiatan pembelajaran.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan
pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang
dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui
pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori
konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan situasi
kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruk
bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi
pusat kegiatan, bukan guru.
Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student
center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini guru tidak
dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswalah yang
harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori belajar konstruktivistik bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget dan
Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah
dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami
informasi-informasi baru. Keduanya menekankan adanya hakekat sosial dari belajar.
Pembelajaran kooperatif, berbasis kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang sesuai untuk
pembelajaran. Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara individu
menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi lain apabila mereka
harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Siswa berperan aktif dalam pembelajaran,
sedangkan guru adalah membantu membuat kondisi yang memungkinkan siswa untuk secara
mandiri menemukan fakta, konsep atau prinsip.
Menurut Wina Sanjaya (2008: 264) bahwa konstruktivistik adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Guru
bukanlah pemberi informasi, dan jawaban atas semua masalah yang terjadi di kelas.
Selanjutnya Aunurrahman (2009: 28) bahwa: konstruktivistik memberikan arah yang
jelas bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif dalam upaya menemukan pengetahuan,
konsep, kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan
informasi atau fakta saja.
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang
yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain,
karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk
mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.
Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan
terus-menerus (Suparno, 1997).
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Trianto, 2010:
113).
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu:
1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.
4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui berbagai informasi
atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.
5. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan
tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah. (Yulaelawati, 2004: 54)
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan
terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan
hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika Jerome
Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka merupakan
peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun dalam bidang psikologi
dan perkembangan intelektual anak.
Jean Piaget (1886-1980) adalah seorang ahli psikologi Swiss, yang mendalami
bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. Piaget
menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus dan
berusaha memahami dunia sekitarnya.
Lebih lanjut Piaget mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat
dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan
tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi
pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodivikasi
pengetahuan awal mereka.
Lev Vygotsky (1896-1834) adalah ahli psikologi Rusia. Menurutnya perkembangan
intelektual anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang. Mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul dari pengalaman ini. Dalam upaya
mendapatkan pengalaman baru, Individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
awal yang telah dimilikinya dan membangun pengertian baru.
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard. Jerome Bruner dan koleganya
mengemukakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai pembelajaran
penemuan. Pembelajaran penemuan adalah suatu pembelajaran yang menekankan pentingnya
membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif
terlibat dalam proses pembelajarannya terjadi melalui penemuan pribadi. Menurut Bruner bahwa
menemukan sesuatu oleh murid memakan waktu yang lebih banyak, apa yang dapat diajarkan
dalam waktu 30 menit, mungkin memerlukan 4-5 jam, yakni merumuskan masalah,
merencanakan cara memecahkannya, melakukan percobaan, membuat kesalahan, berpikir untuk
mengatasinya, dan akhirnya menemukan penyelesaiannya tak ternilai harganya bagi cara belajar
selanjutnya atas kemampuan sendiri.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah memahami konsep, arti, dan hubungan
dan sampai pada suatu kesimpulan. Dengan teorinya: Free Discovery Learning, Bruner
mengatakan bahwa: Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005: 43)
C. Prinsip-Prinsip Konstruktivistik
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas hanya terdapat satu prinsip yang paling penting
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat
relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang
mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
1. Kelebihan
Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan
menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa
memberikan penjelasan tentang gagasannya.
b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau
rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan
mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa
terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang
siswa.
c. Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa
berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-
gagasan pada saat yang tepat.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal
maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan
mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
g. Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan,
saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
2. Kekurangan
Adapun kekurangan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai
berikut:
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak
cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana
prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
4. Ketidaksiapan murida untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri pengajaran
berdasarkan pengalamannya sendiri. Tidak semua murid mempunyai pengalaman yang sama,
masalah ini kadang menyebabkan aktivitas pengajaran menjadi tidak bermakna bagi siswa.
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa
maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai
konteks sosial.
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena
itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan
belajarnya.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.
Trianto, M.Pd. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konstruktivisme
2.1.1 Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa
Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Pandangan
konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar
menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing
siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Tran Vui juga mengatakan bahwa
teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia
yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan
atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et.
Al mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif
mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar
sebelumnya dengan belajar baru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagai landasan paradigma pembelajaran, konstruktivisme
menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya
pengembangan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Dalam hal tahap-tahap pembelajaran, pendekatan konstruktivisme lebih menekankan pada
pembelajaran top-down processing, yaitu siswa belajar dimulai dari masalah yang
kompleks untuk dipecahkan (dengan bantuan guru), kemudian menghasilkan atau menemukan
keterampilan-keterampilan dasar yang dibutuhkan. Misalnya, ketika siswa diminta untuk menulis
kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-
kalimat tersebut, dan kemudian bagaimana menulis titik dan komanya.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu.
Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasilitator
yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas.
Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi siswa.
Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk
menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan
kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa
sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja
sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya. Berdasarkan konstruktivisme,
akibatnya orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran
berpusat pada siswa (student centered instruction).
BEHAVIORISTIK KONSTRUKTIVISTIK
Keteraturan Ketidakteraturan
Si pembelajar dihadapkan pada aturan-aturan Si pembelajar dihadapkan kepada lingkungan
yang jelas yang ditetapkan lebih dulu secara belajar yang bebas
ketat
Pembiasaan (disiplin) sangat esensial Kebebasan merupakan unsur yang sangat
esensial
Kegagalan atau ketidak-mampuan dalam Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan
menambah pengetahuan dikategorikan sebagai atau ketidakmampuan dilihat sebagai
KESALAHAN, HARUS DIHUKUM interpretasi yang berbeda yang perlu
Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan DIHARGAI
sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau
diberi HADIAH
Ketaatan kepada aturan dipandang sebagai Kebebasan dipandang sebagai penentu
penentu keberhasilan keberhasilan
Kontrol belajar dipegang oleh sistem di luar Kontrol belajar dipegang oleh si Pembelajar
diri si Pembelajar
Tujuan pembelajaran menekankan pada Tujuan pembelajaran me-nekankan pada
penambahan pengetahuan penciptaan pemahaman, yang menuntut
Seseorang dikatakan telah belajar apabila aktivitas kreatif-produktif dalam konteks
mampu mengungkapkan kembali apa yang nyata
telah dipelajari
Masalah Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat
membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam berarti paham atau aliran.
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri.
2. Komparasi pembelajaran behaviorisme dengan konstruktivisme meliputi pandangan tentang
pengetahuan, belajar dan pembelajaran, masalah belajar dan pembelajaran, strategi
pembelajaran, serta evaluasi.
3. Pembelajaan menurut konstruktivisme yaitu kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana
siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari,
ini merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir
yang telah ada dalam pikiran mereka.
4. Kendala - kendala dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme yaitu : sulit
mengubah keyakinan dan kebiasaan guru, guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan
mengelola kegiatan pembelajaran berbasis konstruktivisme, adanya anggapan guru bahwa
penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang
cukup besar, sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir, besarnya beban mengajar
guru, siswa terbiasa menunggu informasi dari guru, dan adanya budaya negatif di lingkungan
siswa.
3.1 Saran
Kami menyadari kekurangan dari makalah ini. Sehingga kami manyarankan kepada
pembaca agar bisa memberikan kritik dan sarannya, agar makalah ini bisa jadi lebih baik. Terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Gino, dkk. 1997. Belajar Dan Pembelajaran. Surakarta : UNS Press. Disadur dari : Sarlito W.
Sarwono, 2002, Berkenalan dengan ALiran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, (PT Bulan
Bintang: Jakarta)
Pranita, Tya. 2010. Teori Konstruktivisme. Kompasiana.com; diakses online pada tanggal 7 Mei
2013.
http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/06/teori-konstruktivisme-280303.html
Halo sobat blogger, kali ini admin ingin kembali berbagi artikel yang mungkin dapat
bermanfaat bagi sobat semua. Pada postingan sebelumnya admin telas membahas
mengenai Makalah Hukum Pidana dan Kriminologi, dan pada postingan kali ini admin
akan membahas mengenai Makalah Teori Belajar Konstruktif. Dalam makalah ini akan
ada penjelasan mengenai pengertian belajar konstruktif / konstruktivisme, ciri-ciri
pembelajaran secara konstruktivisme, prinsip-prinsip konstruktivisme serta kelebihan
dan kekurangan teori belajar konstruktivisme.
Nah, berikut pembahasan Makalah Teori Pembelajaran Konstruktivisme :)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Saat ini terdapat berbagai inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama peroses
pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstuktivisme. Pemiihan pendekatan
ini lebih dikarnakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan
yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan perdoalannya. Pembelajaran di
kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi kepada benda-benda
kongkret.
Seorang guru perlu memperhatikan kensep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak
demikian, maka pendidik tidak akan berhasil menemukan konsep yang benar,bahkan
dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan sekedar
memberikan gagasan-gagasan pendidik pada siswa.melainkan sebagai peroses
mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu
salah, dan jika ternyata benar ternyata pendidik harus membantu sisiwa dalam
mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
Pengetahuan hasil dari pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang
diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan
memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat
dalam setiap individu.
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut
teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi
ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan
atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
C. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
Dari semua itu hanya satu perinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya
semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus membangun
pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu peroses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan dengan siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan
mengunkan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat dapat
memberikan tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai
tingkat penemuan.
Kelebihan :
1. Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2. Faham : Oleh ksrana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan
baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Ingat : Oleh karana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri
kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah
dalam situasi baru.
5. Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin
dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam
membina pengetahuan baru.
Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam
proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu
mendukung.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA