Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional yang bertujuan bahwa setiap penduduk mempunyai

kemampuan hidup sehat yaitu keadaan sejahtera badan dan jiwa, dan

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Untuk mencapai tujuan tersebut pembangunan kesehatan dilaksanakan secara

bertahap.

Untuk mencapai tujuan tersebut sangat dibutuhkan eksistensi tenaga

keperawatan yang profesional dimana dalam memberikan pelayanan

digunakan pelaksanaan asuhan keperawatan. Sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi bidang keperawatan, untuk memenuhi

tuntunan masyarakat. Maka perawat dituntut untuk memiliki ilmu

pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan pelayanan secara

komprehensif yang meliputi aspek biopsikososial spiritual melalui pendekatan

proses keperawatan, sehingga asuhan keperawatan dapat diberikan secara

tepat guna dengan penuh tanggung jawab.

Salah satu masalah penyakit yang sering terjadi dan menyerang pada

bayi dan balita yaitu Kejang Demam yang penyebabnya belum diketahui

dengan pasti, akan tetapi akan menimbulkan komplikasi pada pertumbuhan

dan perkembangan anak.


Berdasarkan data dan Medical Record RSUD Kota Makassar, jumlah

kasus kejang demam dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1 . Jumlah Rawat map Kasus Kejang Demam di RSUD Kota Makassar.

No Tahun <1 th 1-4 th 5-6 th LK % Pr % Mati % Jml %

64,5
1 2009 5 42 1 31 15 31,25 2 4,16 48 100
8

59,4
2 2010 27 43 4 44 32 43,24 2 2,70 74 100
5

53,3
3 2011 7 36 2 24 20 44,44 1 2,22 45 100
3

Keteragan:

a. Pada Tahun 2009 kasus kejang demam rawat map berjumlah 48 orang

dengan jumlah pasien laki laki 31 orang (64,58%) dan jumlah pasien

perempuan 15 orang (31,25%), dan jumlah pasien yang meninggal 2

orang (4,16%)

b. Pada Tahun 2010 kasus kejang demam rawat map berjumlah 74 orang

dengan jumlah pasien laki laki 44 orang (59,45%) dan jumlah pasien

perempuan 32 orang (43,24%), dan jumlah pasien yang meninggal

sebanyak 2 orang (2,70%)

c. Pada Tahun 2011 kasus kejang demam rawat map berjumlah 45 orang

dengan jumlah pasien laki laki 24 orang (53,33%) dan jumlah pasien

perempuan sebanyak 20 (44,44%), dan jumlah pasien yang meninggal

sebanyak 1 orang (2,22%)


Masih tingginya angka kejadian kejang demam menjadi dasar perlunya

penerapan asuhan keperawatan pada kasus Kejang Demam untuk membantu

proses penyembuhan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga

angka kejadian Kejang Demam dapat menurun.

Untuk itu, dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan dan

keterampilan sesuai dengan pendidikan, maka setiap mahasiswa menyusun

suatu karya tulis ilmiah berupa Asuhan Keperawatan pada pasien secara

individu. Berdasarkan kenyataan di lahan penulis mendapatkan kasus system

Persyarafan. Maka pada kesempatan liii penulis dapat menyusun karya tulis

dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien An F Dengan gangguan

Neurologi ; Kejang Demam di Ruang Kenanga II Perawatan Anak RSUD

Kota Makassar pada tanggal 0406 Juni 2012

B. Batasan Masalah

Karena luasnya masalah kejang demam, maka bahasan karya tulis mi hanya

mencakup pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien An F Dengan

gangguan Neurologi Kejang Demam yang dirawat di Ruangan Kenanga II

Perawatan Anak RSUD Kota Makassar selama 3 han dan tanggal

0406 Juni2Ol2

C. Tujuan Penulisan

1. TujuanUmum

Untuk menambah khasanah keilmuan, keterampilan dan pengalaman serta

memperoleh pengalaman nyata dalam menerapkan Asuhan Keperawatan path


keluarga pasien An F Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam di

Ruang Kenanga II Perawatan Anak RSUD Kota Makassar, pada tanggal 04

-06 Juni 2012.

2. Tujuan Khusus

a. Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan pengkajian pada

pasien An F Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam di Ruang

Kenaga II Perawatan Anak RSUD Kota Makassar pada tanggal

04-06 Juni 20l2.

b. Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan diagnosa dan

perencanan pada pasien An F Dengan gangguan Neurologi ; Kejang

Demam di Ruang Kenanga II Perawatan Anak RSUD Kota Makassar

pada tanggal 04 - 06 Juni 2012.

c. Memperoleh pengalaman nyata dalam menyusun perencanaan

tindakan keperawatan pada pasien An F Dengan Diagnosa

keperawatan ; Hipertermi, Gangguan pemenuhan Nutrisi, kerusakan

membran mukosa mulut, Kecemasan pada keluarga, Ansietas, resiko

terjadi kejang ulang, resiko keterlambatan perkembangan di Ruang

Kenanga II Perawatan Anak RSUD Kota makassar pada tanggal 04 -

06 Juni 2012.

d. Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan pada pasien An F Dengan Diagnosa keperawatan

Hipertermi, Gangguan pemenuhan Nutrisi, kerusakan membran

mukosa mulut, Kecemasan pada keluarga, Ansietas, resiko terjadi


kejang ulang, resiko keterlambatan perkembangan di Ruang Kenanga

II Perawatan Anak RSIJD Kota makassar pada tanggal 04 06 Juni

2012.

e. Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi

keperawatan pada pasien An F Dengan Diagnosa keperawatan

Hipertermi, Gangguan pemenuhan Nutrisi, kerusakan membran

mukosa mulut, Kecemasan pada keluarga, Ansietas, resiko terjadi

kejang ulang, resiko keterlambatan perkembangan di Ruang Kenanga

II Perawatan Anak RSUD Kota makassar pada tanggal 04 06 Juni

20 12.

f. Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan pendokumentasian

keperawatan pada pasien An F Dengan gangguan Neurologi Kejang

Demam di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Makassar

padatanggalo4 - 06Juni2Ol2.

g. Mampu mengnalisa kesenjangan yang terjadi antara asuhan teori dan

kegiatan di lapangan pada pasien An F Dengan gangguan Neurologi

Kejang Demam di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Makassar

pada tanggal 04 - 06 Juni 2012.

D. Manfaat penulisan

1. Penulis

Menambah pengetahuan penulis khususnya mengenai penyakit

dengan gangguan system Neuorologi sebagai peningkatan suhu tubuh dan


pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan

system Neurologi Kejang Demam.

2. Bagi Akademik

a. Sebagai salah sath persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada

Akademi Keperawatan YPPP Wonomulyo Program D III Keperawatan

b. Sebagai bahan bacaan di Perpustakaan

3. Bagi Pelayanan RS

Dapat memberikan masukan bagi Rumah Sakit untuk mengambil

langkahlangkah kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan terutama yang berkaitan dengan Asuhan Keperawatan dengan

gangguan system Neuorologi : Kejang demam.

4. Bagi Pasien dan Keluarga

a. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara

pencegahan, perawatan dan pengobatan penyakit dengan gangguan

system Nerologi Kejang Demam

b. Memberikan pelayanan bagi pasien dengan gangguan Nerologi Kejang

Demam.

E. Metode Dan Tekhnik Penulisan

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien An F dengan

gangguan system Neurologi : Kejang Demam di ruang Kenanga II perawatan

Anak di RSUD Kota Makassar.

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini :


1. Studi Kepustakaan

Yaitu dengan mempelajari buku-buku sumber literatur dan lain-lain yang

ada berhubungan sebagai landasan teoritis dalam penyusunan Karya Tulis

Ilmiah mi.

2. Studi Kasus

Studi kasus iru menggunakan metode keperawatan yang komprehensif yang

meliputi pengkajian data, analisa data, penetapan diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi askep yang telah dilakukan.

3. Tekhnik

Untuk melengkapi data atau intervensi dalam pengkajian digunakan tekbnik.

a. Observasi

Melakukan pengamatan langsung pada pasien dengan cara melakukan

pemeriksaan yang berkaitan dengan perkembangan keadaan pasien.

b. Wawancara

Melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga pasien dengan

mengajukan pertanyaan langsung.

c. Pemeriksan fisik

Melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien meliputi inspeksi, palpasi,

perkusi dan auskultasi.


4. Studi Dokumentasi

Metode dilakukan dengan cara membaca catatan medik pasien terhadap

hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lainnya yang berkaitan

dengan pasien.

5. Diskusi

Diskusikan dengan pembimbing Karya Tulis Ilmiah, perawat ruangan serta

pembimbing lahan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman di dalam

pencegahan Kejang Demam.

F. Sistematika penulisan

Penyusunan karya tulis mi terdiri dan beberapa bab, sub bab dan anak bab

dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

B. Batasan masalah

C. Tujuan penulisan

D. Manfaat penulisan

E. Metode dan tehnik penulisan

F. Sistematika penulisan

BAR II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian
2. Ahatomi Fisiologi

3. Insiden

4. Etiologi

5. Patofisiologi

6. Manifestasi Klimk

7. Faktor Resiko

8. Pemeriksaan Penunjang

9. Diagnosa Banding

10. Penatalaksanaan

11. Prognosis

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

2. Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Muncul

3. Rencana Keperawatan Terdiri Dan Tujuan, Intervensi, Rasional

4. Dampak Gangguan Sistem Terhadap KDM

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

B. Data Fokus

C. Analisa Data

D. Diagnosa Keperawatan

E. Intervensi keperawatan

F. linpiementasi

G. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian

B. Diagnosa Keperawatan

C. Intervensi Keperawatan

D. Implementasi Keperawatan

E. Evaluasi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BABII

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Kejang adalah suatu manifestasi klinik dan lepas muatan listrik

berlebihan dan sel-sel neuron otak yang terganggu fungsinya, gangguan

tersebut dapat disebabkan oleh kelainan fisiologis, anatomis, biokimia atau

gabungan dan ketiga kelainan tersebut. (UKK Neurologi IDAI, 2011)

Menurut Nurul Itqiyah (2008), kejang demam adalah kejang yang

terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi

sistem saraf pusat. Hal mi dapat tenjadi pada 2-5 % populasi anak.

Umumnya kejang demam mi terjadi pada usia 6 bulan 5 tahun

danjarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia> 3 tahun.

(http://akhtyo. blogsp ot.com/2009/0 4/keiandemam. htm)

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang teajadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dan 3 8C) yang disebabkan oleh

suatu proses ekstrakranium. (MansjoerArjfdkk, 2005. 434).

Menurut Concentus Statement Febrile Seizures (1980), kejang

demam adalah suatu kejadian path bayi atau anak-anak, biasanya terjadi

pada umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak

pemah terbukti dengan adanya infeksi intrakanial atau penyebab tertentu.

Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dan 4

minggu tidak termasuk. Kejang demam hams dibedakan dengan epilepsi,


yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. (Mansjoer Arf

dkk, 2005.434)

Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi dua golongan,

yaitu kejang demam sederhana (Simple Febrile Convultion) dan epilepsi

yang diprovokasi oleh demam (Epilepsi Triggered Of By Faver). Defenisi

mi tidak lagi digunakan karena studi prosfektifepidemiologi membuktikan

bahwa resiko berkembangnya epilepsi atau berkembangnya kejang tanpa

demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.

Akhir-akhir ini kejang demam dikiasifikasikan menjadi dua

golongan, yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dan 15

menit dan umum, dan kejang demam kompleks yang berlangsung lebih

dan 15 menit, fokal atau multiple (lebih dan 1 kali kejang dalam 24 jam).

Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan Neurologi atau

riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.

2. Anatomi Fisiologi Syaraf

System syaraf terdiri dan sel-sel syaraf (Neuron) dan sel-sel

penyokong (Neuoglia dan sel Schawan), kedua jenis sel tersebut demikian

erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga sama-sama

berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel syaraf khusus peka

rangsang yang menerima masukan sensonik atau masukan aferen dan

ujung-ujung syaraf perifer khusus atau dan organ reseptor sensorik, dan

menyalurkan masukan motorik atau masukan eferan ke otot-otot dan

kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor.


System syaraf terbagi menjadi : system Syaraf Pusat (SSP) dan

Sistem Syaraf Tepi (SST). SSP terdiri dan otak dan medulla spinalis, SST

terdiri dan neuron eferen dan eferen system somatir (SSS) dan neuron

system syaraf otonom / Viseral (S SO).

Gambar 1. Susunan SyarafPusat

SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang,

selanjutnya SSP dilindungi pula oleh suspensi dalam cairan serebrospinalis

(CSF-Cerebrospinal Fluid). Secara anatomis SST terbagi menjadi 31

pasang syaraf spinal dan 12 pasang syaraf kranial. (Sylvia A. Price &

Lorraine M Wilson, 2005. 901 - 902).

Terdapat 31 pasang syaraf spinal: 8 pasang syaraf servikal, 12

Pasang syaraf Torakal, 5 Pasang syaraf Lumbal, 5 Pasang syaraf Sakral

dan 1 pasang syaraf koksigeal. Syaraf Kranial merupakan bagian dan

sistem saraf sadar. Dan 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori

(saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4
pasang jenis gabungan (saraf V. VII, IX, X). Pasangan saraf-saraf mi diberi

nomor sesuai urutan dan depan hingga belakang, Saraf-saraf mi terhubung

utamanya dengan struktur yang ada di kepala dan leher manusia seperti

mata, hidung, telinga, mulut dan lidah. Pasangan 1 dan II mencuat dan

otak besar, sementara yang lainnya mencuat dan batang otak.

3. Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering

disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,

gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada

suhu tinggi, kadang-kadang demam tidak begitu tinggi dapat

menyebabkan kejang (Mans] oer Arfdkk, 2005. 434).

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat

yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit

yang paling sening menimbulkan kejang demam adalab infeksi saluran

pemafasan atas, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera

dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan

menyebabkan kejang demam), pneumonia(Setengah dan kejadian

pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat mi makin banyak saja

virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus liii kebanyakan

menyerang saluran pemapasan bagian atas-terutama path anak-anak

gangguan mi bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar

pneumonia jenis mi tidak berat dan sembuh thiam waktu singkat. Namun

bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat.
dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi pant

akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan pant yang dipenuhi

cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu

demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu,

napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkari sejumlah

lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru), gastroenteritis

akut, exantema subitum (Penyakit eksantema virus yang sering menyerang

bayi (infants) dan anak-anak (young children). Ditandai dengan demam

tinggi yang mendadak dan sakit tenggorokan ringan. Beberapa han

kemudian terdapat suatu (faint pinkish rash) yang berlangsung selama

beberapa jam hingga beberapa han. salah satu komplikasinya adalah

kejang demam, bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Goodridge, 1987;

Soetomenggolo, 1989). Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat

seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT

(pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.

(http://zaa23. wordpress. com/2009/06/26/keiang-demam/)

penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Demam

yang terjadi sening disebabkan oleh:

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

2. Gangguan metabolic

3. tonsilitis, otitis media, bronchitis.

4. Keracunan obat

5. Faktor herediter
6. Idiopatik.

(http://akhtyo. blogspot coni/2009/04/ke jang-demam. html)

4. Insiden

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% populasi anak usia 6

bulan 5 tahun, dan paling sering pada usia 17 -23 bulan, 80% kejang

demam sederhana, 20% kejang demam kompleks (8% berlangsung >15

menit dan 16% berulang dalam waktu 24 jam), 2 4% menjadi epilepsy,

lebih sering pada anak laki laki. (UKK Neurologi IDAI, 2011 kejang

demam yang perlu diwaspadai)

5. Patofisiologi

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan menyebabkan

kenaikan metabolisme basal (jumlah minimal energi yang dibutuhkan

untuk mempertahankan fungsi vital tubuh) sebanyak 10-15% dan

kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada anak balita aliran darah ke otak

meneapai 65% dan aliran darah ke seluruh tubuh, sedangkan pada orang

dewasa aliran darah ke otak hanya 15%. Jadi, path balita dengan kenaikan

suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dan membran

sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dan ion kalium

maupun natrium melalui membran sel neuron tadi, sehingga

menigakibatkan terjadinya pelepasan muatan listrik. Besamya muatan

listnik yang terlepas sehingga dapat meluas/menyebar ke seluruh sel

maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmitter. Akibatnya terjadi kekakuan otot sehingga terjadi kejang.


Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung

dan tinggi rendabnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang

ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C, sedangkan

pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi path suhu

40C.

Basal Metabolic Rate ( BMR) adalah kebutuhan kalori minimum

yang dibutuhkan seseorang hanya untuk sekedar mempertahankan hidup,

dengan asumsi bahwa orang tersebut dalam keadaan istirahat total, tidak

melakukan aktivitas sedikitpun.

Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat metabolisme basal seseorang:

1. Genetik, sebagian orang dilahirkan dengan tingkat metabolisme

basal (BMR) tinggi , dan sebagian lagi BMR lebih rendah.

2. Gender, laid laid cenderung memiliki massa otot lebih besar

daripada perempuan, sehingga BMR laid laid lebih besar dan

pacla perempuan.

3. Usia, BMR cendererung berkurang seiring dengan bertambahnya

usia. BMR seseorang dapat turun sekitar 2% per dekade.

4. Berat tubuh, semakin berat massa tubuh seseorang , BMRnya akan

lebih tinggi.

5. Body surface area atau Luas permukaan tubuh, ini berkaitan

dengan tinggi dan berat seseorang. Sehingga orang yang lebih

tinggi dan besar cenderung memiliki BMR yang lebib tinggi.


6. Pola makan, dalam keadaan lapar BMR seseorang bisa ftrun

hingga 30%

7. Suhu tubuh, setiap kenaikan suhu tubuh 0.5 C, BMR bisa

meningkat hingga 7%

8. Suhu Lingkungan, suhu lingkungan juga berpengaruh pada tingkat

BMR seseorang. mi berkaitan dengan upaya penstabilan suhu

tubuh. Semakin rendah suhu lingkungan, BMR akan cenderung

lebih tinggi.

9. Hormon, hormon yang mempengaruhi tingkat BMR adalah

hormon tiroksin. Hormon tiroksin sebagai regulator BMR, yang

mengatur kecepatan metabolisme tubuh. Semakin banyak homon

tiroksin yang disekresikan, maka akan semakin tinggi BMRnya.

(http://zaa23. wordyress. com/2009/06/26/kejan.g-demam/)

6. Manifestasi Kilnik

Teijadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan

bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang

disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta,

bronkitis, furunkulosis dan lain-lam. Serangan kejang biasanya terjadi

dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat

bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.

Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar

kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan

neurologik.
Gejala yang mungkin timbul saat anak mengalami Kejang Demam

antara lain anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan

suhu tubuh yang teijadi secara tiba-tiba), kejang tonik-kionik atau grand

ma!, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu

terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang

biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan

re!aksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya ber!angsung se!ama 1-2

menit), !idah atau pipinya tergigit, gigi atau rabangnya terkatup rapat,

inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),

gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gej ala seperti:

1. Anak hilang kesadaran

2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak

3. Sulit bemapas

4. Busa di mulut

5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang ter!ihat.

Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,

yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile confulsion)

2. Epilepsi yang di provokasi o!eh demam (epilepsy triggered of by

fever)
Kriteria livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai

sebuah pedoman untuk membuat diagnosa kejang demam sederhana yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dan 15menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum clan sesudah kejang demam normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu

normaltidak menunjukan kelainan

7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

Kejang demam yang tidak memenuhi salah sata atau lebih dan ketujuh

kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang

diprovokasi oleh demam, kejang mi mempunyai suatu dasar kelainan yang

menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor

pencetus saja. (http://doctorologv.net/?p=9)

7. Komplikasi

Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan:

a. Kerusakan sel otak

b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dan 15

menit dan bersifat unilateral

c. Kelumpuhan (Lumbatobing, 1989)


(http://akhiyo. blogspot. com/2009/04/kejang-demam. html7)
a. Apnea

b. Depresi pusat pemapasan


c. Relaksasi mental

d. Epilepsi

(Mans] oer Arfdkk, 2005)

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

atau menegakkan diagnosis meningitis, Pada kejang demam pertama harus

dilakukan pada penderita umur <12 bulan, umur 12 18 bulan hams

difikirkan untuk melakukan lumbal pungsi dan tidak dianjurkan pada umur

>18 bulan kecuali ada gejala meningitis atau kecurigaan infeksi

intracranial.

Elektroensefalografi (EEG) tidak berguna dilakukan untuk

memperkirakan berulangnya kejang, memperkirakan epilepsy dikemudian

han dan untuk menentukan tidaknya kelainan organik. EEG tidak

direkomendasikan pada kejang demam sederhana.

Laboratorium lain dilakukan hanya atas indikasi seperti Demam

pemeriksaan darah tepi lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) atau urine

dan Dehidrasi dilakukan pemeriksaan Na, K, Cl, Mg, Ca, P dan Glukosa.

untuk mengetahui sejak dm1 apabila ada komplikasi dan penyakit kejang

demam. (UKK Neurologi IDAI 2011 kejang demam dan epilpsi. 5)

9. Diagnosa Banding

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,

khususnya meningitis atau ensefalitis. Funsi lumbal terindikasi bila ada

kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media


tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien tidak mendapatkan

antibiotik maka perlu pertimbangan fungsi lumbal. (Mansjoer Arjf dkk,

2005.435).

10. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu

dikerjakan yaitu:

1. Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien

dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas

hams bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti

kesadaran, tekanan darah, suhu, pemapasan dan fiingsi jantung. Suhu

tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam

yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-

0,5 mg/kgBBfkali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis

maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan

penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum

dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit

gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>lOkg). bila kejang tidak

berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berbenti

juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara

intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian


fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Naci fisiologis karena

fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan

fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal

untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg

secara intramuscular. Empat jam kemudian diberikan fenobarbital dosis

rumat. Untuk 2 han pertama dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hari dibagi

dalam 2 dosis, untuk han-han berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari

dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara

suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total

tidak melebihi 200mg/han. Efek sampingnya adalah hipotensi,

penurunan kesadaran dan depresi pemapasan. Bila kejang berhenti

dengan fenitoin,lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8mg/Kg BB/hari, 12-

24 jam setelah dosis awal.

2. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeniksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk

menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang

demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter

melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicunigai sebagai

meningitis, misalnya bila ada gej ala meningitis atau kejang demam

berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu: (1) profilaksis intermiten saat

demam atau, (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap

han. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan

dosis 0,3-0,5 mg!kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya

kejang demani berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak

dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian han. Profilaksis terus

menerus setiap han dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hani dibagi dalam

2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam vaiproat dengan

dosis 15-40 mglkgBBlhari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun

setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2

kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:

1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan

neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau

mikrosefal)

2. Kejang demam lebih dan 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan

neurologist sementara dan menetap.

3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara

kandung.

4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dan 12

bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.


Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan

obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada

waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam

disamping antipiretik. http://akhtvo. blospot. com/2009/04/keiang-

demam. html)

11. Prognosis

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya dan

tidak membahayakan kematian. Frekwensi berulangnya kejang berkisar

25 - 50 %, umumnya terjadi pada bulan pertama. Resiko untuk

mendapatkan epilepsi rendah.


B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dan asuhan keperawatan

dalam asuhan keperawatan sebagai perawatan mengunakan pendekatan

komperhensif yaitu pendekatan bio, psiko, sosial dan spiritual

a. Aktivitas / Istirahat

Keletihan, kelamahan umum,. Keterbatasan dalam aktivitas/ bekerja

yang ditimbulkan oleh diri sendiri/orang terdekat/pemberi asuhan

kesehatan atau orang lain.

b. Sirkulasi

Hipertensi, peningkatan nadi, sianosis. Posiktal : tanda batas normal

atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

c. Integritas Ego

Stressor ekstemallintemal yang berhubungan dengan keadaan dan atau

penanganan, peka rangsang : perasaan tidak ada harapan/tidak berdaya.

Perubahan dalam berhubungan. Tanda : pelebaran rentang respon

emosional

d. Eliminasi

Inkontenensia episodic : Peningkatan tekanan kandung kemih dan

tonus sfingter. Posiktal : Otot relaksasi yang mengakibatkan

inkontenensia (baik urine/fekal)


e. Makanan, Cairan

Sensivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan

aktivitas kejang. Tanda : kerusakan jaringan lunak/ gigi, hyperplasia

gingivitis.

f. Neuorosensori

Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing,

riwayat trauma kepala, anoreksi dan infeksi serebral. Adanya aura,

kelemahan, nyeri otot area parestese/paralitis.

g. Nyeri/Kenyamanan

Sakit kepala, nyeri ototlpunggung pada periode posiktal, nyeri

abnormal paroksismal selama fase Tanda: Sikap/tingkah laku yang

berhati-hati, perubahan pada tonus otot, tingkah laku distraksilgelisah.

h. Pernafasan

Gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurunlcepat, peningkatan

sekresi mucus. Fase Posiktal : Apnea

i. Keamanan

Gej ala : Riwayat traumalterjatuh, fraktur, adanya alergi. Tanda Trauma

pada jaringan lunak/ekimosis, penurunan kekuatan/tonus otot secara

menyeluruh.

j. Interaksi Sosial

Masalah berhubungan dengan interpersonal dalam keluarga

atau lingkungan sosialnya, pembatasanlpenghindaran terhadap kontak

social.
2. Diagnosa Keperawatan

I. Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi kejang ulang berhubungan

dengan hipertermi

Tujuan : Pasien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan

hiperthermi

Kriteria hasil

1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.

2. Suhu 36,5 - 37,5C (bayi), 3637,50 C (anak)

3. Nadi 110 - 120 xlmenit (bayi) 100 -110 x / menit (anak)

4. Respirasi 30 - 40 x/menit (bayi) 24 - 28 x / menit (anak)

5. Kesadaran composmentis

Intervensi Rasional

1. Longgarkan pakaian, berikan 1. proses konveksi akan terhalang


pakaian tipis yang mudah oleh pakaian yang ketat dan tidak
menyerap keringat. menyerap keringat.

2. Berikan kompres dingin 2. perpindahan panas secara


konduksi

3. Berikan ekstra cairan (susu, sari


3. saat demam kebutuhan akan
buah, dli)
cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda
4. Pemantauan yang teratur
vital tiap 4 jam
menentukan tindakan yang akan
dilakukan
5. Batasi Aktivitas selama anak 5. Aktivitas dapat meningkatkan
panas metabolisme dan meningkatkan
panas

6. Berikan anti piretika dan 6. menurunkan panas pada pusat


Pengobatan sesuai advis hipotalamus dan sebagai
propilaksi

II. Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi trauma fisik berhubungan

dengan kurangnya koordinasi otot

Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama Perawatan

Kriteria Hasil :

1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan

2. Mempetahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.

3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi

kejang

Anda mungkin juga menyukai