Disusun oleh:
Yunisa Trivarsary Lestari Rahadi Putri
1102012314
Pembimbing :
dr. Diantinia, SpM.
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Nengsih
Umur : 65 tahun
Agama : Islam
Alamat : Babakan Mulya Kulon RT 02 RW 13
Kec. Pangalengan Kab. Bandung
Tanggal pemeriksaan : 17 Maret 2017
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama
Penglihatan Buram
2
kanannya tidak ada keluhan, sudah tidak tampak bayangan seperti asap
yang menutupi pandangan dan sudah tidak terasa silau saat aktivitas
diluar rumah.
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus 6/15 1/
- Kacamata lama 6/12 1/
3. PALPEBRA
3
4. SILIA
6. KONJUNGTIVA BULBI
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik Tidak ada Tidak ada
- Injeksi episklera Tidak ada Tidak ada
- Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Jernih Jernih
- Sensibilitas Normal Normal
- Infiltrat Tidak ada Tidak ada
- Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada
- Sikatrik Tidak ada Tidak ada
- Ulkus Tidak ada Tidak ada
- Perforasi Tidak ada Tidak ada
- Edema Tidak ada Tidak ada
4
9. BILIK MATA DEPAN
10. IRIS
11. PUPIL
12. LENSA
IV. RESUME
Pasien Wanita 65 tahun datang ke poliklinik Mata RSUD Soreang
dengan keluhan penglihatan pada mata kirinya terasa buram seperti
tertutupi asap sejak 2 tahun terakhir. Keluhan semakin lama semakin
memberat dan disertai dengan rasa silau saat aktivitas diluar rumah.
Awalnya keluhan dirasakan pada kedua mata pasien dan akhirnya
pasien memutuskan untuk berobat ke poliklinik mata RSUD Soreang
pada tanggal 28 februari 2017, didiagnosis katarak senilis matur ODS,
dan telah dilakukan operasi pada mata kanan di RSUD soreang pada
tanggal 08 Maret 2017.
Pemeriksaan visus didapatkan VOD 6/15 dan VOS 1/. Pada
pemeriksaan oftalmologis didapatkan lensa yang keruh pada OS dan
lensa jernih dengn IOL (+) pada OD. Shadow test -/-.
5
V. DIAGNOSIS BANDING
Katarak Senilis Matur
Katarak Senilis Imatur
Glaukoma
VIII. PENATALAKSAAN
OD: Kortikosteroid (Xitrol 5ml)
Vitamin C
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : bonam bonam
Ad Fungsionam : bonam bonam
Ad Sanationam : bonam bonam
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari
penyambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp.
Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.
Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan
berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini
berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35%-nya protein
(kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu,
terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.1
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar
dan berat.2
Struktur lensa terdiri dari :
1. Kapsul
Tipis, transparan, dikelilingi oleh membran hialin yang lebih tebal pada
permukaan anterior dibanding posterior. Kapsul lensa merupakan membran
8
basal yang dihasilkan oleh sel epitel lensa, dimana komposisi terbanyak
adalah kolagen tipe IV. Kapsul lensa paling tebal di zona preekuatorial
anterior dan posterior dan paling tipis pada bagian posterior sentral. Dengan
pertambahan umur, kapsul anterior menebal sekitar 2 lipatan.
2. Serabut Zonular
Lensa disokong oleh serabut zonular yang berasal dari basal lamina
nonpigmented epithelium pars plana dan pars plikata dari korpus siliaris.
Zonular ini masuk ke dalam lensa di regio ekuator. Diameter serabut adalah
5-30 m.
Pada keadaan tidak akomodasi, badan siliaris memegang zonula sedemikian
rupa sehingga zonula dalam keadaan tegang dan menyebabkan kapsul lensa
tertarik dan bentuknya kurang cembung (konveks). Saat berakomodasi,
kontraksi otot badan siliaris akan menyebabkan processus ciliaris terdorong
lebih jauh ke arah sentral, hal ini membuat zonula mengendur. Dengan tidak
adanya tarikan dari zonula, bentuk lensa menjadi lebih cembung (diameter
anterior posterior bertambah), sehingga kekuatan refraksinya juga bertambah
saat berakomodasi.
3. Epitel
Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapisan sel epitel. Sel-sel
ini aktif dalam metabolisme dan melakukan aktivitas-aktivitas sel, termasuk
biosintesis DNA, RNA, protein, dan lemak, juga ATP untuk memberi energi
yang dibutuhkan lensa. Di bagian ekuator, sel ini aktif membelah dan
membentuk serabut lensa baru sepanjang kehidupan. Dengan pertambahan
umur, tinggi sel epitel berkurang dan lebarnya bertambah. Beberapa studi
menunjukkan berkurangnya jumlah sel epitel terjadi pada pembentukan
katarak.
9
4. Nukleus dan Korteks
Nukleus
Bagian sentralnya terdiri dari serabut-serabut tua. Terdiri beberapa zona
berbeda, yang menumpuk ke bawah sejalan dengan perkembangan.
- Epinukleus adalah bagian nukleus terluar atau bagian korteks terdalam.
- Nukleus dewasa adalah lapisan terdalam selanjutnya.
- Nukleus fetal mengacu pada area cotyledonous pada daerah penyebaran
cahaya pada lensa dewasa yang jernih.
- Embrional nukleus adalah inti nukleus paling dalam.
Korteks
Bagian perifer yang terdiri dari serabut-serabut lensa yang paling muda.
Bagian-bagian korteks lensa dewasa :
- Korteks perifer berada tepat dibawah epitel anterior atau kapsul posterior.
- Koteks supranuklear dekat dengan nukleus.
- Epinukleus sama dengan regio supranuklear.
- Sutura adalah garis yang dibentuk oleh ujung serabut lensa.3
10
Otot siliaris adalah bagian dari badan siliar, suatu struktur khusus lapisan
koroid bagian anterior. Badan siliaris memiliki dua komponen utama: otot siliaris
dan anyaman kapiler yang menghasilkan humor aquos. Otot siliaris adalah suatu
cincin melingkar otot polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum
suspensorium.
Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang, dan
ligamen ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang retraktif. Sewaktu
otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum
suspensorium berkurang. Ketika tarikan ligamentum suspensorium pada lensa
berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena elastisitas inherennya. Meningkatnya
kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan meningkatkan kekuatan lensa
dan lebih membelokkan berkas sinar. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan
lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar lensa
menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat. Otot siliaris dikontrol
oleh sistem saraf otonom, dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan
stimulasi parasimpatis menyebabkannya berkontraksi.4
Lensa dibentuk oleh sekitar 1000 lapisan sel yang menghancurkan nukleus
dan organelnya sewaktu dalam pembentukan sehingga sel-sel tersebut benar-benar
transparan. Karena tidak memiliki DNA dan perangkat pembentuk protein maka
sel-sel lensa matur tidak dapat memperbaiki diri atau menghasilkan sel baru. Sel-
sel di bagian tengah lensa mengalami kesialan ganda. Tidak saja berusia paling
tua, sel-sel ini juga terletak paling jauh dari humor aquos, sumber nutrisi lensa.
Dengan bertambahnya usia, sel-sel di bagian tengah yang tidak dapat diperbaharui
ini mati dan menjadi kaku. Dengan berkurangnya elastisitas, lensa tidak lagi dapat
mengambil bentuk sferis yang dibutuhkan untuk mengakomodasi bayangan benda
dekat. Pengurangan kemampuan akomodasi terkait usia ini, presbiopia, mengenai
sebagian besar orang pada usia pertengahan (45 sampai 50), sehingga mereka
perlu mengenakan lensa korektif untuk melihat dekat (membaca).
Dalam keadaan normal, serat-serat elastik di lensa bersifat transparan.
Serat-serat ini kadang menjadi keruh (opak) sehingga berkas sinar tidak dapat
menembusnya, suatu kondisi yang dikenal sebagai katarak. Lensa yang cacat ini
11
biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan dipulihkan dengan
pemasangan lensa artifisial atau dengan kacamata kompensasi.5
12
reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol
dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogen.5
2.4. KATARAK
2.4.1. Definisi Katarak
Katarak merupakan kelainan mata tenang dengan gejala penurunan visus
penglihatan perlahan. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, inggris
Cataract, dan latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia
disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau keduanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun
dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya
merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan
kongenital, atau penyulit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit mata
dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan retinitis
pigmentosa. Katarak dapat berhubungan proses penyakit intraokuler lainnya.2
1. Katarak Primer
Katarak primer merupakan katarak yang terjadi karena proses penuaan atau
degenerasi, bukan karena penyebab yang lain, seperti penyakit sistemik atau
metabolik, traumatik, toksik, radiasi dan kelainan kongenital.
13
2. Katarak Sekunder
a. Katarak Metabolik
Katarak metabolik atau disebut juga katarak akibat penyakit sistemik,
terjadi bilateral karena berbagai gangguan sistemik berikut ini : diabetes
melitus, hipokalsemia (oleh sebab apapun), defisiensi gizi, distrofi
miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindrom Lowe, Werner,
serta Down.
b. Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada
lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan
petasan merupakan penyebab yang sering; penyebab lain yang lebih
jarang adalah anak panah, batu, kontusio, pajanan berlebih terhadap panas
(glassblowers cataract), dan radiasi pengion. Lensa menjadi putih segera
setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humor aqueous dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam
struktur lensa.
c. Katarak Komplikata
Penyakit intraokular atau penyakit di bagian tubuh yang lain dapat
menimbulkan katarak komplikata. Penyakit intraokular yang sering
menyebabkan kekeruhan pada lensa ialah iridosiklitis, glukoma, ablasi
retina, miopia tinggi dan lain-lain. Katarak-katarak ini biasanya unilateral.
Pada uveitis, katarak timbul pada subkapsul posterior akibat gangguan
metabolisme lensa bagian belakang. Kekeruhan juga dapat terjadi pada
tempat iris melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat
berkembang mengenai seluruh lensa. Glaukoma pada saat serangan akut
dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan lensa subkapsul
anterior. Bentuk kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar sehingga
dinamakan katarak pungtata subkapsular diseminata anterior atau dapat
disebut menurut penemunya katarak Vogt. Katarak ini bersifat reversibel
dan dapat hilang bila tekanan bola mata sudah terkontrol. Ablasio dan
14
miopia tinggi juga dapat menimbulkan katarak komplikata. Pada katarak
komplikata yang mengenai satu mata dilakukan tindakan bedah bila
kekeruhannya sudah mengenai seluruh bagian lensa atau bila penderita
memerlukan penglihatan binokular atau kosmetik. Katarak yang
berhubungan dengan penyakit umum mengenai kedua mata, walaupun
kadang-kadang tidak bersamaan. Kelainan umum yang dapat
menimbulkan katarak adalah diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonia
distrofia, tetani infantil dan lain-lain. Diabetes melitus menimbulkan
katarak yang memberikan gambaran khas yaitu kekeruhan yang tersebar
halus seperti tebaran kapas di dalam masa lensa. Pada hipoparatiroid akan
terlihat kekeruhan yang mulai pada dataran belakang lensa, sedang pada
penyakit umum lain akan terlihat tanda degenerasi pada lensa yang
mengenai seluruh lapis lensa.
d. Katarak Toksik
Katarak toksik atau disebut juga katarak terinduksi obat, seperti obat
kortikosteroid sistemik ataupun topikal yang diberikan dalam waktu lama,
ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikolinesterase, klorpromazin,
miotik, busulfan. Obat-obat tersebut dapat menyebabkan terjadinya
kekeruhan lensa.
15
penglihatan. Semua faktor ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman
penglihatan setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular. Katarak ikutan
merupakan suatu masalah besar pada hampir semua pasien pediatrik,
kecuali bila kapsul posterior dan vitreus anterior diangkat pada saat
operasi. 1
f. Katarak terkait usia (atau senile) merupakan katarak yang terjadi pada
usia >50 tahun, yang tidak terdapat riwayat trauma mekanik, kimia,
maupun radiasi. Hal ini secara progresif lebih berat dan lebih sering
dengan semakin tua usianya dan bertanggungjawab terhadap 48%
kebutaan di dunia. Kerusakan dan agregasi protein, kerusakan membran
sel fiber, defisiensi glutathione, kerusakan oksidatif, peningkatan kalsium,
migrasi sel epitel lensa yang abnormal, dan lain-lain adalah beberapa
mekanisme yang bertanggungjawab terhadap terjadinya katarak senilis.
Beberapa faktor berikut dapat memprovokasi mekanisme diatas terhadap
terjadinya katarak.
1. Diarrhea/krisis dehidrasi
Minasian et al. melaporkan bahwa episode diare berat 4,1 kali
memungkinkan terjadinya katarak. Risikonya naik menjadi 21%
dengan dua atau lebih episode diare. Harding menyimpulkan bahwa
diare, malnutrisi, asidosis, dehidrasi, dan kadar urea yang tinggi di
tubuh, serta ketidakseimbangan osmotik menyebabkan akumulasi
cyanate, sehingga mempengaruhi tingkat glutation yang menyebabkan
katarak.
2. Hipertensi
Studi klinis di awal pembentukan katarak pada diabetes melitus
mencatat prevalensi yang tinggi pada hipertensi arteri. Penurunan
transport ion lenticular yang dihasilkan dari penurunan spesifik
aktivitas Na+ K+ adenosine triphosphatase (ATPase) di epitel lensa
menyebabkan pembentukan katarak. Beberapa penelitian in vitro
16
dengan inhibitor Na+ K+ ATPase juga menghasilkan kekeruhan pada
lensa.
3. Merokok
Penelitian menunjukkan 2-3 kali lipat peningkatan risiko terjadinya
katarak pada perokok. Peningkatan dosis merokok dikaitkan dengan
meningkatnya kekeruhan inti lensa. Senyawa aromatik dalam asap
yang dihirup secara oksidatif memodifikasi komponen lentikular.
17
di tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak
sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.
18
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik
dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan
pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah
di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada
protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan
dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat
lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial di sekeliling
daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik.
Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat
kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan.
19
dapat timbul akibat trauma, penggunaan kortikosteroid (topikal atau
sistemik), peradangan, atau pajanan radiasi pengion.1
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum
mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang
jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya
tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke
depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma
sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test, maka akan
terlihat bayangan iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
3. Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi
dangkal dibandingkan dalam keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan
dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia lentikular. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan
daya biasanya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada
20
pemeriksaan slit lampterlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak
lamel serat lensa.
4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau
intumessen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang
bila lama kan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada
lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.2
5. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi
keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning
dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalamdan lipatan kapsul
lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula Zinni menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai
kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat
keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus
yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak
Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif.
Cairan/protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi
inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing. Akibatnya
dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA
kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan/protein lensa
itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.2
21
Tabel 2. Perbedaan Stadium Katarak Senile
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air + masa
lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis dan
glaukoma
1. Merasa silau
2. Berkabut, berasap
3. Sukar melihat di malam hari atau penerangan redup
4. Melihat ganda
5. Melihat warna terganggu
6. Melihat halo di sekitar sinar
7. Penglihatan menurun.
2. Penglihatan silau
22
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana
tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang
menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang
hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau
sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali
muncul pada penderita katarak kortikal
.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam
mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda
warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi
mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada
menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi
penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya
penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri
lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang.
Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang
karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah sekian
waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini
berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik
nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa
menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan
cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
23
mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada
sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi
tampak tumpul atau bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo
pada penderita glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari
lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan
dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.
24
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler
posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan
struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan
prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas
lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris,
bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran
lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil,
posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab
subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya,
kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan
untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan
ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang
harus dinilai.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan USG untuk menyingkirkan
adanya kelailanan lain pada mata selain katarak. Pemeriksaan tambahan dapat
dilakukan pemeriksaan biometri untuk mengukur power intra ocular lens jika
pasien akan dilakukan operasi katarak dan retinometri untuk mengetahui
prognosis tajam penglihatan setelah dilakukan operasi.
2.4.8. Diagnosis Banding Katarak
Katarak dapat dibedakan dengan kelainan refraksi, glaukoma, dan
retinopati karena memiliki manifestasi klinis mata tenang dengan penglihatan
turun perlahan.2
2.4.9. Tatalaksana
Penanganan dapat dilakukan terapi non farmakologis dan medikamentosa
dengan tujuan untuk menjaga elemen mata yang masih baik. Tindakan pada terapi
non farmakologis misalnya dengan menjaga asupan nutrisi yang diperlukan bagi
elemen-elemen mata yang berfungsi langsung terhadap tajam penglihatan (seperti
pembuluh darah dan persyarafan) ataupun asupan nutrisi yang diperlukan bagi
25
ketahanan tubuh pasien. Contoh: mengkonsumsi makanan seperti makanan
berdaun hijau, buah-buahan, kacang-kacangan dan wortel yang banyak
mengandung antioksidan, vitamin A, B, C dan E.
Seperti halnya terapi nonfarmakologis, terapi medika mentosa tidak dapat
menghilangkan katarak pada kedua mata, namun diharapkan pasien dapat lebih
lama menikmati tajam penglihatan sebelum proses opasitas memburuk. Adapun
karena kekeruhan lensa pada katarak disebabkan oleh rusaknya protein dan lemak
lensa akibat multifaktorial, maka prinsip medikamentosa dalam penanganan
katarak adalah menggunakan obat yang mampu mencegah rusaknya protein dan
lemak pada lensa, misalnya dengan menstabilkan molekul protein dari denaturasi.
Tujuan terapi medikamentosa antara lain:
26
Obat-obatan yang digunakan pada saat pre dan post operasi katarak, adalah :
Midriasil : Phenylephrin ophthalmic (Neo-Synephrine)
Bekerja secara langsung sebagai vasokonstriktor dan midriatik dengan
mengkontriksi pembuluh darah oftalmika dan otot radial iris. Biasanya
digunakan pada konsentrasi 2,5%-10% karna mengurangi efek sistemik.
Onset kerjanya 30-60 menit dan diulang setiap 3-5jam. Biasanya
diberikan pada saat preoperasi katarak
Kortikosteroid
Prednisolon asetat 1%, dexametason 0,1%, dll. Membantu menurunkan
dan mengontrol inflamasi khususnya pada saat postoperasi katarak.
Antibiotik : Ciprofloxasin, Eritromisin, dll. Digunakan sebagai
profilaksis postoperasi katarak
Anti Inflamasi Non Steroid (Nepafenac, dll)
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi
katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma),
endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati
diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus)
untuk memperoleh pupil yang hitam.
27
Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan operasi katarak adalah :
Prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,
ECCE, dan phacoemulsifikasi, SICS.
28
Gambar 4. ICCE Katarak
29
Gambar 5. ECCE Katarak
Sumber : http://www.surgeryencyclopedia.com/Ce-Fi/Extracapsular-Cataract-
Extraction.html
3. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat
kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil
maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis.
30
31
Gambar 7. SICS Katarak
Sumber : http://www.djo.org.in/articles/22/4/minimal-duration-cataract-
surgery.html
2.4.10. Komplikasi
1. Glaukoma
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi
karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi
lensa akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli
anterior terutama bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli
anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag
yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior
sehingga timbul glaukoma.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan
sudut kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran
humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan
terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan
timbul glaukoma
Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat
toksik bagi mata sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
32
4. Dislokasi lensa
1. Komplikasi preoperatif
a. Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas)
akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5
mg dapat memperbaiki keadaan.
b. Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
c. Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik
topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d. Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata
dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa
pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan
operasi selama 2 hari
.
2. Komplikasi intraoperatif
a. Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b. Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
c. Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa;
dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d. Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e. Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik
ECCE. 8
33
3. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema,
prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan
endoftalmitis bakterial.
4. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina,
dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah
beberapa waktu post operasi.
5. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa
toksik (toxic lens syndrome).
34
2.4.12. Prognosis
35
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Pustaka
Ananmesis/ Pada anamnesis Katarak senilis: katarak yang terjadi pada
Gejala Klinis didapatkan pasien usia >50 tahun
berusia 65 tahun dan Gejala Katarak:
memiliki gejala:
1. Merasa silau
1. Penglihatan 2. Berkabut, berasap
buram seperti 3. Sukar melihat di malam hari atau
ada asap penerangan redup
2. Merasa silau di 4. Melihat ganda
tempat terang 5. Melihat warna terganggu
3. Penglihatan 6. Melihat halo di sekitar sinar
menurun 7. Penglihatan menurun.
Pemeriksaan 1. Visus: 1. dilakukan pemeriksaan visus untuk
VOD 6/15 mengetahui kemampuan melihat
VOS 1/ pasien
2. Shadow test -/- 2. Pemeriksaan shadow test dilakukan
3. OS lensa keruh untuk menentukan stadium pada
OD lensa jernih, katarak senilis.
IOL + 3. pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan
indirek dalam evaluasi dari intergritas
bagian belakang harus dinilai.
Diagnosis Katarak senilis Katarak Senilis Matur
matur
Tatalaksana Medikamentosa: 1. Kortikosteroid: Membantu
1. steroid menurunkan dan mengontrol
2. vitamin C inflamasi khususnya pada saat
postoperasi katarak.
2. Vitamin C (berfungsi penting dalam
penjagaan kondisi pembuluh darah),
3. Indikasi penatalaksanaan bedah pada
kasus katarak mencakup indikasi
visus, medis, dan kosmetik
Prognosis Qua ad vitam: Karena katarak bukan suatu penyakit
Bonam yang mengancam jiwa maka prognosis
untuk kesembuhan dan kosmetika baik,
Qua ad minimal setelahnya mampu memiliki
fungtionam: penglihatan 2 baris snellen chart jarak
Bonam penglihatan normal. Faktor risiko utama
yang mempengaruhi prognosis visual
Qua ad yaitu adanya diabetes mellitus dan
sanationam: retinopati diabetes
Bonam
36
DAFTAR PUSTAKA
37