Anda di halaman 1dari 7

KAKI GAJAH (LYMPHATIC FILARIASIS)

Disusun oleh: A3/ 2016 A

Ni Putu Cintya P 16700039


Jihan Kamila 16700041
YuyunListiyaningsih 16700043
Hilyatul Millah 16700045
Firda Ulfa Ramadhani 16700047
Ni Nyoman Ayu Tri Kartika M 16700051
Asmy Dzuhrufi S 16700053
Gigih Maduta R 16700055
Lia Ervina 16700063
Putu Dea Prayascita A 16700067
Fatmawati 12700110
Tika Riski Putri S 12700138

Pembimbing Tutor : dr. Gembong Nuswanto, M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2016/2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas FGD pada skenario 1 ini yang berjudul
Leptospirosis. Penulisan laporan ini merupakan salah satu tugas untuk menjabarkan hasil
diskusi yang telah dilakukan sebelumnya.

Dalam Penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak pihak yang membantu dalam menyelesaikan penulisan laporan
ini, khususnya kepada : Pembimbing tutor kelompok FGD dr. Gembong Nuswanto, M.Sc
yang telah membimbing selama proses diskusi berjalan, Keluarga tercinta yang telah
memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada para penulis, dan
rekan-rekan sekelompok kerja kelompok, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini. Akhirnya penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca dan semua semua orang yang
memanfaatkannya.

Surabaya, 29 Maret 2017

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER JUDUL.........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB 1 : PENDAHULUAN.......................................................................................................1

1.1 Latar belakang..........................................................................................................1


1.2 Rumusan masalah....................................................................................................4
1.3 Tujuan.......................................................................................................................4

3
BAB I

PENDAHULUAN
KAKI GAJAH (LYMPHATIC FILARIASIS)

Kabupaten Lamongan menurut profil kesehatan Jawa Timur tahun 2012 merupakan
kabupaten dengan kasus Filariasis tertinggi, dimana pada tahun 2012 terdapat 56 kasus dan
pada tahun 2014 menurut profil Dinkes Lamongan kasus meningkat menjadi 364 kasus.
Penyakit Filariasis adalah penyakit kronis dengan gejala pembesaran kaki yang dikenal
dengan sebutan kaki gajah. Kabupaten Lamongan sendiri terdiri dari 27 kecamatan dengan 32
puskesmas yang terdiri dari 22 puskesmas dengan perawatan dan 10 puskesmas non
perawatan. Kabupaten Lamongan memiliki penduduk sebesar 1.354.119 jiwa. Kabupaten
Lamongan yang terletak di pantai utara Jawa Timur memiliki garis pantai sepanjang 47 km
dengan 3 karakteristik wilayah yaitu dataran rendah yang subur disebelah tengan Selatan,
pegunungan dan bukit kapur di sebelah Selatan dan Utara dan rawa ditengah Utara yang
rawan banjir. Kabupatan Lamongan sendiri wilayahnya dibelah oleh sungai Bengawan Solo.
Rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 215.525 rumah (68,88%) dari jumlah
seluruh rumah yang ada sebanyak 312.915 rumah. Jumlah TTU yang ada sebanyak 1.248
buah, dan yang memenuhi syarat sebanyak 816. (65.4%). Dari 337.820 rumah tangga yang
ada, dipantau sebanyak 107.604 (31.9%), sedangkan untuk rumah tangga berprilaku hidup
bersih dan sehat ber PHBS sebanyak 65.686 (61%). Sebagai Kasi P2 Dinkes Lamongan apa
yang dapat anda rencanakan untuk menurunkan angka kejadian filariasis tersebut.

1.1Latar Belakang
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan
oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.
Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan manifestasi klinik akut
berupa demam berulang, peradangan saluran kelenjar getah bening. Pada stadium lanjut dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin
(Chin, 2006). Tiga spesies cacing filaria penyebab filariasis limfatik adalah Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori (Depkes RI, 2010).
Sekarang ini, lebih dari 1,4 milyar orang di 73 negara beresiko terinfeksi cacing
filaria. Kira-kira 65% yang terinfeksi berada di wilayah Asia Tenggara, 30% di wilayah
Afrika, dan sisanya berada di daerah tropis. Filariasis limfatik menyebabkan lebih dari 25 juta

1
laki-laki dengan gangguan genital dan lebih dari 15 juta orang dengan limfoedema (WHO,
2013).
Filariasis di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Haga dan Van Eecke pada tahun
1889 di Jakarta yaitu ditemukan penderita filariasis skrotum. Pada saat itu pula Jakarta
diketahui endemik filariasis limfatik yang disebabkan oleh B. Malayi( Depkes RI, 2005).
Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius di
Indonesia. Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis, terutama
wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi. Hasil laporan kasus klinis
kronis filariasis dari kabupaten/kota yang ditindaklanjuti dengan survey endemisitas filariasis,
sampai dengan tahun 2009 terdapat 337 kabupaten/kota endemis dan 135 kabupaten/kota non
endemis. Dari tahun 2003 hingga 2008 terdapat peningkatan yang sangat tinggi. Pada tahun
2003 jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 6720 kasus dan pada tahun 2008 meningkat
menjadi 11.699 kasus. Diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk berisiko tertular filariasis
lebih dari 125 juta orang yang tersebar di 337 kabupaten/kota endemis filariasis dengan
11.914 kasus kronis yang dilaporkan dan diestimasikan prevalensi mikrofilaria 19%, kurang
lebih penyakit ini akan mengenai 40 juta penduduk ( Depkes RI, 2010). Penyakit ini
memberikan dampak sosial budaya yang cukup besar, dampak ekonomi serta mental secara
psikologis, sehingga tidak dapat bekerja secara optimal dan hidupnya selalu tergantung pada
orang lain (WHO, 2005).
Kabupaten Lamongan merupakan salah satu daerah endemis filariasis di Indonesia.
Berdasarkan laporan profil kesehatan Jawa Timur tahun 2012, di Kabupaten Lamongan
jumlah kasus filariasis sebanyak 56 kasus (Dinkes Lamongan,2012).
Kabupaten Lamongan menurut profil kesehatan Jawa Timur tahun 2012 merupakan
kabupaten dengan kasus Filariasis tertinggi, dimana pada tahun 2012 terdapat 56 kasus dan
pada tahun 2014 menurut profil Dinkes Lamongan kasus meningkat menjadi 364 kasus
(Dinkes Lamongan,2012).
Penularan filariasis terjadi apabila ada lima unsur utama yaitu sumber penular
(manusia dan hewan sebagai reservoir), parasit (cacing), vektor (nyamuk), host (manusia
yang rentan), lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan sosial budaya)( Depkes RI, 2005).
Banyak faktor risiko yang mampu memicu timbulnya kejadian filariasis. Beberapa
diantaranya adalah jenis kelamin, usia, pekerjaan, faktor lingkungan, perilaku. Pada
umumnya kelompok umur dewasa muda dan laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi
karena laki-laki lebih besar kesempatan untuk terpapar dengan infeksi (exposure) daripada
perempuan (Sutanto, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Kadarusman di Jambi dan
Njenga, S.M. et al. di Kenya ditemui bahwa laki-laki lebih berisiko dibandingkan perempuan

2
dalam penyakit ini. Hal ini kemungkinan terkait dengan aktifitas yang dilakukan. Banyak
laki-laki yang memiliki aktifitas di luar rumah pada malam hari, misal ronda. Selain itu,
sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga, laki-laki memiliki mobilitas yang lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Kemungkinan kontak dengan vektor akan menjadi lebih besar juga
dibandingkan perempuan(Kadarusman, 2003 ;Njenga SM, 2000).
Faktor pekerjaan seperti nelayan yang mempunyai kebiasaan berlayar pada malam
hari dapat terpapar oleh nyamuk penular yang berkembangbiak di pinggir pantai, hal ini
berkaitan dengan kebiasaan menggigit nyamuk penular pada malam hari (Sutanto, 2009).
Menurut hasil penelitian Nasrin(2008) di kabupaten Bangka Barat orang yang memiliki jenis
pekerjaan berisiko akan berpeluang terkena penyakit filariasis sebesar 4,4 kali dibandingkan
dengan orang yang memiliki pekerjaan tidak berisiko(Nasrin, 2008).
Faktor lingkungan terkait dengan tempat perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor
dari penyakit ini. Filariasis bancrofti ada 2 macam yaitu filariasis bancrofti perkotaan dengan
vektor utamanya Culex fatigans yang hidup didalam rumah, tempat perindukannya pada air
kotor sekitar rumah dan filariasis bancrofti pedesaan vektornya nyamuk Aedes, Anopheles
dan Mansoni. B. malayi dan B. timori hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya tidak
dapat berkembang biak di perkotaan. B. timori biasanya terdapat didaerah persawahan sesuai
dengan tempat perindukan vektornya An. barbirostris, B. malayi yang terdapat pada manusia
dan hewan biasanya terdapat dipinggir pantai atau aliran sungai, dengan rawa-rawa. Menurut
hasil penelitian Sarungu di Distrik Windesi Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua
bahwa kondisi lingkungan fisik dan kimia mendukung perkembangan nyamuk vektor
filariasis serta keberadaan keberadaan genangan air yang mengandung jentik nyamuk
meningkatkan risiko penularan filariasis sebesar 6,00 kali. (Natadisastra, 2009; Sarungu Y,
2012; Sutanto, 2009; Zainul, 2004)
Faktor risiko selanjutnya adalah kebiasaan keluar rumah pada malam hari dan
kebiasaan tidak menggunakan kelambu saat tidur. Selain itu, pengetahuan mengenai filariasis
yang akan meningkatkan kesadaran individu serta terjadinya resistensi vektor filariasis
terhadap insektisida masuk ke dalam faktor risiko yang harus diperhatikan (Dinkes Padang
Pariaman, 2012; Juriastuti P, 2010).
Menurut hasil penelitian Nasrin(2008) di Kabupaten Bangka Barat tentang faktor-
faktor lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian filariasis ditemukan
hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan, tingkat penghasilan dan pengetahuan
terhadap kejadian filariasis(Nasrin, 2008). Penelitian Rosmadeli (2008) menyimpulkan
terdapat hubungan perilaku pencegahan penyakit dengan kejadian filariasis. Hal ini berarti

3
orang yang tidak melakukan tindakan pencegahan penyakit lebih besar peluangnya untuk
terkena penyakit filariasis (Rosmadeli, 2008).

1.2Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menurunkan angka kejadian filariasis di Kabupaten Lamongan
tersebut?
1.3Tujuan
1. Tujuan umum
Melakukan upaya penanggulangan dan pencegahan penyakit filariasis dalam rangka
menurunkan angka kejadian penyakit tersebut.

2. Tujuan khusus
Persepsi Kepala Keluarga tentang program Pemberantasan Filariasis (meliputi:
pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap tindakan Pencegahan
Filariasis di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Serta perbaikan pembangunan TTA yang
memenuhi syarat.

Anda mungkin juga menyukai