Anda di halaman 1dari 4

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Umur dengan Kapasitas Vital Paru

Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin

tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru

(Joko Suyono, 2001: 218). Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya

menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan

telah menurunnya kekuatan fisik. Penelitian ini menyatakan bahwa rata-rata

responden berumur 39 tahun. Dalam keadaan normal, usia juga mempengaruhi

frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa

antara 16-18 kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada

bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa pernapasan frekuensi

pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP

pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak dan bayi.

5.2. Lama kerja dengan Kapasitas Vital Paru

Menurut Tulus MA (1992:211), masa kerja adalah suatu kurun waktu atau

lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi

kinerja baik positif maupun negatif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa rata-rata

masa kerja selama 22 tahun. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin

banyak dia telah terpapar bahaya yang kerja tersebut (Sumamur, 1996: 70).

5.3. Hubungan Kadar Debu dengan kapasitas Vital Paru

Salah satu penyakit paru akibat pemaparan debu yang terus menerus dalam

jangka waktu yang lama adalah penurunan kapasitas paru yang dapat terjadi berupa

42
43

obstruksi, restriksi, kanker serta kelainan paru dengan derajat cacat yang ringan

sampai berat untuk tenaga kerja. Jadi penurunan kapasitas vital paru sangat

mempengaruhi kesehatan dan kinerja para pekerja bagian pengamplasan.

Hasil penelitian yang menyatakan bahwa pada responden dengan kadar debu

yang tinggi sebanyak 13 orang yaitu sebesar 84,6% (11 orang) dengan kapasitas

vital paru tidak normal sedangkan yang normal hanya 15,4% (2 orang). Pada

responden dengan kadar debu yang rendah sebanyak 9 orang, yaitu sebanyak 66,7%

(6 orang) dengan kapasitas vital paru yang normal, sedangkan yang tidak normal

hanya 33,3% (3 orang).

Berdasarkan hasil uji fisher exact table diperoleh nilai p valus sebesar 0,026

(p value < 0,05), maka H0 ditolak dan Ha di terima, yang menyatakan ada hubungan

antara kadar debu dengan kapasitas vital paru pada pekerja pengamplasan UD. Putra

Kusuma Jati, di Kecamatan Jepon Kabupaten Blora.

Debu dalam lingkungan kerja akan mulai mengganggu kenikmatan kerja

apabila telah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang digunakan sebagai kadar

standar perbandingan. Waktu tenaga kerja yang bekerja di dalam perusahaan atau

industri yang terpapar debu adalah selama 8 jam sehari dan 40 jam seminggu, maka

kriteria atau standar yang dipakai adalah NAB yang ditetapkan menurut Surat Edaran

Menteri Tenaga Kerja No: SE-01/MEN/1997 yaitu untuk debu kayu keras adalah 1

mg/mm3. Menurut WHO 1996, ukuran debu partikel yang membahayakan adalah

/ukuran 0,1-5 atau 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debu

membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron (Wiwiek Pudjiastuti, 2003: 45).

Kandungan debu maksimal didalam udara ruangan dalam pengukuran rata-

rata 8 jam adalah sebesar 0,15 mg/m3 untuk debu total dengan suhu 18-260C.
44

Sedangkan untuk persyaratan kesehatan lingkungan di industri yang meliputi semua

ruangan dan area sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan

dengan tempat kerja untuk memproduksi barang hasil industri adalah sebesar 10

mg/m3 untuk debu total dengan suhu 18-300C (Depkes RI, 1999: 11.

5.4. Hubungan Pemakaian Masker dengan Kapasitas Vital Paru

Masker untuk melindungi debu atau partikel yang lebih besar yang masuk ke

dalam pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran tertentu(A.M. Sugemg

budiono,dkk,2003:332). Tenaga kerja merasa kurang nyaman menggunakan masker.

Perasaan maupun keluhan yang dirasakan memberikan respon yang berbeda-beda,

sehingga mengakibatkan keengganan untuk menggunakannya (A.M. Sugeng

Budiono,dkk, 2003:334).

Hasil penelitian yang menyatakan bahwa pada responden yang tidak memakai

masker sebagian besar dengan kapasitas vital paru yang tidak normal sebesar 92,9%

dibandingkan responden dengan kapasitas vital paru yang normal sebanyak 7,1%.

Sedangkan pada responden yang memakai masker sebagian besar dengan kapasitas

vital paru yang normal sebanyak 87,5% dibandingkan dengan responden dengan

kapasitas vital paru yang tidak normal hanya 12,5%

Berdasarkan hasil uji fisher exact table diperoleh nilai p valus sebesar 0,001

(p value < 0,05), maka H0 ditolak dan Ha di terima, yang menyatakan ada hubungan

antara pemakaian masker dengan kapasitas vital paru pada pekerja pengamplasan

UD. Putra Kusuma Jati, di Kecamatan Jepon Kabupaten Blora.

Penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan salah satu upaya untuk

melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau
45

kecelakaan kerja. Salah satu bentuk APD untuk pengendalian terhadap debu atau

udara yang terkontaminasi ditempat kerja yaitu alat pelindung pernafasan berupa

masker, masker berfungsi untuk melindungi debu atau partikel yang lebih besar yang

masuk ke dalam pernafasan, dapat berupa dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu

(A.M. Sugend Budiono, dkk., 2003:332)

Anda mungkin juga menyukai