Disusun oleh:
Fidya Syam
10615072
Kelompok 11
Asisten:
Fajar Ari N. (10614053)
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan kultur jaringan ini adalah untuk:
2
1. Menentukan hasil pertumbuhan kultur jaringan krisan dalam medium
MS kontrol
2. Menentukan hasil pertumbuhan kultur jaringan Talinum dalam medium
MS kontrol
3. Menentukan hasil pertumbuhan kultur jaringan tanaman krisan dalam
medium MS dengan perbandingan NAA:BAP = 1:4
4. Menentukan hasil pertumbuhan kultur jaringan tanaman Talium dalam
medium MS dengan perbandingan NAA:BAP = 4:1
1.3 Hipotesis
Hipotesis yang dapat dirumuskan dalam percobaan yang akan dilakukan
adalah sebagai berikut:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Bunga Crysanthemum sp. atau lebih dikenal sebagi bunga krisan
ialah bunga potong atau bunga hias yang memiliki mahkota dengan warna
beraneka ragam. Bunga krisan merupakan tanaman yang memiliki habitus
terna dan dapat mencapai tinggi hingga 200 cm. Tanaman krisan memiliki
bentuk serupa dengan tanaman Aster dengan hal pembeda ialah daun
tanaman Krisan yang tepinya brgerigi dan tersusun secara selang-seling
pada tiap cabang (Nuryanto, 2007).
Menurut Nuryanto (2007), tanaman krisan memiliki klasifikasi
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales (Compositae)
Famili : Asteraceae
Genus : Chrysanthemum
4
2.2. Tumbuhan Talium paniculatum
Tanium paniculatum atau yang lebih dikenal sebagai som jawa
termasuk dalam famili Portulacaceae. Tanaman ini merupakan tumbuhan
yang memiliki fase hidup herba tahunan dengan tinggi antara 30-60 cm.
Tanaman som jawa memiliki kandungan saponin, flavonoid, tanin,
triterpen/sterol, polifenol dan minyak atsiri. Sesuai dengan kandungan zat
kimianya, tanaman ini digunakan sebagi tanaman obat yang menjadi bahan
baku obat tradisional atau jamu. Tanaman ini sering digunakan untuk
memperkuat daya tahan tubuh dan membantu penyembuhan penyakit
seperti pada penggunaan daun dan akarnya yang digunakan sebagi obat
anti radang untuk mengurangi pembengkakan (Wardani, et al., 2003)
Menurut Santa et.al. (1999), tanaman krisan memiliki klasifikasi
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Magnoliopsida
Kelas : Caryophyllidae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Portulacaceae
Genus : Talinum
Spesies : Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn.
5
2.3. Zat Pengatur Tumbuh
Pada tumbuhan, regulasi dari pertumbuhan tanaman dikerjakan
oleh hormon tumbuhan. Hormon tumbuhan merupakan sinyal molekul
yang diproduksi di lokasi tertentu pada tanaman dalam konsentrasi rendah.
Selain diproduksi oleh tumbuhan, terdapat juga senyawa kimia yang
disintesis dalam jumlah besar di laboratorium dengan fungsi sebagai
hormon Senyawa seperti itu, disebut sebagi PGRs atau zat pengatur
tumbuh (Gana, 2010).
Zat pengatur tumbuh memiliki peran dalam pengikatan membran
protein yang menyebabkan pengaktifan enzim dan mengubah substrat
menjadi produk-produk baru. Produk-produk baru yang terbentuk akan
menyebabkan serentetan reaksi-reaksi sekunder yang salah satunya adalah
pembentukan metabolit sekunder (Wattimena, 1991).
Jalur metabolisme dari reaksi ZPT dimulai setelah zat pengatur
tumbuh terikat pada reseptor membran protein yang berada di membran
plasma sel. Kompleks ikatan ZPT-reseptor akan mengaktifkan enzim
fosfolipase C (PLC) yang berguna untuk hidrolisis P 1P2 menjadi IP3 dan
DAG. IP3 akan bergerak menuju vakuola yang menyebabkan terlepasnya
Ca2+ ke sitosol. Peningkatan konsentrasi Ca2+ menyebabkan berikatannya
keempat molekul Ca2+ yang akan bergabung membentuk kompleks dengan
kalmodulin sehingga mengaktifkan kalmodulin beserta beberapa enzim
lain yang berperan dalam sintesis saponin seperti enzim kinase skualen
sintetase dan enzim NAD+ kinase. Sedangkan DAG yang tidak larut dalam
air akan mengaktifkan enzim PKC untuk fosforilasi enzim tertentu pada
membran (Salisbury & Ross., 1995)
.
6
2.4. Kultur Jaringan Tanaman
Kultur jaringan tanaman merupakan istilah untuk menyatakan
teknik propagasi tanaman secara vegetatif dengan memanfaatkan bagian
kecil dari jaringan hidup (eksplan). Teknik ini dilakukan pada medium
pertumbuhan artifisial dalam kondisi steril. Eksplan nantinya akan
meregenerasikan batang dan akar yang kemudian akan menjadi tanaman
fertil seutuhnya pada kondisi kultur tertentu (Mantell, et al., 1978).
Teknik yang memanfaatkan kemampuan totipotensi tumbuhan ini
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan propagasi tradisional
seperti waktu produksi tanaman yang cepat dalam jumlah besar dengan
keidentikan genetik, produksi tanaman tanpa adanya biji, pengaturan sifat
dari tanaman sesuai yang diinginkan, tanaman terbebas penyakit, patogen
dan hama dari tanah (Yildiz, 2012).
Kapasitas regenerasi dari eksplan dipengaruhi faktor-faktor berupa
bahan tumbuhan, proses sterilisasi permukaan, medium kultur, dan kondisi
kultur. Faktor dari bahan tumbuhan yang mempengaruhi respon eksplan
ialah genotipe, tahap fisiologis dari tanaman donor, sumber eksplan, umur
eksplan, ukuran eksplan, posisi eksplan pada tumbuhan donor dan
kepadatan eksplan. Eksplan tumbuhan biasanya menggunakan bagain
tanaman berupa batang, akar, daun, bunga, ovula, kotiledon dan hipokotil.
Untuk meningkatkan kapasitas regenerasi eksplan dapat dilakukan
peningkatan isi air pada jaringan dan meregulasi tekanan osmosis dari
eksplan (Tisserat, 1985).
7
2.5. Komposisi Medium MS
Msdium Murashige dan Skoog adalaah medium dasar yang sering
digunakan untuk melakukan teknik kultur jasingan dengan komposisinya
terdiri dari zat hara esensial, nutrisi maksi dan mikro serta bahan vitamin
yang penting untuk tumbuhan (Suryowinoto, 1991). Medium MS
merupakan medium dengan kandungan konsentrasi garam dan nitrat yang
tinggi jika dibandingkan dengan medum lain yang digunakan untuk
induksi kalus (Yuliarti, 2010).
Berikut adalah Tabel 2.1 berisi komposisi Murashige Skoog yang
digunakan dalam praktikum.
Tabel 2.1 Komposisi kimia media nutrisi formula Murashige dan Skoog
Bahan Konsentrasi (mg/L)
Makroelemen
NH4NO3 1650
KNO3 1900
CaCL2.2H2O 400
MgSO4.7H2O 370
KH2PO4 170
Suplemen organik
Inositol 100
Nicotinic-acid 0,5
Pyridoksin-HCl 0,5
Tiamin-HCl 0,1
Glysin 2,0
Sukrosa 30000
8
Mikroelemen
KI 0,083
H3BO3 6,2
MnSO4.4H2O 22,3
ZnSO4.7H2O 8,6
Na2MoO4.2H2O 0,25
CuSO4.5H2O 0,025
CoCl2.6H2O 0,025
Na2 EDTA 37,3
FeSO4.7H2O 27,8
Media
9
BAB III
METODOLOGI
10
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pembuatan Medium MS
Disiapkan bahan baku medium MS. Kemudian dimasukkan
ke dalam labu erlenmeyer sebanyak 1440 mL dan ditambahkan 3%
gula. Medium kemudian dibagi menjadi 3 bagian masing-masing
berisi 480 mL. Ditentukan keasaman larutan dengan pH meter
dalam rentang 5,6-5,8 dengan ditambahkan NaOH atau HCl.
Dalam wadah ditambahkan agar swallow 0,8% lalu didihkan diatas
hot plate dan diaduk. Larutan medium kemudian dituangkan ke
botol kultur 15 mL/botol kemudian ditutup dengan aluminium
foil. Botol kultur lalu disterilisasi dengan autoclave 121C tekanan
1,5kg/cm2 selama 15 menit.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Hasil pengamatan pertumbuhan kultur jaringan tumbuhan krisan dan talinum
12
Kultur Talinum 0 mg/L Kin, 0 Belum teramati
paniculatum 1 mg/L BAP perkembangan
13
Tanggal 14 Februari 2017
14
Gambar A. Hasil Pengamatan
Multiplikasi Tunas Aksiler
Talinum paniculatum 2
Kelompok 11 Tanggal 14
Februari 2017
15
Kultur Talinum 0 mg/L Kin, 0 Belum teramati
paniculatum 1 mg/L BAP perkembangan
16
Tanggal 21 Februari 2017
17
Gambar A. Hasil Pengamatan
Multiplikasi Tunas Aksiler
Talinum paniculatum 2
Kelompok 11 Tanggal 21
Februari 2017
18
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
19
Gambar A. Hasil Pengamatan
Kultur Jaringan Daun
Crysanthemum sp. Kelompok 11
Tanggal 28 Februari 2017
20
tidak tumbuh
21
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
22
Gambar A. Hasil Pengamatan
Kultur Jaringan Daun
Crysanthemum sp. Kelompok 11
Tanggal 7 Maret 2017
23
Gambar A. Hasil Pengamatan
Multiplikasi Tunas Aksiler
Talinum paniculatum 2
Kelompok 11 Tanggal 7 Maret
2017
24
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
25
4.2 Pembahasan
Zat pengatur tumbu yang digunakan pada praktikum ini ialah ZPT dari
golongan sitokinin berupa kinein dan N6-benzilamin (BAP) (N. Jafari, 2011)
dan auksin berupa asam asetat naftalen (NAA) (Vuylsteke, 1989).
Penggunaan kinein dan BAP pada media berguna sebagai tahap pertumbuhan
jaringan tanaman dan hasil produk akhir. Penggunaan sitokinin telah
diketahui dapat mengurangi dominansi meristem apeks dan menginduksi
pembentukan akar dan batang adventitia dan aksial dari eksplan tanaman
(Dixon & Gonzales, 1994). Hal ini sesuai dengan hasil percobaan dimana
pada percobaan yang dilakukan digunakan 0 mg/L BAP. Pada penggunaan 0
mg/L BAP tanaman eksplan tidak menunjukkan adanya pertambahan tinggi
dan pertumbuhan batang. Selain sitokinin digunakan juga ZPT dari golongan
auksin yang memilki peran penting pada pertumbuhan dan diferensiasi dari
sel dan jaringan kultur tanaman. NAA yang merupakan hormon tipe auksin
ini juga telah diketahui memiliki fungsi untuk memicu pengakaran dari
tanaman in vitro (Bohidar, et al., 2008). Hal ini juga sesuai dengan hasil
pengamatan dari kultur jaringan yang memiliki perkembangan yang sangat
lambat dan tidak terdapat pertumbuhan. Kombinasi dibutuhkan karena
konsentrasi dari sitokinin jika terlalu tinggi dapat mengurangi multiplikasi
dan pemanjang pucuk konsentrasi dari auksin jika terlalu tinggi juga dapa
menyebabkan penghambatan proliferasi pucuk (Shirani, et al., 2011)
Kombinasi hormon yang digunakan pada kultur jaringan percobaan ini
adalah 0 mg/L NAA, 0 mg/L BAP dan 0 mg/L kinetin. Hal ini memberikan
pengaruh pertumbuhan yang sangat lambat walau tidak terdapat adanya
kontaminasi pada semua botol baik botol kultur jaringan maupun botol
subkuktur. Perkembangan dari tanaman tidak teramati hingga hari ke-12 pada
multiplikasi tunas aksiler dimana terjadi pertumbuhan satu tunas dan satu
daun pada saah satu kultur batang. Hingga hari ke-22, perkembangan serta
pertumbuhan tunas dan daun pada multiplikasi tunas aksiler terus terjadi dan
mulai tumbuh akar. Untuk kultur jaringan batang Chrysanthemum sp. hingga
pengamaaran hari terakhir tidak terdapat perkembangan apapun dan terjadi
26
perubahan warna menuju coklat yang menunjukkan kematian jaringan pada
hari ke-22.
Jika dibandingkan dengan pertumbuhan kontrol yang memiliki grafik
seperti pda gambar 5.1 telah diketahui secar jelas bahwa penyebab tidak
adanya pertumbuhan pada kultur jaringan metode insiasi dan pertumbuhan
yang lambat pada metode subkultur disebabkan oleh ketidakberadaan hormon
yang memengaruhi pertumbuhan tunas, daun dan akar.
12
10
8
kontrol
6 0 mg/L Kin, 0 mg/L BAP
Jumlah Tunas 4
Waktu
Gambar 4.1 Grafik perbandingan pertumbuhan tunas pada kultur jaringan metode inisiasi
(Dokumentasi pribadi, 2017)
27
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dari praktikum kultur jaringan dapat
disimpulkan bahwa:
1. kultur jaringan krisan dalam medium MS kontrol tumbuh
2. kultur jaringan Talium dalam medium MS kontrol tumbuh
3. kultur jaringan krisan dalam medium MS dengan perbandingan
NAA:BAP = 1:4 tidak tumbuh
4. kultur jaringan Talium dalam medium MS dengan perbandingan
NAA:BAP = 4:1 tumbuh lambat
5.2 Saran
Berikut adalah saran untuk praktikum kultur jaringan yang telah
dilaksanakan:
Janganbucara ketika melakukan teknik kultur jaringan untuk menghndari
kontaminasi
29
DAFTAR PUSTAKA
Dixon, R. A. & Gonzales, R. A., 1994. Plant Cell Culture: A Practical Approach.
2nd ed. Oxford: Oxford University Press.
Gana, A. S., 2010. The role of synthetic growth hormones in crop multiplication
and improvement. African Journal of Biotechnology, Volume 10.
Nuryanto, H., 2007. Budi Daya Tanaman Krisan. Bekasi: Ganeca Exact.
Salisbury, F. & Ross., C., 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.
Santa, I. G. P., S.Bambang & W., P. E., 1999. Studi Taksonomi Talinum
Paniculatum (Jacq.) Gaertn. dan Talinum Triangulare (Jacq.) Willd. Wisata
Tumbuhan Obat Indonesia, 5(4), pp. 9-10.
Vuylsteke, D., 1989. Shoot-Tip Culture for the Propagation, Conservation and
Exchange of Musa germplasm. Rome: IBPRG.
Wardani, D. P., Solichatun & Setyawan, A. D., 2003. Pertumbuhan dan Produksi
Saponin Kultur Kalus Talinum paniculatum Gaertn. pada Variasi Penambahan
Asam 2,4-Diklorofenoksi Asetat (2,4-D) dan Kinetin. Biofarmasi, 2(1), pp. 35-
43.
Wattimena, G. A., 1991. Zat Pengatur Tumbuh. Bogor: PAU Bioteknologi IPB.
Yildiz, M., 2012. The Prerequisite of the Success in Plant Tissue Culture: High
Frequency Shoot Regeneration. Recent Advances in Plant in vitro Culture.
Yuliarti, N., 2010. Kultur Janingan Tanaman Skala Rumah Tangga. Yogyakartq:
ANDI.
30
LAMPIRAN
31