Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SPEECH DELAY
I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Keterlambatan (speech delay) bicara dan berbahasa pada anak,
menggambarkan kemampuan (skill) anak yang berkembang, tetapi pada
tingkat yang lebih lambat dari anak-anak sebayanya sesuai dengan tahapan
tumbuh kembang anak. Masalah keterlambatan bicara dan berbahasa ini, bisa
ringan, sedang, atau berat.

I.2 Etiologi

1. Faktor Genetik
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Seperti
sindrom Down, sindrom Turner yang disebabkan oleh kelainan
kromosom.
2. Faktor Lingkungan
o Sosial Ekonomi Kurang
Anak dengan keluarga sosial ekonomi kurang akan mengalami
keterlambatan dalam berbahasa karena fasilitas berbahasa dan
pendidikan yang rendah pulan dari orang tua.
o Faktor Psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, hukuman
yang wajar, kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang,
kualitas interaksi anak-orang tua.
o Faktor Keluarga dan Adat Istiadat, antara lain: pekerjaan/ pendapatan
keluarga, pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam
keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat,
norma-norma, agama, urbanisasi, kehidupan politik dalam masyarakat
yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, angaran, dll.
(Soetjiningsih, 1998)

I.3 Tanda Dan Gejala


Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 1 tahun (12 bulan)

Menggunakan bahasa tubuh seperti melambaikan tangan good-bye atau


menunjuk objek tertentu

Berlatih menggunakan beberapa konsonan yang berbeda

Vokalisasi atau melakukan komunikasi

Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 1-2 Tahun

Tidak memanggil mama dan dada

Tidak menjawab bila dikatakan tidak, halo dan bye

Tidak memiliki satu atau 3 kata pada usia 12 bulan dan 15 kata pada usia
18 bulan

Tidak mampu mengidentifikasi bagian tubuh

Kesulitan mengulang suara dan gerakan

Lebih memilih menunjukkan gerakan daripada berbicara verbal

Tanda dan Gejala Speech Delay Anak Usia 2-5 Tahun

Tak mampu menyampaikan kata-kata atau frase secara spontan

Tak mampu mengikuti petunjuk dan perintah sederhana

Kurang bunyi konsonan di awal atau akhir kata, seperti aya (ayah), uka
(buka)

Tidak dipahami bicaranya oleh keluarga terdekat

Tak mampu untuk membentuk 2 atau 3 kalimat sederhana

I.4 Patofisiologi
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk
pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui
fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi
pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang
mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini
merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses
enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode
gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini
terjadi di otak/pusat pembicara.

Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu


pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini
terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode
diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam proses perkembangan
bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus
berkembang dengan baik.

I.5 Komplikasi

1. Gangguan bahasa ekspresif

2. Gangguan bahasa reseptifekspresif

3. Gangguan phonological

4. Gagap

I.6 Pemeriksaan Penunjang

1. TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR


(Auditory Brainstem Response

Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga (telinga


luar) sampai ke otak. Cara kerjanya dengan memberikan bunyik klik pada
frekuensi yang berbedabeda pada tingkat kekerasan yang berbedabeda
pula responnya ditangkap langsung oleh sensor di otak. Tesnya tidak
menyakitkan (un-invasive), tidak perlu respon aktif dari pasien dan
hasilnya menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam mendeteksi
gangguan pendengaran.
2. TES OAE (Oto Acoustic Emission).
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput tetapi
terutama rumah siput. Cara kerjanya dengan memberikan nada murni ke
telinga dan menangkap responnya melalui perubahan tekanan di saluran
telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan dan tidak memerlukan respon
aktif dari pasien serta obyektif. Biasanya digunakan untuk mendeteksi
gangguan pendengaran khususnya akibat gangguan di telinga tengah
karena OME, OMA atau sensorinerual hearing loss (SNHL) yaitu
kerusakan sel saraf di rumah siput.
3. Tes Tympanometri
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga tengah
(tulang sanggurdi). Caranya mirip dengan OAE tapi responnya dari
defleksi (perubahan gerak) gendang telinga. Tesnya juga tidak
menyakitkan, obyektif dan tidak perlu respon aktif dari pasien. Biasanya
digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan gangguan telinga tengah
jika hasil OAE menunjukkan respon negatif.

4. Tes Audiometri
Pemeriksaan audiometri memerlukan : audiometer, ruang kedap suara,
dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang adalah :
a. Audiometri nada murni
b. Audiometri tutur
Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan pendengaran. Selama tes, orang yang dites akan mendengar
nada murni yang diberikan pada frekwensi yang berbeda melalui sebuah
headphone atau ear phone. Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi
sampai ambang dengar, titik dimana suara terkecil yang dapat didengar
akan diketahui. Hasilnya ditunjukkan dalam desibel (dB) dan dimasukkan
ke bentuk audiogram.
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui earphone (direct to
ear) ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik dari pasien
apakah bunyi terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan namun agak
subyektif dan memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup sulit dilakukan
khususnya untuk anak-anak.
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien
pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekwensi yang
berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik
berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala desibel. Suara dipresentasikan
dengan earphone (air conduction) dan skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya
nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Untuk anakanak biasanya dilakukan Play Audiometri yaitu uji
pendengaran dengan bermain dan diperlukan audiologist yang
berpengalaman untuk mendapatkan hasil yang baik. Biasanya untuk
menguji kemajuan/kemunduran fungsi pendengaran terutama pada pasien
gangguan pendengaran.
Sedangkan pada audiometric tutur dites seberapa banyak kemampuan
mengerti percakapan pada intensitas yang berbeda. Tes terdiri dari
sejumlah kata-kata tertentu yang diberikan melalui headphone atau
pengeras suara free field. Kata-kata tersebut harus diulangi oleh orang
yang dites. Setelah selesai, persentase berapa kata yang dapat diulang
dengan benar dapat diketahui.

5. TES ASSR (Auditory Steady State Response).


Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga sampai ke
otak. Cara kerjanya seperti BERA tapi yang diberikan adalah nada murni
seperti layaknya tes audiometri. Namun tidak diperlukan partisipasi aktif
dari pasien karena respon langsung dicatat oleh sensor yang menangkap
aktifitas otak. Tes ini tidak menyakitkan dan tidak memerlukan respon
aktif namun pasien harus diam dan tenang dalam waktu yang cukup
lama, kurang lebih 1 jam.
Seringkali dianjurkan agar pasien ditidurkan atau diberi obat tidur jika
memang sulit, diminta untuk tetap tenang dan diam. Digunakan untuk
mendeteksi gangguan pendengaran pada bayi dan anak - anak yang masih
kecil.

I.7 Penatalaksanaan

Terapi

1. Terapi wicara
2. Terapi okupasi

Edukasi

1. Motivasi keluarga untuk menstimulasi bahasa, bicara secara intensif

2. Secara teratur membawa anak untuk mengikuti terapi

3. Konseling

I.8 Pathway
II. Rencana Asuhan Keperawatan
II.1Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat
batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti
Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien,
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah
yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang
mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk
mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR
cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat
batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke
medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas
di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda
tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung.
Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu
juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus
turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak,
selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau
massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35kali per menit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen
atau comma
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,

penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.


6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

II.2Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya stimulasi
bahasa.
2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kerusakan fungsi alat-alat
artikulasi.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
pendengaran.
4. Gangguan komunikasi berhubungan dengan hambatan bahasa.
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak
berkomunikasi.
6. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kecemasan.
7. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kurangnya kemampuan
memori dan kerusakan sistem saraf pusat.

II.3Perencanaan

N DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWATAN
1. Gangguan komunikasi - Lakukan latihan - Latihan bicara yang
verbal Sehubungan komunikasi dengan sesuai dengan
dengan kurangnya memperhatikan perkembangan anak
stimulasi bahasa perkembangan mental anak akan menghindari
ekploatasi yang
berakibat penekanan
fungsi mental anak.

- Lakukan komunikasi
secara komprehensif baik - Komunikasi yang
verbal maupun non verbal. komprehensif akan
memperbanyak jumlah
stimulasi yang diterima
anak sehingga akan
memperkuat memori
- Berbicara sambil
anak terhadap suatu
bermain dengan alat untuk
kata.
mempercepat persepsi anak
tentang suatu hal.

- Bermain akan
menigkatkan daya tarik
- Berikan lebih banyak
anak sehingga
kata meskipun anak belum
frekwensi dan durasi
mampu mengucapkan
latihan bisa lebih lama.
dengan benar.
- Lakukan sekrening Anak lebih suka
lanjutan dengan mendengarkan kata-
mengggunakan Denver akat dari pada
Speech Test. mengucapkan karena
biasanya kesulitan
dalam mengucapkan.

Untuk mengetahui jenis


dan beratnya gangguan
serta keterlambatan
dalam berbicara pada
anak.

2. Gangguan komunikasi - Lakukan latihan Agar stimulasi tetap


verbal Sehubungan komunikasi, dan stimulasi diterima anak sesuai
dengan gangguan dini dengan benda-benda dengan perlembangan
pendengaran atau dengan menggunakan mental anak yang
bahasa isyarat serta didasarkan atas
biasakan anak melihat kemampuan
artikulasi orang tua dalam penerimaan anak
berbicara. terhadap informasi
yang diberikan
- Perhatikan kebersihan
telinga anak Ganguan
pendengaran sering
disebabkan oleh adanya
- Kolaborasi dengan hambatan pendengaran
rehabilitasi untuk akibat adanya kotoran
penggunaan alat bantu ditelinga.
dengar Alat bantu dengar
diharapkan mampu
mengatasi hambatan
pendengaran pada
telinga anak.

3. Gangguan komunikasi Gunakan bahasa yang Untuk memudahkan


Sehubungan dengan sederhana dan umum pema-haman
hambatan bahasa digunakan dalam menghindari stress dan
komunikasi sehar-hari. kebingungan anak yang
akibat bahasa yang
berubah-ubah.
Gunakan verifikasi bahasa
sesuai dengan tingkat
kematangan dan
pengetahuan anak. Difersifikasi bahasa
dapat diberikan jika
kemampuan mental
anak sudah matang
seperti setelah umur 9
tahun, karena
perkembangan selsel
otak anak sudah mulai
maksimal.

4. Gangguan komunikasi - Stimulasi bahasa dan Untuk mengindari


Sehubungan dengan latihn bicara tetap keter-lambatan
kerusakan fungsi alat- dilakukan sesuai dengan perkembangan mental,
alat tikulasi perkembangan mentak bahasa maupun bicara
anak. ketika alat artikulasi
sudah bisa diperbaiki.
- Kolaborasi: dengan ahli
bedah untuk perbaikan Perbaikan alat-alat
alat-alat artikulasi. artikulasi hanya bisa
dilakukan secara
optimal dengan
pembedahan.

5. Kecemasan orang tua - Gali kebiasaan - Untuk dapat menggali


Sehubungan dengan komunikasi dan stimulasi efektivitas dan
ketidakmampuan anak orang tua terhadap anak. kemampuan serta usaha
berbicara yang telah dilakukan
oleh orang tua, untuk
mengindari overlaping
tindakan yang berakibat
- Berikan penjelasan tentang orang tua menjadi
kondisi anaknya secara bosan.
jelas, serta kemungkinan
penanganan lanjutan,
prognose serta lamanya - Pengikutsertaan
tindakan atau pengobatan. keluarga terhadap
perawatan anak secara
langsung akan mampu
mengurangi tingat
kecemasan orang tua
terhadap keadaan
anaknya.

6. Gangguan komunikasi - Hindari bicara pada saat Komunikasi tidak


Sehubungan dengan kondisi bising. efektif sehingga anak
kecemasan menjadi irritabel.
- Lakukan komunikasi
dengan posisi lawan bicara Untuk
setinggi badan anak. meningkatkan
pandangan mata dan
- Lakukan latihan bicara efektivitas komunikasi
sambil bermain dengan sehingga anak merasa
mainan kesukaan anak. lebih nyaman.

Agar anak lebih


tertarik dan tidak lekas
bosan.

7. Gangguan komunikasi - Lakukan observasi dan - Untuk mengetahui


Sehubungan dengan pemeriksaan fisik kemungkinan posisi
kurangnya kemampuan neurologi secara mendetail. kelainan dalam otak.
memori dan kerusakan
sistem saraf pusat.
- Kolaborasi pemeriksaan - Untuk mengetahui
EEG kemungkinan kelainan
pada SSP anak.

III. DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.D (2009), Nursing Diagnois; Application to Clinical Practice, 7th.


Edition, Lippincott, Philadelpia, New York.

Kozier Barbara et.al (2012), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and


Practice , 5 th Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing,
New York.

Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year
Book, Philadelpia.

Whaley and Wong (1996), Nursing Care of Infants and Children, 5 th Edition,
Mosby Year Book, Philadelpia.
Banjarmasin, Maret 2017
Ners Muda,

(RISMA NISA AULIA)

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai

  • Leaflet Phbs
    Leaflet Phbs
    Dokumen3 halaman
    Leaflet Phbs
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Waham1
    LP Waham1
    Dokumen11 halaman
    LP Waham1
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Phbs Kami
    LP Phbs Kami
    Dokumen5 halaman
    LP Phbs Kami
    Firman Syah
    Belum ada peringkat
  • Analisa Tindakan Keperawatan DOPS
    Analisa Tindakan Keperawatan DOPS
    Dokumen4 halaman
    Analisa Tindakan Keperawatan DOPS
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Harga Diri Rendah
    LP Harga Diri Rendah
    Dokumen15 halaman
    LP Harga Diri Rendah
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Omi
    LP Omi
    Dokumen19 halaman
    LP Omi
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Harga Diri Rendah
    LP Harga Diri Rendah
    Dokumen15 halaman
    LP Harga Diri Rendah
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • NUTRISI-NGT
    NUTRISI-NGT
    Dokumen4 halaman
    NUTRISI-NGT
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LEAFLET DIABETES Acc
    LEAFLET DIABETES Acc
    Dokumen2 halaman
    LEAFLET DIABETES Acc
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Sap Gastritis
    Sap Gastritis
    Dokumen7 halaman
    Sap Gastritis
    Dion Ananta
    Belum ada peringkat
  • LP Acs
    LP Acs
    Dokumen18 halaman
    LP Acs
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Omi
    LP Omi
    Dokumen19 halaman
    LP Omi
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Omi PDF
    Laporan Pendahuluan Omi PDF
    Dokumen11 halaman
    Laporan Pendahuluan Omi PDF
    alexel440
    Belum ada peringkat
  • NUTRISI-NGT
    NUTRISI-NGT
    Dokumen4 halaman
    NUTRISI-NGT
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN PENDAHULUAN Uks
    LAPORAN PENDAHULUAN Uks
    Dokumen8 halaman
    LAPORAN PENDAHULUAN Uks
    Firman Syah
    Belum ada peringkat
  • LP Hepatitis
    LP Hepatitis
    Dokumen17 halaman
    LP Hepatitis
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Phbs Kami
    LP Phbs Kami
    Dokumen5 halaman
    LP Phbs Kami
    Firman Syah
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Gastritis Acc
    Leaflet Gastritis Acc
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Gastritis Acc
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Hipokalemia
    LP Hipokalemia
    Dokumen11 halaman
    LP Hipokalemia
    Risma Nisa Aulia
    100% (2)
  • LP Syok Hipovolemik
    LP Syok Hipovolemik
    Dokumen9 halaman
    LP Syok Hipovolemik
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Rom
    LP Rom
    Dokumen19 halaman
    LP Rom
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Adhd
    LP Adhd
    Dokumen18 halaman
    LP Adhd
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Gerd
    LP Gerd
    Dokumen11 halaman
    LP Gerd
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Acute-Renal-Failure
    LP Acute-Renal-Failure
    Dokumen10 halaman
    LP Acute-Renal-Failure
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Hepatitis
    LP Hepatitis
    Dokumen17 halaman
    LP Hepatitis
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP Distraksi Relaksasi
    LP Distraksi Relaksasi
    Dokumen15 halaman
    LP Distraksi Relaksasi
    Risma Nisa Aulia
    100% (1)
  • LP Hiperkalemia
    LP Hiperkalemia
    Dokumen12 halaman
    LP Hiperkalemia
    Risma Nisa Aulia
    100% (1)
  • LP DHF
    LP DHF
    Dokumen15 halaman
    LP DHF
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • LP DPD
    LP DPD
    Dokumen5 halaman
    LP DPD
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • IC Dops
    IC Dops
    Dokumen4 halaman
    IC Dops
    Risma Nisa Aulia
    Belum ada peringkat