Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SKI

SEJARAH KODIFIKASI AL-QURAN

Guru pembimbing :
Elly, S.Pd.I

Disusun Oleh :

Ayu Sukevi
Dwi Nur Jannah
Miftahul Jannah
Avina Nur Hayati
Dyta Nur Apriyana
Hidayatul Astofi
Rofiah

MTs RIYADHUS SHOLIHIN


TAHUN AJARAN 2016/2017

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN
Telah kita maklumi bersama bahwa Al-Quran itu diturunkan secara berangsur-
angsur. Setiap kali ayat-ayat Al-Quran turun Rasulullah saw. Menyuruh penulis wahyu
untuk menulisnya. Kebanyakan dari sahabat menghafalnya akan tetapi walaupun ditulis oleh
para penulis wahyu, namun ia tidak terkumpul dalam suatu mushaf.
Al-Quran semenjak diturunkan kepada Rasulullah saw. hingga saat ini masih utuh
dan masih terjaga, karena Allah telah menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur'an, akan
selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr: 9 sebagai berikut :


Maksudnya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya
kami benar-benar memeliharanya (QS. Al-Hijr:9).

Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Qur'an
dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Qur'an ditulis sejak Nabi masih hidup.
Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu
untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan
sekaligus mereka amalkan.
Dalam makalah ini penulis akan menggambarkan sejarah kodifikasi/ pengumpulan
Al-Quran pada masa Rasulullah SAW dan setelah beliau wafat, baik pada masa Abu Bakar
ash-Shiddiq hingga Utsman bin Affan, dan beberapa hal terkait dengan sejarah pengumpulan
Al-Quran dan pada masa dinasti bani umayyah

B. RUMUSAN MASALAH
Pokok permasalahan yang akan penulis angkat dalam makalah ini terkait dengan
judul makalah adalah :
1. Bagaimana sejarah kodifikasi Al-Quran pada masa Rasulullah SAW?
2. Bagaimana sejarah kodifikasi Al-Quran ditinjau dari proses pengumpulan dan
pembukuan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Utsman bin Affan?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH KODIFIKASI AL-QURAN


1. Pengertian Pengumpulan/Kodifikasi Quran
Kata penghimpunan/kodifikasi Al-Quran (Jam Al-Quran) terkadang
dimaksudkan sebagai pemeliharaan dan penjagaan dalam dada (penghafalan), dan
terkadang dimaksudkan sebagai penulisan keseluruhannya, huruf demi huruf, kata demi
kata, ayat demi ayat dan surat demi surat (penulisan). Yang kedua ini medianya adalah
shahifah-shahifah dan lembaran-lembaran lainnya, sedangkan yang pertama medianya
adalah hati dan dada (Al-Zarqani, Manahil al-Urfan fi Ulum Al-Quran, 2002 hal. 259).
Selanjutnya, penghimpunan Al-Quran dalam pengertian penulisannya
berlangsung tiga kali. Pertama pada masa Rasulullah SAW. Kedua pada masa
kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan ketiga pada masa kekhalifahan Utsman bin
Affan. Pada yang terakhir inilah dilakukan penyalinan menjadi beberapa mushaf dan
dikirim ke berbagai daerah.
Dari paparan di atas telah kita maklumi bersama bahwa Al-Quran sebagai Kitab
Suci kaum muslim dibukukan (dikodifikasi) hingga menjadi mushaf yang surat-surat,
ayat-ayat dan tanda bacaannya tersusun seperti yang sekarang kita gunakan, telah melalui
tahapan-tahapan dan proses yang cukup lama, diantaranya yaitu tahap pengumpulan ayat-
ayat Al-Quran pada masa Rasulullah SAW., kemudian melalui proses pembukuan pada
masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq serta melalui proses penyempurnaan bacaan
dan penggandaan Al-Quran yang dilakukan pada masa menjabatnya Utsman bin Affan
sebagai Khalifah.
Hal senada dijelaskan oleh Manna Khalil Al-Khattan (2001:178-179) dalam
bukunya Mabahis fi Ulumil Quran, ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
Pengumpulan al-Quran (Jamul Quran) oleh para ulama dibagi menjadi dua pengertian
yaitu sebagai berikut :
Pertama: pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam hati). Jummaul
Quran artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya di
dalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi, Nabi
senantiasa menggerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Al-Quran ketika hal
itu diturunkan kepadanya sebelum selesai membacakannya, karena ingin menghafalnya.

Kedua: pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan Al-Quran


seluruhnya) baik dengan memisahkan-memisahkan ayat-ayat dan surat-suratnya, atau
menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara

2
terpisah, atau menertibkan ayat-ayat dan suratnya dalam lembaran-lembaran yang
terkumpul yang menghimpun semua surat.

2. Pengumpulan Al-Quran Pada Masa Rasulullah SAW.


Dalam usaha kodifikasi Al-Quran Rasulullah mempunyai beberapa orang
pencatat wahyu, di antaranya, empat orang sahabat yang kemudian menjadi para khalifah
rasyidun (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Muawiyah, Zaid bin Tsabit, Khalid bin Walid,
Ubai bin Kaab dan Tsabit bin Qeis. Beliau menyuruh mereka mencatat setiap wahyu yang
turun, sehingga al-Quran yang terhimpun di dalam dada menjadi kenyataan tertulis (as-
Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Quran, 1990. Hal. 78).
Pengumpulan Al-Quran pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara,
yaitu al-Jamu fis sudur, dan yang kedua adalah al-jamu fi suthur
(http://www.geocities.com/denwij/kodifikasi.htm).
Pertama : al Jam'u fis Sudur. Para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala
setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan
mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan
nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan
mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.
Kedua : al Jam'u fis Suthur, yaitu wahyu turun kepada Rasulullah SAW ketika
beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun sebelum hijrah ke Madinah. Kemudian wahyu
terus menerus turun selama kurun waktu 23 tahun berikutnya dimana Rasulullah SAW.
setiap kali turun wahyu kepadanya selalu membacakannya kepada para sahabat secara
langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari melarang para sahabat
untuk menulis hadis-hadis beliau karena khawatir akan bercampur dengan Al-Quran.
Rasul SAW bersabda "Janganlah kalian menulis sesuatu dariku kecuali Al-Quran,
barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Quran maka hendaklah ia
menghapusnya " (Hadis dikeluarkan oleh Muslim (pada Bab Zuhud hal 8) dan Ahmad
(Hal. 1).
Biasanya sahabat menuliskan Al-Quran pada media yang terdapat pada waktu itu
berupa ar-Riqa' (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf (tulang binatang),
al-`Usbu ( pelepah kurma). Sedangkan jumlah sahabat yang menulis Al-Quran waktu itu
mencapai 40 orang. Adapun hadis yang menguatkan bahwa penulisan Al-Quran telah
terjadi pada masa Rasulullah s.a.w. adalah hadis yang di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-
Hakim dengan sanadnya yang bersambung pada Anas r.a., ia berkata: "Suatu saat kita
bersama Rasulullah s.a.w. dan kita menulis Al-Quran (mengumpulkan) pada kulit
binatang ".
Dari kebiasaan menulis Al-Quran ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah
(manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal

3
adalah: Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan
Salin bin Ma'qal.
Adapun hal-hal yang lain yang bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al-
Quran pada waktu itu adalah Rasulullah SAW melarang membawa tulisan Al-Quran ke
wilayah musuh.
Kisah masuk Islamnya sahabat `Umar bin Khattab r.a. yang disebutkan dalam
buku-buku sejarah bahwa waktu itu `Umar mendengar saudara perempuannya yang
bernama Fatimah sedang membaca awal surah Thahaa dari sebuah catatan (manuskrip)
Al-Quran kemudian `Umar mendengar, meraihnya kemudian membacanya, inilah yang
menjadi sebab ia mendapat hidayah dari Allah sehingga ia masuk Agama Islam.
Sepanjang hidup Rasulullah s.a.w Al-Quran selalu ditulis bilamana beliau
mendapat wahyu karena Al-Quran diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara
bertahap.

3. Kodifikasi Al-Quran Pada Masa Khulafaur Roshiddin (Abu Bakar Ash-Shiddiq


dan Utsman bin Affan)
a. Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah saw. wafat dan Abu Bakar menjadi Khalifah, dan
Musailamah Al-Kadzab mengaku dirinya Nabi. Dia mengembangkan khurafat dan
kebohongan-kebohongannya. Dia dapat mempengaruhi Banu Hanifah dari penduduk
Yamamah lalu mereka menjadi murtad. Setelah Abu Bakar mengetahui tindakan
Musailamah itu, beliau menyiapkan suatu pasukan tentara yang terdiri dari 4000
pengendara kuda yang menggempur mereka. Kemudian banyak di antara para sahabat
yang gugur, selain itu syahid pula 70 orang penghafal Al-Quran. Serangan terhadap
Musailamah tersebut dinamakan peperangan Yamamah (Ash-Shiddiqie, Sejarah Ilmu
dan Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, 2000. Hal. 80).
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab yang melatar
belakangi pengumpulan naskah-naskah Al Quran yang terjadi pada masa Abu Bakar
yaitu atsar yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit r.a. yang berbunyi: Suatu ketika
Abu Bakar menemuiku (Zaid bin Tsabit) untuk menceritakan perihal korban pada
perang Yamamah, ternyata Umar juga bersamanya. Abu Bakar berkata : Umar
menghadap kepadaku dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang
Yamamah sangat banyak khususnya dari kalangan para penghafal Al Quran, aku
khawatir kejadian serupa akan menimpa para penghafal Al Quran di beberapa tempat
sehingga suatu saat tidak akan ada lagi sahabat yang hafal Al Quran, menurutku
sudah saatnya engkau wahai khalifah memerintahkan untuk mengumpulkan Al
Quran, lalu aku (Abu Bakar) berkata kepada Umar : bagaimana mungkin kita
melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.? Umar

4
menjawab: Demi Allah, ini adalah sebuah kebaikan. Selanjutnya Umar selalu saja
mendesakku untuk melakukannya sehingga Allah melapangkan hatiku, maka aku
setuju dengan usul Umar untuk mengumpulkan Al Quran.
Zaid berkata: Abu Bakar berkata kepadaku : engkau adalah seorang pemuda
yang cerdas dan pintar, kami tidak meragukan hal itu, dulu engkau menulis wahyu
(Al Quran) untuk Rasulullah saw., maka sekarang periksa dan telitilah Al Quran lalu
kumpulkanlah menjadi sebuah mushaf.
Zaid berkata : Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk
memindah salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku dan pada memerintahkan
aku untuk mengumpulkan Al-Quran. Kemudian aku teliti Al-Quran dan
mengumpulkannya dari pelepah kurma, lempengan batu, dan hafalan para sahabat
yang lain).
Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar,
peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah ia wafat disimpan oleh khalifah
sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun wafat mushaf tersebut disimpan oleh putrinya
dan sekaligus istri Rasulullah s.a.w. yang bernama Hafsah binti Umar r.a.
(http://www.geocities.com/denwij/kodifikasi.htm)
Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh
terhadap apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar berupa mengumpulkan Al Quran
menjadi sebuah Mushaf. Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah
Al Quran dan menulisnya kembali. Sahabat Ali bin Abi Thalib berkomentar atas
peristiwa yang bersejarah ini dengan mengatakan : Orang yang paling berjasa
terhadap Mushaf adalah Abu Bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena ialah
yang pertama kali mengumpulkan Al Quran, selain itu juga Abu Bakarlah yang
pertama kali menyebut Al Quran sebagai Mushaf.
Menurut riwayat yang lain orang yang pertama kali menyebut Al Quran
sebagai Mushaf adalah sahabat Salim bin Maqil pada tahun 12 H lewat perkataannya
yaitu : Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah atau manuskrip Al
Quran yang dikumpulkan dan di bundel sebagai Mushaf dari perkataan Salim inilah
Abu Bakar mendapat inspirasi untuk menamakan naskah-naskah Al Quran yang telah
dikumpulkannya sebagai al-Mushaf as Syarif (kumpulan naskah yang mulya). Dalam
Al Quran sendiri kata Suhuf (naskah ; jamanya Sahaif) tersebut 8 kali, salah satunya
adalah firman Allah QS. Al Bayyinah (98):2



Artinya : Yaitu seorang Rasul utusan Allah yang membacakan beberapa lembaran
suci. (Al Quran)

5
b. Pada Masa Usman bin Affan

Pada masa pemerintahan Usman bin Affan terjadi perluasan wilayah Islam di
luar Jazirah Arab sehingga menyebabkan umat Islam bukan hanya terdiri dari bangsa
Arab saja (Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif.

Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca Al Quran, karena


bahasa asli mereka bukan bahasa Arab. Fenomena ini ditangkap dan ditanggapi secara
cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan
Muslim yang bernama Hudzaifah bin al-Yaman.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang
pada waktu itu memimpin pasukan Muslim untuk wilayah Syam (sekarang Syiria)
mendapat misi untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk Soviet) dan
Iraq menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi
dimana terdapat perbedaan bacaan Al Quran yang mengarah kepada perselisihan.

Ia berkata : wahai Usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-


gara bacaan Al Quran, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga
menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani .

Lalu Usman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di pegangnya untuk


disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang anggotanya terdiri dari para
sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin alAsh,
Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain.

Kodifikasi dan penyalinan kembali Mushaf Al Quran ini terjadi pada tahun 25
H, Usman berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada
Logat bahasa suku Quraisy karena Al Quran diturunkan dengan gaya bahasa mereka.

Setelah panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi
kepada Hafsah. Selanjutnya Usman memerintahkan untuk membakar setiap naskah-
naskah dan manuskrip Al Quran selain Mushaf hasil salinannya yang berjumlah 6
Mushaf.

Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah,


Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia simpan di
Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf al-Imam.

Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam


perselisihan dikalangan umat Islam sehingga ia menuai pujian dari umat Islam baik
dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu Bakar yang telah
berjasa mengumpulkan Al Quran. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang
dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm al-Anbath
tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqtah (titik sebagai pembeda huruf).

6
4. Pada Masa Dinasti Bani Umayyah
Setelah berakhirnya zaman Khalifah yang empat, timbul zaman Bani Umayyah.
Kegiatan para sahabat dan tabiin terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu
dan penyebaran ilmu-ilmu Al-quran melalui jalan periwayatan dan pengajaran, secara
lisan bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai
persiapan bagi masa pembukaannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan
ini adalah khalifah yang empat, Ibnu Abbas, Ibnu Masud, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-
Asyan, Abdullah Ibnu Al-Zubair. Sedangkan dari kalangan sahabat Mujahid, Atha,
Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan Al Bashri, Said Ibn Jubair, Zaid Ibn Aslam di Madinah.
Dari Aslam, Ilmu ini diterima oleh putranya Abd Al-Rahman, Malik Ibn Anas dari
generasi Tabiin Al-tabiin. mereka ini semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama
bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu
gharib Al-quran dan lainya. (kemudian, Ulumul Quran memasuki masa pembukuan
pada abad ke-2 H) para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada-ilmu tafsir
karena fungsinya sebagai Umm Al-Ulum Al-Quraniah (Induk Ilmu-Ilmu Al-Quran).
Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syubah Ibn Al-Hajjaj, Sufyan Ibn Uyaynah
dan Wali Ibn Al-Jarrah. Kitab-Kitab, tafsir mereka menghimpun pendapat-pendapat
sahabat dan tabiin.
Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir Al-Thabari. Al-thabari adalah
mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih sebagainya atas
lainnya. Ia juga mengemukakan Irab dan istinbath (penggalian hukum dari Al-quran).
Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab Al-Nuzul, ilmmu masikh dan mansukh , ilmu
tentang ayat-ayat makiah dan madaniah. Guru Imam Al-Bukhari, Ali Ibn Al-Madaniyah.
Guru Imam Al-bukhari, Ali ibn Al-madini mengarang asbab Al-Nuzul; Abu Ubaid Al-
Qasim Ibn Salam. Mengarang tentang nasikh dan mansukh, qiraat dan keutamaan-
keutamaan Al-Quran; Muhammad ibn Ayyub Al-dari tentang ayat-ayat turun d mekkah
dan madinah ; Muhammad ibn khalaf Ibn Al-Mirzaban (W. 390II) mengarang kitab Al-
Hawi fi-ulum Al-quran.

7
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dari paparan di atas, penulis dapat menarik beberapa poin yaitu:
1. Pengumpulan Al-Quran pada masa Rasulullah SAW tidak begitu banyak mendapatkan
masalah, karena setiap kali Rasulullah mendapatkan wahyu, para sahabat yang telah
ditunjuk (di antaranya Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin
Tsabit dan Salin bin Ma'qal) langsung menghafal dan menulisnya pada kulit binatang,
pelapah kurma, lempengan batu, ataupun pada tulang-tulang binatang.
2. Pada saat peperangan Yamamah sekitar 700 orang penghafal gugur, selain itu banyak
peperangan lain yang juga banyak memakan korban dari pihak muslim dan sebagian
penghafal Al-Quran, atas dasar itu dan juga atas saran Umar bin Khattab, Abu Bakar
memutuskan untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang masih tercecer ke dalam
satu mushaf.
3. Karena banyak terdapat perbedaan qiraat pada masa Pemerintahan Usman bin Affan, ia
kemudian berinisiatif untuk mengumpulkan mushaf-mushaf dari seluruh negeri dan
melakukan sedikit melakukan perubahan yaitu dengan menggantinya dengan bahasa
Arab Quraisy, karena bagaimanapun juga Al-Quran kebetulan turun pada kaum muslim
Quraisy. Langkah ini diambil guna menyamakan qiraah, dan keputusan tersebut
diterima dan disambut baik oleh kaum muslimin pada waktu itu.
4. Mushaf-mushaf yang qiraatnya berbeda tersebut dimusnahkan oleh Usman dan
menggandakan mushaf yang telah diperbaharui tersebut menjadi 6 dan disebarkan ke
Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman, dan satu mushaf lagi disimpan oleh Usman
yang kemudian belakangan disebut sebagai Mushaf Al-Imam.
5. Pada masa bani umayyah hanya pemeliharaannya saja

8
DAFTAR PUSTAKA

As-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Quran, Pustaka Firdaus: Jakarta, 1990

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan
Tafsir, PT. Pustaka Rizki Putra: Semarang, 2000.

Al-Khattan, Manna Khalil, Mabahis fi Ulumil Quran, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh
Mudzakir AS, Cet. 6, Pustaka Litera AntarNusa; Bogor, 2001.

Al-Said, Labib, The Recited Koran, The Darwin Press.Inc; New Jersey, 1975.

Al-Zarqani, Muhammad Abdul Adzim, Syeikh, Manahil al-Urfan fi Ulum al-Quran, Gaya
Media Pratama; Jakarta, 2002.

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, CV. Jumanatul Ali-Art: Bandung,
2005.

Mustafa Al-Azami, Muhammad, The History of The Quranic Text : From Revalation to
Compilation, Gema Insani; Jakarta, 2006.

Http://www.geocities.com/denwij/kodifikasi.htm

Http://dennyhendrata.wordpress.com/2006/09/28/sejarah-kodifikasi-al-quran/

Http://www.pengobatan.com/ajaran_islam/sejarah_kodifikasi.htm

Anda mungkin juga menyukai