Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Persalinan

2.1.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta,
dan proses tersebut merupakan proses alamiah. (Rohani, 2011)

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu.
Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan di mulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi
dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan
serviks (JNPK-KR, 2007).

2.1.2 Bentuk Persalinan

Bentuk persalinan dibagi menjadi dua yaitu;

a. Persalinan Normal

Persalinan normal adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan ( aterm, 37-
42 minggu ), Pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul dengan
pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu maksimal 18 jam untuk primigravida tanpa
tindakan, dan 7-8 jam untuk multigravida tanpa tindakan serta tanpa komplikasi. kala I yaitu
dimulai dengan waktu serviks membuka karena his, kontraksi uterus teratur, makin lama, makin
kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran lendir darah dan berakhir setelah
pembukaan serviks lengkap yaitu bibir portio tidak dapat diraba. Selaput ketuban biasanya pecah
spontan pada akhir kala I. Terdapat fase laten berlansung selama 8 jam dan fase aktif selama 6
jam. Peristiwa yang penting dalam kala ini adalah keluar lendir darah (bloody show) dengan
lepasnya mucous plug, terbukanya vaskular pembuluh darah serviks. Pergeseran antara selaput
ketuban dengan dinding dalam uterus. Kala II berlangsung selama 2 jam, dimulai dengan
pembukaan serviks dengan lengkap dan berakhir dengan saat bayi telah lahir lengkap. Kala III
dimulai pada saat bayi lahir dengan lengkap dan berakhir dengan lahirnya plasenta . Ini ditandai
dengan perdarahan baru atau kadang kala dari tidak disertai perdarahan. Pada keadaan normal,
kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi pusat, plasenta lepas 5-15 menit setelah bayi
lahir. Kala IV dimulai dengan observasi selama 2 jam post partum.

B. Persalinan Abnormal

Partus abnormal ialah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat atau melalui
dinding perut dengan operasi caesarea (SC). (Saifuddin Bari, 2002)

2.1.3 Tahap Persalinan

Persalinan dibagi menjadi 4 tahap.Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 cm.
Kala I dinamakan juga kala pembukaan.Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh
karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin di dorong keluar sampai lahir.Dalam kala III
atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari
lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi
perdarahan post partum. (Rohani; dkk, 2011)

a. Kala I (Kala Pembukaan)

Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka
dan mendatar.Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis
karena pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan membuka.

Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks,
hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).

Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

1. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal kontraksi
yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm,
berlangsung dalam 7-8 jam.
2. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3
subfase.
a. Periode akselerasi : berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.
b. Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung
cepat menjadi 9 cm.
c. Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau
lengkap.

Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat
(kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah
janin.Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan
pembukaan multigravida 2 cm/ jam.

Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada


primigravida, ostium uteri internum akanmembuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar
dan menipis, kemudian ostium internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan
eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama.

b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir
dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1
jam. Tanda dan gejala kala II yaitu:

1. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit.


2. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
3. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan/atau vagina.
4. Perineum terlihat menonjol.
5. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
6. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.

Diagnosis kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang menunjukkan :

1. Pembukaan serviks telah lengkap.


2. Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina.

c. Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)


Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.

d. Kala IV (Kala Pengawasan)

Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah proses tersebut.
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV :

1. Tingkat kesadaran.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,dan pernapasan.
3. Kontraksi uterus.
4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi
400 samapai 500 cc.

Asuhan dan pemantauan pada kala IV

1. Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk merangsang uterus
berkontraksi.
2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat dan
fundus uteri.
3. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4. Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau episiotomi).
5. Evaluasi kondisi ibu secara umum.

Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di halaman belakang
partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persalinan

Ada beberapa faktor yang berperan dalam persalinan yaitu :

a. Tenaga atau Kekuatan (power) ; his (kontraksi uterus), kontraksi otot dinding perut,
kontraksi diafragma pelvis, ketegangan, kontraksi ligamentum rotundum, efektivitas
kekuatan mendorong dan lama persalinan.
b. Janin (passanger) ; letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak plasenta.
Universitas Sumatera Utara
c. Jalan Lahir (passage) ; ukuran dan tipe panggul, kemampuan serviks untuk membuka,
kemampuan kanalis vaginalis dan introitus vagina untuk memanjang.
d. Kejiwaan (psyche) ; persiapan fisik untuk melahirkan, pengalaman persalinan, dukungan
orang terdekat dan intregitas emosional.

2.1.5 Tanda-tanda Persalinan

Tanda dan gejala inpartu

1. Timbul rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
2. Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena robekan kecil
pada serviks. Sumbatan mukus yang berasal dari sekresi servikal dari proliferasi kelenjar
mukosa servikal pada awal kehamilan, berperan sebagai barier protektif dan menutup
servikal selama kehamilan. Bloody show adalah pengeluaran dari mukus.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan membran yang normal
terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12% wanita, dan lebih dari 80% wanita
akan memulai persalinan secara spontan dalam 24 jam. Universitas Sumatera Utara
4. Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada. Berikut ini adalah
perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara nulipara dan multipara.

a. Nulipara

Biasanya sebelum persalinan, serviks menipis sekitar 50-60% dan pembukaan sampai 1
cm; dan dengan dimulainya persalinan, biasanya ibu nulipara mengalami penipisan
serviks 50-100%, kemudian terjadi pembukaan.

b. Multipara

Pada multipara sering kali serviks tidak menipis pada awal persalinan, tetapi hanya
membuka 1-2 cm. Biasanya pada multipara serviks akan membuka, kemudian diteruskan
dengan penipisan. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi
minimal 2 kali dalam 10 menit).

2.2 Retesio Plasenta

2.2.1 Pengertian Retensio Plasenta


Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio plasenta).
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda
mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas
korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala
dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus
tidak berkurang (Prawiraharjo, 2005).

Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir
(Depkes, 2007).

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi
waktu 30 menit stelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2008).

2.2.2 Penyebab Retensio plasenta

1. plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau

2. plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Apabila plasenta belum lahir sama sekali,
tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:

a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);


b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-
perkreta).
c. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
2.2.3 Etiologi
1. Etiologi dasar meliputi :
a. Faktor maternal
1) Gravida berusia lanjut
2) Multiparitas
b. Faktor uterus
1) Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
2) Bekas pembedahan uterus
3) Anorrali dan uterus
4) Tidak efektif kontraksi uterus
5) Pembentukan kontraksi ringan
6) Bekas Kuretase uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
7) Bekas pengeluaran plasenta secara manual
8) Bekas endometritis
c. Faktor plasenta
1) Plasenta previa
2) Implantasi corneal
3) Plasenta akreta
4) Kelainan bentuk plasenta

2.2.4 Penanganan Retensi Plasenta


Penanganan Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi yaitu Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah
dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil
pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl
0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta
setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-
hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/150/jtptunimus-gdl-fujifatmaw-7485-2-babii.pdf (diunduh
pada tanggal 7 November 2015, pukul 15.09)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30315/4/Chapter%20II.pdf (diunduh pada


tanggal 7 November 2015, pukul 15.10)

https://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/retensio-plasenta.pdf (diunduh pada tanggal 7


November 2015, pukul 15.11)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19884/4/Chapter%20II.pdf(diunduh pada tanggal


7 November 2015, pukul 15.12)

http://eprints.undip.ac.id/44195/4/VINA_EKA_WULANDARI_G2AOO9193_BABIIKTI.pdf
(diunduh pada tanggal 7 November 2015, pukul 15.13)

Anda mungkin juga menyukai