Anda di halaman 1dari 8

MASALAH ETIKA DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN Rabu,

31 Desember 2014 A. Berkata Jujur 1. Definisi Dalam konteks berkata jujur (truth telling}, ada
suatu istilah yang disebut desepsi, berasal dari kata decieve yang berarti membuat orang percaya
terhadap suatu hal yang tidak benar, meniru, atau membohongi. Desepsi meliputi berkata
bohong, mengingkari, atau menolak, tidak memberikan informasi dan memberikan jawaban
tidak sesuai dengan pertanyaan atau tidak memberikan penjelasan sewaktu informasi dibutuhkan.
Berkata bohong merupakan tindakan desepsi yang paling dramatis karena dalam tindakan ini,
seorang dituntut untuk membenarkan sesuatu yang diyakini salah. Salah satu contoh tindakan
desepsi adalah perawat memberikan obat plasebo dan tidak member! tahu klien tentang obat apa
yang sebenarnya diberikan tersebut. 2. Menurut Etika Tindakan desepsi ini secara etika tidak
dibenarkan. Para ahli etika menyatakan bahwa tindakan desepsi membutuhkan keputusan yang
jelas terhadap siapa yang diharapkan melalui tindakan tersebut. Konsep kejujuran merupakan
prinsip etis yang mendasari berkata jujur. Seperti juga tugas yang lain, berkata jujur bersifat
prima facie (tidak mutlak) sehingga desepsi pada keadaan tertentu diperbolehkan. Berbagai
alasan yang dikemukakan dan mendukung posisi bahwa perawat harus berkata jujur, yaitu bahwa
berkata jujur merupakan hal yang penting dalam hubungan sating percaya perawat-klien, klien
mempunyai hak untuk mengetahui, berkata jujur merupakan kewajiban moral, menghilangkan
cemas dan penderitaan, meningkatkan kerja sama klien maupun keluarga, dan memenuhi
kebutuhan perawat. Menurut Free, alasan yang mendukung tindakan desepsi, termasuk berkata
bohong, mencakup bahwa klien tidak mungkin dapat menerima kenyataan. Klien menghendaki
untuk tidak diberi tahu bila hal tersebut menyakitkan. Secara profesional perawat mempunyai
kewajiban tidak melakukan hal yang merugikan klien dan desepsi mungkin mempunyai manfaat
untuk meningkatkan kerja samalien (McCloskey, 1990). 3. Kasus Seorang ibu berumur 30 tahun,
warga Sragen melahirkan seorang anak dengan cacat fisik tidak mempunyai kedua tangan dan
kedua kaki, sedangkan klien belum mengetahui kondisi anaknya, apakah yang harus di katakan
perawat tersebut, harus berkata jujur atau berkata bohong? 4. Pendapat Menurut pendapat saya,
perawat tersebut harus berkata jujur karena apapun yang terjadi itu adalah anaknya dan
merupakan anugrah dari Tuhan yang ahrus dijaga dan dirawat. B. AIDS 1. Definisi AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) pada awalnya ditemukan pada masyarakat gay di
Amerika Serikat pada tahun 1980 atau 1981. AIDS juga pada mulanya ditemukan di Afrika. Saat
ini AIDS hampir ditemukan di setiap negara, termasuk Indonesia. Oleh karena pada awalnya
ditemukan pada masyarakat gay (homoseksual) maka kemudian muncul anggapan yang tidak
tepat bahwa AIDS merupakan gay disease. Menurut Forrester, pada kenyataannya AIDS juga
mengenai biseksual, heteroseksual, kaum pengguna obat, dan prostitusi (McCloskey, 1990). 2.
Menurut Etika AIDS tidak saja menimbulkan dampak pada penatalaksanaan klinis, tetapi juga
dampak sosial, kekhawatiran masyarakat, serta masalah hukum dan etika. Oleh karena sifat virus
penyebab AIDS, yaitu HIV, dapat menular pada orang lain maka muncul ketakutan masyarakat
untuk berhubungan dengan penderita AIDS dan kadang-kadang penderita AIDS sering
diperlakukan tidak adil dan didiskriminasikan. Perilaku diskriminasi ini tidak saja terjadi di
masyarakat yang belum paham AIDS, tetapi juga di masyarakat yang sudah tahu AIDS, juga di
masyarakat yang paham AIDS. Perawat yang bertanggung jawab dalam merawat klien AIDS
akan mengalami berbagai stres pribadi, termasuk takut tertular atau menularkan pada keluarga
dan ledakan emosi bila merawat klien AIDS fase terminal yang berusia muda dengan gaya hidup
yang bertentangan dengan gaya hidup perawat. Pernyataan profesional bagi perawat yang
mempunyai tugas merawat klien terinfeksi virus HIV, membutuhkan klasifikasi nilai-nilai yang
diyakini perawat tentang hubungan homoseksual dan penggunaan/penyalahgunaan obat (Phipps,
Long, 1991). Perawat sangat berperan dalam perawatan klien, sepanjang infeksi HIV masih ada
dengan berbagai komplikasi sampai kematian tiba. Perawat terlibat dalam pembuatan keputusan
tentang tindakan atau terapi yang dapat dihentikan dan tetap menghargai martabat manusia; pada
saat tidak ada terapi medis lagi yang dapat diberikan kepada klien, seperti mengidentifikasi nilai-
nilai, menggali makna hidup klien, memberikan rasa. nyaman, memberi dukungan manusiawi,
dan membantu meninggal dunia dalam keadaan tenteram dan damai (Phipps, Long, 1991). 3.
Kasus Seorang pemuda berumur 25 tahun meningggal karena terserang penyakit HIV/ AIDS,
semua keluarganya tidak berani memandikan di karnakan takut tertular penyakit tersebut, apa
yang harus dilakukan seorang perawat kepada pasien tersebut. 4. Pendapat Menurut pendapat
saya,perawat haus tetap memandikan pasien tersebut , misalnya dengan menggunakan pelindung
diri yang lengkap dan berhati hati dalam melakukan tindakan tersebut. C. FERTILISASI IN
VITRO, INSEMINASI ARTIFISIAL DAN PENGONTROLAN REPRODUKSI 1. Definisi
Fertilisasi in vitro, inseminasi artifisial, merupakan dua dari berbagai metode baru yang
digunakan untuk mengontrol reproduksi. Menurut Olshanky, kedua metode ini memberikan
harapan bagi pasangan infertil untuk mendapatkan keturunan (McCloskey,1990). Fertilisasi in
vitro merupakan metode konsepsi yang dilakukan dengan cara membuat bypass pada tuba falopi
wanita. Tindakan ini dilakukan dengan cara memberikan hiperstimulasi ovarium untuk
mendapatkan beberapa sel telur atau folikel yang siap dibuahi. Sel-sel telur ini kemudian diambil
melalui prosedur pembedahan. Proses pembuahan dilakukan dengan cara meletakkan sel telur
dalam tabung dan mencampurinya dengan sperma pasangan wanita yang bersangkutan atau dari
donor. Sel telur yang telah dibuahi kemudian mengalami serangkaian proses pembelahan sel
sampai menjadi embrio, kemudian embrio ini dipindahkan ke dalam uterus wanita dengan
harapan dapat terjadi kehamilan. Inseminasi artifisial merupakan prosedur untuk menimbulkan
kehamilan dengan cara mengumpulkan sperma seorang pria yang kemudian dimasukkan ke
dalam uterus wanita saat terjadi ovulasi. Teknologi yang lebih baru pada inseminasi artifisial
adalah dengan menggunakan ultrasound dan stimulasi ovarium sehingga ovulasi dapat
diharapkan pada waktu yang tepat. Sperma dicuci dengan cairan tertentu untuk mengendalikan
motilitasnya, kemudian dimasukkan ke dalam uterus wanita. 2. Hukum dan Menurut Etika
Berbagai masalah etika muncul berkaitan dengan teknologi tersebut Masalah ini tidak saja
dimiliki oleh para pasangan infertil, tim kesehatan yang menangani, tetapi juga oleh masyarakat.
Berbagai pertanyaan diajukan apa sebenarnya hakikat/kemurnian hidup? Kapan awal hidup
manusia? Hakikat keluarga? Apakah pendonor sel telur atau sperms bisa dikatakan sebagai
bagian keluarga? Bagaimana bila teknologi dilakukan pada pasangan lesbian atau homoseksual?
Pendapat yang diajukan oleh para ahli cukup bervariasi. Pihak yang memberikan dukungan
menyatakan bahwa teknologi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memberikan harapan atau
membantu pasangan infertil untuk mempunyai keturunan. Pihak yang menolak menyatakan
bahwa tindakan ini tidak dibenarkan, terutama bila telur atau sperma berasal dari donor.
Beberapa gerakan wanita menyatakan bahwa tindakan fertilisasi in vitro maupun inseminasi
memperlakukan wanita secara tidak wajar dan hanya wanita kalangan atas yang mendapatkan
teknologi tersebut karena biaya yang cukup tinggi. Dalam praktik ini sering pula hak para wanita
untuk "memilih" dilanggar (Olshanky, 1990). Kesimpulannya, teknologi ini memang merupakan
masalah yang kompleks dan cukup jelas dapat melanggar nilai-nilai masyarakat dan wanita,
tetapi cukup memberi harapan kepada pasangan infertil. Untuk mengantisipasinya diperlukan
aturan atau undang-undang yang jelas. Perawat mempunyai peran penting, terutama memberikan
konseling pada klien yang memutuskan akan melakukan tindakan tersebut. Penelitian
keperawatan yang berkaitan dengan fertilisasi in vitro dan inseminasi artifisial menurut
Olshansky (1990) meliputi aspek manusiawi penggunaan teknologi, respons manusia terhadap
teknologi canggih, konsekuensi tidak menerima teknologi, pengalaman wanita yang berhasil
hamil atas bantuan teknologi, dan asp terapeutik praktek Keperawatan pada orang yang memilih
untuk menggunakan teknologi tersebut. Menurut Wiradharma (1996: 121122) mengatakan
bahwa selama pra-embriobelum berada di dalam kandungan belum ada ketentuan hokum yang
mengatur haknya. KUHP yang mengatur mengenai penguguran kandungan seperti pasal 346,
347, 348, dan 349 tidak menyebutkan keterangan bagi embrio yang masih diluar kandungan.
KUHP pasal 2 yang berbunyi: anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap
sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Jadi pra-embrio
tidak sama dengan anak dalam kandungan. KUHP pasal 499 mengatakan : menurut paham
undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat
berpindah atau dipindahkan. KUHP 255 menyeutkan : anak yang dilahirkan tigaratus hari setelah
perceraian adalah tidak sah. Pada penundaan pengembalian embrio ke dalam rahim ibu bisa
timbul masalah hokum apabila ayah embrio tersebut meninggal atau telah bercerai denan
ibunya. Pada embrio yan didonasikan kepada pasangan infertile lain,dari segi hokum perlu
dipertanyakan apakah anak itu sah secara hukum 3. Kasus Seorang suami istri datang ke rumah
sakit untuk melakukan inseminasi, karena sudah 10 tahun belum punya anak, ternyata dokter
mendiagnosis bahwa istri mengalami kemandulan. 4. Pendapat Menurut pendapat saya,
inseminasi tersebut bleh di lakukan karna tujuanya baik untuk mendapatkan keturunan. D.
ABORTUS 1. Definisi Abortus telah menjadi salah satu perdebatan internasional masalah etika.
Berbagai pendapat bermunculan, baik yang pro maupun yang kontra. Abortus secara umum
dapat diartikan sebagai penghentian kehamilan secara spontan atau rekayasa. Pihak yang pro
menyatakan bahwa aborsi adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang tidak
diinginkan, sedangkan pihak antiaborsi cenderung mengartikan aborsi sebagai membunuh
manusia yang tidak bersalah. Dalam membahas abortus biasanya dilihat dari dua sudut pandang,
yaitu moral dan hukum. Secara umum ada tiga pandangan yang dapat dipakai dalam member!
tanggapan terhadap abortus yaitu pandangan konservatif, moderat dan liberal (Megan, 1991). 2.
Hukum dan Etika Di Indonesia, aborsi diatur dalam undang-undang sebagai berikut: Hukum
aborsi di Indonesia: a. UU No. 1 Tahun 1946, tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP):dengan alasan apapun aborsi adalah tindakan melanggar hukum, sampai saat
ini masih diterapkan. b. UU No.7 Tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi penghapusan
segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan. c. UU No. 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan:
dalam kondisi tertentu bisa dilakukan medis tertentu (aborsi), sampai saat ini masih diterapkan.
(Hawari, 2006:59) Selain itu, ada beberapa pandangan tentang aborsi, yaitu: Pandangan
konservatif. Menurut pandangan konservatif, abortus secara moral jelas salah, dan dalam situasi
apa pun abortus tidak boleh dilakukan, termasuk dengan alasan penyelamatan (misalnya, bila
kehamilan dilanjutkan, akan menyebabkan ibu meninggal dunia). Pandangan moderat. Menurut
pandangan moderat, abortus hanya merupakan suatu prima facia, kesalahan moral dan hambatan
penentangan abortus dapat diabaikan dengan pertimbangan moral yang kuat. Contoh: Abortus
dapat dilakukan selama tahap presentience (sebelum fetus mempunyai kemampuan merasakan).
Contoh lain: Abortus dapat dilakukan bila kehamilan merupakan hasil pemerkosaan atau
kegagalan kontrasepsi. Pandangan liberal. Pandangan liberal menyatakan bahwa abortus secara
moral diperbolehkan atas dasar permintaan. Secara umum pandangan ini menganggap bahwa
fetus belum menjadi manusia. Fetus hanyalah sekelompok sel yang menempel di dinding rahim
wanita. Menurut pandangan ini, secara genetik fetus dapat sebagai bakal manusia, tetapi secara
moral fetus bukan manusia. Kesirnpulannya, apa pun alasan yang dikemukakan, abortus seri
tindakan menimbulkan konflik nilai bagi perawat bila ia harus terlibat dalam tindakan abortus.
Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, ataupun Australia, dikenal tatanan hukum
Conscien Clauses, yang memperbolehkan dokter, perawat, atau petugas rum, sakit untuk
menolak membantu pelaksanaan abortus. Di Indonesia tindakan abortus dilarang sejak tahun
1918 sesuai dengan pasal 3' s/d 3349 KUHP, dinyatakan bahwa "Barang siapa melakukan
sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau mating kandungan, dapat dikenai
penjara". Masalah abortus memar kompleks, namun perawat profesional tidak diperkenankan
memaks kan nilai-nilai yang ia yakini kepada klien yang memiliki nilai berbeda termasuk
pandangan terhadap abortus. 3. Kasus Seorang ibu berumur 35 tahun datang kepada perawat dan
minta bantuan untuk menggugurkan kandunganya yang sudah berumur 6 bulan . karena klien tau
bahwa anak yang di kandungnya menglami cacat fisik untuk menghindari perderitaan anak
tersebut.apakah yang harus di lakukan seorang perawat. 4. Pendapat Menurut pendapat saya itu
boleh saja, karena tujuanya untuk menghindari penderitaan anak tersebut. E. EUTANASIA 1.
Definisi Eutanasia merupakan masalah bioetik yang juga menjadi perdebatan utama di dunia
barat. Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, eu (berarti mudah, bahagia, atau baik) dan thanatos
(berarti meninggal dunia Jadi, bila dipadukan, berarti meninggal dunia dengan baik atau bahagia.
Menurut Oxfort English Dictionary, euthanasia berarti tindakan untuk mempermudah mati
dengan mudah dan tenang. Dilihat dari aspek bioetis, eutanasia terdiri atas eutanasia volunte
involunter, aktif dan pasif. Pada kasus eutanasia volunter, klien secara sukarela dan bebas
memilih untuk meninggal dunia. Pada eutanasi. involunter, tindakan yang menyebabkan
kematian dilakukan bukan atas dasar persetujuan dari klien dan sering kali melanggar keinginan
klien. Eutanasia aktif melibatkan suatu tindakan disengaja yang menyebabkan klien meninggal,
misalnya dengan menginjeksi obat dosis letal.Eutanasia pasif dilakukan dengan menghentikan
pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan hidup (misalnya antibiotika, nutrisi,
cairan, respirator yang tidak diperlukan lagi oleh klien). Eutanasia pasif sering disebut sebagai
eutanasia negatif, dapat dikerjakan sesuai dengan fatwa IDI. 2. Hukum Eutanasia aktif
merupakan tindakan yang melanggar hukum dan dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345,
dan 359. Pasal 338 KUHP : Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun. Pasal 340
KUHP : Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan jiwa
orang lain, duhukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau
penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 359 KUHP : Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara
selama-lamanya lima tahun atau kurang selama-lamanya satu tahun (Hanafiah,M. Jusuf dan
Amir, Amri. 1999:108). 3. Kasus Seorang nenek berumur 75 tahun menderita stoke sudah 16
tahun tidak sembuh-sembuh dan nenek tersebut meminta kepada perawat untuk mengakhiri
hidupnya. 4. Pendapat Menurut pendapat saya perawat tetap tidak boleh melakukan hal
tersebut.perbuatan tersebut tetap melanggar etis keperawatan,dan perawat harus memberikan
dukungan terapeutik guna untuk membangkitkan kembali semangat pasien. F. PENGHENTIAN
PEMBERIAN MAKANAN, CAIRAN, DAN PENGOBATAN 1. Definisi Makanan dan cairan
merupakan kebutuhan dasar manusia. Memenuhi kebutuhan makanan dan rninuman adalah tugas
perawat. Selama perawatan sering kali perawat menghentikan pemberian makanan dan
minuman, terutama. bila pemberian tersebut justru membahayakan klien (misalnya, pada pra-
dan pascaoperasi). 2. Hukum Masalah etika dapat muncul pada keadaan terjadi ketidakjelasan
antara memberi atau menghentikan makanan dan minuman, serta ketidakpastian tentang hal yang
lebih menguntungkan klien. Ikatan Perawat Amerika (ANA, 1988) menyatakan bahwa tindakan
penghentian dan pemberian makan kepada klien oleh perawat secara hukum diperbolehkan,
dengan pertimbangan tindakan ini menguntungkan klien (Kozier, Erb, 1991). 3. Kasus
Mr.marno 34 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas sudah 15 hari tidak sadarkan diri , dan
istrinya meminta kepada perawat untuk mencabut selang pengobatan cairan dan makanan , apa
yang harus di lakuka perawat kepada pasien tersebut. 4. Pendapat Perawat tidak boleh menuruti
perintah istri pasien untuk menghentikan dan mencabut selang obat atau makanan tersebut
,sebaiknya perawat bemberi dorongan kepada istri pasien supaya tetap tabah dan selalu
mendoakan suaminya semoga cepat smbuh. G. TRANSPLANTASI ORGAN 1. Definisi
Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu
tubuh ke tubuh orang lain atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama,
seperti pemindahan tangan, ginjal, dan jantung. Transplantasi merupakan pemindahan sebuah
organ atau lebih dari seorang manusia pada saat dia hidup, atau setelah mati pada manusia lain.
2. Hukum Pada saat ini, dunia kedokteran di Indonesia telah memasuki teknologi yang lebih
tinggi. Transplantasi organ yang dahulu hanya dilakukan di rumah sakit luar negeri, untuk saat
ini telah dapat dilakukan di Indonesia (misalnya. transplantasi kornea, ginjal, dan sumsum
tulang). Menurut Helsinki, tidak semua perawat terlibat dalam tindakan ini, namun dalam
beberapa hal, perawat cukup berperan, seperti merawat dan meningkatkan kesehatan pemberi
donor, membantu di kamar operasi, dan merawat klien setelah transplantasi (Megan, 1991).
Pelaksanaan transplantasi organ di Indonesia diatur dalam peraturan pemerintah nomor 18 tahun
1981, tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis/transplantasi alat atau jaringan
tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.. Tindakan transplantasi tidak menyalahi semua agama
dan kepercayaan kepada Tuhan YME, asalkan penentuan saat mati dan penyelenggaraan jenazah
terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan (Est Tansil, 1991). Dari segi hukum transplantasi
organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya mensehatkan
dan mensejahterakan manusia walaupun ini adalah suatu tindakan yang melawan hukum pidana
yaitu tindak pidana penganiayaan tetapi mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan
tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan (Wulan, 2011:23). Pasal 10:
transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meniggal dunia
Pasal 11: 1. Trasplantasi organ dan jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang sudah ditunjuk oleh mentri kesehatan. 2. Trasfusi alat dan jaringan tubuh manusia tidak
boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan. Dalam UU
no. 23 tahun 1992 tentang ksehatan tercantum beberapa ketentuan mengenai transplantasi
sebagai berikut : Pasal 1 butir 5 transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk
memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau
tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang
tidak berfungsi dengan baik. Pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa mengingat organ atau jaringa
tubuh termasuk darah merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa maka dilarang untuk dijadikan
sebagai objek untuk mencari keuntungan atau komersial melalui jual beli. Oleh karena itu
transplantasi hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusian. Ketentuan pidana untuk
transpalantasi di atur dalam pasal 80 ayat 3 UUK barang siapa dengan sengaja melakukan
perbuatan dengan tujuan komersial dalam peaksanaa transplantasi organ tubuh atau jaringan atau
transpusi darah sebagai mana dimaksut dalam pasal 33 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banayak 300 juta rupiah (Soeprato, 206 : 100-
101).
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu
Pengertian Etika Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga
pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana
seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati
dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman
pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka
senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar
perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya
etika di masyarakat kita. Untuk itu perlu kiranya bagi kita mengetahui tentang pengertian etika
serta macam-macam etika dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah Ethos, yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk jamaknya Mores,
yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang
sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau
moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku.

Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: usila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-
dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Dan yang kedua adalah Akhlak (Arab),
berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.

Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan
etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang
dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini:

Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.

Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan
manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.

Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi


manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu
berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang
tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi
menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika,
sebagai berikut:
Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat)
yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian
baik dan buruk suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.

Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara
lain:
Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The
principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan
manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The science of
human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)

Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis,
yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara
utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara
kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara
sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-
nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991:
23), sebagai berikut:

1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa
yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika
deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan
perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya.
Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam
suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat
bertindak secara etis.

2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh
manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam
hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun agar manusia
bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma
yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi
tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
1. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang
nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
2. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya
perilaku manusia dalam kehidupan bersama.
Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya
ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat
sosiologik.
3. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif
yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak
perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi
etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif

- See more at: http://duniabaca.com/pengertian-etika-dan-macam-


macamnya.html#sthash.cLKIIzH7.dpuf

Anda mungkin juga menyukai