Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Terapan

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi

Respirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas mekanisme yang


berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida (hasil
dari pembakaran sel). Fungsi dari respirasi adalah menjamin tersedianya O2, untuk
kelangsungan metabolism sel-sel tubuh serta mengeluarkan karbondioksida (CO2) hasil
metabolism secara terus-menerus (Irman, 2007).

Gambar 2.1. Sistem respirasi pada manusia (kiri) dan Struktur Alveolus (kanan)
Sumber : http://koeshartatisaptorini.blogspot.co.id/2012/10/sistem-pernapasan-
manusia.html
Sistem respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran nafas bagian atas dan
saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari: rongga hidung, faring
dan laring. Saluran nafas bagian bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan paru-
paru (Ade Fitri, dkk : 2010).
2. Saluran Nafas Bagian Atas
a. Hidung
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung
dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas,
struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang
yang tak dapat digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat
digerakkan dan yang paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan
(Ballenger,1994; Hilger, 1997; Mangunkusomo,2001; Levine,2005).

Gambar 2.2. Anatomi Hidung


Sumber : http://tamaraayurianii.blogspot.co.id/2016/06/hidung.html

b. Faring
Faring merupakan organ berbentuk coorng sepanjang 15cm yang tersusun atas
jaringan fibromuscular yang berfungsi sebagai saluran pencernaan dan juga sebagai
saluran pernafasan. Faring terletak setinggi Bassis crania (bassis occipital dan bassis
sphenoid) sampai cartilage cricoids setinggi Vertebrae Cervical VI. Bagian terlebar
dari faring terletak setinggi os. Hyoideum dan bagian tersempitnya terletak pada
pharyngoesophageal junction. Faring sebagai organ pencernaan mengghubungkan
antara cavum oris dan oesophagus. Sedangkan sebagai organ pernafasan berfungsi
untuk menghubungkan antara cavum nasi dan laring (Diklat Anatomi, 2011).

Gambar 2.3. Anatomi Faring


Sumber : https://anekainfounik.net/2014/03/05/gejala-dan-faktor-resiko-
penyebab-kanker-nasofaring/attachment/1360/

c. Laring
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atasdan terletak
setinggi vertebra cervicalis IV - VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya
relatif lebih tinggi. Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan
bagian atas lebih terpancung dan bagian atas lebih besar dari bagian bawah. Batas
atas laring adalah aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid (Hermani;
Abdurahman, 2003).
Gambar 2.4. Anatomi Laring
Sumber : http://koeshartatisaptorini.blogspot.co.id/2012/10/sistem-pernapasan-
manusia.html

3. Saluran Nafas Bawah


a. Trakea
Trakea merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar
2,5 cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher
dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis atau sampai
kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi
dua bronkus (Ade Fitri, dkk ; 2010).

Gambar 2.5. Anatomi Trakea


Sumber : http://ntaney-njio.blogspot.co.id/2016/02/Tentang-Batang-
Tenggorokan-Trakea.html
b. Bronkus
Bronkus terdiri dari 2 cabang utama, yaitu bronkus kanan dan kiri yang akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Bronkus merupakan percabangan dari trachea.Terdiri dari bronkus dextra dan
bronchus sinistra (Ade Fitri, dkk ; 2010)

Gambar 2.6. Anatomi Bronkus


Sumber : http://sriagustyanti.blogspot.co.id/2013/05/sistem-pernafasan-pada-
manusia.html
c. Bronkiolus
Bronkus bercabang-cabang menjadi bronkiolus.Bronkiolus mengadung kelenjar
submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk
melapisi bagian dalam jalan napas (Ade Fitri, dkk ; 2010).
Gambar 2.7. Anatomi Bronkiolus
Sumber : http://sriagustyanti.blogspot.co.id/2013/05/sistem-pernafasan-pada-
manusia.html
d. Alveolus
Alveolus (saluran udara buntu) merupakan saluran akhir dari alat pernapasan.
Alveolus berupa gelembung-gelembung udara. Pada bagian alveolus inilah terjadi
pertukaran O2 dari udara bebas ke sel-sel darah, dan CO2 dari sel-sel darah ke udara
bebas (Sriagustyanti, 2013).

Gambar 2.8. Anatomi Alveolus


Sumber : http://sriagustyanti.blogspot.co.id/2013/05/sistem-pernafasan-pada-
manusia.html

B. Biomekanika
Bronkiektasis (BE)adalah penyakit saluran napas kronik ditandai dengan dilatasi
abnormal yang permanen disertai rusaknya dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut
ditemukan perubahan yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema
mukosa (BE silindris), ulserasi (BE kistik) dengan neovaskularisasi dan timbul obstruksi
berulang karena infeksi sehingga terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta
fungsinya. Keadaan yang sering menginduksi BE adalah infeksi kegagalan drainase secret
obtruksi saluran nafas dan atau gangguan mekanisme pertahanan individu. Di seluruh dunia
angka kejadian BE tinggi, biasanya terjadi pada negara terbelakang atau berkembang. BE
kebanyakan terjadi pada penduduk usia pertengahan sampai lanjut, sedangkan akibat
penyakit kongenital terjadi pada usia muda. Tingkat sosial ekonomi yang rendah, nutrisi
buruk, perumahan yang tidak memadai dan sulit mendapatkan fasilitas kesehatan karena
alasan finansial atau jangkauan fasilitas kesehatan mempermudah timbulnya infeksi tersebut
(Ahmad Subagyo, 2013).

C. Deskripsi
1. Patologi
Dalam makalah Ahmad Subagyo tahun 2013, BE lebih sering ditemukan di paru
kiri daripada kanan, mungkin karena diameter bronkus utama kiri lebih kecil daripada
kanan. Kelainan lebih sering ditemukan di lobus bawah khususnya segmen basal. Lynne
Reyd membagi BE menjadi 3 bentuk berdasarkan pelebaran bronkus dan derajad
obstruksi, sebagai berikut: Bentuk silindrik (tubular)
Seringkali dihubungkan dengan kerusakan parenkim paru, terdapat penambahan
diameter bronkus yang bersifat regular, lumen distal bronkus tidak begitu melebar.
a. Bentuk varikosa (fusiform)
Pelebaran bronkus lebih lebar dari bentuk silindrik dan bersifat irregular.
Gambaran garis irregular dan distal bronkus yang mengembang adalah gambaran
khas pada bentuk varikosa.

b. Bentuk sakuler (kistik)


Dilatasi bronkus sangat progresifmenuju ke perifer bronkus. Pelebaran bronkus
ini terlihat sebagai balon, kelainan ini biasanya terjadi pada bronkus besar, pada
bronkus generasi ke 4. Bentuk ini juga terdapat pada BE congenital.
Gambar 2.9. Patologi Bronkiektasis
Sumber : http://www.slideshare.net/soroylardo/bronkiektasis-dechy

Bronkiektasis biasanya mengenai bronkus segmental dan bronkus subsegmental,


dapat terjadi pada satu lobus atau juga pada beberapa lobus, biasanya lobus posterior.
Morfologi kerusakan dapat bersifat kistik atau sakular, varikosa atau fusiform, dan juga
silindrik (klasifikasi ini digunakan ketika upaya diagnosis untuk bronkiektasis masih
menggunakan bronkografi, sekarang klasifikasi ini telah ditinggalkan) (Darmanto,
2009).

2. Etiologi
Kelemahan dinding bronkus pada bronkiektasis dapat congenital ataupun didapat
(acquired) yang disebabkan karena adanya kerusakan jaringan. Bronkiektasis congenital
sering berkaitan dengan adanya dektrokardia dan sinusitis, jika ketiga keadaan ini
(bronkiektasis, dektrokardia, dan sinusitis) hadir bersamaan, keadaan ini disebut sebagai
sindrom Kartagener. Jika disertai puladengan dilatasi trakea dan bronkus utama maka
kelainan ini disebut trakeobronkomegali (Darmanto, 2009).

3. Patofisiologi
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana
terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan
akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya
kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh
pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh
system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen (Hassan, 2006).
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus
atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan
nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas.
Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal
melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada
lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan
keluar atau tertelan (Benditt, 2008).
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak
langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang
kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga
bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang
menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel
yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan
memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya
bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran
setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas (Benditt, 2008)..

Gambar 2.10. Patofisologi Bronkiektasis


Sumber : Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com

4. Teknologi Intervensi Fisioterapi


Berikut ini adalah teknik yang digunakan untuk mengatasi masalah pada kondisi
Bronkiektasis:
a. Infrared
Terapi infrared adalah salah satu jenis terapi dalam bidang Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi yang menggunakan gelombang elektromagnetik infra merah
dengan karakteristik gelombang adalah panjang gelombang 770nm-106 nm, berada
di antara spektrum gelombang cahaya yang dapat dilihat dengan
gelombang microwave, dengan tujuan untuk pemanasan struktur muskuloskeletal
yang terletak superfisial dengan daya penetrasi 0,8-1mm (Arief Soemarjono, 2015).
Sebelum mendapatkan terapi infrared sebaiknya menggunakan baju longgar
yang memudahkan untuk proses terapi, untuk bagian atas dianjurkan untuk
menggunakan baju tanpa lengan atau baju longgar yang nyaman, untuk bagian
bawah sebaiknya menggunakan rok longgar yang nyaman atau celana pendek. Bila
tidak mempersiapkan pakaian seperti yang dianjurkan di atas, terapis atau dokter
akan memberikan baju khusus untuk terapi yang nyaman, seperti kemben atau rok.
Sebaiknya juga tidak menggunakan lotion ataupun obat-obatan gosok yang dapat
menyebabkan iritasi kulit pada saat diberikan pemanasan dengan infrared, bila
menggunakan lotion atau obat-obatan yang dioles sebaiknya beritahukan kepada
terapis atau dokter sebelum terapi dimulai. Prosedur terapi infrared dalam Arief
Soemarjono tahun 2015:
1. Menggunakan pakaian yang longgar dan nyaman.
2. Dokter atau terapis akan memeriksa kembali daerah yang akan diberikan
terapi dan melakukan wawancara kembali mengenai kelainan yang
diderita dan kemungkinan kontraindikasi untuk pemberian terapi dan
riwayat alergi terhadap suhu panas. Dokter maupun terapis akan
menjelaskan sekali lagi tujuan terapi infrared sesuai kondisi dan keadaan
seseorang, tiap individu berbeda.
3. Dokter atau terapis akan membersihkan daerah yang akan diterapi dari
minyak ataupun kotoran yang menempel di kulit termasuk dari lotion atau
obat-obat gosok yang dipakai sebelumnya menggunakan kapas alkohol
atau kapas yang diberi air. Bila mempunyai kulit yang sensitif dan kering
sekali sebaiknya diberitahukan kepada dokter atau terapis yang akan
menerapi, sehingga tidak akan digunakan kapas alkohol yang kadang
dapat menyebabkan iritasi kulit.

4. Dokter atau terapis akan memposisikan bagian yang akan diterapi


senyaman mungkin, bagian yang akan diterapi tidak ditutupi oleh pakaian
sehingga infrared akan langsung mengenai kulit dan memberikan hasil
yang optimal.

5. Dokter atau terapis akan melakukan pengaturan dosis waktu dan posisi
alat infrared.

6. Kemudian segera infrared akan diberikan, jangan menatap langsung lampu


infrared.

7. Bila terasa nyeri atau panas berlebihan saat terapi berlangsung segera
bilang kepada terapis atau dokter yang menerapi.

8. Selesai terapi akan ditandai oleh bunyi timer dari alat infrared. Jangan
langsung berdiri atau duduk, tetap berbaring beberapa saat untuk
mengembalikan aliran darah ke normal.

9. Dokter atau terapis akan kembali melakukan pemeriksaan dan wawancara


mengenai efek yang dirasakan setelah selesai terapi.

b. Chest Fisioterapi
Postural Drainage Postural drianage merupakan cara klasik untuk
mengeluarkan sekret dari paru dengan mempergunakan gaya berat dan sekret
itu sendiri. Dengan gaya berat yang ada maka sputum yang berada dalam
bronkus akan mengalir untuk dikeluarkan. Postural drainase dapat dilakukan
untuk mencegah terkumpulnya secret dalam saluran nafas tetapi juga
mempercepat pengeluaran secret sehingga tidak terjadi atelektasis (Lubis,
2005).
c. Massage
Massage dengan teknik perkusi dan vibrasi merupakan energi gelombang
mekanik yang diterapkan pada dinding dada dan diteruskan kedalam paru.
Dengan gelombang energi mekanik tersebut sekret akan bergetar dan turun
sehingga pembersihan sputum akan bertambah (Sutadinata, 1981).

Daftar Pustaka

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta

Ballenger JJ. 1994. Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam :
Penyakit Telinga Hidung Telinga Tenggorok Kepala dan leher. Edisi ke-13.Jakarta :
Binarupa Aksara, hal :1-25.
Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com last update Januari
2008.

Carcinoma.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000913.htm/Mar ch3th. 2009.

Diklat Anatomi Situs Thoracis, ed. 2011. Laboratorium Anatomi, FK UNISSULA


Diklat Anatomi Situs Abdominis, ed. 2011. Laboratorium Anatomi, FK UNISSULA

Hassan I. Bronchiectasis. www.emedicine.com. Last update December,8 2006 diunduh pada


Sabtu, 11 Pebruari 2017 pukul 18.25 WIB

Heilger PA, 1997.Hidung : Anatomi dan Fisiologi TerapanDalam : Boies Buku Ajar Penyakit
THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal : 173- 189.

Karya Tulis oleh Tamara Ayu Riani tahun 2016 dalam :


http://tamaraayurianii.blogspot.co.id/2016/06/hidung.html diunduh pada Jumat, 10
Pebruari 2017 pukul 17.20 WIB
Karya Tulis oleh Koeshartati Saptorini tahun 2012
http://koeshartatisaptorini.blogspot.co.id/2012/10/sistem-pernapasan-manusia.html
diunduh pada Jumat, 10 Pebruari pukul 20.10 WIB

Levin M. 2005. Breast Cancer; Ductal Carcinoma; Lobular


Lubis, Lusiana Andriana. 2005. Pengantar Komunikasi Lintas Budaya. Medan : FISIP USU.

Makalah oleh Ade Fitri, dkk tahun 2010 dalam PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
PADA BRONKIEKTASIS DISERTAI DENGAN COR PULMONALE DAN
CORONARY ARTERY DISEASE diterbitkan oleh UI diunduh pada Jumat, 10
Pebruari 2017 pukul 21.00 WIB

Makalah oleh Ahmad Subagyo tahun 2013 dalam


http://www.klikparu.com/2013/01/bronkiektasis-be.html diunduh pada Minggu, 12
Pebruari 2017 pukul 18.00 WIB
Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007. Sinusitis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta : FK UI, hal : 118-122.
Sutadinata, Hudaya. 1981. Postural Drainage. Cermin Dunia Kedokteran. 24:1981:22-23

Soemantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai