Insiden
Diabetes mellitus atau DM kini menjadi ancaman serius bagi umat manusia di dunia.
Pada tahun 2003, Badan Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan, 194 juta jiwa atau 5,1
persen dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2025
diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa.
Di Indonesia, penderita diabetes juga mengalami kenaikan dari 8,4 juta jiwa pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa. Tingginya angka kesakitan itu menjadikan
Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah Amerika Serikat, India dan China
sebagaimana dicantumkan dalam Diabetes Care tahun 2004. Survei Kesehatan Rumah Tangga
Peningkatan angka kejadian diabetes itu seiring dengan meningkatnya faktor risiko di
antaranya obesitas atau kegemukan, kurang aktivitas fisik, kurang mengonsumsi makanan
berserat tinggi, tinggi lemak, merokok, dan kelebihan kolesterol, kata Direktur Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan, Yusharmen, dalam seminar sehari bertema
Pengendalian Faktor Risiko dan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus, Kamis (13/11), Kantor
Depkes, Jakarta.
Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses autoimun
yang menyerang insulinnya. IDDM merupakan jenis DM yang diturunkan (inherited).
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor lingkungan.
Seseorang mempunyai risiko yang besar untuk menderita NIDDM jika orang tuanya
adalah penderita DM dan menganut gaya hidup yang salah.
3. Diabetes mellitus sekunder
Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
(pancreatitis, kelainan hormonal, dan obat-obatan).
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam keluarganya
terdapat anggota yang juga menderita DM. Faktor risikonya adalah kegemukan atau
obesitas.
Etiologi
Diabetes tipe I :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
Manifestasi
Menurut Price (1995) manifestasi klinis dari DM adalah sebagai berikut :
a. DM tergantung insulin / DM Tipe I
Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia, turunnya BB,
lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa minggu, penderita menjadi sakit
berat dan timbul ketosidosis dan dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan
Patofisiologis
a. Menurut Brunner dan Suddarth (2001), patofisiologi DM yaitu:
1). Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia post pandrial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar.
Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan dieresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (Polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan
dan kelemahan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah meningkat
Elektrolit : Na, K, fosfor
Urine : gula + aseton positip
Asam lemak bebas meningkat
Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
Ureum/kreatinin meningkat/normal
Osmolalitas serum meningkat
2. Ktiteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 140
GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 200
Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK <130 130-159 >160
Dengan PJK <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK <200 200-149 >250
Dengan PJK <150 150-199 >200
>25/<18,
BMI: Wanita 18,5-22,9 23-25
5
Pria 20-24,9 25-27
>27/<20
140-160/
Tekanan Darah (mmHg) <140/90 >160/95
90-95
Komplikasi
B. TINJAUAN GANGREN
Definisi
Gangren atau pemakan luka didefinisikan sebagaii jaringan nekrosis atau jaringan mati
yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga
suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang;
perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar); proses degeneratif
(arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999).
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat penyakit
diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini ditandai
dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang
biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji, 1999).
Etiologi
Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren diabetik dibagi menjadi
faktor endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik
b. Metabolik
c. Angiopati diabetic
d. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren diabetik adalah
neuropati, iskemia, dan infeksi. (Sutjahyo, 1998). Iskemia disebabkan karena adanya
penurunan aliran darah ke tungkai akibat makroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh
Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren diabetik menjadi dua
golongan :
a) Gangren diabetik akibat Iskemia
Gangrene diabetic jenis ini disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat
adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama
di daerah betis.
Gambaran klinis:
Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat
Pada perabaan terasa dingin
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat
Didapatkan ulkus sampai gangren.
b) Gangren diabetik akibat neuropati
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki dengan
pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
Manifestasi klinis
Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul
adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada
waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau
Laporan Pendahuluan DM Gangren 7
luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena
penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung pada
telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa
nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan
menjalar dengan cepat (Sutjahyo, 1998). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh,
bahkan bertambah luas baru penderita menyadari dan mencari pengobatan. Biasanya
gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas, rasa nyeri makin
meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta adanya bau yang
makin tajam.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka
penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi
gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di
malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta
antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993).
Patofisiologi
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia,
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada
protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun
mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena < 100 100-200 >200
Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-120 >126
Darah kapiler
<90 90-110 >110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
Laporan Pendahuluan DM Gangren 9
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Penatalaksanaan
1. Diet
Perencanaan makan
Pasien harus mendapat Terapi Gizi Medis (TGM) sesuai dengan kebutuhannya
Komposisi makanan yang dianjurkan : Karbohidrat, Lemak, Protein, Natrium, Serat,
Pemanis Alternatif
- Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang dapat diambil
adalah amputasi atau skin/arterial graft
4. Obat
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi 4 :
- Pemicu sekresi Insulin, yaitu golongan Sulfonilurea. Bekerja untuk
merangsang sel beta pancreas untuk memproduksi insulin. Namun, hati-hati
dengan efek sampingnya yaitu hipoglikemia (kadar glukosa darah rendah,
kurang dari 60 mg/dl)
- Penambah sensitifitas insulin
- Penghambat glukoneogenesis
- Penghambat absorpsi glukosa
b. Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD
Insulin umumnya diberikan melalui injeksi dibawah kulit (subkutan) meskipun
dapat juga diberikan kedalam otot (intramuscular), intra vena dan inhalasi.
Penyuntikan Insulin hendaknya tidak dilakukan hanya pada satu area tubuh karena
dapat menyebabkan atrofi (mengecilnya) otot tubuh daerah penyuntikan. Namun,
penyuntikan di lakukan secara bergantian pada bagian tubuh yang lain seperti yang
tertera pada gambar.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda
tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur /
ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu
kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut
dan kuku.
Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Rencana Keperawatan
a. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah
ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
h. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar
positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa
rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan
dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan
dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang
normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai
pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
i. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : - Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit.
Doenges, Marilyn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa Yasmin
Asih. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8
Vol 1 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.
Jakarta : EGC.
Price, Anderson Sylvia. 2005. Patofisiologi. Ed. I. Jakarata: EGC
Ikram, Ainal. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut
jilid I Edisi ketiga. Jakarta : FKUI.
Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.