Anda di halaman 1dari 27

PENUNTUN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI & TOKSIKOLOGI I

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

Penyususn
Tim Teaching

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN (FOK)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2017
PERCOBAAN I

PENGENALAN HEWAN PERCOBAAN

A. CARA BEKERJA DENGAN BINATANG PERCOBAAN

1. Setiap orang, baik praktikan maupun pengawas, yang bekerja di laboratorium dengan
menggunakan binatang percobaan sebaiknya membaca :
a) Petunjuk memelihara dan menggunakan binatang percobaan.
b) Dasar-dasar memelihara binatang percobaan.
Karakteristik mencit
Dalam laboratorium mencit mudah ditangani, ia bersifat penakut, fotofobik, cenderung
berkumpul sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi dan lebih aktif
pada malam hari. Kehadiran manusia akan menghambat mencit. Suhu tubuh normal :
37,4C. Laju respirasi normal 163 tiap menit.
Karakteristik tikus
Relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih pada umumnya tenang
dan mudah ditangani, tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit serta
kecenderungan untuk berkumpul sesamanya juga tidak begitu besar. Aktifitas tidak begitu
terganggu dengan adanya manusia di sekitarnya. Suhu tubuh normal : 37,5 0C. Laju
respirasi normal 210 tiap menit. Bila diperlakukan kasar atau mengalami defisiensi
nutrisi, tikus menjadi galak dan sering menyerang si pemegang. Tabel 1.1. menunjukan
karakteristik secara umum mencit dan tikus
2. Perlakukan binatang percobaan dengan kasih sayang dan jangan disakiti.
3. Cara memperlakukan mencit dan tikus:
Mencit
Mencit diangkat dengan memegangnya pada ujung ekornya dengan tangan kanan dan
dibiarkan menjangkau kawat kandang dengan kaki depannya. Dengan tangan kiri kulit
tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan ibu jari. Kemudian ekornya dipindahkan dari
tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri, sehingga mencit cukup
erat dipegang. Pemberian obat kini dapat dimulai.
Tikus
Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit, hanya harus diperhatikan bahwa sebaiknya
bagian ekor yang dipegang adalah bagian pangkal ekor. Tikus dapat diangkat dengan
memegang perutnya ataupun dengan cara sebagai berikut : tikus diangkat dari
kandangnya dengan memegang tubuh/ekornya dari belakang kemudian letakan di atas
permukaan kasar. Tangan kiri diluncurkan dari belakang tubuhnya menuju kepala dan ibu
jari diselipkan ke depan untuk menjepit kaki kanan depan tikus antara jari ini dengan
telunjuk. Untuk melakukan pemberian obat secara i.p. i.m. tikus dipegang pada bagian
belakangnya. Hal ini hendaknya dilakukan dengan mulus tanpa ragu-ragu. Tikus tidak
mengelak bila dipegang dari atas, tapi bila dipojokan ke sudut ia akan menjadi panik dan
menggigit.
Catatan:
Adakalanya diperlukan kaos tangan dari kulit atau karet yang cukup tebal untuk
melindungi tangan dari gigitan binatang. Akan tetapi bagi yang sudah terbiasa lebih baik
tanpa kaos tangan sebab kontak langsung dengan binatang akan lebih mudah mengontrol
gerakan binatang.
4. Menggunakan kembali binatang yang telah dipakai.
Untuk menghemat biaya, bila memungkinkan diperbolehkan memakai binatang
percobaan lebih dari satu kali. Walaupun demikian jika binatang tersebut telah digunakan
dalam suatu periode dan obat yang digunakan pada percobaan sebelumnya masih berada
di dalam tubuh binatang, kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan memberikan data
yang tidak benar. Hal ini terutama terdapat pada kasus pemberian inductor atau inhibitor
enxim. Dengan dalih ini maka binatang tersebut baru boleh digunakan untuk percobaan
berikutnya setelah selang waktu minimal 14 hari. Disamping itu, kelinci harus digunakan
sebagai alternatif untuk cara pemberian internal maupun eksternal, meskipun percobaan
menjadi tidak berurutan.

B. CARA MEMBERI KODE BINATANG


Dosis obat yang diberikan pada hewan dinyatakan dalam mg atau g per g bobot tubuh
hewan. Karena itu perlu diketahui berat dari tiap-tiap hewan yang akan digunakan dalam
percobaan dan tiap hewan diberi tanda (titik/garis) menggunakan pewarna untuk
mengidentifikasinya. Tabel 1.2. menunjukan penandaan pada ekor berupa garis melintang,
sejajar atau tanda (+), yang dirumuskan alau dibaca sebagai angka (nomor hewan) dimulai
dari pangkal ekornya. Gunakan spidol tidak tercuci air, berujung kecil.

C. MEMBERIKAN MAKAN BINATANG PERCOBAAN UNTUK MENGURANGI VARIASI


BIOLOGIS
1. Binatang percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang lebih benar
dibandingkan dengan percobaan in vitro, karena adanya variasi biologis. Maka untuk
menjaga supaya variasi tersebut minimal, binatang-binatang yang mempunyai spesies dan
strain yang sama, usia yang sama, jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang
sama pula.
2. Binatang percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar untuknya dan
diberi minum ad libitum.
3. Lebih lanjut untuk mengurangi variasi biologis, binatang harus dipuasakan semalam
sebelum percobaan dimulai. Dalam periode ini binatang hanya diperbolehkan minum ad
libitum.

D. LUKA GIGITAN BINATANG


Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang bekerja dengan binatang
percobaan. Luka yang bersifat abrasif atau luka yang agak dalam karena gigitan binatang
ataupun karena alat-alat yang telah digunakan untuk percobaan binatang, harus diobati
secepatnya menurut cara-cara pertolongan pertama pada kecelakaan. Apabila korban gigitan
belum pernah mendapat kekebalan terhadap tetanus, la harus mendapatkan imunisasi
profilaksis.

E. MEMUSNAKAN HEWAN
1. Cara terbaik untuk membunuh hewan ialah dengan memberikan suatu anastetik over
dosis. Injeksi barbiturat (Na. Pentobarbital 300 mg/ml) secara intravena untuk kelinci dan
anjing. Intraperitonial atau intrathoracical untuk marmut, tikus dan mencit, atau dengan
inhalasi menggunakan kloroform, karbon dioksida, nitrogen, dan lain-lain dalam wadah
tertutup untuk semua jenis hewan tersebut.
2. Hewan disembelih, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik dan dibungkus lagi
dengan kertas diletakan di dalam tas plastik, ditutup dan disimpan dalam lemari
pendingin atau langsung diabukan.

F. PEMBERIAN OBAT PADA BINATANG PERCOBAAN


I. Alat suntik
1. Tabung dan jarum suntik harus steril jika akan digunakan pada kelinci, marmot dan
anjing. Tetapi tidak perlu strel melainkan sangat bersih untuk tikus dan mencit.
2. Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarum suntik tersebut, semprotkan cairan
kedalam gelas beker, dan jarum suntik dipegang erat-erat. Ulangi cara ini tiga kali.
II. Pemberian obat

1. Pemberian per-oral

Pemberian obat-obatan dalam bentuk suspensi, larutan atau emulsi, kepada tikus dan
mencit dilakukan dengan pertolongan jarum suntik yang ujungnya tumpul (bentuk
bola/kanulla). Kanulla ini dimasukan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan
dimasukan melalui tepi langit-langit ke belakang sampai esotagus

1. Pemberian secara intraperitonial

Peganglah tikus/mencit pada ekornya dengan tangan kanan, biarkan mereka


mencengkeram anyaman kawat dengan kaki depannya. Dengan tangan kiri jepitlah
tengkuk tikus/mencit diantara jari telunjuk dan jari tengah (bisa juga dengan jari
telunjuk dan ibu jari). Pindahkan ekur tikus/mencit dari tangan kanan ke jari
kelingking tangan kiri sehingga kulit abdomennya menjadi tegang. Pada saat
penyuntikan, posisi kepala mencit lebih dari abdomennya. Jarum disuntikan dengan
membentuk sudut 45" dengan abdomen. Agak menepi dari garis tengah, untuk
menghindari terkenanya kandung kencing. Jangan pula terlalu tinggi agar tidak
mengenai hati. Volume penyuntikan untuk mencit umumnya adalah 1 ml/100 g bobot
badan dan untuk tikus terbaik adalah 0,2-0,3 ml/100 g bobot badan. Kepekatan
larutan obat yang disuntikan, disesuaikan dengan volume yang dapat disuntikan
tersebut.
3. Subkutan

Penyuntikan biasanya dilakukan di bawah kulit tengkuk atau abdomen; seluruh jarum
langsung ditusukan ke bawah kulit dan larutan obat didesak keluar dari alat suntik.

4. Intravena

Penyuntikan dilakukan pada vena ekor menggunakan jarum no.24.


Mencit dimasukan ke dalam pemegang (dari kawat/bahan lain) dengan ekornya
menjulur keluar. Sebelum penyuntikan, ekor dicelupkan ke dalam air hangat atau
digosok dengan pelarut organic seperti aseton atau eter untuk mendilatasi vena guna
mempermudah penyuntikan. Bila jarum suntik tidak masuk ke vena, terasa ada
tahanan, jaringan ikat sekitar daerah penyuntikan memutih dan bila piston alat suntik
ditarik, tidak ada dara yang mengalir ke dalamnya. Dalam keadaan dimana harus
dilakukan penyuntikan berulang, penyuntikan dimulai dari daerah distal ekor.

5. Intramuskular

Larutan obat disuntikan ke dalam otot sekitar gluteus maximus atau ke dalam otot
paha lain dari kaki belakang; Kalau perlu di cek, apakah jarum tidak masuk ke dalam
vena dengan menarik kembali piston alat suntik.
Tabel I
Karakteristik Hewan Percobaan

Karekteristik Mencit (Mus Tikus Marmut Kelinci Anjing (Canis


musculus) (Rottus (Cavia (Oryctolagu familiaris)
novergicus) porcellus) s cuniculus)
Puberitas 35 hari 40-60 hari 60-70 hari 4 bulan 7-9 bulan

Masa beranak Sepanjang Sepanjang Sepanjang Mei-


tahun tahun tahun september

Lama hamil 19-21 hari 21-23 hari 63 hari 28-36 hari 62-63 hari

Jumlah sekali 4 12 6-8 2-5 5-6 1-18


lahir (biasa) 6-8 (biasa)

Lama hidup 2-3 tahun 2-3 tahun 7-8 tahun 8 tahun 12-16 tahun

Masa tumbuh 6 bulan 4-5 bulan 15 bulan 4-6 bulan 12-15 bulan

Masa laktasi 21 hari 21 hari 21 hari 6-8 minggu

Frekeunsi 4 7 4 3-4 1-2


kelahiran/tahu
n
37,9-39,2 37,7-38,8 37,8-39,5 38,5-39,5 37,5-39,0
Suhu tubuh
136-216 100-150 100-150 50-60 15-28
(oC)

Kecepatan
147/106 130/95 110/80 148/100
respirasi/menit
7,5 7,5 6 5 7,2-9,5
Tekanan darah

Volume darah K = 12,322


K = 11,4 K = 9,13 K = 8,88 K = 12,89
(% BB) g = BB g = BB g = BB g = BB g = BB

Luas
permukaan
tubuh Q = K3g2
Tabel II
Volume Maksimum Larutan Obat Yang di Berikan Pada Hewan

Cara pemerian dan volume maksimum (ml)


Binatang
i.v i.m i.p s.c p.o
1. mencit (20-30g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
2. tikur (100g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0
3. hamster (50g) - 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5
4. marmot (250g) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0
5. Merpati (300g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0
6. kelinci (2,5kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0
7. kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0
8. anjing (5 kg) 10,0- 5,0 20,0-50,0 5,0-10,0 100,0
20,0

Keterangan :
BB = Bobot Badan
i.v = Intravena
i.m = Intramuskular
i.p = Intraperitonial
s.c = Subkutan
p.o = per oral

Tabel III
Perbandingan Luas Permuakaan Tubuh Hewan Percobaan
(Untuk Konversi Dosis)

Hewan dan Mencit Tikus Marmo Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
BB rata2x 20 g 200 g t 400 g 1,5 kg 2,0 kg 2,0 kg 12,0 kg 70,0 kg
Mencit
1,0 7,0 12,29 27,8 28,7 64,1 124,2 387,9
20 g
Tikus
0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 61,5
200 g
Marmot
0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci
0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2
1,5 kg
Kucing
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
2,0 kg
Kera
0,015 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
2,0 kg
Anjing
0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12,0 kg
Manusia
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,76 0,16 0,32 10
70,0 kg

Cara mempergunakan tabel :


Bila diinginkan dosis absolut pada manusia dengan BB 70 kg dari data dosis pada anjing 10
mg/kg (untuk anjing dengan bobot 12 kg), maka lebih dahulu dihitung dosis absolute pada
anjing, yaitu (10x12) mg = 120 mg
Dengan mengambil faktor konversi 3,1 dari tabel diperoleh dosis untuk manusia = (120 x 3,1)
mg = 372 mg.
Dengan demikian dapat diramalkan efek farmakologis suatu obat yang timbul pada manusia
dengan dosis 382 mg per 70 kg/BB adalah sama dengan yang timbul pada najing dengan dosis
120 mg per 12 kg/BB dari obat yang sama.
Diambil dari D.R Laurence & A.L Bacharach, Evaluation of Drug Activities
Pharmacometries, 1981.
PERCOBAAN II
PENGARUH OBAT TERHADAP SISTEM SARAF OTONOM

I. PENDAHULUAN
Sistem saraf otonom ialah system saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauan kita
melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa organ tubuh, seperti jantung,
pembuluh darah, ginjal dan pupil mata, labung dan usus. Sistem saraf ini dipacu (induksi) atau
dihambat (inhibisi) oleh senyawa obat.
Sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu sistem saraf parasimpatis dan simpatis.
Sistem saraf parasimpatis mekanisme kerjanya menggunakan suatu zat kimia
(neurotransmiter/neurohormon) adrenalin sehingga disebut saraf adrenergik. Sedangkan senyawa
yang dapat memacu saraf adrenergik disebut senyawa simpatomimetik atau senyawa adrenergik,
sedangkan yang menghambat disebut simpatolitik atau adrenergik.
1. Senyawa Parasimpatomimetik
a. Efek Farmakodinamik Parasimpatomimetik
Pemberian senyawa kolinergik atau induksi saraf parasimpatik akan menyebabkan
Pupil mata menyempit (miosis)
Peristalsis saluran cerna meningkat
Sekresi asam lambung meningkat
Tremor dan kejang otot (gejala parkinsonisme)
Bronkus kontriksi
Kontraksi jantung diperlambat
Pembuluh darah tepi melebar (vasodilatasi)
Kelenjar ludah, keringat, air mata bertambah
Kapasitas kandung kemih berkurang (diuresis)
Efek parasimpatis terhadap otot polos dan kelenjar disebut efek muskarinik (seperti efek
alkaloid muskarin), yaitu semua efek yang tersebut di atas dan biasanya disebut juga reseptor
muskarinik, obat yang mempunyai efek utama muskarinik yaitu alkaloid pilokarpin.
Sedangkan efek saraf parasimpatik pada otot rangka disebut efek nikotinik (seperti efek
alkaloid nikotin) (=resepetor nikotinik). Efek nikotinik efeknya berlawanan dengan efek
muskarinik, bahkan menyerupai efek adrenergik, yaitu vasokontriksi, tekanan darah naik,
pacu jantung dan perangsangan SSP, obat yang efek utamanya nikotinik ialah niostigmin dan
peridostigmin.
b. Pada mencit dan tikus putih, pemberian senyawa kolinergik akan nampak gejala sebagai
berikut :
1. Pupil menyempit (miosis), tidak terlalu tampak, hal ini akan nampak pada kelinci
2. Peningkatan peristalsis nampak pada fases yang cair (diare)
3. Sekresi asam lambung tidak tampak, harus menggunakan alat yang disebut kapsul
Heidelberg
4. Tremor dan kejang dapat diamati (gejala parkinsonisme)
5. Kontriksi bronchus dapat dilihat dari irama pernapasan walau tidak jelas
6. Kontriksi jantung diperlambat dan pelebaran pembuluh darah tepi menyebabkan
tekanan darah turun, hal ini nampak dengan warna ujung telinga (kuping) lebih merah
7. Bertambahnya air ludah dapat dideteksi dengan menotolkan mulut mencit pada kertas
saring, sedangkan keringat nampak dari bulu mencit basah dan kulit badan nampak
(seperti telanjang)
8. Diuresis nampak dilihat dari berkasnya pada papan platform
Senyawa kolinergik terbagi menjadi 4 golongan yaitu : 1. Ester kolin 2. Antikolinesterase 3.
Alkaloid tumbuhan 4. Struktur baru. Ester kolin dan alkaloid tumbuhan merupakan obat
kolinergik kerja langsung sedangkan antikolinesterase kerja tidak langsung.
c. Penggunaan Klinik :
1. Pengobatan Glaukoma, suatu penyakit mata yang ditandai dengan bengkaknya mata
bagian bawah karena ada cairan yang disebabkan oleh tingginya tekanan cairan mata.
Efek miosis dari obat kolinergik dapat digunakan untuk mengurangi tekanan cairan
mata tersebut.
2. Pengobatan Miastenia Gravis, penyakit kelemahan otot (myo = otot, asthenia =
kelemahan)
3. Penyakit Alzheimer yaitu penyakit defisiensi kolinergik
4. Pengobatan Atoni otot polos saluran cerna, antara lain sukar defekasi (buang air
besar) yang terjadi pasca bedah atau keadaan toksik,
2. Senyawa Parasimpatolitik
Obat parasimpatolitik atau obat antikolinergik dibedakan menjadi antimuskarinik dan
antinikotinik. Antimuskarinik yaitu obat yang menghambat efek saraf parasimpatis terhadap otot
polos dan kelenjar, sedangkan antinikotinik yaitu obat yang menghambat saraf parasimpatis
terhadap otot kerangka. Karena yang mempunyai efek farmakologik yang penting adalah efek
antimuskarinik, maka selanjutnya yang dibahas adalah obat antimuskarinik.
a. Efek farmakodinamik obat parasimpatolitik/antimuskarinik adalah :
SSP : merangsang sistem saraf pusat (SSP)
Saluran napas : mengurangi sekresi hidung dan mulut
Kardiovaskular : dosis kecil bradikardi, dosis besar takikardi
Saluran cerna : hambat peristalsis lambung dan usus (antispamodik)
Kelenjar eksokrin : hambat sekresi air liur, keringat dan air mata
Mata : pupil mata melebar (midriasis) dan air mata berkurang
Saluran kemih : sulit buang air kemih
b. Efek farmakodinamik antimuskarinik ini akan nampak pada mencit atau tikus putih
sebagai berikut :
1. Perangsangan SSP kemungkinan yang nampak adalah grooming atau straub
2. Efek terhadap saluran cerna juga sulit diamati dibanding efek kolinergik yang
menyebabkan diare, demikian pula efek terhadap kelenjar eksokrin lain seperti air
liur, air mata, dan keringat maupun air kemih. Peneliti haru lebih cermat
mengamatinya dengan membandingkan dengan kontrol
3. Efek terhadap saluran napas tidak begitu jelas dilihat, demikian pula
kardiovaskularnya.
4. Efek terhadap mata yaitu midriasis lebih mudah diamati pada hewan yang lebih besar.
Kelinci tidak memberikan efek midriasis bila diberikan atropin, karena diduga
mempunyai enzim atropinase.
Obat antikolinergik/antimuskarinik ini pertama kali ditemukan dari tanaman atropa
belladona yang dikenal dengan nama ekstrak belladon, kemudian tanaman Hyoscyamus
niger dengan ekstrak hiosiamin dan di Indonesia terdapat pada kecubung (datura metel.
Dari tanaman itu kemudian di isolasi alkaloidnya antara lain : antropin sulfat, kemudian
banyak obat sintetik yang dibuat.

c. Penggunaan Klinik :
1. Pengobatan parkinsonisme
2. Obat mabuk perjalanan
3. Midriasis pada pengobatan mata
4. Obat diare
5. Obat tukak lambung
3. Obat-obat simpatik/Adrenergik
Efek farmakodinamik atau efek obat adrenergik terhadap sistem saraf dan organ tubuh ada dua
macam tergantung reseptornya, efek ini dapat memacu atau menghambat. Reseptor adrenergik
dibagi dua yatiu reseptor dan reseptor . Reseptor ada dua yaitu 1 dan 2. Reseptor ada tiga
yaitu 1, 2, 3. Reseptor 1 pada umumnya memacu (menaikan efek, kontraksi, vasokontriksi)
dan 2 menghambat (vasodilatasi, menurunkan efek.
a. Efek obat adrenergik terhadap tubuh ialah :
Pupil mata diperbesar (midriasis)
Bronchus diperlebar (bronkodilatasi)
Kontraksi jantung dipercepat (takikardi)
Pembuluh darah tepi dipersempit (vasokontriksi)
Kelenjar ludah, keringat berkurang
Peristaltik otot usus dan lambung berkurang.
b. Efek farmakodinamik pada mencit / tikus adalah :
1. Telinga mencit pucat karena vasokontriksi
2. Eksoftalmus (bola mata mencit menonjol)
3. Fases kurang (sukar diamati)
4. Piloereksi
5. Grooming (mengusap-usap muka)
Obat atau senyawa agonis adrenergik cukup banyak, walaupun umumnya menyebabkan
vasokontriksi, tetapi ada juga yang dapat digunakan sebagai obat antihipertensi dan obat
asma.
c. Penggunaan Klinik
1. Pengobatan syok kardial dan syok anafilaktik
2. Hipotensi
3. Hipertensi
4. Vasokontriksi lokal (hidung, tenggorokan dan laring)
5. Dekongestan nasal
6. Asma bronchial
7. Obesitas
4. Obat simpatolitik/antiadrenergik
Obat-obat golongan ini dibedakan menjadi beberapa sub golongan berdasarkan
penghambatannya terhadap reseptor adrenergik. Subgolongan tersebut adalah : antagonis
adrenoresptor atau -bloker dan antagonis adrenoreseptor atau -bloker. Efek
farmakodinamik keduanya sama yaitu vasodilatasi yang menyebabkan tekanan darah turun
kecuali yohimbin yang merupakan antagonis 2 selektif. Pada mencit atau tikus putih nampak
perubahan warna ujung telinga menjadi lebih merah (pink).
Penggunaan Klinik :
1. Hipertensi
2. Impotensi
3. Gagal jatung kongestig
4. Angina pektoris
5. Aritmia jantung
6. Glaukoma
7. Tremor

II. PROSEDUR KERJA


Alat
- Spoit 1 ml
- Kanula
- Papan datar (platform)
- Gelas piala
- Erlenmeyer
- Labu takar

Bahan
- Pilokarpin tetes mata
- Prostigmin ampul
- Atropin ampul / tetes mata
- Adrenalin ampul
- Propanolol ampul / tablet
- Air suling
Hewan
- Mencit jantan atau betina

Prosedur kerja :
1. Hewan coba dikelompokkan menjadi 5 kelompok
2. Kelompok I, mencit diberi pilokarpin 7,5 mg/70 kg BB per oral
3. Kelompok II, mencit diberi atropin sulfat 0,5 mg/70 kg BB per oral
4. Kelompok III, mencit diberi atropin sulfat 0,5 mg/70 kg BB per oral, kemudian mencit diberi
pilokarpin 7,5 mg/ kg BB per oral.
5. Kelompok IV, mencit diberi adrenalin 0,2 mg/kg BB secara ip
6. Kelompok V, mencit diberi propanolol 30 mg/kg BB per oral kemudian dilanjutkan dengan
pemberian adrenalin 0,2 mg/kg BB
7. Pengamatan dilakukan setelah mencit disuntik dengan obat-obat tersebut meliputi
pengamatan pupil mata, diare, tremor, warna daun teling, grooming dan sebagainya.
BAB III
PENGARUH OBAT DIURETIK

I. Pendahuluan
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang
diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi
utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan
cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal. Proses diuresis
dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di
bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang
secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa.
Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit
ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan
kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan
komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+.
Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak
berguna seperti sampah perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak
diserap kembali. Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul
(ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan
ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.
Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
1. Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid).
2. Loop diuretik (furosemid, as etakrinat, torsemid, bumetanid)
3. Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon)
4. Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)
5. Osmotik (manitol, urea)

1. Inhibitor karbonik anhidrase


Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalis reaksi CO2 + H2O H2CO3. Enzim ini
terdapat antara lain dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan
SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma. Inhibitor karbonik anhidrase adalah obat yang
digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada glaukoma dengan membatasi produksi
humor aqueus, bukan sebagai diuretik (misalnya, asetazolamid). Obat ini bekerja pada tubulus
proksimal (nefron) dengan mencegah reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat), natrium,
kalium, dan air semua zat ini meningkatkan produksi urine. Yang termasuk golongan diuretik ini
adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.

2. Loop Diuretik
Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetanid. Asam
etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral dengan hasil
yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih
tergolong derivat sulfonamid. Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium,
klorida, dan kalium pada segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi
pembawa klorida. Obat ini termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan digunakan
untuk pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal.
Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan selama menggunakan obat ini.

3. Tiazid
Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya klouretik maksimal yang
sebanding. Merupakan Obat diuretik yang paling banyak digunakan. Diuretik tiazid, seperti
bendroflumetiazid, bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat ini menurunkan
reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi air, natrium, dan klorida. Selain itu,
kalium hilang dan kalsium ditahan. Obat ini digunakan dalam pengobatan hipertensi, gagal
jantung ringan, edema, dan pada diabetes insipidus nefrogenik. Obat-obat diuretik yang termsuk
golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid,
politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.

4. Hemat kalium
Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan kalium
dalam urine. Yang termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron, traimteren dan amilorid.

5. Diuretik osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oleh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isosorbid.
Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat :
1. Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4. Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti manitol (satu
gula). Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk menurunkan edema serebri atau
peningkatan tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah overdosis
obat. Diuresis terjadi melalui tarikan osmotik akibat gula yang lembam (yang difiltrasi oleh
ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi

II.PROSEDUR KERJA
Alat
- Spoit 3 ml dan 5 ml
- Kateter
- Labu ukur 50 ml
- Gelas piala 5 ml
Bahan
- Aquadest
- Furosemid
- Spironolakton
- HCT
- Na CMC
Hewan
- Kelinci

Prosedur kerja :
1. Hewan coba 1 diberi air suling pelan-pelan 50 ml/kg bb, kemudian diletakan dalam kandang
metabolisme, lalu catat volume urin selama 30 dan 60 menit.
2. Hewan coba 2 diberi suspensi Furosemid pelan-pelan dengan dosis yang sesuai bb, kemudian
diletakan dalam kandang metabolisme, lalu catat volume urin selama 30 dan 60 menit.
3. Hewan coba 3 diberi suspensi Spironolakton pelan-pelan dengan dosis yang sesuai bb,
kemudian diletakan dalam kandang metabolisme, lalu catat volume urin selama 30 dan 60
menit.
4. Hewan coba 4 diberi suspensi HCT pelan-pelan dengan dosis yang sesuai bb, kemudian
diletakan dalam kandang metabolisme, lalu catat volume urin selama 30 dan 60 menit.
BAB IV
PERCOBAAN OBAT ANALGETIK

I. Tujuan Percobaan
a). Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik suatu
obat.
b). Memahami dasar dasar perbedaan efektivitas berbagai analgetika.

II. Teori Dasar


Nyeri merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan penderita sehingga untuk
mengurangi secara simtomatis diperlukan analgetika. Rasa nyeri hanya merupakan suatu
gejala yang berfungsi memberi tanda tentang adanya gangguan gangguan di tubuh seperti
peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsangan mekanis atau
kimiawi, kalor atau listrik yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat
yang disebut mediator nyeri atau pengantar.
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walau pun sering
berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien
merasakannya sebagai hal yang tak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu
berusaha untuk bebas darinya. Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga
banyak organ dalam bagian luar tubuh peka terhadap rasa nyeri, tetapi ternyata terdapat juga
organ yang tak mempunyai reseptor nyeri, seperti misalnya otak. Nyeri timbul jika rangsang
mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri)
dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa
nyeri.
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotrien dan
prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit,
mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-
kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari
tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan
sangat banyak sinaps via sumsum-belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus
impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai
nyeri.
Alat, Bahan dan Hewan
Alat
- Alat suntik 1 ml
- Sonde oral
- Stopwatch
- Timbangan mencit
- Bejana pengamatan

Bahan
- Asam asetat 0,7 % v/v
- Aspirin
- Parasetamol
- Asam mefenamat
- CMC
Hewan
- Mencit putih sekelamin
Prosedur Percobaan

Prosedur

Hewan dibagi menjadi 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit

Kelompok 1 : kontrol (diberi CMC)

Kelompok 2 : diberi aspirin

Kelompok 3 : diberi parasetamol

Kelompok 4 : diberi asam mefenamat

- Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya
dengan rute oral


- Setelah 30 menit mencit diinduksi nyeri dengan menggunakan asam asetat (i.p)

Setelah pemberian induktor nyeri, mencit ditempatkan didalam bejana pengamatan

Amati gerakan geliatnya

Jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 60 menit

Data disajikan dalam bentuk table dan grafik

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi

- Hitunglah daya proteksi setiap sediaan uji terhadap rasa nyeri dengan persamaan
sebagai berikut :

%P = [(JGU / JGK) x 100%]

Keterangan :

%P = daya proteksi dinyatakan dalam persenproteksi

JGu = jumlah geliat kelompok uji

JGk = jumlah geliat kelompok control


Hitunglah aktivitas analgetik, masing masing untuk parasetamol dan asam
mefenamat, dibandingkan terhadap aspirin dengan persamaan berikut :

%E = [(%PU / %PA)] x 100%

Keterangan :

%E = efektivitas analgetik dinyatakan dalam persen efektivitas analgetik

PU = proteksi zat uji

PA = proteksi aspirin
BAB V
PENGARUH OBAT KARDIOVASKULAR

I. Pendahuluan
Hipertensi adalah suatu keadaan medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah
melebihi normal. Di seluruh dunia hipertensi telah menjadi suatu penyakit yang dihubungkan
dengan angka morbiditas, mortalitas serta biaya (cost) yang tinggi di masyarakat. Hipertensi juga
merupakan faktor risiko penting, yang dapat dimodifikasi, untuk penyakit jantung koroner,
stroke, gagal jantung kongestif, gagal ginjal dan penyakit arteri periferal. Untuk mempermudah
pembelajaran dan penanganan, hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan
darah dan etiologinya
Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-100
Hipertensi tingkat 2 >160 >100

(Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC VII, 2003)

Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi esensial dan


hipertensi sekunder:

1. Hipertensi esensial/hipertensi primer/hipertensi idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan


dasar patologi yang jelas, lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial.
Penyebabnya meliputi faktor genetik (kepekaan terhadap natrium, stress, dll) dan faktor
lingkungan (gaya hidup, stress emosi, dll)

2. Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus. Dapat berupa hipertensi kardiovaskuler


(peningkatan resistensi perifer akibat aterosklerosis), hipertensi ginjal (oklusi arteri
renalis atau penyakit jaringan ginjal), hipertensi endokrin (feokromositoma dan sindrom
Conn) dan hipertensi neurogenik (akibat lesi saraf, menyebabkan gangguan di pusat
kontrol, baroreseptor atau penurunan aliran darah ke otak).
Hipertensi lama dan/atau berat dapat menimbulkan komplikasi berupa kerusakan organ
pada jantung (hipertrofik ventrikel kiri), otak (strok akibat pecah pembuluh darah cerebral),
ginjal (penyakit ginjal kronik, gagal ginjal), mata dan pembuluh darah perifer.
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas
kardiovaskular. Target tekanan darah yang ingin dicapai bila penderita tidak memiliki kelainan
penyerta adalah <140/90 mmHg, sedangkan pasien dengan diabetes melitus atau kelainan ginjal
tekanan darah harus diturunkan di bawah 130/80 mmHg.
Strategi pengobatan hipertensi dimulai dengan perubahan gaya hidup, diet rendah garam,
berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang teratur, dan penurunan
berat badan bagi pasien obesitas. Perubahan gaya hidup tersebut dapat dicoba sampai 12 bulan
bagi penderita hipertensi tingkat 1 tanpa faktor risiko dan kerusakan organ. Sedangkan bila
penderita memiliki kelainan penyerta (seperti gagal jantung, pasca infark miokard, penyakit
jantung koroner, diabetes melitus, stroke) maka terapi farmakologi/obat-obatan harus dimulai
lebih dini mulai dari hipertensi tingkat 1.
1. Diuretik

Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga
menurunakn volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung
dan tekanan darah. Beberapa diuretik juga bekerja dengan mennurunkan resistensi perifer
sehingga memperkuat efek hipotensinya.

2. Penghambat adrenoreseptor beta (-blocker)

-blocker bekerja dengan menghambat reseptor 1 sehingga menumbulkan penurunan


frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard, menghambat sekresi renin, mempengaruhi
aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron
adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin (vasodilator). Efek penurunan tekanan
darah dapat terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai. Dari berbagai -
blocker, atenolol merupakan obat yang sering dipilih (bersifat kardioselektif). Selain itu terdapat
juga labetolol, karvedilol dll yang umumnya nonselektif. -blocker dikontraindikasikan pada
penderita asma bronkial, bradikardia, blokade AV derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome dan gagal
jantung belum stabil. Efek samping -blocker antara lain bronkopasme, gangguan sirkulasi
perifer, depresi, mimpi buruk, halusinasi dan gangguan fungsi seksual.

3. ACE-inhibitor

ACE-inbitor merupakan obat yang bekerja dengan menghambat enzim angiotensin


converting enzyme (ACE) yang dalam keadaan normal bertugas mengaktifkan angiotensin 1
menjadi angiotensin 2 yang berperan dalam sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, di mana
aldosteron berfungsi mengkonservasi air dalam tubuh. Selain itu ACE-inhibitor juga
menghambat degradasi bradikinin, sehingga bradikinin dapat bekerja meningkatkan sintesis
EDRF/NO dan prostasiklin yang merupakan vasodilator. ACE-inhibitor juga diduga menghambat
pembentukan angiotensin II secara lokal di endotel pembuluh darah.

Secara umum ACE-inhibitor dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu 1) yang bekerja
langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril dan 2) prodrug, contohnya enalapril, kuinapril dan
perindopril. ACE-inhibitor efektif untuk hipertensi ringan hingga berat, hipertensi dengan gagal
jantung kongestif, hipertensi pada diabetes, dislipidemia, obesitas, hipertensi dengan penyakit
jantung koroner, hipertrofik ventrikel kiri dll. Untuk memperkuat efeknya ACE-inhibitor sering
dikombinasikan dengan diuretik, -blocker atau vasodilator. ACE-inhibitor dikontraindikasikan
pada stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada ginjal tunggal serta pada ibu hamil. Efek
samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, rash kulit, edema
angioneurotik, gagal ginjal akut, dan proteinuria.

4. Penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker/ARB)

ARB bekerja dengan menghambat efek angiotensin II pada reseptor AT1 (yang terutama
terdapat di otot polos pembuluh darah dan otot jantung, selain itu terdapat juga di ginjal, otak,
dan kelenjar adrenal). Efek yang dihambat meliputi: vasokonstriksi, sekresi aldosteron,
rangsangan saraf simpatis, sekresi vasopresin, rangsangan haus, stimulasi jantung, serta efek
jangka panjang berupa hipertrofik otot polos pembuluh darah dan miokard. Efek yang
ditimbulkan ARB mirip dengan efek yang ditimbulkan ACE-inhibitor, namun ARB tidak
memiliki efek samping batuk kering dan angioedema. Losartan merupakan prototip dari
golongan ARB, selain itu ada juga valsartan, irbesartan, dll. Efek samping yang ditimbulkan
antara lain hipotensi dan hiperkalemia. Obat ini dikontraindikasikan pada ibu hamil dan
menyusui serta pada pasien dengan stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada ginjal
tunggal.

5. Antagonis kalsium/calcium channel blocker

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan
miokard, menimbulkan efek relaksasi arteriol dan penurunan resistensi perifer. Berbagai
antagonis kalsium antara lain nifedipin, verapamil, diltiazem, amlodipin, nikardipin, isradipin,
dan felodipin. Golongan dihidropiridin (seperti nifedipin, nikardipin, dll) bersifat
vaskuloselektif , menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti (efek
pada nodus SA dan AV minimal). Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk mengatasi hipertensi
darurat (dosis 10mg akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 10 menit), namun tidak
dianjurkan untuk hiperensi dengan penyakit jantung koroner. Efek samping antagonis kalsium
antara lain iskemia miokard, hipotensi, edema perifer, bradiaritmia, dll.

II. PROSEDUR KERJA


Alat
- Spoit 1 m
- Tensi meter
- Stopwach
- Gelas piala
- Erlenmeyer
- Labu takar
Bahan
- Aquadest
- HCT
- Kaptopril
- propanolol
- Kopi
- Na CMC
Hewan
- Mencit jantan atau betina

Prosedur Kerja
Percobaan 1 :
a. Masing-masing mencit di induksi dengan adrenalin ampul secara ip
b. Mencit 1, di beri larutan Na. CMC secara ip
c. Mencit 2, diberi suspensi obat secara oral sesuai volume pemberiannya
d. Di amati kuping mencit pada menit 0, 15, 30, 45 dan 60
Percobaan 2 :
a. Probandus dibagi menjadi 4 kelompok
b. Dilakukan pengukuran tekanan darah awal
c. Kelompok 1 dan 2 diberi minum kopi
d. Kelompok 3 dan 4 melakukan aktivitas fisik
e. Dilakukan pengukuran tekanan darah pada menit 10, 20 dan 30

Anda mungkin juga menyukai