Anda di halaman 1dari 15

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 1988, WHO memperkirakan bahwa sebanyak 787,000 bayi baru
lahir meninggal akibat tetatus neonatorum (TN). Sehingga pada akhir tahun
1980-an perkiraan angka kematian tahunan global TN adalah sekitar 6,7
kematian per 1000 kelahiran hidup, jelas ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting.
WHO memperkirakan pada 2008 (angka estimasi tahun terakhir yang ada),
59.000 bayi baru lahir meninggal akibat TN, ter-dapat penurunan 92% dari
situasi pada akhir 1980-an. Pada 2008 terdapat 46 negara yang masih belum
eliminasi TMN di seluruh kabupaten, salah satunya adalah Indonesia.3
Sebelum pengenalan upaya eliminasi TN, Indonesia merupakan salah satu
negara dengan kasus tertinggi di Asia. Survei ber-basis komunitas untuk
kematian TN dilakukan pada awal 1980 di Jakarta dan daerah pedesaan di
Bali, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sumatera dan Sulawesi mengungkapkan angka kematian berkisar 6-23
kematian TN per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan data survei ini dan
survei lainnya, jumlah kematian tahunan TN di Indonesia secara
keseluruhan diperkirakan 71.000 selama awal tahun 1980.5
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia menurut SDKI tahun 2007 adalah
34 kematian per 1000 kelahiran hidup, dan kematian yang tertinggi terjadi
pada periode neonatal. Angka kematian neonatal di Indonesiaadalah 19 per
1000 kelahiran.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud pengertian Tetanus Neonatorum?
1.2.2 Apa etiologi Tetanus Neonatorum?
1.2.3 Apa saja faktor resiko Tetanus Neonatorum?
1.2.4 Apa patofisiologi Tetanus Neonatorum?

1
1.2.5 Apa manifestasi klinis Tetanus Neonatorum?
1.2.6 Apa pemeriksaan penunjang Tetanus Neonatorum?
1.2.7 Apa saja komplikasi pada Tetanus Neonatorum?
1.2.8 Bagaimana pencegahan Tetanus Neonatorum?
1.2.9 Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan pada Tetanus Neonatorum?
1.2.10 Bagaimana Konsep Asuahan Keperawatan Tetanus Neonatorum?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan dari penyusunan makalah pada materi ini yaitu,
1.3.1 Tujuan umum
Makalah ini penulis susun untuk menambah ilmu tentang Asuhan Keperawatan pada
bayi dengan Tetanus Neonatorum.

1.3.2 Tujuan Khusus


Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas kelompok pada mata kuliah
Keperawatan Anak

Bab II

Konsep Dasar Penyakit

2.1 Pengertian
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari (Stoll, 2007).
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh
Clostridium tetani, dengan tanda utama kekakuan otot(spasme),tanpadi
sertai gangguan kesadaran (Ismoedijanto, 2006).
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus
yang disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu bakteria yang mengeluarkan
toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat (Saifuddin, 2001).

2
2.2 Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,-0,5
milimikron yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora.
Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya
diujung, dan memberi gambaran penabuh genderang (drum stick). Spora ini
mampu bertahan hidup dalam lingkungan panas,antiseptik, dan di jaringan
tubuh.Spora ini juga bisa bertahan hidup beberapa bulan bahkan bertahun.
Bakteria yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan
dan manusia, dan bisa terkena luka melalui debu atau tanah yang
terkontaminasi. Clostridium tetani merupakan bakteria Gram positif dan
dapat menghasilkan eksotoksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini
(tetanospasmin) dapat menyebabkan kekejangan pada otot.

2.3 Faktor Resiko


Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:
a. Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik Lingkungan
yang mempunyai sanitasi yang buruk akan menyebabkan Clostridium
tetanilebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan
gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang
kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting
bukan sahaja dapat mencegah tetanus, malah perbagai penyakit lain.
b. Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat
meningkatkan risiko penularanpenyakit tetanus neonatorum. Kejadian
ini masih lagi berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-bidan
yang melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan
seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru
lahir (WHO, 2008).
c. Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih
menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan
abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan
menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual
untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang

3
tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus
neonatorum (Chin, 2000).
d. Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan
Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting.
Tempat pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan sahaja berisiko
untuk menimbulkan penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, malah
pada ibu yang melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal
sebaiknya dalam keadaan bersih dan steril (Abrutyn, 2008)
e. Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat
membantu mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir.
Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi
melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani.
Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari
ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).

2.4 Patofisiologi
Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan
memudahkan spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan
melepaskan tetanospamin. Tetanospamin akan berikatan dengan reseptor di
membran prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem
transpor aksonal retrograd melalui sel-sel neuron hingga ke medula spinalis
dan batang otak, seterusnya menyebabkan gangguan sistim saraf pusat
(SSP) dan sistim saraf perifer (Arnon, 2007).
Gangguan tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga
mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi, yaitu asam aminobut irat
gama (GABA) dan glisin, sehingga terjadi epilepsi, yaitu lepasan
muatanlistrik yang berlebihan dan berterusan, sehingga penerimaan serta
pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian tubuh terganggu (Abrutyn,
2008). Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau pada
otot rahang dan leher. Pada saat toksin masuk ke sum-sum tulang belakang,
kekakuan otot yang lebih berat dapat terjadi. Dijumpai kekakuan
ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai timbul kejang. Sebaik sahaja
toksin mencapai korteks serebri, penderita akanmengalami kejang spontan.

4
Pada sistim saraf otonom yang diserang tetanospasmin akan menyebabkan
gangguan proses pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal,
pencernaan, perkemihan, dan pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi,
gangguan irama jantung, berkeringat secara berlebihan (hiperhidrosis)
merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom. Kejadian gejala penyulit
ini jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala
tersebut timbul( Ismoedijanto, 2006).

WOC

5
2.5 Manifestasi klinis

6
Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku
seperti menangis dan menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari yang
pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus mula kelihatan. Masa inkubasi
tetanus umumnya antara 3 12 hari, namun dapat mencapai 1 2 hari dan
kadang-kadang lama melebihi satu bulan; makin pendek masa inkubasi
makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk
kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, serta interval antara
terjadinya luka dengan permulaan penyakit; semakin jauh tempat invasi,
semakin panjang masa inkubasi. Gejala klinis yang sering dijumpai pada
tetanus neonatorum adalah:
a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka
mulut. Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut ke
bawah, sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat
dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut
sehingga bayi tak dapat menetek (Chin, 2000).
b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan
mengerut, mata bayi agak tertutup dan sudut mulut bayi tertarik ke
samping dan ke bawah.
c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti
busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara
berterusan tanpa rawatan, bisa terjadi fraktur tulang vertebra.
d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba
seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada
(toraks) juga menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan
untuk bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot toraks berlangsung lebih
dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru.
e. Pada tetanus yang beratakan terjadi gangguan pernafasan akibat
kekakuan yang terus-menerus dari otot faring yang bisa menimbulkan
sesak nafas. Efek tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut
jantung seperti kadar denyut jantung menurun (bradikardia), atau kadar
denyut jantung meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga dapat
menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos pula
dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).

7
f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum
yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya.
Lambat laun, masa istirahat kejang semakin pendek sehingga
menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung
terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh
masa sedar; seterusnya bisa menyebabkan kematian (Ningsih, 2007).

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit
b. Pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c. Pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas
muatan unit motorik secara terus-menerus . (Teddi, 2010)

2.7 Komplikasi
a. Bronkopneumonia
b. Asfiksia akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan
c. Sepsis neonatorum.

2.9 Pencegahan Tindakan


Pencegahan serta eliminasi tetanus neonatorum adalah bersandarkan pada
tindakan menurunkan atau menghilangkan faktor-faktor risiko. Pendekatan
pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan menjagakebersihan
lingkungan. Pemotongan dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat
yang steril (WHO, 2006). Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan
persalinan perlu dilakukan dengan semaksimal mungkin agar tidak terjadi
kontaminasispora pada saat proses persalinan, pemotongan dan perawatan
tali pusat dilakukan. Praktik 3 Bersih perlu diterapkan, yaitu bersih tangan,
bersih alat pemotong tali pusat, dan bersih alas tempat tidur ibu, di samping
perawatan tali pusat yang benar sangat penting dalam kurikulum pendidikan
bidan. Selain persalinan yang bersih dan perawatan tali pusat yang tepat,
pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi TT kepada ibu hamil (Djaja, 2003). Pemberian imunisasi TT
minimal dua kali kepada ibu hamil dikatakan sangat bermanfaat untuk
mencegah tetanus neonatorum (Vandaler, 2003; WHO, 2008).
Imunisasi :
a. Imunisasi aktif

8
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis
dan difteri ( vaksin DPT ). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5
10 tahun sesudah suntikan booster . Tetanus toksoid (TT) selanjunya
diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami luka yang beresiko terinfeksi,
diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun
sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat
parah, suntikan toksoid diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari
1 tahun.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita
usia subur atau wanita hamil trimester III, selain memberikan
penyuluhan dan bimbingan pada dukun beranak agar memotong dan
merawat tali pusat bayi dengan cara semestinya. Dapat terjadi
pembengkakan dan rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian
vaksin TT. (Maryunani, 2010)
b. Imunisasi pasif
Diberikan serum antitetanus (ATS Profilaksis) pada penderita luka yang
beresiko terjadi infeksi tetanus, bersama sama dengan TT. (Maryunani,
2010)

2.10 Penatalaksanaan dan Pengobatan pada Tetanus Neonatus


Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan
alat-alat yang steril. (Deslidel, 2011)
Pengobatan tetanus ditujukan pada :
a. Netralisasi tosin yang masih ada di dalam darah sebelum kontak dengan
sistem saraf, dengan serum antitetanus (ATS teraupetik)
b. Membersihkan luka tempat masuknya kuman untuk menghentikan
produksi toksin
c. Pemberian antibiotika penisilin atau tetrasiklin untuk membunuh kuman
penyebab
d. Pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan
e. Merawat penderita ditempat yang tenang dan tidak terlalu terang
f. Mengurangi serangan dengan memberikan obat pelemas otot dan
sesedikit mungkin manipulasi pada penderita. (Maryunani , 2010)

9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat Kesehatan
1) Kehamilan prenatal.
Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT
2) Riwayat natal ditanyakan.
Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu
membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat
pemotong tali pusat, tempat persalinan.
3) Riwayat postnatal.
Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat
menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu antara
gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama
(period of onset).
4) Riwayat imunisasi pada tetanus anak.
Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan
kapan terakhir
c. Riwayat psiko sosial.
1) Kebiasaan anak bermain di mana
2) Hygiene sanitasi
d. Pemeriksaan fisik.
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus,
bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi

10
sukar menetek, mulut mecucu seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan
kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia
dan sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan
kesukaran untuk membuka mulut (trismus).
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat
kekakuan otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata
agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot
punggung, otot pinggang, semua trunk muscle.
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-
mula terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status
konvulsius.
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah,
atau gigitan binatang.

2. Diagnosa
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan terkumpulnya
liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring)
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan.
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, immobilitas

11
3. Perencanaan

No NANDA NOC NIC


.
1. Ketidakefektifan bersihan Kriteria Hasil : Airway Suction
jalan napas b.d spasme Menunjukkan jalan Berikan O2 nebulizer
otot pada faring nafas yang paten Ajarkan pasien tehnik batuk yang

(klien tidak merasa benar.


Ajarkan pasien atau orang terdekat
tercekik, irama nafas,
untuk mengatur frekuensi batuk.
frekuensi pernafasan Ajarkan pada orang terdekat untuk
dalam rentang menjaga kebersihan mulut.
normal, tidak ada Berikan perawatan kebersihan
suara nafas abnormal) mulut.
Mampu Lakukan penghisapan bila pasien
mengidentifikasi dan tidak dapat batuk secara efektif
mencegah faktor yang dengan melihat waktu.
dapatmenghambat Monitor status oksigen pasien
Monitor respirasi dan status O2
jalan nafas
2. Gangguan pola nafas b.d Kriteria Hasil Airway Management
jalan nafas terganggu Menunjukkan jalan Buka jalan nafas, gunakan teknik
akibat spasme otot-otot chin lift atau jaw thrust
nafas yang paten
Posisikan pasien untuk
pernafasan. (klien tidak merasa
memaksimalkan ventilasi
tercekik, irama Atur intake untuk cairan
nafas, frekuensi mengoptimalkan keseimbangan
pernafasan dalam Monitor respirasi dan status O2
rentang normal, Vital sign monitoring
tidak ada suara nafas Monitor TTV
abnormal) Identifikasi penyebab dari
Tanda-tanda vital perubahan tanda-tanda vital
dalam rentang
normal
3. Intoleransi Aktivitas b.d Kriteria Hasil: Terapi Aktivitas
Kolaborasikan dengan Tenaga
kelemahan umum, Tanda-tanda vital
immobilitas Rehabilitasi Medik dalam
normal

12
Mampu melakukan merencanakan program terapi
aktivitas secara yang tepat
Bsntuk pasien untuk
mandiri
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
Bantu pasien untuk membuat
jadwal latihan di waktu luang
Bantu pasien dan keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari (Stoll, 2007).
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh

13
Clostridium tetani, dengan tanda utama kekakuan otot(spasme),tanpadi
sertai gangguan kesadaran (Ismoedijanto, 2006).
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus
yang disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu bakteria yang mengeluarkan
toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat (Saifuddin, 2001).
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,-0,5
milimikron yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora.
Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya
diujung, dan memberi gambaran penabuh genderang (drum stick). Spora ini
mampu bertahan hidup dalam lingkungan panas,antiseptik, dan di jaringan
tubuh.Spora ini juga bisa bertahan hidup beberapa bulan bahkan
bertahun.Bakteria yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran
hewan dan manusia, dan bisa terkena luka melalui debu atau tanah yang
terkontaminasi. Clostridium tetani merupakan bakteria Gram positif dan
dapat menghasilkan eksotoksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini
(tetanospasmin) dapat menyebabkan kekejangan pada otot.Terdapat 5 faktor
risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:
a. Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
b. Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat
c. Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
d. Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan
e. Faktor Kekebalan Ibu Hamil

4.2 Saran
Semoga makalah ini berguna bagi pembaca sehingga bisa menerapkan
tindakan-tindakan sederhana jika anak terkena tetanus neonatorum.

Daftar Pustaka

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Jogjakarta : Mediaction
Jogjakarta
http://sustrimaylani.blogspot.co.id/2016/05/askep-tetanus-
neonatorium.html
https://www.academia.edu/10969371/askep_tetanus_neonatorum
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125373-S-5814-Gambaran
%20epidemiologi-Literatur.pdf

14
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21814/4/Chapter
%20II.pdf
https://www.scribd.com/doc/302125225/Askep-Tetanus-Neonatorum

15

Anda mungkin juga menyukai