Anda di halaman 1dari 13

INFARK MIOKARD

A. DEFINISI
Infark miokard akut didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokn darah akibat sumbatan akut arteri
koroner. Sumbatan ini sebaian besar disebabkan rupture plak ateroma pada arteri
koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi
inflamasi dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang smbatan ini dapat pula
disebabkan oleh spsme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.
Infark Miokard Akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang
berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian
(infark) miokard. Iskemia sendiri merupakan suatu keadaan transisi dan reversible
pada miokard akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan ke butuhan miokard
yang menyebabkan hipoksia miokard.3
B. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari infark miokard (MI) adalah rupturnya plak
arterosklerosis pada arteri coronaria yang disebabkan spasme arteri atau
terbentuknya trombus. Intinya infark miokard akut terjadi jika suplai oksigen
yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga
menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan
gangguan oksigenasi tersebut diantaranya berkurangnya suplai oksigen ke
miokard. Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
1) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki
riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan
beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress
emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.
2) Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke
seluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan
lepas dari faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan.
Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi
hipotensi. Stenosis maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup
jantung (aorta, mitralis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya
cardiac output (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan
sirkulasi menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah
dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.
3) Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika
daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh
darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu.
Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain:
anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu
dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk
meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit
jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat
kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai
oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih,
emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu
terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen,
sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektif.4
Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk terkena
infark miokard akut, yaitu faktor resiko yang bisa dimodifikasi dan faktor resiko
yang tidak bisa dimodifikasi.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan
intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok
ini diantaranya:
o Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain:
menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan
vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung,
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan
kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau
lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali dibanding
yang tidak merokok.
o Konsumsi alkohol Meskipun ada dasar teori mengenai efek
protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa
meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet,
dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi
semuanya masih kontroversial Tidak semua literatur mendukung
konsep ini, bahkan peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas kardiovaskular karena aritmia, hipertensi
sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
o Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative
intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran pernafasan,
tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik.
o Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya afterload yang
secara tidak langsung akan meningkatkan beban kerja jantung.
Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai
kompensasi dari meningkatnya afterload yang pada akhirnya
meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
o Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan
tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung
insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
o Kurang olahraga
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan resiko terkena
penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
o Penyakit Diabetes Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada
pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang
biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme
lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis
(peningkatan tingkat adhesi platelet).
Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu
diantaranya:
o Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55
tahun (umumnnya setelah menopause).
o Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki
dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini
berkaitan dengan estrogen yang bersifat kardioprotektif pada
perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat
dan akhirnya setara dengan laki pada wanita setelah masa
menopause.
o Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm
usia 70 tahun merupakan faktor resiko independent untuk
terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya
predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa
riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK
pada keluarga dekat.
o RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di
Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local,
sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia.
o Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara,
Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan
perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi,
dan kehidupan urban.
o Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar,
sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan
untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan
abnnormalitas metabolisme lipid.
o Kelas social
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja
kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja
profesi (misal dokter, pengacara dll).Selain itu frekuensi istri
pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami
kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja
professional/non-manual.
C. PATOFISIOLOGI
Infark miokard umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Pada sebagian besar kasus infark terjadi jika plak ateroslerosis
mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan obstruksi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core).
Lokasi dan luasnya infark tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran
darah kolateral. Infark miokard yang mengenai endokardium sampai epikardium
disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial. Setelah 20 menit terjadi sumbatan, infark sudah dapat terjadi
pada subendokardium dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjaddi
infark transmural. Hal ini kadang-kadang belum selesai karena daerah sekitar
infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih berlanjut.
Bila arteri left anterior descending yang oklusi infark mengenai dinding
anterior ventrikel kiri dan bisa mengenai septum. Bila arteri Left circumflex yang
oklusi, infark mengenai dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila
arteri koroner kanan yang oklusi, infark terutama mengenai dinding inferior dari
ventrikel kiri, tetapi bisa juga septum dan ventrikel kanan. Oklusi arteri koronaria
bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah yang diperdarahi arteri
yang oklusi tersebut mendapat pasok oleh kolateral pembuluh arteri lain.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan
selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami
infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional.
Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel , respon peradangan
disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini.
Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasijaringan dan
pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis.
Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat
fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang
progresif.
Infark miokard jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang
nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot iskemia disekitarnya juga
mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokard akan
menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia : daya kontraksi
menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel,
pengurangan volume sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume
akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel dan peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri
D. GAMBARAN KLINIS
1. Nyeri Dada
Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam
dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan
berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri
berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar,
diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar
paru. Salah satunya yang paling berbahaya adalah jantung. Nyeri pada
jantung bias disebabkan adanya iskemik miokard.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) merupakan serangan nyeri
dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit
dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat
timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang
berlebihan atau gangguan emosi.
Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) merupakan
jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali
mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja
ringan dan berlangsung lebih lama.
Infark miokard merupakan iskemik miokard yang berlangsung lebih dari
20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung
lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan
angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan
aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam.
Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat.
Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym
jantung.
2. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan
hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas
merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
3. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya
lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak
inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
4. Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan
gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas
E. DIAGNOSIS
Pada kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan atas karakter, lokasi, dan
lamanya sakit dada. Sakit dada yang lebih dari 20 menit dan tidak ada
hubungannya dengan aktifitas atau latihan, serta tidak hilang dengan nitrat
biasanya dipakai untuk membedakannya dengan angina pektoris.
Adanya perubahan EKG, didukung oleh tingkat serum enzim yang
abnormal memperkuat diagnosis untuk infark miokard. Diagnosis infark miokard
dapat ditegakkan bila memenuhi 2 dari 3 kriteria: nyeri dada khas infark,
peningkatan serum enzim lebih dari 1 kali nilai normal, dan terdapat evolusi
EKG khas infark
1. Anamnesis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah
sternum, tetapi bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke
bahu kiri dan kanan dan pada satu atau kedua lengan. Biasanya
digambarkan sebagai rasa tertekan, terhimpit, diremas-remas, rasa
berat atau panas, kadang-kadang penderita melukiskannya hanya
sebagai rasa tidak enak didada. Walaupun sifatnya dapat ringan
ssekali, tetapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah
jam, dann jarang ada hubungannya dengan aktivitas serta tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrat.
Pada fase awal serangan jantung, pasien amat stres dan dapat
berkeringat dingin. Keadaan umum penderita membaik bila rasa sakit
sudah dikendalikan dan sering sekali dalam beberapa jam penderita
terlihat baik. Volume dan laju denyut nadi bisa normal, tetapi pada
kasus berat nadi kecil dan cepat. Tekanan darah biasanya menurun
selama beberapa jam atau hari dan pelan-pelan kembali ke keadaan
normal dalam 2 atau 3 minggu, tetapi juga dapat menurun sampai
terjadi hipotensi berat. Pada fase awal infark miokard, tekanan vena
jugularis biasanya normal atau sedikit meningkat, dan dapat juga
meningkat sekali pada infark ventrikel kanan.
2. Pemeriksaan fisik
o Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat
aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tapak sesak.
Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24
jam pasca infark. Denyut Nadi dan Tekanan Darah Sinus
takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien,
biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang
adekuat. Denyut jantung yang rendah mengindikasikan
adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark. Peningkatan TD mmoderat
merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin. Sedangkan
jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat
dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel
kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
Pemeriksaan Jantung Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 ,
atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard jarang terdengar
hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga
6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
Pemeriksaan Paru Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar,
walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru
pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu
merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.
Elektrokardiogram Pada kebanyakan infark, EKG akan
menyingkap tirai diagnosis yang tepat. Tampak perubahan
elektrokardiografik yang khas pada infark miokardium, dan
perubahan yang paling awal terjadi hamper bersamaan
dengan terjadinya kerusakan miokardium. Pemeriksaan
EKG harus dilakukan sedini mungkin pada setiap orang
yang dicurigai mengalami infark walaupun Cuma kecil.
Namun gambaran EKG awal mungkin tidak selalu bersifat
diagnostic, dan evolusi perubahan gambaran
elektrokardiografik bervariasi antara satu orang dan yang
lainnya; dengan demikian perlu dilakukan kardiogram
serial bila pasien dirawat di rumah sakit. Gambaran yang
khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi
segmen ST dan inversi gelombang T. Diduga perubahan
gelombang Q disebabkan oleh jaringan mati, kelainan
segmen ST karena injury otot dan kelainan-kelainan
gelombang T karena iskemia. Infark Inferior melibatkan
permukaan diafragmatik jantung infark ini sering
disebabkan oleh penyumbatan a.koronaria dekstra atau
cabang desendennya. Perubahan elektrokardiografi yang
khas dapat dilihat pada sadapan inferior (II, III, dan AVF).
Infark Lateral melibatkan dinding lateral kiri jantung.
Infark ini sering disebabkan oleh penyumbatan ramus
sirkumfleksus a.koronaria sinistra. Perubahan akan terjadi
pada sadapan lateral kiri (I, AVL, V5 dan V6) . Infark
Anterior melibatkan permukaan anterior ventrikel kiri dan
biasanya disebabkan oleh penyumbatan ramus
interventrikularis anterior a.koronaria sinistra. Semua
sadapan prekordial (V1 sampai V6) dapat menunjukkan
perubahan. Infark Posterior melibatkan permukaan
posterior jantung dan biasanya disebabkan oleh
penyumbatan a.koronaria dekstra. Tidak ada sadapan yang
terletak di atas dinding posterior. Oleh karena itu, diagnosis
harus ditegakkan dengan cara mencari perubahan resiprokal
pada sadapan anterior, terutama V1.
o Laboratorium
Leukosit sedikit meningkat demikian juga laju endap darah,
hal ini merupakan reaksi terhadap nekrosis miokard.
Beberapa enzim yang terdapat dalam konsentrasi tinggi di
otot jantung akan dilepas dengan nekrosis miokard, karena
itu aktifitasnya dalam serum meningkat dan menurun
kembali setelah infark miokard. Jumlah enzim yang dilepas
secara kasar paralel dengan beratnya kerusakan miokard.
Serum kreatin fosfokinase Kreatin fosfokinase (CK) yang
terdapat di jantung, otot skelet dan otak, meningkat dalam 6
jam setelah infark, mencapai puncaknya dalam 18 jam
sampai 24 jam dan kembali normal dalam 72 jam. Selain
pada infark miokard, tingkat abnormal tinggi terdapat pada
penyakit-penyakit otot, kerusakan serebrovaskular, setelah
latihan otot dan dengan suntikan intramuskular.
Serum glutamic oxalo-acetic transaminase (SGOT)
Terutama terdapat di jantunng, otot skelet, otak, hati, dan
ginjal. Sesudah infark SGOT meningkat dalam waktu 12
jam dan mencapai puncaknya dalam 24 jam sampai 36 jam,
kembali normal pada hari ke 3 atau ke 5.
Serum lactate dehydrogenase (LDH) Enzim ini terdapat di
jantung dan juga di sel-sel merah. Meningkat relatif lambat
setelah infark, mencapai puncaknya dalam 24 jam sampai
48 jam kemudian, dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu.
Cardiac spesific troponin (cTn) Terdapat dua jenis cTn
yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
CKMB Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal
dalam 2-4 hari.
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran
pembuluh koroner sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih
lanjut, serta mencegah kematian mendadak dengan memantau dan mengobati
aritmia maligna. Meskipun penderita tidak meninggal akibat serangan infark akut,
apabila infarknya luas penderita akhirnya bisa jatuh ke dalam gagal jantung.
Karena itulah pendekatan tata laksana infark akut mengalami perubahan dalam
dekade terakhir ini dengan adanya obat-obat trombolisis. Trombolisis bahkan
dapat diberikan sebelum di bawa ke rumah sakit bila ada tenaga yang terlatih.
Dengan trombolisis kematian dapat diturunkan sebesar 40%.
1) Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera
mengantarkan pasien mencari pertolongan ke rumah sakit atau menelpon
rumah sakit terdekat meminta dikirmkan ambulan beserta petugas
kesehatan terlatih. Petugas kesehatan/dokter umum di klinik mengenali
gejala dan pemeriksaan EKG bila ada tirah baring dan pemberian oksigen
2-4 L/menit, berikan aspirin 60-325 mg tablet kunyah bila tidak ada
riwayat alergi aspirin, berikan preparat nitrat sublingual misalnya
isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-5 menit samapai 3 kali, bila
memungkinkan pasang jalur infuse, segera kirim ke rumah sakit terdekat
dengan fasilitas ICCU (Intensive Coronary Care Unit) yang memadai
dengan pemasangan oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang
terlatih.
2) Tatalaksana diUnit Gawat Darurat 1,4 Tirah baring Pemberian oksigen
2-4 L/menit untuk mempertahkan saturasi oksigen > 95 %
Pasang jalur infuse dan pasang monitor
Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum diberikan
sebelumnya dan tidak ada riwayat alergi aspirin
Pemberian nitrat untuk mnegatasi nyeri dada
Klopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/hari
Segera pindahkan ke Ruang Rawat Intensif Koroner (ICCU)
3) Tatalaksana di Ruang RAwat Koroner Intensif/Intensive Coronary Care
Unit (ICCU)
Pasang monitor 24 jam
Tirah baring
Pemberian oksigen 3-4L/menit
Pemberian nitrat. Bila nyeri belum berkurang dapat diberikan
nitroglisrin drip intravena secara titrasi sesuai respon tekanan
darah, dimulai dengan dosis 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat
ditingkatkan 5-20 mikrogram/menit sampai respons nyeri
berkurang atau mean arterial pressure (MAP) menurun 10 % pada
normotensi dan 30 % pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik
harus > 90 mmHg
Penyekat beta atau Beta Blocker bila tidak ada kontraindikasi
terutama pada pasien dengan hipertensi dan takiaritmia yaitu
bisoprolol mlai 2,5-5 mg atau metoprolol 25-50 mg atau atenolol
25-50 mg
Pemberian Angiotensin Receptor Blocker (ARB) bila pasien
intoleran dengan ACE inhibitor
Mengatasi nyeri. Pemberian morfin sulfat intravena 2-4 mg dengan
dengan mengatsi interval 5-15 menit bil nyeri belum teratasi
Pemberian laksatif untuk memperlancar defekasi
Pemberian antiasietas sesuai evaluasi selama perawatan. Dapat
diberikan diazepam 2 x 5 mg atau alprazolam 2 x 0,25 mg
Hindari segala obat golongan antinyeri non inflamasi (NSAID)
kecuali aspirin
G. TERAPI FARMAKOLOGIS
1) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri. Dosis 2-4 mg dan dapat diulang
dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping :
konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi
pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri.
2) Nitrat
Golongan nitrat organik dapat merelaksasikan semua otot polos, terutama
otot polos vaskuler. Dengan demikian, nitrat menyebabkan vasodilatsi
semua sistem vaskuler, terutama vena-vena dan arteri-arteri besar. Nitrat
organik mudah larut dalam lemak, sehingga mudah diabsorpsi melalui
mukosa ataupun kulit. Dengan demikian untuk mendapatkan efeknya
secara cepat, digunakan nitrat organik yang mempunyai efek awal yang
cepat dan masa kerja yang pendek. Nitrat organik yang termasuk dalam
golongan ini ialah sedian sublingual nitrogliserin, isosorbid dinitrat, dan
eritritil tetranitrat. Angina cepat teratasi dengan pemberian obat ini.
Apabila keluhan masih ada, maka pemberian nitrat ini dapat diulang 3-4
kali selang 5 menit.
3) Betabloker
Betabloker menekan adrenoseptor beta1 jantung, sehingga denyut jantung
dan kontraktilitas miokard menurun. Hal ini menyebabkan kebutuhan
oksigen miokard pun berkurang, di samping perfusi miokard (suplai
oksigen) sedikit meningkat, karena regangan dinding jantung berkurang
serta bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau
ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta
bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Tapi penekanan
pada adrenoseptor beta 2 dapat menyebabkan vasodilatsi dan dilatasi
bronkus berkurang, sehingga vasokonstriksi atau pun konstriksi bronkus
yang disebabkan oleh tonus reseptor alfa makin menonjol. Tapi pada
betabloker yang kardioselektif, yang hanya berefek pada adrenoseptor beta
1 di jantung, efek samping vasokonstriksi perifer dan konstriksi bronkus
jauh berkurang. Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol,
atenolol, dan acebutol) dan non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan
nadolol).
4) Pengobatan trombolitik
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis, yaitu streptokinase,
urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA)
dan anisolylated plasminogen activator complex (ASPAC). r- TPA bekerja
lebih spesifik pada fibrinn dibandingkan streptokinase dan waktu
paruhnya lebih pendek. Penelitian menunjukkan bahwa secara garis besar,
semua obat trombolitik bermamfaat namun r-TPA menyebabkan penyulit
perdarahan otak sedikit lebih tinggi dibandingkan steptokinase. Karena
sifatnya, steptokinase dapat menyebabkan reaksi alergi dan juga hipotensi
akibat dilatsi pembuluh darah. Karena itu streptokinase tidak boleh
diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya sudah diberikan atau penderita
dalam keadaan syok. Indikasi pemberian trombolitik adalah penderita
infark miokard akut yang berusia dibawah 70 tahun, sakit dada dalam 12
jam sejak mulai, daan elevasi ST lebih dari 1 mm pada sekurang-kurangya
2 sadapan. r-TPA sebaiknya diberikan pada infark miokard kurang dari 6.
Obat-obatan ini juga ditujukan untuk memperbaiki kembali aliran darah
pembuluh darah koroner, sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan
miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan
darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektif pemberiannya
adalah 1 jam setelah timbul gejala pertama dan tidak boleh lebih dari 12
jam paska serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75
tahun
5) ACE inhibitor
ACE inhibitor memiliki efek antihipertensi yang baik dengan efek
samping yang relatif jarang. Penelitian menunjukkan bahwa ACE inhibitor
tidak mempengaruhi profil lipoprotein dan glukosa darah, bahkan
cenderung meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan kolesterol total
dan trigliserid. ACE inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim
konversi angiotensin, sehingga angiotensin II yang seharusnya berasal dari
angiotensin I tidak terbentuk. Obat ini juga mengurangi cedera pada otot
jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan
pada otot jantung. Misalnya captropil.
6) Obat-obatan Antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan
darah pada arteri. Missal: heparin dan enoksaparin.
7) Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet
untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan.3

DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. dalam : Sudoyo AW,
Setiohadi B, Setiani S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006 : hal. 1615-25.
2. Irmalita. Infark Miokard. dalam : Ruantono LI, Baraas F, Karo karo S,
Roebianto PS. Buku ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbitan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ; 1996 : hal. 173-81.

Anda mungkin juga menyukai