Laporan Pendahuluan Bunuh Diri
Laporan Pendahuluan Bunuh Diri
2. Klasifikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2,
yaitu:
a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu
lama.
3. Etiologi
Harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-
tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
1) Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
2) Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan.
b. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptif.
4. Proses terjadinya
Konsep diri terdiri atas komponen : citra diri, ideal diri, harga diri, penampilan
berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu dari adaptif sampai maladatif.
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah
perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah
adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggung
jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung
harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan
penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain,
aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal
diri yang tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari
dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran, yaitu :
3) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,
5. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).
6. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk
tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas (Fitria,
2009).
7. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan konsep diri yang mengarah pada diagnosa medis
skizofrenia, khususnya dengan perilaku harga diri rendah, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine
HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol,
Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal,
Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan
Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan
apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik.
Psikotherapi pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi
aktivitas kelompok (TAK).
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)
d. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan
klien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri
dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok
bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan Sadock,1998,hal.728).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok
stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy
aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari
empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah
adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok
dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
(Keliat dan Akemat,2005,hal.49).
e. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif
dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto,
2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan
khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan
dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar
ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Riyadi
dan Purwanto, 2009).
f. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).
8. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap
konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri, yaitu adaptif dan
maladaptif.
D. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada
pasien dengan harga diri rendah kronik adalah sebagai berikut:
Risiko Perilaku Kekerasan
Isolasi Sosial
Core Problem
Causa
Koping Individu Tidak Efektif
E. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronik
F. Rencana Keperawatan
G. Pelaksanaan
Pelaksanaan atau implementasi perawatan merupakan tindakan dari
rencana keperawatan yang disusun sebelumnya berdasarkan prioritas
yang telah dibuat dimana tindakan yang diberikan mencakup tindakan
mandiri dan kolaboratif. Pada situasi nyata sering impelmentasi jauh
berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan tindakan
keperawatan yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang
dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat
membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal dan juga tidak
memenuhi aspek legal. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana
perawatan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai kondisi saat ini.
Setelah semua tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka
kontrak dengan klien dilaksanakan. Dokumentasikan semua tidakan yang
telah dilaksanakan beserta respon klien ( Keliat, 2002, hal 15).
H. Evaluasi
Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien (Keliat, dkk 1998)
Evaluasi dibagi 2 :
1. Evaluasi proses (Formatif) dilakukan setiap selesai melakukan
tindakan
2. Evaluasi hasil (Sumatif) dilakukan dengan membandingkan respon klien
pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan dengan perawatan
SOAP
Hasil yang ingin dicapai pada klien dengan kerusakan interaksi sosial
(menarik diri ) yaitu :
1. Dapat menunjukkan peningkatan harga diri
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
HARGA DIRI RENDAH KRONIK
RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA
TUJUAN KRITERIA TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN
EVALUASI
Harga Diri TUM :
RendahKronik Klien memiliki
konsep diri yang
positif
TUK 1 Setelah interaksi selama1. Bina hubungan saling percaya1. Hubungan saling pe
Klien dapat 1 x 15 menit diharapkan: dengan menggunakan prinsip menjadi dasar keterbu
membina hubungan Ekspresi wajah klien komunikasi terapeutik : klien kepada perawat.
saling percaya. bersahabat, a. Sapa klien dengan nama baika. Memulai perte
menunjukkan rasa verbal maupun non verbal. dengan menyapa
senang, ada kontak dengan sopan.
mata, mau berjabatb. Perkenalkan diri dengan sopan. b. Saling berkenalan
tangan,mau menimbulkan
menyebutkan nama, keakraban dengan klie
mau menjawab salam,c. Tanyakan nama lengkap klien c. Menimbulkan
mau duduk dan nama panggilan yang disukai kenyamanan klien
berdampingan dengan klien. berinteraksi.
perawat, maud. Jelaskan tujuan pertemuan d. Klien mengerti m
mengutarakan masalah perawat melak
yang dihadapi interaksi dengannya.
e. Menambah rasa pe
e. Jujur dan menepati janji klien kepada perawat.
f. Menimbulkan
kenyamanan klien k
f. Tunjukkan sikap empati dan perawat menerima kea
menerima klien apa adanya. mereka.
g. Dengan me
perhatian, klien
merasa nyaman
g. Berikan perhatian kepada klien berinteraksi.
dan perhatikan kebutuhan dasar
TUK 2 Setelah interaksi selama
1. Diskusikan kemampuan dan1. Mengetahui kemam
Klien dapat 1x15 menit diharapkan aspek positif yang dimiliki klien. yang dimiliki klien
mengidentifikasi klien menyebutkan2. Bersama klien buat daftar2. Mengetahui ber
kemampuan dan aspek positif dan tentang aspek positif dan macam kemampuan
aspek positif yang di kemampuan yang kemampuan yang dimiliki klien. dimiliki klien.
milikinya. dimiliki klien 3. Beri pujian yang realistik dan3. Pujian akan mena
hirdarkan memberi penilaian motivasi klien
yang negatif. mengungkapkan
kemampuannya.
TUK 3 Setelah interaksi selama
1. Diskusikan dengan klien1. Mengetahui kemam
Klien dapat menilai 1x15 menit kemampuan yang masih dapat apa saja yang masih
kemapauan yang diharapkanklien menilai digunakan selama sakit. dilakukan selama dira
digunakan. kemampuan yang dapat 2. Diskusikan kemampuan yang2. Merencanakan
digunakan di RSJ, klien dapat dilajutkan di rumah sakit kemampuan yang
menilai kemampuan dilakukan di rumah
yang dapat digunakan 3. Beri reinforcement positif 3. Pujian akan mena
dirumah notivasi klien beraktif
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Stuart & Sundden. 1995. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5. St Louis: Mosby Year Book.