Bab Ii-Cabi
Bab Ii-Cabi
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malnutrisi
Malnutrisi merupakan suatu kondisi dimana tubuh kekurangan atau kelebih nutrisi
atau biasa diartikan sebagai ketidaksesuaian jumlah nutrisi yang dibutuhkan dengan yang
dikonsumsi. Dewasa ini, malnutrisi lebih erat kaitannya dengan kondisi kekurangan gizi
atau biasa disebut gizi buruk, yaitu suatu kondisi dimana pemenuhan gizi atau nutrisi
tidak dapat dipenuhi. Dengan kata lain, status gizinya berada dibawah rata-rata (Blssner
et al., 2005).
Status gizi buruk ini dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu kwashiorkor,
marasmus dan keduanya. Kwashiorkor merupakan suatu kondisi malnutrisi yang
disebabkan oleh kekurangan asupan protein, sedangkan marasmus merupakan suatau
kondisi malnutrisi yang disebabkan oleh kekurangan karbohidrat atau kalori (Wong et
al.,2009).
Gizi buruk merupakan suatu masalah kesehatan yang serius. Pada tahun 2013,
diketahui sebanyak 165 juta anak-anak dibawah 5 tahun mengalami gizi buruk di seluruh
dunia. Lebih dari 90 % anak-anak penderita gizi buruk tinggal di Afrika dan Asia. Di
Indonesia sendiri, gizi buruk telah menjadi salah satu permasalahan yang masih terus
berlanjut. Sebanyak 8 juta anak-anak dibawah 5 tahun mengalami kelainan dalam
pertumbuhan yang diakibatkan oleh gizi buruk (UNICEF,2013).
Gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya
ketidakstabilan politik, pertumbuhan ekonomi yang lambat, adanya infeksi yang terjadi
secara kontinu, kurangnya pengetahuan dan kurangnya asupan makanan dengan gizi yang
baik. Kondisi malnutrisi dapat mempengaruhi semua orang dari kalangan umur. Namun,
pada umumnya golongan anak-anak merupakan yang paling rentan untuk terkena
malnutrisi. Oleh sebab itu perlu diperhatikan mengenai cakupan dan asupan gizi dari
anak-anak agar terpenuhi dan sesuai dengan yang dibutuhkan (Frongillo et al., 1998).
Peningkatan ekonomi dan penurunan kemiskinan akan meningkatkan kemungkinan bagi
kemungkinan pemenuhan gizi yang lebih baik, meningkatkan childcare dan
meningkatkan pelayanan kesehatan yang akan mengacu pada penurunan tingkat gizi
buruk (Haddad et al., 2003; Subramanyam et al., 2012).
2.4 Biskuit
Biskuit adalah produk makanan yang diproduksi dengan cara dipanggang dan
umumnya terbuat dari campuran tepung gandum dengan lemak dan gula. Biasanya dibuat
dengan variasi ukuran dan bentuk juga berisi buah kering, kacang dan pewarna makanan
(FAO,2013). Biskuit memiliki kandungan lemak yang tinggi, dengan kandungan gizi
biskuit umumnya berkisar pada 50% kalori berasal dari lemak, 43% kalori dari
karbohidrat dan 7% dari protein (Wheat Foods Council, 2005). Penelitian Townsend dan
Buchanan (1967) menunjukkan bahwa biskuit dapat dijadikan sebagai medium dalam
upaya pemenuhan gizi dengan penambahan nutrien-nutrien penting yang dibutuhkan oleh
tubuh (Amir et al, 2016).
Cangkang telur, dengan struktur mineral tipis berfungsi melindungi isi telur dari
dampak mekanik, dehidrasi, ataupun kontaminasi mikroorganisme. Di waktu yang
bersamaan, cangkang telur bersifat permeabel pada gas dan air yang berfugnsi dalam
pertumbuhan embrio ayam (Nys et al., 1999; Hincke et al., 2012). Cangkang telur
menyumbang 9-12% dari total berat telur, yang sebagian besar terkandung kalsium
karbonat (94%) pada matriks organiknya, magnesium karbonat (1,39%), fosfat (0,73%),
dan unsur organik lain (4,14%) (Bowero, 1992; Solomon, 1997). Selain itu, cangkang
telur juga mengandung asam uronik yang merupakan faktor yang menyebabkan
kekerasan pada cangkang telur. Asam uronik merupakan senyawa dari gula
glikosaminoglikan. Selain asam uronik terdapat juga asam hyaluronik dan kondroitin
sulfat-dermatan sulfat kopolimer serta asam sialik sebagai karbohidrat lainnya yang
terdapat pada membran cangkang telur (Hunton,2005).
Singkong merupakan hasil pertanian yang umum ditemukan pada iklim tropis dan
dapat tumbuh sepanjang tahun (Ravindran dan Ravindran, 1988 ; Soenarso, 2004). Umbi
singkong banyak digunakan sebagai makanan pokok karena tingginya kandungan
karbohidrat. Tanaman singkong ( Manihot esculenta Crantz.) telah lama dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia baik sebagai sayuran, lalapan ataupun makanan pokok (bagian
umbi). Menurut data BPS Indonesia pada tahun 2012, produksi singkong di Indonesia
mencapai 24.044.025 ton pada tahun 2011, dan meningkat menjadi 24.177.327 ton pada
tahun 2012. Selain bagian umbinya, bagian singkong lain seperti batang, daun serta
kulitnya juga dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Akan tetapi, bagian-bagian tersebut
sering kali menjadi limbah perkebunan dikarenakan kurangnya minat pasar dan
rendahnya konsumsi masyarakat akan daun singkong sendiri (Ravindran dan Ravindran,
1988).
Konsumsi daun singkong dapat berperan besar dalam pemenuhan status gizi pada
populasi tropis (Terra, 1964), hal ini dikarenakan daun singkong sendiri dikenal banyak
mengandung karbohidrat (7,48 11,5%), protein (20,6% - 30,4%), fosfor, hidrat arang
(51-80 mg/g), vitamin C (21,18 40,51 g/g), kalsium (5,92 mg/g) dan zat besi (230
mg/kg) juga sejumlah kecil tanin (Rahmawati dkk, 2013; Rogers & Milner, 1963;
Ravindran & Ravindran, 1988; Koubala et al, 2015)
Dapus biskuit
Wheat Food Council. 2005. Grains of truth about biscuits. Tersedia Online di
http://www.ndwheat.com/uploads/resources/398/biscuits.pdf [diakses 2 November
2016; 11.50 WIB]
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 2013. Cakes-Biscuits.
Tersedia Online di http://www.fao.org/3/a-au103e.pdf [diakses 2 November 12.25
WIB]