Anda di halaman 1dari 18

Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

GANGGUAN PANIK DENGAN AGORAFOBIA

Oleh:
DESI MEGASARI
NIM. 1510029031

Pembimbing:
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp.KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Samarinda
2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
DAFTAR ISI 2
KASUS PSIKIATRI 3
STATUS MENTAL.. 4
PEMERIKSAAN DIAGNOSA LEBIH LANJUT .. 5
RINGKASAN PENEMUAN ... 6
DIAGNOSIS . 7
FORMULASI PSIKODINAMIK 8
RENCANA TERAPI MENYELURUH .. 8
PROGNOSIS ... 9
TINJAUAN PUSTAKA 9
PEMBAHASAN..............17
PENUTUP........19
DAFTAR PUSTAKA.............................20

KASUS PSIKIATRI

Dipresentasikan pada Kegiatan Kepaniteraan Klinik Lab. Kesehatan Jiwa. Pemeriksaan


dilakukan pada hari Senin 14 November 2016 di Poli Jiwa RSUD Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan. Sumber Anamnesa : autoanamnesis.
I. RIWAYAT PSIKIATRI
a. Identitas
Nama Pasien : Tn.T
Tanggal Lahir : 07 Juli 1976

2
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : S1 Teknik mesin
Pekerjaan : Guru Teknik
Alamat : Jl. Kiri Nurti RT 14 Balikpapan
b. Keluhan Utama : Takut keramaian
c. Riwayat penyakit sekarang :
Autoanamnesis :
Awal keluhan muncul sejak tahun 2011, pasien mengeluhkan selalu takut saat keluar
rumah sendirian dan saat berada di keramain. Saat keluar rumah pasien akan
merasakan gemetar, keringat dingin, jantung berdebar-debar, mual, bahkan terkadang
sampai muntah. Keluhan pertama kali muncul saat istrinya mendapat surat untuk
belajar keluar negeri. Pasien khawatir dan cemas akan berpisah dengan istrinya
karena anaknya masih kecil. Mulai saat itu pasien mengaku selalu takut saat keluar
rumah, perasaan seperti rumah mau roboh. Setiap kali berada di keramaian pasien
khawatir maagnya akan kambuh dan takut pingsan, sehingga pasien banyak berada di
dalam rumah dan jarang bersosialisasi dengan tetangga. Pasien berusaha melawan
ketakutannya dan tetap keluar rumah saat bekerja dan kadang keluar bersama
keluarganya.
Selain itu pasien juga mengeluhkan sulit tidur, yaitu sulit untuk memulai tidur dan
sering mimpi buruk, jika sempat tertidur pasien akan mudah terbangun saat
mendengar suara pelan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat inap pada tahun 2012 dengan keluhan mual, kembung, dan
nyeri ulu hati dan didiagnosa dengan esofagitis
e. Riwayat Keluarga
Penderita dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan Jawa, dan beragama Islam sejak
lahir. Merupakan anak ke-1 dari dua bersaudara. Ayah dan ibu adalah pedagang.
Ayah tidak bersifat keras hanya keras pada anaknya yang nakal, peran ibu lebih
dominan mengurus anak-anaknya, pasien lebih menganggap ibu sebagai teman. Saat
ini ayah dan ibu pasien sudah meninggal. Pasien memiliki satu orang adik
perempuan hubungan dengan adik baik saja. Adik pasien pernah dirawat karena
depresi dan sudah berobat rutin. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan anak.

Gonogram

3
= perempuan = perempuan sakit

=laki-laki =laki-laki sakit

=meninggal

f. Riwayat Hidup
Penderita dikandung 9 bulan, tidak ada masalah selama masa kehamilan penderita. Penderita
memiliki pertumbuhan dan perkembangan normal, tidak lebih dari sakit batuk pilek dan tidak
pernah sakit lama.Gejala-gejala dari masalah perilaku tidak ada. Pasien merasa tidak ada
masalah dengan kepribadiannya, dan juga tidak temperamen. Pasien menjalani pendidikan
sampai tamat di Jawa, tidak ada masalah fisik dan emosi remaja yang utama. Aktifitas sosial,
hubungan dengan tetangga biasa saja.

II. STATUS MENTAL


a. Kesan Umum
1. Identifikasi Pribadi
Rapi, tenang dan kooperatif
2. Perilaku dan Aktifitas Psikomotor
Tidak ada masalah
3. Gambaran Umum
Tenang dan kooperatif
b. Bicara : Pasien cukup terbuka dan tidak ragu menceritakan keluhannya.
c. Mood dan Afek: Mood stabil, afek sesuai
d. Pikiran dan Persepsi :
1. Bentuk pikiran: linear
2. Arus pikiran: koheren
3. Isi pikiran: Suicide (-), waham (-)
4. Gangguan persepsi : Halusinasi auditorik (-), ilusi (-)
e. Sensorik

4
1. Kesadaran : Composmentis.
2. Orientasi: Waktu: baik Orang: baik, Tempat: baik
3. Konsentrasi dan berhitung: Baik.
4. Ingatan : Baik
5. Pengetahuan : Baik
6. Kemampuan berpikir abstrak : Baik
7. Tilikan diri : Baik (6)
8. Penilaian : Baik

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT


a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tenang
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Respirasi : 20x/ menit
Suhu : 36,50C
Kulit : Dalam batas normal
Kepala : Simetris, alopesia (-), sikatriks (-)
Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-), pupil isokor
Hidung : Rhinorea (-), massa (-), perdarahan (-)
Telinga : Otorea (-), massa (-)
Mulut &tenggorokan : Dalam batas normal
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-)
Thoraks : Simetris, bentuk dada normal
Jantung : Pembesaran jantung (-), suara jantung S1S2 tunggal
reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : vesikular (+), wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen : Simetris, perkusi: timpani, nyeri tekan (-)
Hepar/lien : Organomegali (-)
Bising usus : (+) normal
Ekstremitas : dalam batas normal

Pemeriksaan Psikologi, Neurologi, dan Laboratorium


(Tidak ada)

IV. RINGKASAN PENEMUAN


a. Pemeriksaan Fisik
Dalam batas normal
b. Pemeriksaan Psikis
Status Psikis
Kesadaran : Composmentis
Kontak/rapport : Visual: baik, verbal: baik
Orientasi : Waktu : baik
Ruang : baik
Orang : baik
Perhatian : baik
Persepsi : Halusinasi auditorik (-), Halusinasi visual (-), ilusi (-)
Ingatan : Baik
Intelegensia : Baik, sesuai

5
Pikiran : Koheren, waham curiga (-), suicide (-)
Penilaian : Penilaian terhadap diri baik
Wawasan penyakit : Pasien mau minum obat
Emosi : Mood stabil, afek sesuai
Dekorum : penampilan: baik, cara berpakaian: baik, sopan santun: baik
Tingkah laku/bicara: Pasien terbuka menceritakan keluhannya

V. DIAGNOSIS
Diagnosis:
Aksis I : Gangguan panik + agorafobia
Aksis II :-
Aksis III : Dispepsia
Aksis IV :-
Aksis V : GAF Scale 70-61. Beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

Rekomendasi diagnosis dokter muda


Aksis I : F40.01 Agorafobia dengan gangguan panik
DD: - Fobia sosial dan spesifik
- Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik
-Gangguan medis terkait penyakit kardiovaskular,
penyakit paru, penyakit neurologi, intoksikasi obat, gejala
putus obat
Aksis II : tidak ada diagnosis
Aksis III : Penyakit sistem pencernaan
Aksis IV : tidak ada diagnosis
Aksis V :GAF Scale 70-61. Beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

VI. FORMULASI PSIKODINAMIK


Seorang laki-laki berumur 40 tahun, agama islam, pendidikan terakhir S1 berstatus
sebagai guru teknik, datang pada hari Senin, 14 November 2016 Pukul 09.00 WITA,
di Poli Jiwa RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan, pasien datang seorang diri.
Pada proses autoanamnesis, pasien terbuka menceritakan keluhan-keluhannya,
menanggapi pertanyaaan yang diberikan dengan sangat baik. Pasien mengaku Sejak
5 tahun yang lalu merasa selalu takut saat keluar rumah sendirian dan saat berada di
keramain. Saat keluar rumah pasien akan merasakan gemetar, keringat dingin,
jantung berdebar-debar, mual, bahkan terkadang sampai muntah. Keluhan pertama
kali muncul saat istrinya mendapat surat untuk belajar keluar negeri. Pasien khawatir
dan cemas akan berpisah dengan istrinya karena anaknya masih kecil. Mulai saat itu
pasien mengaku selalu takut saat keluar rumah, perasaan seperti rumah mau roboh.
6
Setiap kali berada di keramaian pasien khawatir maagnya akan kambuh dan takut
pingsan, sehingga pasien banyak berada di dalam rumah. Pasien berusaha melawan
ketakutannya dan tetap keluar rumah saat bekerja dan kadang keluar bersama
keluarganya. Selain itu pasien juga mengeluhkan sulit tidur, yaitu sulit untuk
memulai tidur dan sering mimpi buruk, jika sempat tertidur pasien akan mudah
terbangun saat mendengar suara pelan.
Riwayat merokok, alkohol, obat-obatan tidak ada.
Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan penampilan rapi, kooperatif, kontak visual
dan verbal baik, emosi stabil, afek sesuai, orientasi waktu baik, ruang baik, dan
orang baik, proses pikir koheren, tidak ada waham, tidak ada halusinasi visual,
halusinasi auditorik, maupun halusinasi lainnya dan tidak ada ilusi, intelegensia
baik, dan psikomotor normal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tidak adanya kelainan.

VII. RENCANA TERAPI MENYELURUH


Psikofarmaka
1. Fluoxetin 1x20 mg
2. Clobazam 1x10 mg
Psikoterapi
1. Terapi keluarga :Dukungan keluarga yang baik kepada pasien untuk
dapat memberikan dukungan kepada pasien.
VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam, jika:
1. Minum obat secara teratur
2. Keinginan sembuh dari pasien
3. Dukungan keluarga untuk sering memperhatikan dan memberikan perhatian
kepada pasien.

IX. TINJAUAN PUSTAKA


GANGGUAN PANIK DENGAN AGORAFIA
Definisi
Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga dan
spontan yang terdiri atas periode rasa takut yang intens dan bervariasi dari sejumlah
serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan selama satu tahun. Serangan
panik sering disertai agoraphobia, yaitu rasa takut sendirian ditempat umum (seperti
supermarket) terutama tempat yang sulit untuk keluar dengan cepat saat terjadi
serangan panik.1

Epidemiologi

7
Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk gangguan
panik adalah 1,5-5 % dan untuk serangan panik adalah 3 5.6 %. Jenis Kelamin
wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki. Perbedaan antara kelompok
Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit hitam adalah sangat kecil. Faktor sosial
satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah
riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering
berkembang pada dewasa muda usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun,
tetapi baik gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap usia.
Sebagai contohnya gangguan panik telah dilaporkan terjadi pada anak-anak dan
remaja dan kemungkinan kurang diagnosis pada mereka.1

Etiologi
Faktor biologis
Satu interprestasi dari riset mengenai dasar biologi gangguan panik ialah terkait
dengan suatu kisaran abnormalitas biologi dalam struktur dan fungsi otak. Sebagian
besar penelitian dilakukan di area dengan penggunaan stimulan biologis untuk
mencetuskan serangan panik pada pasien dengan gangguan panik. Pada sejumlah
pasien dengan gangguan panik dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatik,
beradaptasi lambat terhadap stimulus berulang dan berespon berlebihan terhadap
stimulus sedang.1
Disfungsi serotonergik cukup terlihat pada gangguan panik dan dari berbagai studi
dikatakan obat campuran agonis-antagonis serotonin menunjukkan peningkatan angka
anxietas. Respon tersebut dapat disebabkan oleh hipersensitifitas serotonin pasca
sinaps pada gangguan panik. Terdapat bukti bahwa melemahnya transmisi inhibisi
GABAnergik di amigdala basolateral, otak tengah, dan hipotalamus dapat
mencetuskan respon fisiologis mirip ansietas. Diantara berbagai neurotransmitter
yang terlibat, sistem noradrenergic juga menarik banyak perhatian, terutama reseptor
alfa 2 prasinaps yang memegang peran yang signifikan.1
Zat yang mencetuskan panik
Zat yang mencetuskan panik (panikogen) menginduksi serangan panik pada
mayoritas pasien dengan panik dan pada proporsi yang jauh lebih kecil pada orang
tanpa gangguan panik atau dengan riwayat serangan panik. Zat yang disebut
penginduksi panik pernapasan menyebabkan rangsangan pernapasan dan pergeseran
keseimbangan asam basa. Zat ini mencakup CO2, natrium laktat dan bikarbonat. Zat

8
penginduksi panik neurokimia mencakup yohimbin, fenfluramin, flumazenil,
kolesistokinin dan kafein. Zat penginduksi panik pernapasan awalnya bekerja di
baroreseptor kardiovaskuler di perifer dan mengirim sinyal melalui aferen vagus ke
nucleus tractus solitarii dan kemudian ke nucleus paragingantoselularis medulla.
Hiperventilasi pada pasien gangguan panik disebabkan oleh sistem alarm kekurangan
udara hipersensitif, sementara peningkatan konsentrasi PCO2 dan laktat secara
prematur mengaktifkan monitor asfiksik fisiologik. Zat penginduksi panik neurokimia
dianggap terutama mempengaruhi reseptor noradrenergic, serotonerik, GABA di
Sistem Saraf Pusat secara langsung.1
Pencitraan otak
Studi pencitraan struktur otak contoh nya Magnetic Resonance Imaging (MRI)
pada pasien dengan gangguan panik melibatkan keterlibatan patologis lobus
temporalis, terutama hipokampus. Salah satu studi MRI melaporkan abnormalitas
terutama atrofi korteks di lobus temporalis kanan pada pasien ini. Studi pencitraan
otak fungsional contohnya PET melibatkan adanya disregulasi aliran darah otak.
Khususnya, gangguan ansietas dan serangan panik disertai vasokonstriksi serebral,
yang dapat menimbulkan gejala SSP seperti pusing dan gejala sistem saraf perifer
yang dapat dicetuskan oleh hiperventilasi dan hipokapnia. Sebaigian besar studi
pencitraan otak fungsional menggunakan zat penginduksi panik spesifik (laktat,
kafein, dan yohimbin) dikombinasi dengan PET atau SPECT untuk mengkaji efek saat
zat penginduksi panik dan serangan panik yang dinduksi pada aliran darah otak.1
Faktor genetik
Walaupun studi mengenai dasar genetik gangguan panik dan agoraphobia
jumlahnya sedikit, data saat ini mendukung kesimpulan bahwa gangguan ini memiliki
komponen genitik yang khas. Sejumlah data menunjukkan bahwa gangguan panik dan
agoraphobia adalah bentuk parah gangguan panik sehingga lebih mungkin diturunkan.
Berbagai studimengatakan terdapat resiko 4 hingga 8 kali untuk gangguan panik
diantara kerabat derajat serta pasien dengan gangguan panik dibandingkan kerabat
derajat pertama pasien lain. Studi kembar lain melaporkan bahwa kedua kembar
monozigot lebih mudah tekena bersamaan disbanding kembar dizogot. Saat ini tidak
ada data yang menunjukkan lokasi kromosom spesifik atau cara transmisi gangguan
ini.1
Faktor psikososial

9
Patogenesis gangguan panik dan agoraphobia diterangkan dalam psikoanalitik dan
perilaku kognitif.1
Teori perilaku kognitif
Teori perilaku menyatakan bahwa ansietas adalah respon yang dipelajari baik dari
menirukan perilaku orang tua mapun melalui proses pembelajaran klasik. Didalam
metode pembelajaran klasik pada gangguan panik dan agoraphobia, stimulus
berbahaya (seperti serangan panik) yang timbul bersama stimulus netral (seperti naik
bus) dapat mengakibatkan penghindaran stimulus netral. Teori perilaku lain
menyatakan hubungan antara sensasi gejala somatik ringan seperti palpitasi dan
timbulnya serangan panik. Teori in tidak menerangkan timbulnya serangan panik
pertama yang tidak dicetuskan dan tidak disangka dialami pasien.1
Teori psikoanalitik
Teori ini mengonseptualisasi serangan panik sebagai serangan yang timbul dari
pertahanan yang tidak berhasil terhadap impuls yang mencetuskan ansietas. Untuk
menjelaskan agoraphobia, teori psikoanalitik menekankan hilang orangtua dimasa
kanak dan riwayat ansietas perpisahan. Berada sendirian ditempat umum
membangkitkan kembali ansietas saat diabaikan dimasa kanak. Mekanisme defens
yang digunakan mencakup represi, displacement, penghindaran dan simbolisasi.1

Gejala Klinis
Serangan panik yang pertama sering benar-benar spontan walaupun serangan panik
kadang-kadang mengikuti kegairahan, kerja fisik, aktivitas seksual atau trauma emosi
sedang. Menurut DSM IV TR menekankan bahwa setidaknya serangan pertama harus
tidak diduga untuk memenuhi kriteria diagnostik gangguan panik. Klinisi harus
berupaya untuk mendapatkan setiap kebiasaan yang mendahului serangan panik
pasien. Aktivitas tersebut dapat mencakup penggunaan kafein, alkohol, nikotin atau
zat lain, pola tidur atau makanan yang tidak biasa, dan situasi lingkungan tertentu
seperti pencahayaan yang berlebihan. Serangan sering dimulai dengan periode
meningkatnya gejala dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah rasa
takut yang ekstrim dan rasa kematian serta ajal yang mengancam. Pasien biasanya
tidak mampu menyebutkan sumber rasa takutnya, mereka menjadi bingung dan
memiliki masalah konsentrasi. Tanda fisik sering mencakup takikardi, palpitasi,
dispneu, dan berkeringat. Pasien sering mencoba pergi untuk mencari pertolongan.

10
Serangan biasanya bertahan 20-30 menit jarang lebih dari 1 jam. Pemeriksaan status
mental formal selama serangan panik dapat mengungkapkan adanya perenungan,
kesulitan bicara dan gangguan memori. Pasien dapat mengalami depresi atau
depersonalisasi selama serangan. Gejala dapat hilang segera atau bertahap. Diantara
serangan pasien dapat memiliki ansietas antisipatorik dan gangguan ansietas
menyeluruh mungkin sulit, walaupun pasien gangguan nyeri dengan ansietas
antisipatorik mampu menyebutkan fokus ansietas mereka.1
Kekhawatiran somatik akan kematian akibat masalah jantung atau pernapasan
dapat menjadi fokus utama perhatian pasien selama serangan panik. Pasien dapat
meyakini bahwa palpitasi dan nyeri dada menunjukkan bahwa mereka akan mati.
Sebanyak 20% pasien benar-benar mengalami episode sinkop selama serangan panik.
Pasien dengan agorafobia menghindari situasi di saat sulit mendapat bantuan. Lebih
suka ditemani kawan atau anggota keluarga di tempat tertentu, seperti jalan yang
ramai, toko yang padat, ruang tertutup (seperti terowongan, jembatan, lift), kendaraan
tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat terbang). Mereka menghendaki
ditemani setiap kali harus keluar rumah. Perilaku tersebut sering menyebabkan konflik
perkawinan dan keliru didiagnosis sebagai masalah primer. Pada keadaan parah
mereka menolak keluar rumah dan mungkin ketakutan akan menjadi gila. Gejala
depresif sering kali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, dan pada beberapa
pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik.
Penelitian telah menemukan bahwa risiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan
gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.

Diagnosis
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Panik dengan Agoraphobia 1
A. Mengalami (1) dan (2):
(1) Serangan panik berulang tidak diduga
(2) Sedikitnya satu serangan telah diikuti selama satu bulan atau lebih oleh
salah satu atau lebih hal berikut:
a. Kekhawatiran menetap akan mengalami serangan tambahan
b. Khawatir akan akibat atau konsekuensi serangan (contoh hilang
kendali, serangan jantung, menjadi gila)
c. Perubahan perilaku bermakna terkait serangan
B. Adanya agoraphobia
C. Serangan panik tidak disebabkan efek fisiologis langsung zat
(penyalahgunaan obat, pengobatan) atau keadaan medis umum

11
(hipertiroidisme)
D. Serangan panik tidak dapat dimasukkan kedalam gangguan jiwa lain,
seperti fobia sosal, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan
stress pasca trauma atau gangguan ansietas perpisahan

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Agoraphobia1


Catatan: Agorafobia bukan merupakan gangguan yang dapat diberi kode. Buatlah
kode gangguan spesifik saat terjadinya agorafobia (misalnya, gangguan panik dengan
agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik).
A. A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dari mana kemungkinan sulit
meloloskan diri (atau merasa malu) atau tidak ada pertolongan saat mengalami
serangan panik dengan predisposisi situasional atau tidak terduga atau gejala mirip
panik. Rasa takut agorafobik biasanya mengenai kumpulan situasi karakteristik
seperti di luar rumah sendirian; berada di tempat ramai atau berdiri di sebuah barisan;
berada di atas jembatan; atau bepergian dengan bis, kereta, atau mobil.
Catatan: Pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah terbatas
pada satu atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika penghindaran
terbatas pada situasi sosial.
B. B. Situasi dihindari (misalnya, jarang bepergian) atau jika dilakukan adalah dilakukan
dengan penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan mendapatkan serangan
panik atau gejala mirip panik, atau perlu didampingi teman.
C. C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain, seperti fobia sosial (misalnya, penghindaran terbatas pada situasi sosial
karena rasa takut terhadap situasi tertentu seperti di elevator), gangguan obsesif-
kompulsif (misalnya, menghindari kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang
kontaminasi), gangguan stres pascatraumatik (misalnya, menghindari stimuli yang
berhubungan dengan stressor yang berat), atau gangguan cemas perpisahan (misalnya,
menghindari meninggalkan rumah atau sanak saudara).

Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ-III2


F40.0 Agorafobia
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :
a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
b. Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan
dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang/keramaian, tempat
umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri; dan
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
(penderita menjadi house-bound)
Karakter kelima : F40.00 = Tanpa gangguan panik
F40.01= Dengan gangguan panik

12
Terapi
Farmakoterapi
Alprazolam (Xanax) dan paroxetine (paxil) adalah dua obat yang disetujui FDA untuk
terapi gangguan panik. Umumnya pengalaman menunjukkan keunggulan selektif
serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan clomipramine (anfranil) daripada benzodiazepine,
monoamine oxsidase inhibitor (MAOI), dan obat trisiklik serta tetrasiklik dalam efektifitas
dan toleransi efek yang merugikan. Sejumlah kecil laporan mengajukan peranan nefazodon
(Serzone) dan venlafaksin (Effexor), serta buspiron (BuSpar) diusulkan sebagai obat
tambahan pada sejumlah kasus. Suatu pendekatan konservatif adalah memulai dengan
paroxetine, sertraline atau fluvoxamine pada gangguan panik terisolasi. Jika diinginkan
kendali yang cepat terhadap gejala yang parah pemberian alprazolam harus dimulai
bersamaan dengan SSRI diikuti penurunan dosis benzodiazepine secara perlahan. Pada
penggunaan jangka panjang, fluoxetine adalah obat efektif untuk panik yang bersamaan
dengan depresi.1
Seletive serotonin reutake inhibitor
Semua SSRI efektif untuk gangguan panik. Paroxetin memiliki efek sedatif dan
cenderung segera membuat pasien tenang sehingga menimbulkan kepatuhan yang lebih
besar serta putus minum obat yang lebih sedikit. Fluoxamine dan sertralin adalah obat
berikutnya yang paling baik ditoleransi. Satu pendekatan bagi pasien dengan gangguan
panik adalah dengan memulai paroxetine 5-10 mg /hari selama 1-2 minggu kemudian
dosisnya ditingkatkan 10 mg/hari setiap 1-2 minggu hingga maksimum 60 mg. Jika sedasi
tidak dapat ditoleransi dosis paroxetine diturunkan bertahap hingga 10 mg/hari dan diganti
menjadi fluoxetine pada 10 mg/hari dan dititrasi meningkat secara perlahan. Strategi lain
dapat digunakan berdasarkan pengalaman klinisi.1
Benzodiazepin
Benzodiazepin memiliki awitan kerja untuk panik yang paling cepat, sering dalam
minggu pertama, dan dapat digunakan untuk periode waktu yang lama tanpa timbul
toleransi terhadap efek anti panik. Alprazolam adalah benzodiazepine yang paling luas
digunakan untuk gangguan panik tetapi studi menunjukkan lorazepam atau Ativan
memiliki efisiensi yang sama, dan pada laporan kasus juga menunjukkan bahwa
klonazepam atau klonopin dapat efektif. Setelah 4-12 minggu dosis benzodiazepine dapat
diturunkan sementara obat serotonergik diteruskan. Keberatan utama para klinisi mengenai

13
benzodiazepine adalah potensi ketergantungannya, gangguan kognitif, dan penyalahgunaan
terutama setelah penggunaan jangka panjang. Pasien harus diperingatkan untuk tidak
menyetir atau mengoperasikan peralatan yang berbahaya selama mengkonsumsi
benzodiazepine.1
Obat trisiklik dan tertrasiklik
Menurut data diantara obat-obat trisiklik clomipramine dan imipramine (tofranil) adalah
obat yang paling efektif untuk terapi gangguan panik. Pengalaman klinis menunjukkan
dosis harus dinaikkan perlahan untuk menghindari stimulus berlebihan dan bahwa seluruh
manfaat klinis membutuhkan dosis utuh dan mungkin belum dicapai selama 8-12
minggu.Obat-obatan trisiklik lebih sedikit digunakan daripada SSRI karena obat trisiklik
umunya memiliki efek simpang lebih berat pada dosis lebih tinggi yang diperlukan untuk
terapi yang lebih efektif bagi gangguan panik.1
Monoamine oxidase inhibitor
Data terkuat menyokong efektifitas fenelzin (nardil) dan sejumlah data juga menyokong
tranil sifromin (parnate). Kemungkinan MAOI menyebabkan stimulasi berlebihan lebih
kecil daripada SSRI atau trisklik tapi obat ini memerlukan dosis penuh selama sedikitnya
8-12 minggu agar efektif.1
Tidak respon terhadap terapi
Jika pasien gagal memberikan respon terhadap salah satu golongan maka golongan obat
lain harus dicoba. Data terkini menunjukkan nefazodon dan fenlafaxin efektif untuk
digunakan. Laporan kasus mengesankan efektifitas carbamazepine, valproate, dan inhibitor
saluran kalsium. 1
Durasi farmakoterapi
Ketika efektif terapi diteruskan selama 8-12 bulan. Gangguan panik adalah keadaan
kronik mungin seumur hidup dan kambuh jika terapi dihentikan.1
Terapi perilaku dan kognitif
Terapi kognitif dan terapi perilaku adalah terapi yang efektif terhadap gangguan panik.
Dari berbagai respons disimpulkan bahwa terapi kognitif dan perilaku mengungguli terapi
farmakologi saja; laporan lain menyimpulkan sebaliknya. 1
Terapi kognitif
Dua fokus utama terapi kognitif adalah instruksi mengenai keyakinan pasien yang salah
dan informasi mengenai serangan panik. Instruksi mengenai keyakinan yang salah berpusat
pada kecenderungan pasien untuk salah mengartikan sensasi tubuh ringan sebagai tanda

14
khas akan terjadinya serangan panik, ajal, atau kematian. Infromasi mengenai serangan
panik mencakup penjelasan bahwa, ketika serangan panik terjadi, serangan ini terbatas
waktu dan tidak mengancam jiwa.1
Aplikasi relaksasi
Tujuannya adalah memberikan pasien rasa kendali mengenai tingkat ansietas dan
relaksasi. Melaui penggunaan teknik standar relaksasi otot dan membayangkan situasi
yang membuat santai, pasien mempelajari teknik yang dapat membantu mereka melewati
sebuah serangan panik.1
Pelatihan Pernapasan
Hiperventilasi berhubungan dengan serangan panik mungkin berkaitan dengan sejumlah
gejala seperti pusing dan pingsan, suatu pendekatan langsung untuk mengendalikan
serangan panik adalah melatih paisen melakukan hiperventilasi.1
Pajanan invivo
Teknik ini meliputi pemajanan pasien terhadap stimulus yang ditakuti yang semakin
lama semakin berat dari waktu ke waktu pasien menjadi mengalami desensitisasi terhadap
pengalaman tersebut.1

X. PEMBAHASAN
Diagnosis
Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ III Pada
Kriteria Diagnostik Untuk Agorafobia Pasien
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :
a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus
merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan
sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau
pikiran obsesif;
b. Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam
hubungan dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak
orang/keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah, dan
bepergian sendiri; dan
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala
yang menonjol (penderita menjadi house-bound)

Kriteria diagnostik DSM IV TR gangguan panik dengan agoraphobia Pada


Pasien
A. Mengalami (1) dan (2):
(1) Serangan panik berulang tidak diduga
(2) Sedikitnya satu serangan telah diikuti selama satu bulan atau

15
lebih oleh salah satu atau lebih hal berikut:
a. Kekhawatiran menetap akan mengalami serangan
tambahan
b. Khawatir akan akibat atau konsekuensi serangan (contoh
hilang kendali, serangan jantung, menjadi gila)
Perubahan perilaku bermakna terkait serangan
B. Adanya agoraphobia
C. Serangan panik tidak diasebabkan efek fisiologis langsung zat
(penyalahgunaan obat, pengobatan) atau keadaan medis umum
(hipertiroidisme)

Kriteria diagnostik DSM IV TR Agoraphobia Pada


Pasien
Catatan: Agorafobia bukan merupakan gangguan yang dapat diberi kode.
Buatlah kode gangguan spesifik saat terjadinya agorafobia (misalnya,
gangguan panik dengan agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan
panik).
D. A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dari mana
kemungkinan sulit meloloskan diri (atau merasa malu) atau tidak ada
pertolongan saat mengalami serangan panik dengan predisposisi situasional
atau tidak terduga atau gejala mirip panik. Rasa takut agorafobik biasanya
mengenai kumpulan situasi karakteristik seperti di luar rumah sendirian;
berada di tempat ramai atau berdiri di sebuah barisan; berada di atas jembatan;
atau bepergian dengan bis, kereta, atau mobil.
Catatan: Pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah
terbatas pada satu atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika
penghindaran terbatas pada situasi sosial.
E. B. Situasi dihindari (misalnya, jarang bepergian) atau jika dilakukan adalah
dilakukan dengan penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan
mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik, atau perlu didampingi
teman.
F. C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain, seperti fobia sosial (misalnya, penghindaran terbatas
pada situasi sosial karena rasa takut terhadap situasi tertentu seperti di
elevator), gangguan obsesif-kompulsif (misalnya, menghindari kotoran pada
seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi), gangguan stres pascatraumatik
(misalnya, menghindari stimuli yang berhubungan dengan stressor yang
berat), atau gangguan cemas perpisahan (misalnya, menghindari
meninggalkan rumah atau sanak saudara).

Penatalaksanaan

16
Dengan terapi sebagian besar pasien mengalami perbaikan. Dua terapi yang paling
efektif adalah farmakoterapi dan terapi kognitif perilaku. Terapi keluarga dan kelompok
dapat membantu penderita dan keluarganya menyesuaikan diri dengan keadaan pasien
yang memiliki gangguan dan menyesuaikan diri dengan kesulitan psikososial yang dapat
dicetuskan oleh gangguan tersebut.

Psikofarmaka
Pada pasien ini akan diberikan terapi dari golongan SSRI dan benzodiazepin. Semua
SSRI efektif untuk gangguan panik. Benzodiazepin memiliki awitan kerja untuk panik
yang paling cepat, sering dalam minggu pertama, dan dapat digunakan untuk periode
waktu yang lama tanpa timbul toleransi terhadap efek anti panik.

Psikoterapi
Pada pasien ini diberikan terapi kognitif dan terapi perilaku, pasien diberikan pengertian
mengenai keyakinan pasien yang salah dan informasi mengenai serangan panik, mengenali
keyakinan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk salah mengartikan
sensasi tubuh ringan sebagai tanda khas akan terjadinya serangan panik, ajal, atau
kematian. Informasi mengenai serangan panik mencakup penjelasan bahwa, ketika
serangan panik terjadi, serangan ini terbatas waktu dan tidak mengancam jiwa

XI. PENUTUP
Telah dilaporkan kasus seorang laki-laki usia 40 tahun yang merupakan pasien
rawat jalan di Poli Jiwa Rumah Sakit Umum Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan pada
tanggal 14 November 2016 dengan diagnosis gangguan panik dengan agorafobia.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Edisi
10. Alih bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara
2. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya: Jakarta. 2003

18

Anda mungkin juga menyukai