Anda di halaman 1dari 28

PENGGUNAAN KETAMINE SEBAGAI TIVA TOTAL INTRAVENA ANESTESI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Program Pendidikan

Profesi Kedokteran di Kedokteran di Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

Disusun Oleh :

Arif Zulfian Mubarok

Pembimbing :

dr. IGL Sukamto, Sp. An.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

2014
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

PENGGUNAAN KETAMINE SEBAGAI TIVA TOTAL INTRAVENA ANESTESI

Disetujui :

Tanggal :

Tempat : RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

Mengetahui

Dokter Pembimbing

dr. IGL Sukamto, Sp. An.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul : Penggunaan Ketamine
Sebagai Total Intra Vena (TIVA).
Adapun referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Bagian Anestesi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. IGL Soekamto, Sp. An. selaku kepala SMF bagian Anestesi dan reanimasi yang
telah membimbing penulis dalam pembuatan referat.
2. dr. Hanifa Agung, Sp. An. Selaku Staff anestesi dan reanimasi , yang telah membantu
dalam penyusunan referat ini.
3. Para perawat Anestesi yang telah membimbing kami dalam memberikan bimbingan
ilmu tentang ilmu anestesi dan reanimasi
Penulis sadar bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
penulis menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan referat ini.
Akhirnya penulis berharap agar referat ini dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Sragen, Juli 2014

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

I. PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang............................................................................................................1

1.2. Batasan Masalah.........................................................................................................7

1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................8

1.4. Metode Penulisan.......................................................................................................8

II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................9

2.1. Definisi dan Klasifikasi Anestesi.................................................................... 9


2.2. Ketamine.................................................................... ................................11
2.3. Anastesi Intravena Total 22

III. PEMBAHASAN................................................................................................25

IV. KESIMPULAN 28

DAFTAR PUSTAKA 29
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anestesi dan reaminasi adalah ilmu yang mempelajari tentang tatalaksana untuk
mematikan rasa (rasa nyeri, rasa takut, dan rasa tidak nyaman yang lain) sehingga membuat
pasien merasa nyaman, serta merupakan ilmu yang mempelajari tentang tatalaksana
mempertahankan hidup pasien selama mengalami anestesi. Tujuan anestesi adalah untuk
mendapatkan efek hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot, yang sering disebut dengan trias
anestesi 1.
Berdasarkan tekniknya, anestesi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu anestesi lokal, anestesi
regional, anestesi umum (general). Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting,
membutuhkan pertimbangan yang sangat matang. Pilihan teknik anestesi untuk kebanyakan
kasus juga perlu mempertimbangkan masalah individu dan status emosional pasien. Sampai saat
ini belum ada bukti yang meyakinkan bawa teknik yang satu lebih baik daripada teknik yang
lainnnya, sehingga tergantung dari pasien dan faktor pembedahan yang akan dilaksanakan. Hal
ini menyebabkan pentingnya pemilihan teknik anestesi. Namun bila dilihat dari usia, bayi dan
anak-anak paling baik menggunakan teknik anestesia umum. Pada orang dewasa dapat
menggunakan anestesia umum atau regional 1,2.
Anestesi lokal adalah anestesi yang dilakukan dengan menyuntikkan obat anerstesi lokal
di sekitar lokasi pembedahan. Tindakan anestesi ini biasanya dilakukan oleh operator sendiri,
contohnya anestesi topikal. Anestesi regional adalah teknik yang dilakukan dengan
menyuntikkan obat anestesi lokal di lokasi serat saraf yang menginervasi regional tertentu
sehingga menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat sementara. Yang
termasuk teknik anestesi regional yaitu blok spinal arachnoid dan spinal epidural. Anestesi
umum adalah keadaan tidak sadar yang sifatnya sementara kemudian diikuti oleh hilangnya nyeri
seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi. Beberapa teknik anestesi umum diantaranya
adalah anestesi umum intravena dan anestesi umum inhalasi 3
Pada tahun 1846, William Morton pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter
untuk menghilangkan nyeri selama operasi di Boston. Di Jerman tahun 1909 Ludwig Burkhardt
melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan ether melalui intravena, tujuh tahun
kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan morfin dan skopolamin
secara intravena. Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi Gold
Standard dari obat obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia dalam
bentuk intavena, namun obat anestesi intravena yang ideal belum bisa ditemukan. Kebanyakan
obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen dari trias anestesi, kecuali Ketamin
yang mempunyai efek 3 A sehingga menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang
paling lengkap 3,4.
Ketamine di laporkan pertama kali pada tahun 1962 sebagai bagian dari usaha dalam
menemukan obat anestesi alternatif dari Phencyclidine (PCP), dimana obat ini mengakibatkan
efek halusinasi, neurotoksisitas dan kejang. Ketamine ini pertama kali diberikan kepada prajurit
Amerika pada saat perang Vietnam. Obat ini sudah digunakan untuk manusia. Ada beberapa
kejadian yang dapat menguatkan bahwa ketamine berpotensi menyebabkan emergensi
phenomena karena obat ini kemungkinan mempunyai efek psychotomimetic.5.
Ketamin merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip dengan
phencyclidine. Ketamin hidrokloride adalah suatu rapid acting non barbiturat general
anesthethic termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil)
2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Obat ini. Ketamin pertama kali diperkenalkan
oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965 dan sering digunakan sebagai obat anestesi umum 5,6.
Efek samping dari ketamine ini mulai populer pada tahun 1965. Obat ini digunakan oleh
psikiatrik dan akademi-akademi lainnya untuk dilakukan suatu riset pada tahun 1970, tahun
1978 riset tentang obat ini mulai populerkan oleh ilmuwan yang bernama Jonh Lillys, Marcia
Moore dan Howard Altouinians Journey ke dunia luar, yang di dokumentasikan sebagai
phenomena intoksisitas ketamine yang tidak biasa5.
Induksi adalah bagian kedua dari anastesi. Pada pasien yang tidak diberi obat pre-
medikasi, induksi mungkin merupakan satu-satunya prosedur anastesi yang diingat selanjutnya,
tetapi banyak pasien yang menerima pre-medikasi lupa sama sekali akan proses induksi. Tujuan
induksi bukan untuk menganastesi, tetapi melainkan hanya untuk memulai agar proses anastesi
cepat dan nyaman: dikatakan disini sebagai induksi tidur dengan hipnosis kimiawi4.
Ada empat cara praktis untuk memasukan obat anastesi ke dalam tubuh yaitu2:

Intra-Vena
Intra-Muskular
Inhalasi
Rectal

Agen induksi intra-vena yang ideal adalah agen yang mempunyai3 :

Mula kerja cepat


Efek yang dalam
Lama kerja singkat
Tidak ada interaksi
Indeks-indeks intrapeutik luas3

Salah satu obat induksi intra-vena yang digunakan disini adalah Ketamine.

Ketamine sering digambarkan sebagai suatu obat bius yang unik karena mempunyai
efek-efek hipnotik (menghasilkan efek kantuk), analgesia (pengurang sakit), amnesik
(kehilangan memori yang singkat). Tidak ada obat anastesi yang mempunyai ketiga fitur penting
ini. Ketamine adalah obat bius yang sangat berharga2.

Ketamin merupakan salah satu obat anestesi yang aksinya satu arah. Artinya, efek
analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan demikian pemakaian
lama obat ini harus dihindari. Anestetik ini adalah suatu derivat dari pencyclidin suatu obat anti
psikosa. Ketamin mempuyai efek analgesi yang sangat kuat, akan tetapi efek hipnotiknya kurang
(tidur ringan) atau disebut juga sebagai anestesi disosiatif . Larutannya memiliki pH 3,4 - 5,5 6.
Penggunaan ketamin dapat diberikan secara intravena. Jika jalur pembuluh darah sulit
didapatkan, obat ini dapat diberikan melalui intramuskular. Dosis untuk menimbulkan efek
analgesik yaitu 0,2 mg/kgBB, sedangkan dosis untuk anestesi yaitu1-2 mg/kgBB i.v. Orang yang
mendapat anestesi dengan ketamin, meskipun orang tersebut menjadi tidak sadar dan tidak
merasa nyeri saat dilakukan operasi, tetapi bisa saja matanya tetap terbuka, tangan dan kakinya
bergerak-gerak, bahkan kadang dapat tetap bersuara. Tonus otot pada pemberian ketamin
cenderung meningkat, dan refleks batuk tetap dapat terjaga. Ketamin kurang digemari untuk
induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala,
pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi
gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena 8,9.
Prosedur-prosedur umum yang menggunakan ketamine biasanya dilakukan pada
pembedahan Orthopedi mayor dan minor (khususnya pembedahan pada daerah distal lengan atau
daerah kaki bagian bawah termasuk manipulasi retakan atau fraktur). Sebagaian besar
pembedahan Orthopedi selain yang barkaitan dengan tulang belakang, terdapat pada ekstremitas.
Pinggul juga merupakan salah satu tempat bedah otrhopedic yang paling sering karena pinggul
memerlukan reposisi atau fiksasi setelah fraktur, dan sebagaian penderita, berusia lanjut dan
osteoporosis yang luas. Banyak tindakan gawat darurat yang merupakan korban trauma,
sehingga bedah orthopedi mungkin hanya merupakan bagian dari penatalaksanaan cedera akut4.

Total intravenous anesthesia (TIVA) adalah salah satu teknik anestesi umum dengan
hanya menggunakan obat-obat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan
anestesi inhalasi. Anestetik intravena lebih banyak digunakan dalam tahun-tahun terakhir ini,
baik sebagai adjuvant bagi anestetik inhalasi maupun sebagai anastetik tunggal karena tidak
diperlukan peralatan yang rumit dalam penggunaannya, tetapi obat yang digunakan harus
memenuhi komponen trias anestesi, contohnya obat ketamin. Karena trias anestesi harus
dipenuhi, maka perlu pemakaian kombinasi obat anestesi intravena yang berkhasiat hipnotik,
analgetik, dan relaksasi otot secara berimbang 1.
Menurut Mangku dan Senapathi (2010), indikasi dilakukan teknik anestesi intravena total
adalah untuk operasi-operasi yang perlu relaksi lapangan operasi optimal. Teknik ini tidak
memiliki kontraindikasi absolut. Pilihan obat dapat disesuaikan dengan penyakit yang diderita
pasien dan disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi pasien 2,4.
Kelebihan TIVA adalah kombinasi obat intravena secara terpisah dapat dititrasi dalam
dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan, tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan
pasien terutama pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru dan anestesi yang mudah dan
tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus. Obat anestesi intravena adalah obat anestesi
yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun
pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan ke
seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing
masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing 4.

1.1 Batasan Masalah


Pada penulisan referat ini penulis akan membahas mengenai definisi, kelebihan dan
kekurangan TIVA, serta tentang obat ketamin secara farmakologis.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah :
1. Untuk memahami definisi, kelebihan dan kekurangan TIVA, serta definisi,
farmakodinamik, farmakokinetik, dosis, dan efek samping ketamin.
2. Untuk meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran
3. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesi dan
Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen

1.4 Metode Penulisan


Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada
beberapa literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Anestesi


Istilah anestesi dan reaminasi memiliki arti yaitu an yang artinya tidak, aestesi
artinya rasa, dan re artinya kembali, animasi artinya bergerak atau hidup. Sedangkan
menurut istilah kedokteran, anestesi dan reaminasi artinya suatu cabang dari ilmu kedokteran
yang mempelajari penatalaksanaan untuk mematikan rasa dan menjaga atau mempertahankan
hidup pasien selama mengalami kematian rasa akibat obat anestesi yang diberikan4.
Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dicakup dalam cabang anestesi dan reaminasi
adalah usaha-usaha penanggulangan nyeri dan stres emosi agar pasien merasa nyaman. Selain
itu, usaha-usaha kedokteran gawat darurat serta usaha-usaha kedokteran perioperatif yang
meliputi evaluasi atau persiapan praoperatif, anestesi dan reaminasi selama operasi, dan anestesi-
reaminasi pascaoperasi. Tindakan anestesi yang memadai harus mencakup 3 komponen (trias
anestesi), diantaranya adalah hipnotik yaing artinya tidak sadar dan dilakukan dengan hambatan
mental, analgesi yang artinya bebas nyeri dan dilakukan dengan hambatan sensoris, serta
relaksasi otot yang artinya mati gerak atau otot menjadi relax dengan hambatan refleks dan
hambatan motoris1.
Analgesia dapat terjadi hambatan sensoris, disini stimulasi nyeri dihambat secara sentral
sehingga tidak dapat diartikan di korteks serebri. Analgesia bisa terjadi dalam berbagai tingkatan
dimulai dengan light analgesia (stadium I) sampai true analgesia dimana semua sensasi hilang.
Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah
tindakan pembedahan. Relaksasi dapat terjadi karena adanya hambatan motoris dan hambatan
refleks. Pada hambatan motoris terjadi depresi area motorik di otak dan hambatan impuls
efferent, sehingga terjadi relaksasi otot skelet. Efek depresi motoris ini tergantung dari
kedalaman anestesi, dimana otot pernafasan atau diafragma yang paling akhir ditekan. Pada
hambatan refleks, terjadi penekanan refleks misalnya pada sistem respirasi untuk mencegah
brokhospasme, laringospasme, pembentukan mukus. Pada sirkulasi untuk mencegah terjadinya
aritmia dan pada gastrointestinal untuk mencegah mual, muntah. Hanya eter yang memiliki trias
anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka trias
anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat. Hipnosis didapat dari sedatif,
anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran). Analgesia didapat dari N 2O,
analgetika narkotik, NSAID tertentu. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot
(muscle relaxant). (Latief et al., 2010).
Secara umum, anestesi terbagi menjadi tiga teknik. Pertama anestesi lokal. Anestesi lokal
adalah anestesi yang dilakukan dengan menyuntikkan obat anerstesi lokal di sekitar lokasi
pembedahan. Tindakan anestesi ini biasanya dilakukan oleh operator sendiri, contohnya anestesi
topikal13.
Kedua, teknik anestesi regional, yaitu teknik yang dilakukan dengan menyuntikkan obat
anestesi lokal di lokasi serat saraf yang menginervasi regional tertentu sehingga menyebabkan
hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat sementara. Teknik ini terbagi lagi menjadi
anestesi regional spinal (blok subarachnoid) dan anestesi regional epidural (blok epidural). Blok
subarachnoid adalah blok regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestetik
lokal ke ruang subarachnoid melalui tindakan pungsi lumbal. Sedangkan blok epidural adalah
tindakan blok regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam
ruang epidural. Berdasarkan lokasinya, blok epidural dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
pendekatan torakal, pendekatan lumbal, dan pendekatan kaudal 1.
Ketiga, teknik anestesi general yaitu keadaan tidak sadar yang sifatnya sementara
kemudian diikuti oleh hilangnya nyeri seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi. Menurut
bentuk fisiknya anestesi general terbagi lagi menjadi teknik anestesi intravena dan anestesi
inhalasi. Anestesi intravena dilakukan hanya dengan menyuntikkan obat langsung ke pembuluh
darah vena. Anestesi total intravena (TIVA) memakai kombinasi obat anestetik intravena yang
berkhasiat hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot secara berimbang, sehingga memenuhi trias
anestetik. Anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi general dengan cara memberi
kombinasi obat anestesi inhalasi berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui mesin
anestesi untuk dihirup oleh pasien 4,13.

2.2. Ketamine

Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur


mirip dengan phencyclidine. Ketamine pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat
ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering
menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika
selama perang Vietnam.5
Molekul ketamin mengandung inti chiral yang meghasilkan 2 isomer optis, yaitu Isomer S
(+) dan R (-). Isomer S (+) menghasilkan anestestik yang lebih poten dan analgesia yang lebih
baik (pada percobaan secara in vivo ditunjukkan bahwa isomer S (+) ketamin 2 3 kali lebih
poten dari pada isomer R (-) ketamin dalam analgesia), kesadaran lebih cepat dan lebih
rendahnya insiden reaksi terbangun dibandingkan dengan isomer R(-).Kedua isometri ketamin
mampu menghambat pengambilan kembali katekolamin ke saraf simpatik postganglion (suatu
efek seperti kokain).11,12
Ketamine hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting
non barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum 3.
Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman (batas
keamanan lebar). Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja
singkat.11
Ketamine kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi,
hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah muntah ,
pandangan kabur dan mimpi buruk. Ketamine juga sering menyebabkan terjadinya disorientasi,
ilusi sensoris dan persepsi, pada dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering
disebut dengan emergence phenomena3.
Ketamine disebut sebagai dissosiasi anesthesia. Dikatakan sebagai dissosiasi karena
ketamine mempunyai efek yang mempengaruhi Reticular Activate System pada Hypothalamus.
Dimana saat pasien disuntikan ketamine maka efek yang dihasilkan akan berbeda dengan
rangsangan yang diberikan.9,18
Reticular Activate System (RAS) adalah suatu organ didalam hypothalamus dimana disini
terjadi penerimaan persepsi. RAS ini penting untuk 15,18:
1. Pengendalian Hormone secresi
2. Pemberi informasi tentang kondisi reflex
3. pemberi masukan terhadap regulasi dari sensorik
4. fungsi kesdaran dan fungsi vegetative
Activitas dari RAS yakni berkerja pada cortex, nucleus thalamic dan non-specificially dari
neocortex. Ini adalah beberapa mekanisme didalam otak yang menyokong formasi dari reticular,
yang dapat menaikan atau menurunkan volume pemasukan saraf afferent dari efek specific
sensorik dari organ itu sendiri. 14,15,18
Sistem limbus hypothalamic mengkonsentrasikan kerja pada ekspresi emosional dan juga
pada dasar asal- usulnya. Emoisonal adalah suau bentuk dasat reaksi fisiologi dimana terjadi
perubahan diantara system saraf dan system otot (otot lurik). Reaksi emosional meninggalkan
tanda-tanda reaksi electric dan kimia pada otak dan tubuh, ini disebut sebagai tanda-tanda dari
emosi. Secara reaksi kimiawi emosi adalah suatu interaksi antara rantai kimiawi asam amino
yang berasal dari neuropeptidase dan sel-sel reseptor pada otak15.
Ketamine dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi pada anestesi umum4 :
1. Untuk Prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misal pada koreksi jaringan
sikatriks daerah leher, disini untuk melakukan intubasi terkadang sukar.
2. Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/ radiology (arteriografi)
3. Tindakan otrhopedic (reposisi, biopsi)
4. Pada pasien dengan resiko tinggi : Ketamine tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai
untuk induksi pada shock.
5. Untuk tindakan operasi kecil
6. Digunakan dimana alat-alat anestesi tidak ada
7. Pasien asma

Pemberian dosis yang digunakan yakni 1-2mg/KgBB yang dibutuhkan untuk


menginduksi anestesi, pemberiannya harus perlahan. Onset kerja ketamine 30-60 detik setelah
disuntikan. Durasi kerjanya berkisar antara 15-25 menit 7, jika durasi anestesi perlu diperpanjang,
dosis yang digunakan sebagai maintenance yaitu 0,5mg/kgBB dan dapat diberikan ketika efek
dari obat sudah mulai terlihat berkurang. Selama prosedur yang lebih panjang berlangsung, harus
dicatat waktu antara induksi, oprasi dimulai, serta selalu memantau tekanan darah dan nadi
pasien. Sehingga tidak terjadi kesalahan apabila kita ingin menaikan dosis penambahan ketamine
selanjutnya jika efek dosis yang pertama hilang.11

Biasanya dikemas dalam flacon berisi 10 cc larutan ada yang tiap cc mengandung 50 mg dan
ada yang 100 mg.8,12
- Induksi IV : 1 2 mg/kgBB
- IM : 5 10 mg/kgBB
- Analgesi : 0,2 -0,8 mg/kgBB IV

Onsetnya yaitu:12

- IV : 10 60 detik
- IM : 3 20 menit

Secara alternatif, infus kontinyu dari ketamine dapat diberikan saat anestasi sudah
muncul. Ketamine diberikan dengan saline atau dextrose untuk memperoleh intensitas 1mg/ml
dan infusnya diatur pada 1-2 tetes/menit (yaitu 1-2mg ketamine/menit). Ini adalah dosis rata-rata
dewasa dengan dosis tetes infus yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Beberapa pasien juga
membutuhkan ketamine sebanyak 4mg/menit, hal ini disesuaikan dengan kedalaman anestesi dan
BB pasien, hal ini dilakukan untuk menghindari overdosis.
Dosis ketamine yang digunakan dapat dilihat dari sifat/jenis pembedahan (prosedur
minor/kecil membutuhkan dosis yang kecil pula), dan pasien sudah menerima premedikasi atau
belum. Dosis kecil dari ketamine intravena (contoh 1mg/kgbb) dapat dikombinasi dengan
diazepam intravena (0.1mg/kgbb) atau, dapat pula dikombinasi dengan pentotal (1-2mg/kgbb).
Kedua obat anestesi ini dapat membantu menurunkan efek hipertensif yang kadang dapat muncul
saat ketamine digunakan sebagai obat tunggal. Selama menggunakan kombinasi dua obat diatas,
pengawasan selama durasi operasi terus dilakukan guna mencegah terjadinya depresi nafas.6,11,12

2.2.1. Efek Ketamine Pada Tubuh

Sistem Syaraf Pusat (CNS)

Ketamine disebut juga sebagai dissociative anasthesia. Ketamine mempunyai efek-efek


tidak seperti anastesi umum lainnya, ketamine mempunyai daya analgetik yang cukup kuat akan
tetapi daya hipnotiknya tidak sekuat daya analgetiknya. Ketamine apabila diberikan intravena
maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai
tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-
kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan
kejang. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering
mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami
agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.4,6

Pengaruh ketamine setelah pemberian intravena terhadap CNS lebih lambat jika
dibandingkan dengan pemberian intravena dengan kombinasi induksi lain (1-5 menit pada
ketamine dengan 30-60 detik pada pentotal). Tetapi, seperti yang telah dinyatakan bahwa
kandungan anestesi cukup berbeda dibandingkan dengan obat anestesi lainnya. Korelasi didalam
plasma dan sistem syaraf pusat :

Plasma : 0,6-2 mb/ml/ pada GA untuk Dewasa


0.8-4mg/ml untuk anak-anak
Dosis 0.25-0.5mg/kgbb pada Epidural Anastesi.
Durasi pemakaian tergantung tindakan dan berlawanan dengan induksi lain dari anestesi,
pasien dapat menjadi gelisah setelah pemberian ketamine selesai. Hal ini sering disebut
Emergency delirium, apabila pasien terjadi disorientasi, gelisah, dan menangis. Pasien bisa
mengalami mimpi yang tidak menyenangkan sampai 24 jam setelah bius diberikan. Ketamine
juga dapat menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial dan sebaiknya tidak digunakan untuk
pasien yang menderita cedera kepala.10
Kegunaan golongan benzodiazepine (diazepam) pada premedikasi disamping menjadikan
pasien mendapat kesembuhan yang tidak menganggu juga dapat mengurangi efek samping yang
tidak menyenangkan.
System Cardiovascular (CVS)
Ketamine adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik
positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Ketamine menyebabkan stimulasi ringan pada
CVS. Tekanan darah meningkat sekitar 25 % ( rata-rata tekanan sistolik meningkat 20 30
mmHg) dan kecepatan jantung meningkat sekitar 20%, oleh karena itu efek keseluruhannnya
adalah meningkatkan beban jantung4.
Pada kebanyakan pasien, tekanan darah meningkat secara konstan lebih dari 3 menit dan
kemudian kembali normal 10-20 menit setelah pemberian ketamine. Terdapat variasi individual
pada efek kardiovaskular, dan kadang kenaikan yang tinggi pada tekanan darah dapat terjadi.
Kenaikan tersebut tidak berhubungan dengan dosis ketika diberikan lebih dari 1 mg/kgbb5.
Premedikasi dengan diazepam dapat mengurangi kenaikan pada tekanan darah. Jika
tekanan darah meningkat secara drastis setelah induksi, satu dosis kecil diazepam intravenus (2
mg untuk rata-rata 60-70 mg/kgbb untuk pasien dewasa) dapat membantu menurunkan tekanan
darah. Sebagaimana stimulasi cardiovascular mengikuti ketamine yang dimediasikan melalui
sistem saraf simpatis, akan lebih sesuai untuk memberikan pem-blokan alpha atau beta kepada
pasien yang mengalami kenaikan secara drastis pada tekanan darahnya. Namun, efeknya tidak
dapat diprediksi7,8.
System Respirasi
Jika ketamine diberikan secara cepat pada injeksi intravena, hal ini sering menyebabkan
pasien henti nafas dalam waktu singkat (sampai satu menit). Pada dosis biasa, tidak mempunyai
pengaruh terhadap sistem respirasi. Obat ini dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat
simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien ashma12.
Setelah injeksi intravenus pelan (lambat), bernafas pun terjadi dan mulai meningkat
walau sedikit. Jalan udara biasanya terjadi selama anestesi ketamine dan terdapat beberapa
perlindungan refleks pharingeal dan laryngeal jika dibandingkan dengan sarana intravenus lain.
Namun ini tidak menjamin dan penanganan jalan udara (jalan pernafasan) harus dipertahankan
dari sumbatan atau aspirasi. Oksigen dapat diberikan selama anestesi. Masker oksigen atau
cannule nasal dapat juga digunakan5.

Efek pada mata


Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi
peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis12.
Pada refleks-refleks proteksi
Refleks proteksi jalan nafas masih utuh sehingga harus berhati-hati melakukan hisapan-
hisapan pada jalan nafas atas karena tindakan tersebut dapat menimbulkan spasme laring10.
Pada metabolism
Merangsang sekresi hormon-hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, glukagon
sehingga laju katabolisme tubuh meningkat 10.

2.2.2. Farmakokinetik

Absorbsi
Pemberian ketamine dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular2
Distribusi
Ketamine lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh
organ. Pada awalnya, ketamin didistribusikan ke jaringan yang perfusinya tinggi seperti otak, di
mana puncak konsentrasi mungkin empat sampai lima kali di dalam plasma. Daya larut ketamin
dalam lemak (5 10 kali dari tiopental) memastikan perpindahan yang cepat dalam sawar darah
otak. Lagipula, induksi ketamin dapat meningkatkan tekanan darah cerebral bisa memudahkan
penyerapan obat dan dengan demikian meningkatkan kecepatan tercapainya konsentrasi yang
tinggi dalam otak. Sesudah itu, ketamin didistribusikan lagi dari otak dan jaringan lain yang
perfusinya tinggi ke lebih sedikit jaringan yang perfusinya baik. Waktu paruh ketamin adalah 1
2 jam16.
Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan
akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul
setelah 15 menit.12
Metabolisme
Ketamine mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa
metabolit yang masih aktif2. Metabolisme ketamin secara ekstensif oleh microsomal enzim
hepatic. Suatu jalur metabolisme yang penting adalah demethylation ketamin oleh sitokrom P 450
menjadi nor ketamin. Norketamin adalah hydroxylated dan kemudian menghubungkan ke
glucuronide metabolit yang non-aktif dan dapat larut dalam air. Zat ini kemudian mengalami
hidroksilasi. Semua hasil metabolisme ini kemudian mengalami konjugasi dan diekskresi melalui
urin dan feces. Diazepam memperlambat metabolisme dari ketamin dan memperpanjang efek
obat tersebut.11,16
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamine diekskresikan melalui ginjal.16

2.2.3. Interaksi Obat


Kombinasi theofilin dengan ketamin dapat menyebabkan pasien kejang. Propanolol,
penoksibenzamin dan antagonis simpatis menghilangkan efek langsung depresan miokardial
ketamin. Ketamine dapat meningkatkan efek obat sedatif lain, termasuk : benzodiazepin,
barbiturat, opiat / opioid, anestesi, dan minuman beralkohol.17

2.2.4. Efek samping


Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu
dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca
operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga
dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus
dan diplopia.4

2.2.5. Premedikasi
Dengan meningkatnya saliva oleh ketamine, hal yang terbaik adalah memberikan atropine
(SA) pada dosis 10-20mg/kgbb (sampai dosis maksimum yaitu 600mg/kgbb) melalui
intramuscular 30 menit sebelum ketamine (atau dapat juga secara alternatif diberikan secara
intravena pada saat pemberian ketamine). Beberapa sumber lain berpendapat bahwa atropin
tidak penting bagi orang dewasa selama saliva tidak menjadi sebuah kendala yang besar dalam
proses anestesi.1
Pemberian atropine promethazine 0.5mg/kgbb lewat oral pada anak-anakyang juga dapat
diberikan untuk mengawali selama satu jam sebelum induksi ketamine. Alternatif lainnya,
diazepam 0.1 mg/kgbb dapat diberikan secara intravena pada induksi. Kedua bius tersebut akan
dapat mengurangi kebutuhan akan kandungan ketamine pada operasi-operasi kecil.17
Ketamine dapat pula dikombinasi dengan obat-obat muscle relaxan (MR). Kombinasi yang
dapat dilakukan yakni dengan mengkombinasi ketamine dan muscle relaxan dalam infus , agar
menghasilkan keadaan yang baik saat pembedahan abdminal. Obat-obat MR yang dapat dipakai
yakni MR gol non-depolarisasi (tubocurarine/alcuronium), akan tetapi kombinasi dengan
rocuronium harus dihindari agar mencegah terjadinya tekanan darah saat pembedahan dilakukan.
Ketamine dapat juga dipakai sebagai obat anestesi Intra-Muscular. Dosis yang dipakai
sebagai anestesi intamuscular adalah 5-10mg/kgbb. Pembedahan dapat dimulai 4-5 menit setelah
obat disuntikan, dan durasi obat sekitar 15-25 menit 7. Jika operasi dengan waktu yang lama,
maka dosis yang dipakai dapat dinaikan. Dosis pertama yang diberikan sebagai anestesi
intramuscular adalah 5-7mg/kgbb untuk menghasilkan anestesi, khususnya saat dikombinasi
dengan diazepam. Hal yang harus diperhatikan yakni pada pemberian terhadap anak-anak yang
kurang gizi, sebaiknya dosis yang dipakai sebagai awal anestesi lebih kecil dari dosis yang biasa
dipakai (misal 3-4mg/kgbb).11.12
2.2.6. Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah
disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang
menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial
yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan
intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien
yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik, seperti ;
hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK, gagal jantung, Unstable angina, infark
miokard, dll.11,12,18
2.2.7. Pulih Anestesi
Nyeri Pasca Operasi
Sakit dan nyeri muskulus skeletal post anestesi dapat menjadi masalah. Mialgia
mungkin terjadi sampai hari ke 4 post operasi dan mungkin lebih sakit dari pada operasi
itu sendiri. Dengan berbagai macam obat (0,05 mg/kgbb : 1000 mg kalsium glukonat
10mg suksinil kolin) dilaporkan dapat mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh
suksinil kolin.
Mual muntah Pasca Operasi
Dapat menggunakan anti-emetic seperti ondansetron, metoklopramid. Sebelum
pasien diperbolehkan untuk pulang, harus memenuhi kriteria 5:
1. Vital sign stabil minimal dalam waktu 1 jam
2. Tidak ada tanda obstruksi atau depresi nafas
3. Efek mual muntah kecil
4. Nyeri dapat dikontrol dengan analgetik yang simpel
5. Dapat berorientasi dengan waktu, tempat dan orang
6. Dapat minum secara oral, dan menahan kencing (optional)
7. Pasien sudah diterangkan tentang masalah pasca operasi

Selain ketamine obat-abat lain yang dapat digunakan sebagai obat anestesi intravena yaitu
obat anestesi gol barbiturate, obat sedativa, dan Propofol 11.
A. Gol. Barbiturate :TIOPENTONE SODIUM (Pentotal,Tiopental)
Obat anestesi gol barbiturate ini mempunyai sifat tidak seperti ketamine atau tidak
mempunyai sifat yang ideal sebagai anastesi TIVA. Pentotal tidak mempunyai efek analgetik
akan tetapi obat ini mempunyai efek anesthetic, hipnotik dan sedative. Pentotal berkerja pada
receptor GABA di otak dan tulang belakang. Receptor GABAA suatu chanel inhibitor yang
bersifat mencegah atau mengurangi aktivitas neuronal. Obat ini dimetabolisme sebagian besar
pada hepar, hanya sedikit sekali yang keluar melalui urin tanpa mengalami perubahan. Pentotal
ini juga bukan merupakan larutan yang stabil dan dapat bersifat negatif bila tidak digunakan
secara langsung. Pentotal mempunyai daya kerja yang cepat (ultra short acting barbiturate) dan
daya pulih yang cukup cepat pula karena pemecahan pentotal didalam hepar yang cukup cepat.
Pada golongan ini dapat menimbulkan depresi pernafasan, dan penurunan tekanan darah pada
saat obat disuntikan karena efek obat ini menimbulkan efek vasodilatasi. Komplikasi obat ini
juga dapat mengakibatkan penurunan kesadaran mulai dari delirium, hingga somnolen. Dan juga
obat ini tidak menimbulkan rasa sakit pada saat obat disuntikan dan dapat mengakibatkan
nekrosis jaringan dan trombosis vena. Untuk itu obat gol ini jarang digunakan untuk pemberian
anestesi teknik TIVA.5
B. Obat Sedativa (Diazepam)
Untuk obat gol sedativa ini biasanya digunakan sebagai obat kombinasi karena obat ini
hanya berkerja sebagian besar sebagai suatu transquilizer (obat penenang), obat ini juga dapat
berkerja sebagai neuroleptik analgesia pada pemberian premedikasi. Obat ini mempunyai onset
kerja yang lebih lambat dibanding dengan gol batbiturate dan daya pulih juga yang cukup
lambat. Diazepam ini menimbulkan rasa sakit pada saat obat disuntikan dan juga dapat
menyebabkan nekrosis jaringan. Oleh karena itu untuk mengurangi rasa sakit tersebut biasanya
obat ini diencerkan menjadi larutan 0,2% dengan menggunakn dextrose atau NaCl, atau dapat
pula disuntikan dengan tidak mengklem aliran infus agar efek rasa sakit/terbakar berkurang.
Obat ini dapat menimbulkan efek samping yang cukup berarti yaitu penurunan kesadaran
(somnolen), adiktif, depressi, anterograde amnesia, reflex takikardia,dll 8.4
C. Propofol
Propofol mulai diperkenalkan pada tahun 1986 18. Obat ini secara kimia tidak ada
hubungan dengan obat-obat anestesi intravena lainnya. Zat ini berupa minyak pada suhu kamar.
Obat ini berasal dari putih telur1,2%, soya bean oil 10%, dan glycerol 2,25%. 3Propofol ini juga
sakit pasa saat obat disuntikan dan dapat juga menyebabkan trombosis pada vena tetapi jarang
terjadi bibandingkan pentotal. Obat ini mempunyai mekanisme aksi kerja yang di pengaruhi oleh
aktivitas receptor GABA, ini dikemukakan pda postulat mengenai mekanisme kerja dari
Propofol. Pharmakokinetik dari propofol yakni membuat pertikel-partikel didalm propofol
menjadi suatu obat yang ideal untuk ITU sedatif atau TIVA18. Obat mempunyai depresi pada
jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan
denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.6,7
2.3. ANASTESI INTRAVENA TOTAL
Total intravenous anesthesia (TIVA) adalah teknik anestesi umum dengan hanya
menggunakan obat-obat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan
anestesi inhalasi termasuk tanpa pemberian N2O. Indikasi dilakukan TIVA adalah obat induksi
anesthesia umum, obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat, tambahan untuk obat
inhalasi yang kurang kuat, obat tambahan anestesi regional, dan menghilangkan keadaan
patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi).1
TIVA digunakan untuk mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut
Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam
anestesi yaitu:16
1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot
Anestesia intravena ideal adalah yang (1) cepat menghasilkan hipnosis; (2) mempunyai
efek analgesia; (3) menimbulkan amnesia pasca-anestesia; (4) dampak buruknya mudah
dihilangkan oleh antagonisnya; (5) cepat dieliminasi oleh tubuh; (6) tidak atau sedikit
mendepresi fungsi respirasi, dan kardiovaskuler; dan (7) pengaruh farmakokinetiknya tidak
bergantung pada disfungsi organ. Kriteria ini sulit dicapai oleh satu macam obat, maka umumnya
digunakan kombinasi beberapa obat umumnya digunakan cara anestesi lain.15
Anastesi ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan anastesi inhalasi antara lain4,13 :
a. Peralatan lebih sederhana
b. Efek polusi yang terjadi sangat minim
c. Efek mual-muntah menurun
d. Efek toksik terhadap hepar dan ginjal menurun
e. Kecepatan pulih sadar lebih cepat
f. Stabilitas kardovascular lebih terjamin
Adapun kelemahan dari teknik total intravena anesthesia, yaitu 13 :
a) Lebih sulit dalam anesthesia di kebidanan
b) Lebih sulit untuk memastikan IV line
c) Reaksi allergi terhadap pemberian obat intravena lebih sering terjadi
Obat anastesi intravena dapat dogolongkan dalam dua golongan 4:
1. Obat yang terutama digunakan untuk induksi anastesi, misal golongan barbiturat,
eugenol, dan steroid
2. Obat yang digunakan baik sendiri maupun kombinasi untuk mendapatkan keadaan
seperti pada neuroleptanalgesia (misal droperidol), anastesia dissosiasi (misal ketamin),
sedativa (misal diazepam).
Terdapat tiga cara pemberian anastesi intravena 4:
1. Sebagai obat tunggal/ suntikan intravena tunggal (sekali suntik) untuk induksi anastesi
atau pada operasi-operasi singkat hanya obat ini saja yang dipakai.
2. Suntikan berulang
Ini digunakan untuk prosedur yang tidak memerlukan anastesi inhalasi : dengan dosis
ulangan lebih kecil dari dosis permulaan sesuai kebutuhan.
3. Lewat infus (diteteskan)
Ini digunakan untuk menmbah daya anastesia inhalasi.
Dari bermacam-macam obat anastesi intravena, hanya beberapa saja yang sering
digunakan yakni gol. Barbiturat, ketamine dan diazepam.
Sifat-sifat obat TIVA yang ideal 6,7 :
1. Onset cepat, masa kerja pendek
2. Tidak merusak vena atau nekrosis jaringan
3. Metabolisme pada hepar sedikit atau organ yang kaya akan pembuluh darah
4. Hasil metabolisme merupakan zat aktif, non toksik, mudah larut dalam air
5. Stabil sebagai larutan dan tidak rusak bila terpapar dengan sinar matahari.
6. Efek samping terhadap sistem kardiovaskuler dan respirasi minimum.
Indikasi Anestesi tekhnik TIVA4:
1. Obat induksi untuk anestesi umum
2. Tindakan bedah rawat jalan, membutuhkan waktu pulih cepat dan penuh
3. Suplemen anestesi inhalasi
4. Memperbaiki sirkulasi serebral
5. Mencegah pasien sadar selama kardiopulmonary Bypas
6. Sedasi pada anestesi regional/blok
7. Alternatif pada inhalasi anestesi dengan sindron hypertermia maligna
8. Pada kondisi sulit mendapatkan obat-obat yang tinggi, atau penggunaan nitrousoksida
adalah kontra indikasi.
BAB III
PEMBAHASAN

Anestesi dan reanimasi berguna untuk menanggulangi nyeri, stress agar pasien merasa
nyaman selama tindakan operasi1. Salah satu tekhnik anestesi adalah dengan TIVA yaitu
pemberian obat anestesi melalui intravena tanpa agen anestesi inhalasi. Pemberian anestesi
dengan TIVA dapat dikatakan lebih mudah dan lebih sederhana. Karena jika kita melakukan
teknik anestesi TIVA murni, kita hanya memerlukan jalur intravena sebagai tempat memasukkan
obat anestesi. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, teknik anestesi TIVA diberikan tanpa
inhalasi, termasuk N2O, artinya untuk melakukan teknik ini tidak memerlukan alat atau mesin
anestesi canggih seperti halnya jika kita melakukan teknik anestesi inhalasi. Sehingga, lebih
mudah dilakukan jika perlu tindakan anestesi di tempat dengan fasilitas yang kurang memadai 1.
Salah satu obat anestesi yang diberikan pada TIVA adalah ketamine, Ketamine bekerja sebagai
analgetik kuat, efek sedasinya rendah dan tidak memeliki efek pelemas otot. Efek ketamin
sebenarnya sangat cepat dan kuat, akan tetapi efek ini hanya berlangsung dalam jangka waktu
yang singkat.19 Sehingga pemberian ketamin untuk anestesi tidak bisa diterapkan untuk semua
proses pembedahan. Ketamin biasanya diberikan untuk tindakan ortophaedi, untuk operasi kecil,
dan untuk operasi yang hanya membutuhkan waktu pendek 4. Untuk anestesi intravena dosis
ketamine adalah 1 2 mg/kgBB dan untuk analgetik 0,2 -0,8 mg/kgBB IV8.
Ketamin memiliki daya analgesik yang kuat , akan tetapi daya sedatifnya rendah
sehingga kadang pasien dapat mengalami perubahan tingkat kesadaran setelah diberikan
ketamin, pasien dapat membuka mata dengan spontan dan terdapat nistagmus, selain itu
ketamine juga dapat meningkatkan tekanan intracranial sehingga pasien dengan cedera kepala
atau stroke sebaiknya tidak digunakan10. Ketamine juga bersifat simpatomimetik yang bisa
meningkatkan kerja jantung dan tekanan darah sehingga pada pasien dengan kelainan jantung
dan pembuluh darah sebaiknya tidak digunakan pada pasien ini12. Efek lain adalah ketamin dapat
meningkatkan tekanan intraokuler sehingga pada pasien glaucoma sebaiknya tidak diberikan
obat ini12. Efek lain dari ketamin adalah hipersalivasi pada pasien, hisap lender bisa dilakukan
tetapi harus hati-hati karena hisap lendir dapat menimbulkan spasme laring10. Mengingat efek
yang terjadi pada tubuh saat diberikan Ketamin relatif kompleks, maka penggunaannya terbatas
pada pasien yang normal saja. Artinya, jika berada difasilitas yang kurang memadai dan benar-
benar hanya penggunaan ketamin yang menjadi pilihan untuk anestesi, harus benar-benar
dipertimbangkan untung dan rugi yang ditimbulkan obat ini, terutama untuk pasien dengan
kelainan sistemik, kelainan tekanan intrakranial, atau untuk kasus pembedahan yang durasi
operasinya panjang 1,19.
Onset obat ketamin jika diberikan intravena adalah 10-60 detik sehingga pembedahan
bisa dimulai dengan cepat dengan durasi obat 15-25 menit, sehingga ketamin efektif bila
diberikan pada operasi kecil yang tidak memakan waktu lama. Dosis maintenance adalah
0,5mg/kgbb atau setangah dari dosis awal (dosis induksi:1-2 mg/kgBB) dengan cara tetes
pemberian intermiten atau tetes kontinyu. Hal tersebut dilakukan jika menginginkan durasi yang
lebih lama7. Pemberian secara intermiten dapat diulang setiap sekitar 15 menit sampai operasi
selesai. Sedangkan pemberian tetes kontinyu hanya dilakukan dipembedahan tertentu saja.1Ssaat
akan diberikan maintenance juga harus selalu dicatat waktu induksi, operasi dimulai, tekanan
darah dan nadi pasien agar tidak salah dalam memberikan dosis selanjutnya jika efek dosis
pertama hilang11.Kekurangan yang juga ada pada ketamin ini adalah jika durasi operasi lebih
panjang dari durasi sekali pemberian induksi ketamin, artinya kita harus memberikan dosis
tambahan seperti yang dijelaskan diatas. Jika hal itu terjadi, maka pihak pemberi anestesi lebih
sulit menghentikan efek anestesi dibandingkan dengan menghentikan efek anestesi dengan
teknik inhalasi. Sebagai contoh, sebuah operasi membutuhkan waktu 30 menit, padahal durasi
ketamin sekitar 25 menit. Maka kita menambahkan dosis ketamin agar durasi 30 menit untuk
operasi terpenuhi. Karena pemberian ketamin 2 kali, maka durasi anestesi menjadi sekitar 50
menit, sehingga dalam waktu 20 menit setelah operasi, pasien masih dalam kondisi tidak sadar.
Berbeda halnya dengan teknik anestesi inhalasi yang saat obat-obatan melalui inhalasi
dihentikan, efek anestesi pada pasien juga habis.
Efek samping dari obat ini adalah tekenan dara meningkat, takikardia, hipersalivasi,
halusinasi, disorientasi, pada otot dapat meyebabkan mioklonus, meningkatkan tekanan
intracranial dan pada mata menyebabkan nistagmus dan diplopia 4. Sehingga untuk mengurangi
efek samping tersebut bisa diberikan obat premedikasi seperti sulfas atropine dengan dosis 10-
20mg/kgbb secara intravena untuk mengurangi saliva dan diberikan bisa bersamaan dengan
pemberian ketamine1. Pemberian diazepam 0.1 mg/kgbb dapat diberikan secara intravena juga
berguna untuk mengurangi halusinasi, disorientasi dan megnurangi dosis ketamine serta
memperpanjang durasi obat tersebut17.
Obat pelemas otot bisa diberikan jikaingin memberikan efek pelemas otot seperti halnya
operasi laparotomy tetapi tidak ada peralatan memadai untuk pemberian tekhnik anestesi jenis
lain sehingga hanya bisa menggunakan ketamin sebagai induksi. Menurut Mangku dan
Senophati (2010), setelah dilakukan induksi ketamin, baik dikombinasi dengan obat hipnotik
atau tidak, dilanjutkan dengan memberikan obat suksinil kholin secara intravena untuk fasilitas
intubasi (ET). Pernyataan ini dapat merancukan definisi teknik antestesi intravena total, yang
mana intravena total seharusnya benar-benar seluruh obatnya melalui intravena, tanpa inhalasi.
Tetapi, kemungkinan pernyataan yang dimaksud oleh Mangku dan Senophati adalah pelemas
otot yang diberikan setelah induksi ketamin ditujukan untuk melengkapi trias anestesi. Fasilitas
intubasi hanya digunakan untuk memasukkan oksigen kedalam tubuh pasien tanpa obat anestesi
inhalasi seperti N20, Sevofluran, dan lain-lain.
BAB IV
KESIMPULAN

Ketamine efektif digunakan sebagai TIVA pada operasi kecil dan tidak membutuhkan
waktu lama serta untuk operasi ortopaedi dan bagian tubuh distal, karena efek dari ketamin
hanya analgetik kuat dan sedative lemah, bisa diberikan obat pelemas otot jika akan operasi
didaerah lain seperti abdomen yang membutuhkan otot yang rileks. Obat ketamin hanya bisa
diberikan pada pasien normal saja, pasien dengan penyakit sistemik yang sensitive pada efek
simpatis yang kronis sebaiknya jangan diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangku dan Senophati, 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reaminasi. Indeks: Jakarta.
2. Utama, 2010. Anestesi total dan regional untuk biopsi kulit.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/25_180%20Anestesi%20lokal%20biopsi
%20kulit.pdf. Diakses tanggal 14 Juli 2014
3. Anonim, 2012. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29717/5/Chapter
%20I.pdf. Diakses tanggal 13 Juli 2014.
4. Mulyana, 2007. Anesthesi Intravena. www.doitnow.org/pages/529.htm. diakses tanggal
14 Juli 2014.
5. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta : 1989
6. Prasetijo, 2012. Ketamin. http://smart-pustaka.blogspot.com/2012/03/ketamin.html.
diakses tangga 13 Juli 2014.
7. Anonim, 2012. Ketalar. http://indoanesthesia.wordpress.com/2012/06/30/ketalar-
ketamin/. Diakses tanggal 12 Juli 2014.
8. Suwarman, Wargahadibrada, 2007. Continuous infusion of low dose ketamine as
analgetic adjunct to reduce morphine consumption for postoperative analgetic in
gynaecological laparatomy. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi
Intensif Indonesia. Majalah anestesia dan critical care. Vol 25:1.
9. Weiskopf, 2005. Ketamine for Perioperative Pain Management. Anesthesiology; Vol
102:21120.
10. Dimsari, M., 2013. Ketamin. http://www.scribd.com/doc/132642323/Referat-Ketamin-dr-
HK-docx. Diakses tanggal 12 Juli 2014
11. Zunilda, Elysabeth. Anestetik Umum. Dalam : Farmakologi dan Terapi. Gunawan G,
editor. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2008.
12. Budiono U. Obat Anestesi Intravena Non Narkotik. Soenarjo, Jatmiko H D, editor.
Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan terapi intensif . Semarang : Fakultas
Kedokteran UNDIP/RSUP Dr. Kariadi. 2010
13. Inhaled and Intravenous General Anesthesia By Prof. Tassonyi Edomer, Available at :
www. nbcu. Edu
14. Hallucinogens & Dissociative Drugs: NIDA Research Report (NIDA, March 2001)
15. Homeo, 2006. Reticular Activate System. www.sanjeevonihomeo.com/blog. diakses
tanggal 13 Juli 2014.
16. Latief, dkk. Petunjuk Praktik Anestesiologi.Ed 2. Jakarta : FKUI. 2006.
17. Williams, 2013 .Ketamine. Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/1934111-
ketamine. diakses tanggal 12 Juli 2014.
18. Clark, 2003. TEHCNIC (The Journal of Operating Departement Practice).
www.AODP.org.

19. Anonim, 2014. Yang perlu diketahui tentang ketamin.


http://katahatiastri.blogspot.com/2014/04/yang-perlu-diketahui-tentang-ketamine.html.
Diakses tanggal 13 Julia 2014.

Anda mungkin juga menyukai