Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH BEBERAPA TOPIK ALJABAR

Sumardyono, M.Pd.

Sistem Persamaan Linier

Babilonia diketahui yang pertama mengenal dan menulis tentang sistem persamaan.
Tentu saja belum menggunakan simbol-simbol seperti yang kita gunakan sekarang. Pada
sebuah batu bertulis bangsa Babilonia, dari masa 300 SM, termuat sebuah soal yang berkaitan
dengan sistem persamaan linier, sebagai berikut:
Terdapat dua daerah (sawah) dengan luas total 1800 yard persegi. Daerah sawah
yang pertama dapat memproduksi rata-rata 2/3 gantang padi per yard persegi,
sementara daerah sawah yang lain memproduksi padi 1/2 gantang per yard
persegi. Jika jumlah produksi keseluruhan 1100 gantang, berapakah luas daerah
masing-masing sawah ?
Bangsa Cina sekitar tahun 200 SM hingga 100 SM, telah lebih jauh melangkah dalam
menangani sistem persamaan. Dalam teks kuno Jianzhang Suan Shu, yang terjemahan
Inggrisnya Nine Chapters of the Matematical Arts, telah menyuguhkan berbagai macam soal
mengenai sistem persamaan linier, termasuk metode untuk menyelesaikannnya yang dasarnya
merupakan metode matriks. Salah satu soal dinyatakan sebagai berikut:
Terdapat tiga jenis jagung. Untuk tiga karung jenis pertama, ditambah dua
karung jenis kedua, dan sekarung jenis ketiga harganya 39. Dua karung jenis
pertama, tiga karung jenis kedua, dan sekarung jenis ketiga harganya 34.
Sekarung jenis pertama, dua karung jenis kedua, dan tiga karung jenis ketiga
harganya 26. Berapakah harga jagung keseluruhan bila diambil masing-masing
jenis sekarung saja?
Penulis soal kemudian menyusun koefisien-koefisien dalam sistem persamaan yang
digambarkan dalam soal di atas, ke dalam sebuah tabel yang sering disebut dengan counting
board (papan perhitungan).
1 2 3
2 3 2
3 1 1
26 34 39
Metode pada abad ke-20 (juga kita sekarang) biasanya menulis koefisien tiap persamaan
menurut arah baris, tetapi metode Cina Kuno di atas menurut arah kolom. Hal ini mungkin
disebabkan penulisan Cina sering dari atas ke bawah. Penulis kemudian meminta pembaca
mengalikan kolom tengah dengan 3, lalu dikurangi kolom kanan sebanyak mungkin. Juga,
setelah mengali tiga kolom kiri lalu dikurangi kolom kanan sebanyak mungkin. Jelas
bahwa pengertian sebanyak mungkin dari penulis naskah kuno tersebut, berarti dikurangi
hingga hasil nol diperoleh.
Selanjutnya, kolom kiri dikali 5, lalu dikurangi kolom tengah sebanyak mungkin. Ini
memberikan hasil:
0 0 3
0 5 2
36 1 1
99 24 39
Dari hasil terakhir ini, kita dapat menemukan harga untuk tiap karung jenis ketiga.
Selanjutnya, dengan melakukan substitusi, akan kita peroleh harga untuk tiap karung jenis
kedua, dan jenis pertama. Metode ini yang disebut metode fang cheng, kini sering disebut
Metode Eliminasi Gauss, yang baru dikenal di Eropa baru sekitar awal abad ke-19. Istilah
fang cheng, mulanya bermakna berhitung dengan bentuk persegipanjang, tetapi kini
memiliki arti sederhana, yaitu persamaan.
Cardano lewat bukunya, Ars Magna (1545), memberikan suatu metode yang ia sebut
regula de modo (atau Ibunya Aturan) dalam menyelesaikan sistem persamaan linier dua
variabel. Aturan ini pada dasarnya merupakan Aturan Cramer, tetapi Cardano tidak sampai
pada bentuk final, ia pun tidak mengarah pada mendefinisikan determinan.

Matriks dan Determinan

Perkembangan konsep determinan muncul lebih dulu dari konsep matriks. Ini
dikarenakan kedua konsep tersebut terkait dengan penyelesaian sistem persamaan dan
penyelesaian persamaan aljabar (polinom) pangkat tinggi.
Ide determinan muncul pertama kali di Jepang dan di Eropa pada waktu hampir
bersamaan, tetapi Seki Kowa (1642-1708) mempublikasikan lebih dulu di Jepang. Tahun
1683, Seki menulis buku Method of Solving the dissimulated problems yang memuat metode
matriks. Tanpa menggunakan istilah apa pun untuk determinan, ia memperkenalkan
determinan dan memberikan metode umum untuk menghitungnya. Seki menemukan
determinan untuk matriks ordo 2 2, 3 3, 4 4, dan 5 5 serta menggunakannya untuk
menyelesaikan persamaan pangkat tinggi, bukannya sistem persamaan.
Leibniz dalam suratnya ke l`Hpital tahun 1683 menjelaskan sistem persamaan:
10 + 11x + 12y = 0
20 + 21x + 22y = 0
30 + 31x + 32y = 0
hanya memiliki satu penyelesaian karena 10.21.32 + 11.22.30 + 12.20.31 = 10.22.31 +
11.20.32 + 12.21.30 yang tidak lain merupakan syarat determinan koefisien sama dengan nol.
Tetapi Leibniz tidak bermaksud menggunakan bilangan, sehingga apa yang ia nyatakan
dengan 21 adalah a21. Leibniz menggunakan istilah resultant untuk kombinasi hasil kali
koefisien dari determinan tersebut. Ia membuktikan berbagai teori dari resultant tersebut,
antara lain yang mirip dengan Aturan Cramer, dan juga apa yang kemudian disebut Ekspansi
Laplace.
Tahun 1730-an, Maclaurin (1698-1746) menulis Treatise of algebra dan baru
diterbitkan tahun 1748. Buku tersebut memuat pembuktian Aturan Cramer untuk matriks
2 2 dan 3 3. Baru pada tahun 1750, Cramer (1704-1752) lewat buku Introduction to the
analysis of algebraic curve memberikan aturan umum untuk aturan Cramer pada matriks
n n (karena itu disebut Aturan Cramer) walaupun tidak ada bukti yang diberikan.
Tahun 1764, Bzout (1730-1783) memberikan sebuah metode menghitung
determinan, begitu juga Vandermonde (1735-1796) pada tahun 1771. Tahun 1772, Laplace
(1749-1827) mengembangkan aturan yang kini disebut ekspansi Laplace dan ia menamakan
determinan dengan sebutan resultant, seperti sebutan Leibniz.
Tahun 1773, Lagrange (1736-1813) menulis tentang determinan dalam studi
mekanika. Dalam karya tersebut, untuk pertama kali penggunaan determinan sebagai volum.
Istilah determinant pertama kali digunakan oleh Carl F. Gauss (1777-1855) dalam
Disquisitiones arithmeticae (1801), tetapi dalam pembahasan bentuk-bentuk kuadrat dengan
menggunakan determinan. Eliminasi Gauss, yang ditelah digunakan di Cina tahun 200 SM,
ditemukan pada karyanya tentang studi orbit asteroid Pallas.
Adalah Cauchy (17891857) pada tahun 1812, yang pertama kali menggunakan
istilah determinant dalam konteks modern. Karya-karya Cauchy hampir mewakili konsep
determinan modern. Dia merintis konsep minor dan adjoints, serta hasil kali matriks.
Dalam karya tahun 1841, ia menggunakan tanda dua garis vertikal untuk menunjukkan
determinan.
Pada tahun 1850, istilah matrix (matriks) muncul dalam tulisan Sylvester (1814
1897). Tahun 1853, Cayley (18211895) yang dikenal di sekolah lewat tabel Cayley
menulis tentang invers matriks. Dan tahun 1858, ia menerbitkan Memoir on the theory of
matrices yang merupakan karya pertama yang membahas matriks secara abstrak.

Teorema Pythagoras

Teorema Pythagoras diberi nama berdasarkan nama seorang matematikawan Yunani


Kuno, Pythagoras, mungkin karena ia yang pertama memberi sebuah bukti (secara geometris)
untuk teorema tersebut. Tetapi hubungan antara sisi-sisi segitiga siku-siku tersebut telah lama
dikenal jauh sebelum Pythagoras dan perguruannya.
Bukti dari perguruan Pythagoras berdasarkan gambar geometris berikut ini.

Di Universitas Columbia, terdapat katalog hasil olahan naskah-naskah kuno


Mesopotamia oleh G. A. Plimpton yang berisi masalah matematika. Katalog itu bernomor
322 sehingga dikenal sebagai Plimpton 322. Naskah tersebut berisi tabel matematika dari
zaman antara 1900 SM hingga 1600 SM. Naskah Plimpton 322 disusun kembali oleh
Neugebauer dan Sache tahun 1945, dan ternyata memiliki tabel yang menakjubkan. Tabel
pada naskah itu terdiri atas tiga kolom bilangan, yang ternyata bersesuaian dengan tripel
Pythagoras, yaitu a 2 b 2 dan c2 = a 2 + b 2 , di mana bilangan-bilangan a dan b yang
bersesuaian merupakan bilangan-bilangan prima relatif dan membentuk tripel Pythagoras
bersama harga c tersebut. Dengan cara lain, triple yang bersesuaian dengan tabel Plimpton
ini adalah (2uv)2 + (u v)2 = (u + v)2, yang oleh Anglin disebut Tripel Babilonia.
Sebuah catatan tentang astronomi dan matematika, Chou Pie Suan Ching, yang
terjemahan Inggrisnya The Arithmetical Classic of the Gnomon and the Circular Paths of
Heaven, sekitar 500 hingga 200 SM menyajikan pembahasan dan bukti secara geometris
tentang Teorema Pythagoras. (lihat gambar di atas)
Teks kuno dari India juga telah mengenal tentang Teorema Pythagoras jauh sebelum
Pythagoras. Di dalam naskah kuno Sulbasutras yang berasal dari tahun 800-600 SM
(Baudhayana Sulbasutra) terdapat bahasan Teorema Pythagoras, yang digunakan untuk
kepentingan pembangunan altar keagamaan. Sementara dalam Katyayana Sulbasutra (200
SM) terdapat ilustrasi: Tali yang dihubungkan sepanjang diagonal suatu persegipanjang
menghasilkan bujursangkar yang luasnya sama dengan jumlah luas kedua bujursangkar
pada sisi-sisi persegipanjang. Di dalam Sulvasutras banyak digunakan Tripel Pythagoras,
seperti: (5, 12, 13), (12, 16, 20), (8, 15, 17), (15, 20, 25), (12, 35, 37), (15, 36, 39), (5/2, 6,
13
/2), dan (15/2, 10, 25/2).
Diperkirakan bangsa Maya dalam menghitung kalender mereka, juga menggunakan
suatu variasi dari Teorema Pythagoras.
Ada yang mengatakan rumus Tripel Pythagoras: (m2 1)/2, m, (m2 +1)/2 berasal dari
perguruan Pythagoras. Tetapi sesungguhnya hal ini telah dikenal di Babilonia. Rumus itu
sendiri hanya berlaku untuk m bilangan ganjil. Belakangan Plato memberikan rumus yang
lebih baik: m2 1, 2m, m2 +1.

Binomial dan Segitiga Pascal

Walaupun nama Segitiga Pascal berasal dari nama seorang matematikawan Prancis
pada abad ke-17, tetapi segitiga yang menunjukkan koefisien-koefisien binomial tersebut
telah lama dikenal ratusan tahun sebelum Blaise Pascal (1623-1662). Mungkin secara sendiri-
sendiri atau independen, matematikawan Cina dan Muslim (Persia) masing-masing
menemukan segitiga tersebut. Menurut Clawson dalam sebuah sumber di internet, Chia Hsien
atau Jia Xian (k. 1050) telah menggunakan segitiga tersebut untuk menentukan akar kuadrat
dan akar kubik suatu bilangan. Demikian pula metode yang digunakan Omar Khayyam dalam
menentukan akar suatu bilangan.
Setelah digunakan oleh Chia Hsien, Yang Hui (m. k. 1261-1275) menggunakannya
untuk penarikan akar persamaan tingkat tinggi (lebih dari tiga). Para peneliti menyatakan
bahwa Yang Hui adalah orang pertama yang menyajikan susunan segitiga Pascal.
Matematikawan Zhu Shijie atau Chu Shih Chieh (m.k.1280-1303) sekali lagi menyuguhkan
susunan tersebut tahun 1303. Dalam bukunya, Zhu Shijie mengatakan bahwa segitiga
binomial tersebut telah merupakan penemuan kuno pada jamannya.
Deskripsi tentang segitiga Pascal, mungkin yang paling tua berasal dari India. Sebuah
tulisan Sanskrit yang disebut Meru Prastara yang mungkin berasal dari abad ke-3 atau 4
telah memberi deskripsi tentang segitiga Pascal dengan sangat jelas. Ini kita ketahui dari
seorang komentatornya, Halayudha (k. 975). Kalau kita gambarkan deskripsi dari Meru
Prastara akan berbentuk segitiga seperti di atas ini.

Al-Karaji atau al-Karkhi dalam al-Fakhri dan al-Badi juga telah mendeskripsikan
tentang pembuatan Segitiga Pascal bahkan membuat gambarnya (lihat di atas). Deskripsi
umum Segitiga Pascal dari al-Karaji terdapat dalam komentatornya, yaitu al-Samawal.
Segitiga binomial tersebut dikenal lewat karya Blaise Pascal, Trait du triangle
arithmtique pada tahun 1654. Pascal menulis banyak sifat yang berkenaan dengan segitiga
binomial tersebut. Pascal termasuk matematikawan brillian dalam jamannya. Ia menemukan
teorema-teorema penting dalam geometri, menemukan mesin hitung, merintis teori
probabilitas, dan lain-lain.

Daftar Pustaka dan Bahan Bacaan

Anglin, W. S. 1994. Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York: Springer-
Verlag.
Boyer, Carl B. 1968. A History of Mathematics. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Cooke, R. 1997. The History of Mathematics. A Brief Cource. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
Dali S. Naga. 1980. Berhitung, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Gramedia
Eves, Howard. 1964. An Introduction to The History of Mathematics. New York: Holt,
Rinehart, & Winston, Inc.
Kazimir. September 2003 (diakses). History of Pascal Triangle. dalam http://
www.montclair.edu/~kazimir/ history.html
O`Connor, J. J. & Robertson, E. F. 1999. kumpulan esai dalam http://www-history.mcs.st-
andrew.ac.uk/history/HistTopic/ & dalam http://www-history.mcs.st-
andrews.ac.uk/history/Mathematics/
Sabra, Berggren, Iqbal, & Alisjahbana. 2001. Sumbangan Islam kepada Sains & Peradaban
Dunia. Bandung: Penerbit Nuansa
Sitorus, J. 1990. Pengantar Sejarah Matematika dan Pembaharuan Pengajaran Matematika
di Sekolah. Bandung: Tarsito.

Anda mungkin juga menyukai