PENDAHULUAN
Kandidiasis vulvovaginal adalah penyakit infeksi yang terjadi pada daerah vulva dan
vagina yang disebabkan oleh adanya berbagai jenis Candida, secara sekunder bisa juga terjadi
akibat penurunan daya tahan tubuh seseorang, ditandai oleh adanya secret
bewarnaputihsertaadnya rasa gatal di daerah vagina.1
Kandidiasis vulvovaginal merupakan penyebab infeksi terbanyak kedua pada infeksi
vulvovaginal, dimana pada nomor urut satu bacterial vaginosis merupakan penyebab terbanyak.2
Meskipun kemajuan terapi semakin pesat, kandidiasis vulvovaginal tetap menjadi
masalah umum di seluruh dunia, dan bisa menyerang semua strata masyarakat. Pemahaman
mekanisme anti candida pertahanan hospes di vagina telah berkembang secara lambat, meskipun
demikian penelitian serta penemuan factor risiko diakui cukup banyak, namun pemahaman
mendasar dari mekanisme patogenik terusluput dari kita.4
Tidak adanya identifikasi cepat, tes diagnostic sederhana, dan murah terus menyebabkan
adanya overdiagnosis dan underdiagnosis dari kandidiasis vulvovaginal. Adapun faktor resko
terjadinya kandidiasis vulvovaginal, antara lain, kehamilan, penggunaan antibiotik, penggunaan
corticosteroid, immunocompromised, dan diabetes, sebagian besar dari faktor resiko di atas
hamper berhubungan dengan pertahanan tubuh.3
ETIOLOGI
Antara 85-90% dariyeast strain yang diambil sebagai sampel didapatkan adanya Candida
albicans, sedang kasisanya sebanyak 12-14 % merupakan non Candida albicans, yang umum
ditemukan yaitu Candida glabrata, Candida glabrata ditemukan pada 10-20 % wanita, dari 15-
17% dari keseluruhan vaginitis, dan jarang yang disebabkan oleh Candida parapsilosis, Candida
tropicalis, dan Candida krusei, walaupun demikian jenis kandida yang paling terkait dengan
penyakit ini, selain itu juga mempunyai gejala klinis yang sama dengan Candida albicans, malah
spesies ini biasanya lebih resiten terhadap pengobatan.4
Penyebab banyaknya Candida albicans yang menginfeksi vagina dibandingkan non
albicans adalah faktor virulensi dari Candida albicans itu sendiri, dimana Candida albicans
melekat jauh lebih kuat pada epitel-epitel vagina dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga
membantu proses bertunas dan meningkatkan kolonisasi, dan juga memfasilitasi invasi
kejaringan, biasanya pada suhu 370C. Albicans gagal melakukan proses bertunasnya.4
EPIDEMIOLOGI
Kandidiasis vagina adalah penyebab paling umum dari keputihan. Lebih dari 50% wanita yang
umurnya lebih dari 25 tahun terserang kandidiasis vulvovaginal, kurang dari 5% dari wanita mengalami
kekambuhan. Infeksi biasanya karena C. albicans .Kejadian infeksi karena ragi selain C. albicans
memiliki meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dari jumlah tersebut spesies non-albicans, C.
tropicalis, dan C. glabrata yang paling penting.Terapi obat saat ini digunakan(misalnya, imidazoles)
tidak cukup untuk membasmi spesies non-albicans. Sebuah penjelasan untuk pemilihan terakhir
meningkat dari spesies mungkin merupakan terapi anti jamur disingkat (1 - untuk 3-hari rejimen) yang
menekan C. albicans tapi menciptakan ketidakseimbangan flora yang memfasilitasi pertumbuhan berlebih
dari spesies non-albicans spesies.5
PATOFISIOLOGI
GEJALA KLINIS
Rasa gatal / iritasi serta keputihan tidak berbau atau kadang berbamasam ( asam )
Discharge berwarna putih seperti susu pecah dan kental
pada vulva dan vagina terdapat tanda-tanda radang disertai maserasi, pseudomembran, fisura,
lesi satelit papulo pustular. Labia mayor tampak bengkak, merah dan ditutupi oleh lapisan
putih yang menunjukkan maserasi.6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Mikroskopis
Cara yang paling sederhana mengambil cairan vagina ialah dengan bantuan spekulum,
cairan vagina diambil dari fornix vagina. Selain dari duh tubuh vagina, bahan pemeriksaan dapat
pula diambil dari pseudomembran. Bahan pemeriksaan selanjutnya dibuat sediaan langsung
dengan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram. 8,9,11 Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat
dijumpai kandida dalam bentuk sel ragi (yeast form) yang berbentuk oval, fase blastospora
berupa sel-sel tunas yang berbentuk germ tubes atau budding dan pseudohifa sebagai sel-sel
memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang. Pada sediaan dengan pewarnaan Gram,
bentuk ragi bersifat gram posistif, berbentuk oval, kadang-kadang berbentuk germ tube atau
Budding. Candida albicans adalah satu-satunya ragi patogen penting yang secara invivo
menunjukan adanya pseudohypa yang banyak, yang mudah dideteksi dari duh tubuh vagina
dengan pewarnaan Gram. Sensitifitas pemeriksaan ini pada penderita simptomatik sama dengan
biakan. 8
Pemeriksaan Biakan
Kultur vaginal sangat bermanfaat , tapi tidak rutin diperlukan dalam diagnosis kandidiasis
vulvovaginal.11 Karena tidak rutin, kultur tidak diperlukan jika pemeriksaan mikroskopis positif,
tapi kultur vagina harus dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis
vulvovaginalis dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal.4,16 Kultur
vaginal dapat mengidentifikasi spesies kandida namun didapatnya Candida albicans pada kultur
tidak dapat menegakkan diagnosis kandidiasis karena Candida merupakan penghuni normal dari
saluran pencernaan.10
Bahan pemeriksaan dibiakan pada media Sabouraud Dextrose Agar. Dapat dibubuhi
antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Pembenihan ini disimpan pada
suhu kamar atau suhu 37o C. Koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony,
warna putih kekuning-kuningan, di tengah dan dasarnya warnanya lebih tua, permukaannnya
halus mengkilat dan sedikit menonjol. Untuk identifikasi spesies kandida dapat dilakukan cara-
cara berikut, bahan dari koloni dibiakan pada Corn meal agar dengan Tween 80 atau Nickerson
polysaccharide trypan blue ( Nickerson Mankowski agar) pada suhu 25 0 C, digunakan untuk
menumbuhkan klamidokonida, yang umumnya hanya ada pada Candida albicans. Tumbuh
dalam 3 hari. Jamur tumbuh pada biakan diinokulasi ke dalam serum atau koloid (albumin telur)
yang diinkubasi selama 2 jam pada suhu 370C. Dengan pemeriksaan mikroskop tampak :germ
tube yang khas pada Candida albicans.8
Test Fermentasi. Fermentasi oleh jamur yang diambil dari spesimen dapat menghasilkan
karbon dioksida dan alkohol. Produksi gas yang banyak dibandingkan perubahan pH yang
signifikan merupakan indikasi dilakukannya fermentasi.17 Candida albicans dapat
memfermentasikan glukosa, maltosa dan galaktosa tetapi tidak terhadap sakarosa.8
Test Asimilasi. Percobaan ini dapat dilakukan untuk membedakan masing-masing
spesies.8 Uji ini didasarkan pada kemampuan ragi untuk mengasimilasi senyawa organik.15
Candida parakrusei mengadakan asimilasi glukosa, galaktosa dan maltosa, sedangkan Candida
krusei hanya mengasimilasikan glukosa.8
DIAGNOSIS
Tanda dan gejala klinis pada kandidiosis vulvaginalis meliputi pruritus vulvovaginal,
iratasi, nyeri, dispareunia, nyeri berkemih, keputihan, cairan yang bau. 11,18 Karena gejala dan
tanda-tanda kandidiasis vulvovaginal tidak spesifik, diagnosis tidak dapat dibuat semata-mata
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.4 Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis
yang kemudian dikonfirmasi dengan preparat KOH yang diambil dari permukaan mukosa.10 Pada
pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai germ tubes atau budding dan pseudohypa sebagai
sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang.8 Kultur vagina sebaiknya dilakukan
pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginalis tapi dengan pemeriksaan
mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal. Diagnosis kandidiasis vulvovaginal
membutuhkan korelasi antara gejala klinis, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur vagina.4
DIAGNOSIS BANDING
1.Trichomoniasis
Adalah penyakit infeksi saluran urogenital bahagian bawah pada wanita maupun pria,
dapat bersifat akut atau kronik. Disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan penularannya
biasanya melalui hubungan seksual. Trikomoniasis pada wanita yang diserang ialah dinding
vagina, dapat bersifat akut maupun kronik. 19
Pada kasus akut terlihat secret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-
hijau, berbau tidak enak dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-
kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi
berwarna merah yang dikenal sebagai strawberry appearance dan disertai gejala dipareunia,
perdarahan pascakoitus dan perdarahan intermenstrual. Bila secret banyak yang keluar dapat
timbul irirtasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi
uretritis. Bartholistis, skenitis dan sistitis pada umumnya muncul tanpa keluhan. Pada kasus
kronik gejala lebih ringan dan sekret tidak berbusa.19
Merupakan suatu sindrom akibat pergantian Lactobacillus spp yang merupakan flora
normal vagina dengan bakteri anaerob dalam kosentrasi tinggi. Gejala klinis yang bisa
diperhatikan pada penyakit ini rasa gatal dan terbakar pada alat kelamin serta secret vagina
berbau tidak enak.19,21
Vaginosis bacterial Secret yang meningkat Sekret encer, >4.5 Clue cells (>20%)
(putih,encer), bau yang berwarna abu-abu
Pergantian flora
menyengat. keputihan dan
vagina
homogen kadang
berbusa
Bau amin setelah
penambahan KOH
pada sediaan basah
Pruritus ,Disuria
PENATALAKSANAAN
a) Sistemik: 19,21,22
Obat anti jamur sistemik terdiri dari golongan azoles merupakan agen fungistatik sintetik
dengan aktiviti spektrum luas. Azoles menghambat enzim fungal sitokrom P450 3A (CYP3A)
dan lanosin 14-demetilase yang diperlukan dalam proses konversi lanosterol ke ergosterol yaitu
sterol utama dalam membrane sel jamur. Penurunan dari ergosterol mengubah komponen
membran dari sel jamur seterusnya menghambat replikasi dari sel-sel tersebut. Azoles juga
menghambat transformasi sel-sel ragi jamur kepada hifa. Obat-obat yang dapat diberikan adalah
ketokonazol, itrakonazol dan flukonazol:
- Ketokonazol 400 mg selama 5 hari
- Itrakonazol 200 mg selama 3 hari atau 400 mg dosis tunggal
- Flukonazol 150 mg dosis tunggal
b) Topikal: 21,22
Butoconazole, clotrimazole, miconazole, tioconazole dan terconazole adalah obat topical
dari golongan azoles. Obat-obat ini bekerja di sel membrane dari jamur dengan mengganggu
tranportasi asam amino ke jamur. Nistatin dari golongan antibiotik polin makrolid pula bekerja
dengan mengganggu permeabilitas dan fungsi transportasi di membran sel jamur. Obat-obat
topical tersedia dalam bentuk krim, ointment, tablet vagina dan suppositoria diberikan secara
intravaginal. Dosis dan cara pemberiannya adalah seperti berikut:
Butoconazole 2% kream, 5 gr 3 hr
Butoconazole 2% kream, 5 gr, aplikasi intravagina tunggal
Clotrimazole 1% kream, 5 gr 7-14 hr
Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet 7 hr
Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet, 2 tablet 3 hr
Clotrimazole 500 mg, vaginal tablet, 1 tablet dalam aplikasi tunggal
Miconazole 100 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria 7 hr
Miconazole 200 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria 3 hr
Tioconazole 6,5% ointment, 5 gr, intravagina dalam aplikasi tunggal
Terconazole 0,4% kream, 5 gr, intravaginal 7 hr
Terconazole 0,8% kream, 5 gr, intravaginal 3 hr
Terconazole 80 mg, vagina suppositoria, I suppositoria 3 hr
Nistatin 100,000 unit, vaginal tablet, 1 tablet 14 hr
B. Pencegahan
Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis vagina meliputi penanggulangan faktor
predisposisi dan penanggulangan sumber infeksi yang ada. Penanggulangan faktor predisposisi
misalnya tidak menggunakan antibiotika atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan
pakaian ketat, mengganti kontrasepsi pil atau AKDR dengan kontrasepsi lain yang sesuai,
memperhatikan higiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan mencari dan mengatasi
sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau diluarnya.21
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarzuri BP, Reynold EM, Vaginal thrust. Pacena rev med fam 2007; 4(6): 121-7
2. Spence D. Vulvovaginal Candidiasis. National Center For Biology Information.2009.p.1.
3. Yan ZE. Vulvovaginal candidiasis. Clinical Prevention Services. 2012
4. Sobel, DJ. Vulvovaginal candidiasis. Lancet, 2007;369:1961-71.
5. Habif T, varicella zoozter. In: A Color Guide to Diagnosis and Therapy4 th edition. New
York: McGraw-Hill;2009.p.440-2
6. Leon EM, Jacober JS, Sobel DJ, Foxman B. Prevalence and risk factors for vaginal
Candida colonization in women with type 1 and type 2 diabetes. Updated: 2002.
Available from: URL: www.biomedcentral.com. Accessed may 30, 2012.
7. Sobel DJ. Vaginitis. The New England Journal of medicine.1997;337:1896-903.
8. Darmani H.E. Hubungan Antara Pemakaian AKDR Dengan Kandidiasis Vagina Di RSUP
Dr. Prngadi Medan. Updated : 2003. Available from: URL:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6376/1/D0300597.pdf. Accesed May 22,2012.
9. Simatupang M.M. Candida albicans. Updated : 2009. Available from: URL:
repository.usu.ac.id. Accessed May 22,2012.
10. Wolf K, Johnson R.A. Genital Candidiasis. In Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2009. p.727-30.
11. Nabhan A. Vulvovaginal Candidiasis. ASJOG. 2006;3:73-9.
12. Prabha. Vaginal yeast Infection. Updated: 2012. Available from: URL:
http://ehealthadvice.info. Accessed may 30,2012
13. Kaplan LD. Burning and Pruitic Vulvar rash. Updated: 2009. Available from:
URL:www.consultantlive.com. Accessed may 30,2012.
14. Harningsih Dena. Kandidiasis. Updated 2010. Available from:
URL:http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=kandidiasis. Accessed may 30,
2012.
15. Babic M, Hukic M. Candida Albicans And Non Alcans Species As Etiological Agent Of
Vaginitis In Pregnant And Non Pregnant Women. Bosnian Journal Of Basic Medical
Sciences. 2010;10(1):89-97
16. Faraji R, Rahimi MA, Rezvanmadani F, Hashemi M. Prevalence Of Vaginal Candidiasis
Infection In Diabetic Women. African Journal Of Microbiology Research.
2012;6(11):2773-8.
17. Rajkumar R, Radhakrishnan S, Seenivasan C, Kannan S. Culture and Identification of
Candida Albicans From Vaginal Ulcer And Separation Of Enolase on SDS-PAGE.
International Journal Of Biology. 2010;2(1):84-93.
18. Neerja J, Aruna A, Paraamjet G. Significance of candida culture in women with
vulvovaginal symptoms. J Obstet Gynecol India. 2006;56(2):139-41.
19. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 6 (cetakan kedua 2011). FK
UI. Jakarta p.383-388
20. Thomas P., Md. Habif, Thomas P. Habif By Mosby, Clinical Dermatology: A Color Guide
to Diagnosis and Therapy 4th edition (October 27, 2003) p. 441-443
21. Linda O. Eckert.2006. Acute Vulvovaginitis. The New England Journal of
medicine.p355:1244-52. http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp053720
22. H. P. Rang, M. M. Dale, J. M. Ritter, P. K. Moore. Antifungal drugs, Pharmacology Fifth
Edition. Elsevier p 666-671