Anda di halaman 1dari 3

Pemeriksaan Kedokteran Forensik

Secara umum tugas analisis toksikolog forensik (klinik) dalam melakukan analisis dapat

dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel sample preparation, 2) analisis

meliputi uji penapisan screening test atau dikenal juga dengan general unknown test dan uji

konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah

interpretasitemuan analisis dan penulisan laporan analisis.1

Pada analisis toksikologi forensik, yang menjadi target analisis adalah analit (racun) yang

tidak diketahui dengan pasti sebelum dilakukan analisis. Untuk mempersempit peluang dari

target analisis, biasanya target dapat digali dari informasi penyebab kasus forensik (keracunan,

kematian tidak wajar akibat keracunan, tindak kekerasan dibawah pengaruh obat-obatan), yang

dapat diperoleh dari laporan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP), atau dari berita

acara penyidikan oleh polisi penyidik. Sangat sering dalam analisis toksikologi forensik tidak

diketemukan senyawa induk, melainkan metabolitnya. Sehingga dalam melakukan analisis

toksikologi forensik, senyawa matabolit juga merupakan target analisis.1

Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah spesimen biologi seperti: cairan

biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Dari sampel akan dilakukan l

indentifikasi dan kuantifikasi dari analit serta kadarnya yang dapat dikatakan sebagai penyebab

keracunan (pada kasus kematian)1.

Diagnosis keracunan Pb pada orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala

keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin. Juga pemeriksaan radiologi. Sementara

pada orang mati dapat ditemukan gejala-gejala akut seperti tanda-tanda dehidrasi, lambung

mengerut (spatik), hiperemi, isi lambung berwarna putih karena terbentuknya PbCl2, usus spastik

dan feses berwarna hitam.2


Jika orang meninggal akibat keracunan kronik maka akan ditemukan tubuh sangat kurus,

pucat, terdapat garis Pb, ikterik, gastritis kronik dan pada usus akan ditemukan bercak-bercak

hitam. Atrofi otot lengan dan tungkai juga sering ditemukan. Kadar tertinggi Pb terdapat dalam

tulang, ginjal, hati dan otak sehingga bahan yang diambil dalam pemeriksaan adalah bahan-

bahan tersebut. Bila tedapat ensefalopati, dijumpai edema otak dan titik-titik perdarahan.2

Ginjal menunjukkan tanda-tanda tubular nekrosis, korteks menebal dan hiperemi.

Mikroskopik terlihat sel tubuli menunjukkan degenerasi sitoplasma, jisim inklusi (inclusion

bodies) dalam inti yang dapat juga timbul akibat keracunan Bi. Jisim ini juga ditemukan di sel-

sel hati.Lambung menunjukkan gastritis kronik akibat iritasi (bila Pb peroral) dan pigmentasi

pada usus. Bila tulang panjang dipotong, tampak garis Pb yang lebih pucat dari sekitarnya.3

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis toksisitas Pb dilakukan berdasarkan gejala dan uji laboratorium seperti kadar Pb

dalam darah, ulas darah untuk melihat sel stipel yang merupakan keracunan khas pada Pb, dan

protoporfirin eritrosit. Selain itu juga dapat dilakukan uji kadar Pb dalam urin, enzim - ALA dan

koproporfirin III.2

Pemeriksaan Pb dalam darah dilakukan dengan melihat kadar Pb. Normalnya kadar Pb

dalam darah kurang dari 60 ug/100ml. Bila lebih dari 70ug/ml maka ada pemaparan yang

abnormal. Bila lebih dari 100ug/ml dan telah tampak gejala klinis maka telah terjadi keracunan. 2

Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan Pb dalam urin dapat dilakukan dengan cara

menambahkan H2SO4 encer kedalam urin sehingga terbentuk endapan PbSO 4 berwarna putih lalu

disaring. Endapan ini tidak larut dalam HNO 3 tapi larut dalam HCl atau NH4-asetat. Untuk

pemeriksaan Pb dalam urin sebaiknya digunakan urin 24 jam. Dalam urin kadar Pb normal 0,5-
ug/100ml. Pemaparan abnormal bila sama atau lebih besar dari 8ug/100ml, sedangkan keracunan

bila sama atau lebih besar dari 20ug/100ml.3

Pada keracunan didapatkan pula kadar koproporfirin dan aktivitas -ALA. Apabila

seseorang keracunan maka kadar koproporfirin 80 ug/100mg kreatinin dan -ALA 2 mg/100 mg

kreatinin. Namun aktivitas -ALA dalam urin hanya meningkat secara bermakna jika Pb didarah

lebih dari 40 ug/dl. Sementara pengukuran aktivitas -ALA dalam darah akan sensitif jika kadar

Pb dalam darah dibawah 30 ug/dL.2

Untuk mengetahui kopropofirin dalam urin, dilakukan uji sebagai berikut; 5 cc urin

diasamkan dengan asam asetat glacial sehingga pH menjadi kurang dari 4, kemudian

ditambahkan 5 tetes H2O3 3% dan 5 cc eter, lalu dikocok. Lapisan air dibuang dan lapisan eter

diambil, ditambahkan ke dalam 1 cc HCL 1,5 N, kocok, lapisan asam diambil, lihat dengan sinar

UV. Bila berwarna merah maka berarti terdapat koproporfirin, jika biru atau biru muda berarti

negatif. Flouresensi dan uji koproporfirin III dalam urin paling baik dilakukan dalam skrining

masal.3

Tes lain yang lebih akurat dan sangat berguna adalah Fluorometri Assay untuk zinc

protophorphyrin (ZPP) intra eritrosit. Batas yang digunakan adalah 100 g/dl.2

Pemeriksaan sinar-X juga dapat digunakan untuk melihat garis radio-opac pada metafisis

tulang-tulang panjang pada anak sebagai penegakkan diagnosis.2

Anda mungkin juga menyukai