Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI

OLEH :

1. RAHMATIKA NIA AGUSTINA (041211323005)


2. ANDRIAN OKTIANTO (041211323008)
3. AYODYA PARAMITA (041211323019)
4. NENI HERAWATI (041211323029)
5. INDRA HARTANTYO SUDARSONO (041211323043)
6. APRILIA MAYA DEWITA (041211323045)
7. TRICIA YULI INDAHWATI (041211323051)
8. FRISDIYAH SETYOWATI JASMIN (041211323052)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA


PROGRAM ALIH JENIS S1-AKUNTANSI
SURABAYA
2014

i
1. Kasus Pertama (John seorang Akuntan Publik yang juga memiliki saham)
John B. adalah seorang akuntan publik tetapi bukan partner mempunyai pengalaman
profesi selama 3 tahun di KAP ABC yang bertempat di jakarta. Yang bersangkutan
mempunyai 25 lembar saham pada salah satu perusahaan klien, akan tetapi ia tidak
mengambil bagian dalam audit terhadap klien tersebut, dimana 25 lembar saham itu tidak
material terhadap saham yang dimiliki oleh perusahaan.

Analisanya :
Berkaitan dengan kasus tersebut, kepatuhan prinsip dasar etika profesi akuntan publik
dapat terancam dengan berbagai situasi. Disebutkan bahwa John sebagai seorang akuntan
publik meskipun bukan partner tetap John terikat dengan kode etika profesinya sebagai
seorang akuntan publik. Dalam hal John memiliki saham 25 lembar di perusahaan klien, John
rentan terhadap ancaman kepatuhannya untuk dapat patuh terhadap kode etika profesinya
sebagai seorang akuntan publik. Pada kasus tersebut, prinsip dasar yang rentan bisa dilanggar
adalah prinsip objektifitas, dikarenakan seperti yang tertuang dalam kode etik akuntan publik
di 100.10 mengenai Ancaman dan Pencegahan huruf (a) Ancaman kepentingan pribadi yaitu
ancaman yang terjadi sebagai akibat dari kepentingan keuangan maupun kepentingan lainnya
dari Praktisi maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekat dari Praktisi.
Ancaman keuangan yang dimaksud adalah Suatu penyertaan dalam saham atau efek
ekuitas lainnya, atau suatu pemerolehan hutang, pinjaman, atau instrumen hutang lainnya,
dari suatu entitas, termasuk hak dan kewajiban untuk mendapatkan penyertaan atau
pemerolehan tersebut serta hasil yang terkait secara langsung dengannya.
Dalam isi yang tertuang pada 100.10 mengenai kepentingan keuangan tidak
disebutkan seberapa besar tingkat materialitas batasan yang di gunakan, namun hal tersebut
cukup jelas bisa menjadi ancaman pada prinsip Objektifitas.
Seksi 120 prinsip objektifitas disebutkan bahwa Prinsip objektivitas mengharuskan
Praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang
tidak layak dari pihak-pihak lain yang memengaruhi pertimbangan profesional atau
pertimbangan bisnisnya (120.1). Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat
mengurangi objektivitasnya. Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk
mendefinisikan setiap situasi tersebut. Setiap Praktisi harus menghindari setiap hubungan
yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap
pertimbangan profesionalnya (120.2).
ii
Dalam kasus John, juga berkaitan dengan seksi 220 mengenai benturan kepentingan Setiap
Praktisi harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengidentifikasi setiap
situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, karena situasi tersebut dapat
menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi. Sebagai contoh,
ancaman terhadap objektivitas dapat terjadi ketika Praktisi bersaing secara langsung dengan
klien atau memiliki kerjasama usaha atau kerjasama sejenis lainnya dengan pesaing utama
klien. Ancaman terhadap objektivitas atau kerahasiaan dapat terjadi ketika Praktisi
memberikan jasa profesional untuk klien-klien yang kepentingannya saling berbenturan atau
kepada klien-klien yang sedang saling berselisih dalam suatu masalah atau transaksi (220.1).
John tidak ikut ambil alih dalam bagian audit klien tersebut, itu berarti John terlepas
dari ancaman keuangan atas kepatuhannya terhadap etika profesi akuntan publik khususnya
prinsip objektifitas, hal ini tidak karena tingkat materialitas saham yang dimiliki John, karena
tidak disebutkan dengan detail atau rinci apakah tingkat materialitas kepemilikan saham
menentukan rentannya terhadap ancaman kepatuhan kode etik profesi akuntan publik.

2. Kasus Kedua ( X Auditor menemukan temuan yang tidak lazim )


Dalam rangka mempersiapkan SPT OP klien, auditor X menemukan
bahwa pengurangan terhadap kontribusi dan bunga dalam jumlah yang
tak lazim/besar. Saat auditor tersebut menanyakan ke klien tentang
informasi yang memback-up pengurangan tersebut, klien mengatakan
bahwa itu adalah sebenarnya / tidak bohong dan auditor itu pun mengisi
SPT OP klien berdasarkan informasi yang diperoleh dari klien tersebut.

Analisanya :
Berkaitan dengan kasus tersebut, Auditor X melanggar Prinsip dasar etika profesi
akuntan publik yaitu prinsip integritas, dimana disebutkan dalam kode etik 110.2 Praktisi
tidak boleh terkait dengan laporan, Komunikasi, atau informasi lainnya yang diyakininya
terdapat : (a) kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan, (b) pernyataan
atau informasi yang diberikan secara tidak hati hati, (c) penghilangan atau
penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi yang seharusnya diungkapkan.
Dari prinsip integritas tersebut, cukup jelas auditor X telah melanggarnya, hal tersebut
tertuang dalam kalimat ... dan auditor itu pun mengisi SPT OP klien
berdasarkan informasi yang diperoleh dari klien tersebut. Auditor X tidak

iii
berupaya mencari hasil yang sebenarnya dengan kompetensinya sebagai
seorang auditor, hanya berpatok pada Informasi klien yang di indikasikan
dapat menyesatkan.

3. Kasus Ketiga ( Dilema seorang audit partner )


Seorang audit partner terhadap suatu perusahaan dari klien yang memiliki masalah
kerugian operasional pada perusahaannya, perusahaan masih memiliki positif nettwork, tapi
anda kwatir bahwa perusahaan mungkin akan ditutup tahun depan atau tahun berikutnya ,
pada waktu anda menjelaskan kepada manajemen klien bahwa akan dibuatkan suatu full
disclousure dalam footnote berkaitan dengan keragu raguan tentang kemampuan entitas
untuk melanjutkan usahanya (going concern), manajemen membantah tidak akan terjadi
substansial down. Kemungkinan hanya berupa pemberhentian secara sementara waktu &
manajemen menolak membuat disclousure karena hal itu hanya akan membuat para customer
& kreditur menjadi kwatir, kemungkinan disclousure masuk footnote hanya untuk internal
perusahaan, kompetitor kami sama jeleknya dengn kami tapi auditornya tidak membuat
disclousure, atas usul ini saudara setuju.
PSAK 30 mengharuskan jika seorang auditor menerbitkan wajar tanpa pengecualian,
perusahaan tidak akan bangkrut satu tahun kedepan.
Anda buat pendekatan enm langkah untuk pengambilan keputusan secara etika atas
dilema tersebut.

Solusi yang dapat diberikan :

Pada kasus di atas, Saya menggunakan pendekatan enam langkah untuk menyelesaikan
dilema etis tersebut, antara lain :

Terdapat fakta fakta yang relevan.


Perusahaan klien memiliki masalah kerugian operasional namun masih memiliki positif
nettwork dan untuk itu Saya kwatir perusahaan klien akan ditutup tahun depan atau tahun
berikutnya.
Perusahaan klien akan dibuatkan suatu full disclousure dalam footnote berkaitan dengan
keragu raguan tentang kemampuan entitas untuk melanjutkan usahanya (going concern),
manajemen membantah tidak akan terjadi substansial down. Kemungkinan hanya berupa

iv
pemberhentian secara sementara waktu & manajemen menolak membuat disclousure karena
hal itu hanya akan membuat para customer & kreditur menjadi kwatir.
kemungkinan disclousure masuk footnote hanya untuk internal perusahaan, kompetitor
perusahaan klien sama jeleknya dengan perusahaannya tapi auditornya tidak membuat
disclousure.
PSAK 30 mengharuskan jika seorang auditor menerbitkan wajar tanpa pengecualian,
perusahaan tidak akan bangkrut satu tahun kedepan.

Mengidentifikasi isu isu etika berdasarkan fakta fakta tersebut.


Isu etika dari dilema tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi saya untuk
mengeluarkan pernyataan bahwa saya tidak setuju dengan keputusan manajemen perusahaan
klien untuk tidak membuat full disclousure mengingat auditor dari perusahaan lain yang
kondisi perusahaannya sama jeleknya dengan perusahaan klien, auditornya juga tidak
membuat full disclousure.

Menentukan siapa yang akan terkena pengaruh dari keluaran dilema tersebut dan bagaimana
cara cara masing masing pribadi atau kelompok itu dipengaruhi.
Dari kasus terebut dapat kita ketahui bahwa siapa, bagaimana cara mempengaruhi seorang
audit partner agar sependapat dengan manajemen perusahaan klien bahwa peruahaan klien
hanya akan mengalami pemberhentian sementara, dan seorang audit partner tidak membuat
full disclousure untuk perusahaan klien.

Menentukan alternatif alternatif yang tersedia bagi seorang audit partner.


1. Menolak untuk tidak membuat full disclousure
2. Memberitahu manajemen klien bahwa pembuatan full disclousure diharuskan untuk
perusahaan yang memiliki kerugian operasional sesuai PSAK
3. Menyetujui sesuai keinginan manajemen klien untuk tidak membuat full disclousure
4. Menolak untuk melakukan kegiatan penugasan audit perusahaan klien tersebut

Konsekwensi dari setiap alternatif.


Jika seorang audit partner tersebut menyetujui pihak manajemen perusahaan klien untuk tidak
membuat full disclousure kemungkinan besar hal ini dapat berpengaruh besar dan beresiko
bagi seorang audit partner tersebut. Jika timbul permasalahan dimana bila seorang auditor

v
menerbitkan pendapat wajar tanpa pengecualian dan dalam kurun waktu satu tahun kedepan
perusahaan bangkrut maka seorang auditor akan di tuntut pidana secara hukum.

Tindakan yang tepat.


Keputusan sepenuhnya berada di tangan audit partner tersebut, tentunya ia harus
mempertimbangkan masak-masak akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara ekstrim, jika
ia tetap menjunjung akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap membuat full disclousure
untuk kondisi perusahaan klien tersebut. Namun jika ia menyetujui keinginan manajemen
perusahaan klien maka kemungkinan ia akan memperoleh pandangan bahwa ia telah
menunjukkan sikap menghargai dan menghormati keinginan manajemen berdasarkan hasil
auditor lain yang juga tidak membuat full disclousure untuk perusahaan dengan kondisi yang
sama dengan perusahaan klien. Sementara di satu pilihan lainnya audit partner tersebut dapat
memilih untuk tidak melakukan audit perusahaan klien tersebut melihat adanya risiko yang
cukup besar pada hasil auditnya nanti.

A. Kasus Etika Konsultan Pajak (kasus Dhana Widyatmika)

Konsultan Pajak yang terlibat dalam kasus Dhana Widyatmika ditahan oleh Jaksa Agung
Muda Pidana Khusus selaku penyidik. Hendro Tirtawijaya sebagai salah satu konsultan pajak
PT Ditax Management Resolusindo tersangka dalam kasus korupsi pajak yang dilakukan oleh
Herly Isdiharsono rekan Dhana. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung
M Adi Toegarisman mengatakan bahwa penyidik resmi melakukan penahanan setelah
beberapa kali memeriksa tersangka Hendro. Menurut Adi, penyidik telah menemukan bukti
yang kuat yang menunjukkan keterlibatan Hendro dalam kasus ini. Hendri merupakan rekan
dari pegawai pajak Herly Isdiharsono yang diduga sebagai penghubung dengan wajib pajak
Johnny Basuki selaku pemilik PT Mutiara Virgo. Selain membagi-bagikan uang, hendro juga
diduga turut menerima uang atas jasanya sebagai perantara.
Berdasarkan hasil kajian, pada tahun 2003 dan 2004 pengajuan restitusi PPN Mutiara
Virgo tidak dilengkapi dokumen yang memadai. Karena itu tim pemeriksa mengusulkan
untuk dilakukan pemeriksaan pajak secara menyeluruh. Berdasarkan hasil pemeriksaan maka
terdapat pajak kurang bayar sebesar Rp.82,591 miliar ditambah denda Rp 46,080 miliar. Data
ini diberikan Herly kepada Hendro di KPP Jakarta Palmerah pada Agustus 2005. Atas hasil
pemeriksaan itu Johnny meminta Hendro agar melakukan pendekatan dan negosiasi untuk
mengurangi jumlah pajak. Hendro pun melakukan pendekatan kepada Herly selaku

vi
perwakian tim pemeriksa, dan bersepakat untuk mengesampingkan hasil pemeriksaan asalkan
ada kompensasi sejumlah uang untuk tim pemeriksa.

Analisa:
Pada kasus diatas Hendro Tirtawijaya sebagai konsultan pajak telah menerima uang
suap dari wajib pajak yang tidak seharusnya diterima sehingga menguntungkan wajib pajak
terhadap pembayaran pajak yang seharusnya dibayar sebesar Rp.82,591 miliar ditambah
denda Rp 46,080 miliar.
Sebenarnya peran seorang konsultan pajak tidak boleh bergerak dari pada aturan yang
ada dengan menyalahi aturan. Seorang konsultan pajak harus bekerja professional sesuai
kode etik yang ada . Dengan tidak melakukan kompromi dengan main belakang dengan
petugas pajak.
Pelanggaran yang terjadi pada kasus tersebut adalah melanggar kode etik konsultan
pajak dalam hal kepribadian, dimana konsultan pajak wajib Patuh pada hukum dan
peraturan perpajakan, serta menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan
profesi Konsultan Pajak, Patuh pada hukum dan peraturan perpajakan, serta menjunjung
tinggi integritas, martabat dan kehormatan profesi Konsultan Pajak. Serta dalam hal
hubungan dengan wajib pajak dimana konsultan pajak wajib Menjunjung tinggi integritas,
martabat dan kehormatan dengan memelihara kepercayaan masyarakat; bersikap jujur
dan berterus terang tanpa mengorbankan rahasia penerima jasa; dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak boleh
menerima kecurangan atau mengorbankan prinsip; mampu melihat mana yang benar, adil
dan mengikuti prinsip obyektivitas dan kehatihatian, Bersikap profesional: senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dalam pemberian jasa yang dilakukan; senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan dan menghormati kepercayaan masyarakat dan
pemerintah; melaksanakan kewajibannya dengan penuh kehati-hatian, dan mempunyai
kewajiban mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan.
Konsultan pajak dalam hal hubungannya dengan wajib pajak dilarang Menerima
permintaan Wajib Pajak atau pihak lain untuk melakukan rekayasa atau perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perpajakan.

B. Kasus Etika Persaingan Bisnis (Perang XL dan Telkomsel)

Perang provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali
kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan

vii
dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini
kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar.
Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik
daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang
cilik Baim dan Putri Titian.
Di situ, si Baim disuruh om sule untuk ngomong, om sule ganteng, tapi dengan
kepolosan dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim ngomong,
om sule jelek... Setelah itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong lagi, om sule
ganteng tapi kali ini si baim dikasih es krim sama sule. Tapi tetap saja si baim ngomong,
om sule jelek. XL membuat sebuah slogan, sejujur baim, sejujur XL. Iklan ini dibalas
oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Awalnya, bintang iklannya bukan
sule, tapi di iklan tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang
kurang lebih berbunyi seperti ini, makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!!! Nggak
cukup di situ, kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Di iklan tersebut, sule
menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang
katanya murahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak kecil
sambil tertawa dengan nada mengejek. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama
terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang
iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun
pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang
menjatuhkan iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.

Analisis :
Dalam kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi pemeran
utama pada iklan kartu AS dan kartu XL yang saling menyindir satu sama lain, karena hak
seseorang untuk melakukan kewajibannya dan manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan
lain selain hak asasinya. Dimana yang dimaksud adalah Sule yang mempunyai haknya
sebagai manusia. Sejauh yang diketahui Sule tidak melakukan pelanggaran kode etika
pariwara Indonesia (EPI) tetapi pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan.
Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip
bahwa Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak
langsung.

viii
Dalam etika pariwara Indonesia juga diberikan tentang keterlibatan anak-anak
dibawah umur, tetapi kedua provider ini tetap menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan,
bukan hanya itu tetapi iklan yang ditampilkan juga tidak boleh mengajarkan anak-anak
tentang hal-hal yang menyesatkan dan tidak pantas dilakukan anak-anak, seperti yang
dilakukan provider XL dan AS yang mengajarkan bintang iklannya untuk merendahkan
pesaing dalam bisnisnya. Hal yang dilakukan kedua kompetitor ini tentu telah melanggar
prinsip-prinsip EPI dan harusnya telah disadari oleh kedua kompetitor ini, dan harus segera
menghentikan persaingan tidak sehat ini.

Kedua kompetitor provider ini melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan kode etik
dan moral untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan lebih dan menguasai
pasaran dimasyarakat yang diberi kebebasan luas untuk melakukan kegiatan dan
mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi serta telah diberi kesempatan pada
usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan
tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk, promosi dan kosumen
tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan
akhirnya telah menjadi praktek monopoli. Padahal telah dibuat undang-undang yang
mengatur tentang persaingan bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi kedua kompetitor ini
mengabaikan Undang-Undang yang telah dibuat. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis
kedua kompetitor provider ini sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam
pelaksanaannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang melanggar etika bisnis dalam menjalankan bisnisnya.

Penyelesaian masalah yang dilakukan antara provider kartu XL dan kartu AS dan
Tindakan pemerintah

Dalam kasus ini, kedua provider menyadari mereka telah melanggar peraturan-
peraturan dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip
etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa Iklan tidak boleh
merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana banyak
diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling sindir
dan merendahkan produk kompetitornya untuk menjadi provider yang terbaik di Indonesia.
ix
Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk
bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat
masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum
dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya
professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi
ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi
konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.
C. Kasus Etika Akuntan Publik (Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Dibekukan)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik
(AP)Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan
Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran
pers yang diterima Hukumonline, menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena
akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT
Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus.
Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit
umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT
Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai
dengan 2004. Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk
audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi
pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-
jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada
4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor
Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu
telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan
audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini
dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005. Sebelumnya, di bulan
November tahun lalu, Depkeu juga melakukan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik
Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus terbukti telah melakukan pelanggaran
x
terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT
Great River International Tbk (Great River) tahun 2003. Kasus Great River sendiri mencuat
ke publik seiring terjadinya gagal bayar obligasi yang diterbitkan perusahaan produsen
pakaian tersebut. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
mengindikasikan terjadi praktik overstatement (pernyataan berlebihan) penyusunan laporan
keuangan yang melibatkan auditor independen, yakni akuntan publik Justinus Aditya
Sidharta.

Analisa :
Pelanggaran tersebut berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT
Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu,
Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan
melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana
dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004. Sebagai seorang
akuntan publik, Petrus seharusnya mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasa audit, maka audit yang dilakukan
pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalam SPAP. Begitu juga dengan kasus-kasus
pembekuan izin terhadap akuntan publik yang lain dalam berita di atas.

xi

Anda mungkin juga menyukai