Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2 Hal.

110-116, Mei-September 2014, ISSN 1411-5549

PENGARUH PEMBERIAN SUHU 8 OC TERHADAP LAMA WAKTU PINGSAN IKAN MAS


(Cyprinus carpio), IKAN PATIN (Pangasius sp.), IKAN LELE (Clarias sp.), DAN IKAN GURAME
(Osphronemus gourame)

Oleh:
Muhammad Arsyad(*), Wenny Dhamayanthi, dan
Ariesia Ayuning Gemaputri(**)

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam proses transportasi ikan yaitu
kematian, yang dapat menurunkan mutu ikan itu sendiri. Salah satu faktor yang mengakibatkan kematian
ikan saat transportasi adalah stres yang umumnya ditimbulkan oleh kepanikan ikan itu sendiri. Untuk
mengurangi stres, selama dalam wadah pengangkutan sebaiknya ikan dibuat pasif. Oleh karena itu perlu
dilakukan treatment khusus yaitu anestesi ikan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk anestesi ikan yaitu
dengan penggunaan bahan kimia, kejut listrik, atau penggunaan suhu rendah. Namun cara yang paling mudah
dan tidak menimbulkan residu berbahaya adalah anestesi menggunakan suhu rendah. Ikan memiliki lama
waktu pingsan yang berbeda-beda terhadap pemberian suhu rendah, tergantung dari jenis, ukuran, dan umur
ikan itu sendiri. Penelitian ini menggunakan 4 (empat) jenis ikan yang berbeda yakni ikan mas, ikan patin,
ikan lele, dan ikan gurame. Suhu rendah yang diberikan 8 0C. Ikan yang sudah pingsan disadarkan dalam
media bersuhu normal. Ikan dengan waktu pingsan paling lama termasuk perlakuan terbaik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ikan yang membutuhkan waktu pingsan paling lama adalah ikan mas yaitu selama 410
detik, sedangkan ikan yang memiliki waktu paling cepat untuk pingsan adalah ikan patin yaitu selama 95,5
detik.

Kata kunci : anestesi, suhu rendah, waktu pingsan.

PENDAHULUAN stres, selama dalam wadah pengangkutan


sebaiknya ikan dibuat pasif (Jangkaru, 2003).
Pada kegiatan produksi khususnya kegiatan Masalah yang dihadapi dalam transportasi ikan
pembesaran ikan akan menghasilkan ikan ukuran hidup adalah bagaimana menekan aktifitas
konsumsi dan siap dipanen serta dipasarkan. Selain metabolisme ikan agar kebutuhan oksigen maupun
itu, ikan-ikan tersebut juga dapat dijadikan sebagai hasil metabolismenya sekecil mungkin. Dengan
calon indukan baru. Proses pemanenan perlu menekan aktifitas metabolisme serendah mungkin,
dilakukan secara hati-hati agar tidak melukai ikan maka ikan dapat mempertahankan hidupnya dalam
dan ikan tidak stres, terutama untuk ikan-ikan yang waktu yang lebih lama pada saat pengangkutan.
akan dijadikan sebagai calon indukan baru. Khusus Teknologi transportasi ikan hidup dengan
untuk ikan yang langsung dipasarkan, apabila penerapan suhu rendah hingga ikan setengah
dilakukan penanganan panen yang baik maka ikan pingsan, akhir-akhir ini dikembangkan untuk
yang dipasarkan lebih cenderung memiliki harga bermacam-macam jenis ikan. Ikan yang berbeda
jual yang tinggi karena tampilan ikan yang sehat, memerlukan kecepatan waktu pingsan yang
segar dan hidup. berbeda pula.
Selain kegiatan pemanenan, perlu juga Anestesi merupakan kegiatan pembiusan ikan
dilakukan kegiatan penanganan ikan pasca panen untuk membuat ikan dalam kondisi tidak sadar.
yang mencakup proses packing dan transportasi Kegiatan anestesi pada ikan sering dilakukan untuk
ikan yang baik sehingga kondisi ikan masih dalam mengurangi tingkat kematian ikan saat proses
keadaan sehat, segar, dan hidup sampai ke pengangkutan. Untuk membuat ikan dalam kondisi
konsumen. Penanganan pasca panen perlu tidak sadar, banyak cara yang dapat dilakukan
dilakukan secara intensif karena akan sangat antara lain anestesi menggunakan suhu rendah, kejut
menentukan mutu ikan itu sendiri. Pada listrik, dan bahan-bahan kimia atau alami. Anestesi
penanganan pasca panen yang baik, ikan akan ikan dengan suhu rendah lebih menguntungkan
mendapatkan perlakuan yang optimal dari proses dibanding menggunakan kejut listrik dan bahan-
packing maupun sistem transportasi. bahan kimia atau alami. Penggunaan suhu rendah
Salah satu faktor yang banyak mengakibatkan lebih murah dan cukup aman digunakan karena
kematian ikan selama pengangkutan (transportasi) tidak meninggalkan residu kimia yang dapat
yaitu stres yang umumnya ditimbulkan oleh membahayakan konsumen. Suhu rendah yang
kepanikan ikan itu sendiri. Untuk mengurangi diperlukan untuk membuat ikan mati

*) Mahasiswa Jurusan Manajemen Agribisnis, Politeknik Negeri Jember


**) Staf Pengajar Jurusan Manajemen Agribisnis, Politeknik Negeri Jember
Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2 Hal. 111-116, Mei-September 2014, ISSN 1411-5549

rasa sangat tergantung pada ukuran dan jenis ikan. Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini
Menurut Junianto (2003), pembiusan pada ikan adalah lama waktu pingsan beberapa jenis ikan
dipengaruhi oleh tebal tidaknya kulit rangka yang yang berbeda, yakni ikan mas, ikan patin, ikan lele,
menutupi saraf ikan. Semakin besar ikan semakin dan ikan gurame. Lama waktu pingsan dihitung
tebal pula rangka yang menutupi saraf tersebut, saat ikan dimasukkan dalam media bersuhu 8 0C
sehingga proses pembiusan akan berlangsung lebih secara langsung sampai ikan-ikan tersebut
lama. Anestesi dengan suhu rendah dapat menunjukkan gejala hilang keseimbangan atau
menyebabkan rendahnya aktivitas metabolisme. kondisi pingsan seperti posisi tubuh miring dan
Ikan merupakan hewan berdarah dingin, sehingga tidak aktif bergerak (berenang).
tingkat metabolisme tubuh ikan dipengaruhi oleh Parameter penunjang yang diamati dalam
suhu lingkungan. penelitian ini adalah lama waktu sadar ikan yang
Berdasarkan uraian yang dijelaskan, peneliti dihitung saat ikan yang sudah pingsan dipindahkan
akan mengamati tentang pengaruh pemberian suhu ke air bersih bersuhu normal sampai ikan
rendah secara langsung terhadap lama waktu menunjukkan gejala sadar seperti posisi tubuh
pingsan pada beberapa jenis ikan. Suhu rendah tidak miring lagi dan aktif bergerak (berenang).
yang digunakan adalah 8 0C dan jenis-jenis ikan Selain lama waktu sadar, parameter penunjang lain
yang akan diamati adalah ikan mas, ikan patin, yang dapat diamati adalah kualitas air media
ikan lele, dan ikan gurami. pengujian yang meliputi suhu dan derajat
keasaman (pH). Pengamatan kualitas air dilakukan
METODOLOGI pada saat awal dan akhir pengujian.
Waktu dan Lokasi Penelitian b. Prosedur Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dari tanggal 12 Prosedur pengumpulan data menggunakan
Oktober 09 Nopember 2012, selama 4 minggu metode pengumpulan data primer. Data primer
yang bertempat di kampus Politeknik Negeri diperoleh melalui pengamatan langsung mengenai
Jember, Desa/Kelurahan Tegal Gede Kecamatan pengaruh pemberian suhu rendah terhadap lama
Sumbersari Kabupaten Jember, Jawa Timur. waktu pingsan beberapa jenis ikan yang berbeda
yakni ikan mas, ikan patin, ikan lele, dan ikan
Metode Penelitian gurame.
Penelitian yang dilakukan berupa eksperimen Uji pendahuluan dilakukan dengan dua
yakni mengadakan kegiatan percobaan untuk kegiatan, yang pertama adalah uji pendahuluan
melihat suatu hasil atau hubungan kausal antar untuk mengetahui seberapa besar fluktuasi suhu
variabel dengan teknik pengumpulan data yang rendah media uji. Uji pendahuluan yang kedua
dilakukan secara observasi langsung yakni adalah melakukan pembiusan terhadap ikan uji
mengadakan pengamatan secara langsung terhadap namun hanya satu kali ulangan saja pada masing-
gejala-gejala subjek yang diselidiki. Penelitian ini masing ikan uji tersebut. Hasil dari uji
menggunakan metode penelitian dengan pendahuluan tidak dilakukan analisis data,
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 melainkan hanya digunakan sebagai bahan
(empat) perlakuan jenis ikan dan 4 (empat) kali pertimbangan saat melakukan penelitian sehingga
ulangan. Rancangan ini digunakan karena medium faktor-faktor yang dapat menghambat proses
pengujian bersifat homogen sehingga yang penelitian dapat ditanggulani terlebih dahulu.
mempengaruhi hasil penelitian hanya pada Pelaksanaan penelitian dilakukan untuk
perlakuan yang berbeda-beda. mendapatkan parameter utama dan parameter
penunjang. Data-data pengamatan yang diperoleh
Bahan dan Alat Penelitian dicatat dan saat proses pelaksanaan juga dilakukan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dokumentasi sebagai bukti nyata dilakukannya
adalah Ikan mas, patin, lele, dan gurame dengan penelitian. Data-data hasil pengamatan yang
berat 250 gram sebagai hewan uji dan Es batu diperoleh selanjutnya dianalisis untuk mengetahui
sebagai penurun suhu air. perlakuan terbaik dalam penelitian yang dilakukan.
Alat yang digunakan antara lain Ikan dengan waktu pembiusan paling lama
styrofoam,ember, aerator, selang aerasi, batu termasuk dalam kategori perlakuan terbaik.
aerasi, termometer, seser, kertas lakmus, Semakin lama waktu pingsan ikan yang dilakukan
timbangan digital, dan stopwatch. sebelum pengemasan, dapat memperbesar
kelulusan hidup ikan (Sufianto, 2008).
Metode Pengumpulan Data
a. Parameter Pengamatan

111
Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2 Hal. 111-116, Mei-September 2014, ISSN 1411-5549

uji F dari Metode Rancangan Acak Lengkap


Metode Analisis (RAL) (Sutjihno, 1986).
Data yang diperoleh dari hasil kegiatan
penelitian merupakan data mentah. Selanjutnya HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukaan analisis data dengan menggunakan
rumus metode RAL dengan perhitungan ANOVA. Hasil Penelitian
Hasil pengamatan pengaruh permberian suhu
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap 8 0C terhadap lama waktu pingsan beberapa jenis
masing-masing parameter penelitian digunakan ikan yang berbeda yakni ikan mas, ikan patin, ikan
analisis sidik ragam satu arah dengan melakukan lele, dan ikan gurame dapat dilihat pada gambar 1
berikut :

450
400
350
300
P1 = Ikan Mas
250
P2 = Ikan Patin
200
150 P3 = Ikan Lele
100 P4 = Ikan Gurame
50
0

Gambar 1. Grafik Pengaruh Pemberian Suhu 8 0C Terhadap Lama Waktu Pingsan Beberapa Jenis Ikan

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1.b) berdasarkan nilai KK. Nilai KK dalam kondisi
menunjukkan bahwa pemberian suhu rendah 8 0C percobaan homogen > 10% yang artinya kriteria
terhadap ikan mas, ikan patin, ikan lele, dan ikan nilai KK besar dan uji beda perlakuan yang
gurame berpengaruh sangat nyata terhadap lama digunakan adalah JND (DMRT). Berikut adalah
waktu pingsan ikan-ikan tersebut (Fhitung > Ftabel hasil uji beda perlakuan yang telah dianalisis :
1%). Uji beda perlakuan yang digunakan

Tabel 1. Hasil Uji Beda Perlakuan (DMRT/JND) Lama Waktu Pingsan Beberapa Jenis Ikan
Perlakuan Rata-rata Rank SSR 5% DMRT 5% Notasi
P1 410,000 1 3,330 112,760 a
P4 271,250 2 3,230 109,374 b
P3 202,750 3 3,080 104,295 b
P2 95,500 4 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT taraf 5%

Pada tabel 1. dijelaskan bahwa notasi yang perlakuan 4 (P4) mengggunakan ikan gurame. P4
sama menandakan perlakuan tidak berbeda nyata, (ikan gurane) tidak berbeda nyata dengan P3 (ikan
begitu juga sebaliknya. Perlakuan yang berbeda lele), karena masing-masing perlakuan tersebut
nyata menunjukkan bahwa pada perlakuan tersebut memiliki notasi yang sama. Sedangkan P3 (ikan
terdapat range (jarak) atau perbedaan waktu yang lele) berbeda nyata dengan P2 (ikan patin).
signifikan antara perlakuan satu dengan yang Hasil pengamatan lama waktu sadar beberapa
lainnya. Perlakuan 1 (P1) menggunakan jenis ikan jenis ikan setelah dimasukkan ke dalam media
mas memiliki perbedaan waktu yang nyata dengan bersuhu normal (28 0C) :

112
Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2 Hal. 111-116, Mei-September 2014, ISSN 1411-5549

Tabel 2. Hasil Pengamatan Lama Waktu Sadar Beberapa Jenis Ikan


Perlakuan Rataan Waktu (detik)
P1 190,5
P2 138,75
P3 27,5
P4 269,25

Tabel 2. menunjukkan bahwa ikan yang Faktor penunjang lain yang dapat
membutuhkan waktu sadar paling cepat terdapat mempengaruhi hasil penelitian adalah parameter
pada perlakuan P3 dengan menggunakan ikan lele. kualitas air. Parameter kualitas air yang diamati
Sedangkan ikan yang membutuhkan waktu sadar adalah suhu dan pH. Pengamatan dilakukan pada
paling lama terdapat pada perlakuan P4 dengan media pembiusan bersuhu rendah dan media
menggunakan ikan gurame. penyadaran bersuhu normal. Berikut adalah hasil
pengamatan parameter kualitas air :
Tabel 3. Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air Media Uji
Media Suhu (0C) Ph
Pembiusan 8 7
Penyadaran 28 7

Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai parameter ikan patin, ikan lele, dan ikan gurame memberikan
pH air tidak berubah yakni tetap dalam kondisi pengaruh sangat nyata terhadap lama waktu
netral 7, walaupun masing-masing diukur pada pingsan ikan-ikan tersebut (Fhitung > Ftabel 1%). Hal
media yang suhu airnya berbeda cukup jauh yakni ini menunjukkan bahwa lama waktu pingsan
dari suhu media pembiusan 8 0C hingga pada suhu sangat dipengaruhi oleh jenis-jenis ikan yang
normal 28 0C sebagai media penyadaran. berbeda. Selanjutnya dilakukan uji beda perlakuan
(DMRT).
Pembahasan Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa
Hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa perlakuan P1 (ikan mas) yang memiliki waktu
wadah media uji dengan menggunakan styrofoam pingsan paling lama yaitu dengan rataan 410 detik
lebih kuat atau tahan lama dalam mempertahankan berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan
suhu 8 0C jika dibandingkan dengan wadah media P4 (ikan gurame) dengan lama waktu pingsan
uji menggunakan ember. Oleh karena itu saat 271,25 detik. Sedangkan lama waktu pingsan ikan
pelaksanaan pengujian pemberian suhu rendah gurame (P4) tidak berbeda nyata dengan lama
untuk membuat ikan pingsan, wadah yang waktu pingsan ikan lele pada perlakuan P3 202,75
digunakan adalah styrofoam. Uji pendahuluan detik. Untuk waktu pingsan paling cepat
selanjutnya adalah melakukan pembiusan terhadap ditunjukkan oleh perlakuan P2 (ikan patin) yaitu
beberapa jenis ikan yang berbeda yakni ikan mas, selama 95,5 detik, yang berbeda nyata dengan
ikan patin, ikan lele, dan ikan gurame dengan perlakuan P3 (ikan lele). Dari hasil analisis sidik
pemberian suhu 8 0C secara langsung. Hasil ragam dan uji DMRT tersebut dapat diambil
pengujian menunjukkan bahwa ke 4 (empat) jenis kesimpulan bahwa perlakuan terbaik terdapat pada
ikan yang berbeda tersebut pingsan setelah P1 (ikan mas) dengan rata-rata lama waktu pingsan
dimasukkan ke dalam media bersuhu rendah dan 410 detik, atau waktu pingsan yang paling lama
ikan sadar kembali setelah dipindahkan ke dalam jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
media bersuhu normal (28 0C). Perhitungan waktu Semakin lama waktu pingsan ikan yang dilakukan
pingsan dan sadar dicatat dengan satuan detik. Dari sebelum pengemasan, dapat memperbesar
hasil uji pendahuluan tersebut dapat diambil kelulusan hidup ikan (Sufianto, 2008).
kesimpulan bahwa pemberian suhu 8 0C secara Ikan mas memerlukan waktu lebih lama
langsung untuk membuat beberapa jenis ikan untuk mencapai kondisi pingsan dikarenakan oleh
pingsan seperti ikan mas, ikan patin, ikan lele, dan sistem integumen tubuhnya yang lebih kuat dalam
ikan gurame dapat dilaksanakan seperti yang telah merespon perubahan lingkungan. Ikan mas
direncanakan sebelumnya oleh peneliti. termasuk jenis ikan yang bersifat termofil karena
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa mampu menyesuaikan diri dengan suhu
anestesi menggunakan suhu 8 0C terhadap lingkungan yang lebih ekstrim (Santoso, 1999).
beberapa jenis ikan yang berbeda yakni ikan mas, Ikan mas membutuhkan waktu pingsan lebih lama

113
Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2 Hal. 111-116, Mei-September 2014, ISSN 1411-5549

dibandingkan jenis ikan lainnya juga dapat waktu paling lama untuk sadar kembali
disebabkan oleh habitat aslinya, dimana ikan ini dikarenakan selain tubuhnya yang bersisik
menyukai suhu yang lebih rendah dibandingkan
dengan habitat asli ikan jenis lain seperti ikan sehingga lebih lama dalam merespon
gurame, ikan lele, dan ikan patin. Suhu terendah perubahan kondisi lingkungan juga disebabkan
yang cocok untuk hidup ikan mas adalah 20 0C oleh air dalam media uji yang tidak terlalu dalam,
(Santoso, 1999), ikan gurame 24 0C (Khairuman sehingga tubuhnya sering miring seperti dalam
dan Amri, 2008), ikan lele 26 0C (Muktiani, 2011), kondisi pingsan. Hal ini didukung oleh literatur
dan ikan patin 25 0C (Susanto, 2009). yang mengatakan bahwa ikan gurame memiliki
Ikan patin membutuhkan waktu paling cepat sifat yang suka bergerak secara vertikal (naik
untuk pingsan dibandingkan jenis ikan lainnya turun), sehingga ikan gurame memerlukan perairan
dikarenakan ikan patin tidak memiliki sisik, yang airnya relatif lebih dalam (Khairuman dan
sehingga pada saat diberikan suhu rendah, saraf Amri, 2008). Tetapi pada saat dilakukan sentuhan
tubuhnya langsung merespon dengan cepat. Untuk langsung terhadap tubuhnya, ikan gurame
ikan dengan waktu pingsan paling cepat kedua langsung bergerak aktif. Sedangkan untuk
adalah ikan lele. Ikan lele juga tidak memiliki mengetahui ikan sudah sadar atau tidak hanya
sisik, sehingga lebih cepat pingsan dibandingkan dilakukan secara visual saja, sehingga waktu sadar
dengan ikan mas ataupun ikan gurame yang ikan gurame terhitung lebih lama dibandingkan
memiliki sisik. ikan bersisik lainnya (ikan mas).
Jika didasarkan pada habitat aslinya, ikan lele Untuk parameter kualitas air, suhu normal
membutuhkan waktu paling cepat untuk pingsan, sebesar 28 0C dan derajat keasaman (pH) 7. Suhu
karena suhu terendah yang cocok untuk proses air 28 0C tergolong cukup baik dalam proses
pertumbuhan ikan lele lebih besar (26 0C) penyadaran kembali ikan yang telah pingsan.
dibandingkan dengan ikan patin (25 0C), tetapi Menurut Sufianto (2008), proses penyadaran
pada saat perlakuan, ternyata ikan patin dilakukan dengan cara memasukkan ikan yang
mempunyai waktu pingsan lebih cepat. Hal ini telah berada dalam keadaan pingsan ke dalam air
disebabkan oleh kondisi ikan patin pada saat yang bersuhu normal ( 27 0C). Sehingga suhu
dilakukan pengujian sudah dalam keadaan lemah normal 28 0C cukup menunjang keberhasilan
terlebih dahulu akibat proses pengangkutan, dalam pengujian yang dilakukan. Sedangkan untuk
sehingga pada saat diberikan suhu rendah, ikan ini nilai pH air yang diperoleh pada saat awal dan
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk akhir pengujian terukur sebesar 7. Nilai pH 7
mencapai kondisi pingsan. Kondisi ikan yang tergolong dalam nilai pH netral dan sangat
lemah ini juga terlihat pada saat dilakukan proses menunjang proses keberhasilan pengujian, karena
penyadaran setelah pingsan. Ikan patin pH dalam keadaan netral menunjukkan kualitas
membutuhkan waktu sadar lebih lama suatu perairan dalam keadaan baik. Nilai pH
dibandingkan dengan ikan tidak bersisik lainnya kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam
(ikan lele). Ikan lele membutuhkan waktu paling sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan
cepat dalam proses penyadaran, karena ikan lele yang basa (alkalin), sedangkan nilai pH 7 disebut
juga tidak memiliki sisik sehingga tubuhnya lebih sebagai netral (Irawan, 2009).
cepat merespon pemberian suhu normal (28 0C).
Untuk ikan patin, walaupun tidak memiliki sisik, KESIMPULAN DAN SARAN
namun dalam kondisi lemah dan lebih banyak
kehilangan energi maka ikan ini membutuhkan Kesimpulan
waktu yang lebih lama untuk sadar kembali. Melihat hasil pengujian mengenai pemberian
Parameter penunjang dalam penelitian ini suhu rendah 8 0C terhadap lama waktu pingsan
adalah lama waktu sadar ikan dan beberapa beberapa jenis ikan yakni ikan mas, ikan patin,
parameter kualitas air yaitu suhu dan pH. Ikan ikan lele, dan ikan gurame, dan beberapa
yang tidak bersisik relatif lebih cepat sadar pembahasan mengenai hasil pengujian tersebut,
dibandingkan ikan yang memiliki sisik. Pada saat maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
perlakuan, ikan lele dan ikan patin membutuhkan 1. Pemberian suhu 8 0C pada beberapa jenis
waktu lebih cepat untuk sadar kembali ikan yang berbeda yakni ikan mas, ikan patin,
dibandingkan ikan mas dan ikan gurame. Ikan ikan lele, dan ikan gurame berpengaruh
yang paling cepat sadar adalah ikan lele dan ikan sangat nyata terhadap lama waktu pingsan
yang membutuhkan waktu paling lama untuk sadar ikan-ikan tersebut (Fhitung > Ftabel 1%).
adalah ikan gurame. Ikan gurame membutuhkan 2. Jenis ikan uji yang membutuhkan waktu
paling cepat untuk pingsan adalah ikan patin,

114
Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2 Hal. 111-116, Mei-September 2014, ISSN 1411-5549

yaitu dengan rataan waktu selama 95,5 detik, Kemasan pada Transportasi Udang dan Ikan
sedangkan jenis ikan uji yang membutuhkan waktu Sistem Kering. Skripsi (Tidak
paling lama untuk pingsan adalah ikan mas, yaitu Dipublikasikan). Jurusan Teknik Pertanian.
dengan rataan waktu selama 410 detik. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Irawan, A. 2009. Faktor-faktor Penting dalam


Saran Proses Pembesaran Ikan. Makalah. Bidang
Dalam pelaksanaan penelitian mengenai Konsentrasi Budidaya Perairan. Program
pengaruh pemberian suhu 8 0C terhadap lama
waktu pingsan ikan mas, ikan patin, ikan lele, dan
ikan gurame yang telah dilakukan, tentunya ada Alih Jenjang Diploma IV ITB-SEAMOLEC-
beberapa hal yang sedikit mengganggu kelancaran VEDCA, Cianjur.
jalannya penelitian. Oleh sebab itu peneliti akan
memberikan beberapa saran yang nantinya dapat Isharmanto, B. 2010. Anatomi Ikan Mas (Cyprinus
dijadikan sebagai bahan pertimbangan sebelum carpio).
melakukan penelitian sejenis. Adapun saran yang http://biologigonz.blogspot.com/2010/03/ana
peneliti sampaikan adalah sebagai berikut : tomi-ikan-mas.html. Diakses tanggal 16 Juli
1. Bagi yang berminat untuk melakukan 2012.
penelitian sejenis, diharapkan jenis ikan yang
digunakan benar-benar dalam keadaan sehat Jailani. 2000. Mempelajari Pengaruh Penggunaan
sampai saat proses pelaksanaan dilakukan, Pelepah Pisang sebagai Bahan Pengisi
agar mendapatkan hasil yang valid. terhadap Tingkat Kelulusan Hidup Ikan Mas
Kelengkapan alat dan bahan penguji lainnya (Cyprinus carpio). Skripsi (Tidak
juga harus diperhatikan untuk menunjang Dipublikasikan). Jurusan Teknologi Hasil
keberhasilan penelitian. Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
2. Dalam pelaksanaannya, sebaiknya dilakukan Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar
oleh beberapa orang, hal ini bertujuan selain Swadaya, Jakarta.
untuk mempermudah pelaksanaan, juga untuk
mendapatkan hasil (data) yang valid. Khairuman dan K. Amri 2005. Budidaya Lele
Dumbo Secara Intensif. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Lentera, T. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam
Amri, K. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Air Deras. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Kurniawan, A. 2012. Transportasi Ikan Hidup.
Bachtiar, Y. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Makalah. Fakultas Pertanian, Perikanan dan
Kolam Perkarangan. Agromedia Pustaka, Jakarta. Biologi. Universitas Bangka Belitung,
Bangka Belitung.
Cahyono, B. 2002. Budidadaya Air Tawar.
Kanisius, Yogyakarta. Pramono, V. 2002. Penggunaan Ekstrak Caulerpa
racemosa sebagai Bahan Pembius pada Pra
Ditjen Perikanan. 1993. Petunjuk Sistem Transportasi Ikan Nila (Oreochromis
Pembinaan dan Pengawasan Mutu Terpadu niloticus) Hidup.
di Indonesia. Direktorat Bina Usaha Tani dan http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/1
Pengolahan Hasil, Jakarta. 23456789/15715/C02vpr_abstract.pdf?seque
nce=2. Diakses tanggal 18 Juni 2012.
Djarijah, A. S. 2001. Budidaya Ikan Patin.
Kanisius, Yogyakarta. Prasetyawati, R. 1994. Studi Penenangan dan
Pemingsanan Ikan Gurame (Osphronemus
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, gouramy Lac.) untuk Transportasi Hidup
Yogyakarta. dalam Media tanpa Air. Skripsi (Tidak
Dipublikasikan). Jurusan Teknologi Hasil
Irania, Y. 2003. Mempelajari Suhu Optimal dan Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pola Penurunan Kadar Oksigen Ruang

115
Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2 Hal. 111-116, Mei-September 2014, ISSN 1411-5549

Setiabudi E, Y. Sudrajat, MD Erlina, S Wibowo.


1995. Studi Penggunaan Metode Pembiusan
Langsung dengan Suhu Rendah dalam
Transportasi Sistem Kering Udang Windu
(Penaeus monodon Fab.). Jurnal Penelitian
Pascapanen Perikanan. (84): 8-21.

Sufianto, B. 2008. Uji Transportasi Ikan Maskoki


(Carassius aurastus Linnaeus) Hidup Sistem
Kering dengan Perlakuan Suhu dan
Penuruan Konsentrasi Oksigen. Tesis (Tidak
Dipublikasikan). Program Studi Teknologi
Pascapanen. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Sujtihno. 1986. Pengantar Rancangan Percobaan


Dalam Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan
Departemen Pertanian, Bogor.

Susanto dan K. Amri. 2004. Budidaya Ikan Patin.


Penebar Swadaya, Jakarta.

Syuaib, L. R. 2002. Penentuan Suhu Pemingsanan


Beberapa Jenis Ikan dan Uji Performasi Peti
Kemas Transportasi Sistem Kering. Skripsi
(Tidak Dipublikasikan). Jurusan Teknik
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syamdidi, Ikasari, dan Wibowo, S. 2006. Studi


Sifat Fisiologis Ikan Gurami (Osphronemus
gourami) Pada Suhu Rendah Untuk
Pengembangan Teknologi Transportasi Ikan
Hidup. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan. Vol 1 (1): 75-83.

Wibowo. 1993. Sumberdaya dan Transportasi


Lobster Hidup untuk Ekspor. Departemen
Pertanian, Jakarta.

116

Anda mungkin juga menyukai