Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma lupus eritematosus (SLE) merupakan prototipe penyakit


otoimun yang ditandai dengan produksi antibodi terhadap komponen inti sel yang
berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. SLE terutama menyerang
wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa
reproduksi dengan ratio wanita: laki-laki 5:1. Etiologinya tidak jelas, diduga
berhubungan dengan gen respon imun spesifik kompleks histokompatibilitas
mayor kelas II, yaitu HLA (Human Leucocyte Antigent) DR-2 dan HLA-DR3.1
Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit rematik
utama di dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi
pada berbagai populasi antara 2,9/100.000 400/100.000. SLE lebih sering
ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, China, dan mungkin juga
Filipina. Terdapat juga tendensi familial. Faktor ekonomi dan geografi tidak
mempengaruhi distribusi penyakit. 1
Beberapa data di Indonesia dari pasien yang dirawat di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ditemukan 37,7 %
kasus setiap tahunnya. Diagnosis SLE ditentukan dengan beberapa kriteria seperti
kriteria Dubois, kriteria American College of Rheumatology atau kriteria
American Rheumatic Association. 1
Prinsip umum dalam penatalaksanaan SLE berupa penyuluhan dan
intervensi psikologis. Penatalaksanaan dilaksanakan secara komprehensif meliputi
non medika mentosa dan medika mentosa. 1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah penyakit otoimun yang
mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan sel yang dimediasi karena
kompleks imun dan autoantibodi yang berikatan dengan antigen jaringan.2

2.2 Epidemiologi
Sistemik lupus eritematosus terutama menyerang wanita muda dengan
insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduksi dengan ratio
wanita: laki-laki 5:1. Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu
penyakit rematik utama di dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat
bervariasi. Prevalensi pada berbagai populasi antara 2,9/100.000 400/100.000.
SLE lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, China, dan
mungkin juga Filipina. Terdapat juga tendensi familial. Prevalensi SLE di
Amerika 15-50 per 100.000 penduduk dengan etnis terbanyak yakni Amerika
Afrika. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit. 1,2

2.3 Etiopatogenesis
Etiologi dan pathogenesis SLE belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian, terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktor, dan
ini mencakup pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respon
imun. Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan serta ekspresi
penyakit. Sekitar 10-20% pasien SLE mempunya kerabat dekat yang juga
menderita SLE. Angka terdapatnya SLE pada kembar identik 24-69% lebih tinggi
dari saudara kembar non identik 2-9%.1
Penelitian terakhir yang menunjukkan beberapa gen berikut HLA_DR 2
dan HLA-DR 3 berperan dalam mengkode unsur sistem imun. Gen lain yang ikut
berperan seperti gen yang mengkode sel reseptor T, imunoglobulin, dan sitokin.
Sistem neuroendokrin ikut berperan melalui pengaruhnya terhadap sistem imun.
Penelitian menunjukkan bahwa sistem neuroendokrin dengan sistem imun saling

2
mempunyai hubungan timbal balik. Beberapa penelitian berhasil menunjukkan
bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun.1
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu pada individu yang mempunyai
predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal pada sel CD4
mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self antigen. Akibatnya
muncullah sel T autoreaktif yang menyebabkan induksi dan ekspansi sel B, baik
yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Wujud pemicu
ini masih belum jelas. Sebagian diduga hormon seks, sinar UV, infeksi. 1
Pada SLE autoantibodi terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein
histon dan non histon. Kebanyakan di antaranya adalah dalam keadaan alamiah
terdapat dalam bentuk agregat protein dan kompleks protein RNA. Ciri khas
autoantigen ini mereka tidak tissue spesific dan merupakan komponen integrasi
dari semua jenis sel. 1
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti nuclear antibodi).
Dengan antigen spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar di
sirkulasi. Klirens kompleks imun menurun, meningkatnya kelarutan kompleks
imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake
kompleks imun pada limpa terjadi pada SLE. Sehingga kompleks imun tersebut
deposit ke luar sistem fagosit mononuklear. Endapannya di berbagai organ
mengakibatkan aktivasi komplemen sehingga terjadi peradangan. Organ tersebut
bisa berupa ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dll. 1

2.4 Manifestasi klinis


Gejala konstitusi. Seperti fatigue, penurunan berat badan, demam yang
sifatnya tidak mengancam jiwa. Penurunan berat badan yang terjadi dapat
dibarengi dengan gejala gastrointestinal. Demam dapat lebih dari 40 0C tanpa
leukositosis. Menggigil (-). 1,3
Manifestasi renal. Komplikasi ini mengancam jiwa dan terjadi pada 30%
pasien dengan SLE. Nefritis terjadi pada beberapa tahun awal SLE. Gejala awal
bisa asimtomatik, sehingga pemeriksaan urinalisis dan tekanan darah penting.

3
Karakteristik manifestasi renal berupa proteinuria >500 mg/urin 24 jam, sedimen
eritrosit. Klasifikasi glomerulonefritis akibat SLE terdiri dari beberapa kelas. 3
1. Minimal mesangial lupus nefritis
2. Mesangial proliferatif lupus nefritis
3. Fokal lupus nefritis
4. Difus lupus nefritis
5. Membranosa lupus nefritis
6. Sklerosis lupus nefritis
Manifestasi neuropsikiatrik. Terdapat 19 manifestasi lupus
neuropsikiatrik yang bisa dibuktikan hanya dengan biopsi. Gejala yang dirasakan
berupa nyeri kepala, kejang, depresi, psikosis, neuropati perifer. Manifestasi
sistem saraf pusat berupa aseptik meningitis, penyakit serebrovaskuler, sindrom
demielinasi, nyeri kepala, gangguan gerakan, mielopati, kejang, penurunan
kesadaran akut, kecemasan, disfungsi kognitif, gangguan mood, psikosis.
Manifestasi sistem saraf perifer berupa polineuropati perifer akut, gejala autonom,
mononeuropati, miastenia gravis, neuropati kranial, pleksopati. 3
Manifestasi muskuloskeletal. Manifestasi yang satu ini merupakan
manifestasi yang paling sering mengungkap terjadi SLE pada pasien. Atralgia dan
mialgia merupakan gejala tersering. Keluhan ini sering kali dianggap mirip
dengan artritis reumatoid dan bisa disertai dengan faktor reumatoid positif.
Perbedaannya SLE biasanya tidak menyebabkan deformitas, durasi kejadian
hanya beberapa menit.1,3
Manifestasi kulit. Gejala yang terjadi berikut berupa rash malar dan
diskoid. Sering dicetuskan oleh fotosensitivitas. Bisa terjadi alopesia. Manifestasi
oral berupa terbentuknya ulkus atau kandidiasis, mata dan vagina kering.
Perhatikan gambar 1 berikut malar rash dan gambar 2 alopesia berat akibat SLE.3,4

4
Gambar 1. Rash malar4

Gambar 2. Alopesia berat SLE5


Manifestasi hematologi. Berupa anemia normokrom
normositer,trombositopenia, leukopenia. Anemia yang terjadi bisa terjadi akibat
SLE maupun akibat manifestasi renal pada SLE sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia. Limfopenia < 1500/uL terjadi pada 80% kasus. 3,5
Manifestasi paru. berupa pneumositis, emboli paru, hipertensi pul,onal,
perdarahan paru, pleuritis. Pleuritis memiliki gejala nyeri dada, batuk, sesak
napas. Efusi pleura juga bisa terjadi dengan hasil cairan berupa eksudat. Shrinking
lung syndrome merupakan sistemik yang terjadi akibat atelektasis paru basal yang
terjadi akibat disfungsi diafragma.3-5
Manifestasi gastrointestinal. Gejala tersering berupa dispepsia, yang bisa
terjadi baik akibat penyakit SLE itu sendiri atau efek samping pengobatannya.
Hepatosplenomegali (+). Terjadinya vaskulitis mesenterika merupakan komplikasi
paling mengancam nyawa karena dapat menyebabkan terjadinya perforasi
sehingga memerlukan penatalaksanaan berupa laparotomi. 3-5

5
Manifestasi vaskuler. Fenomena raynaud, livedo reticularis yang
merupakan abnormalitas mikrovaskuler pada ekstremitas, trombosis merupakan
komplikasi yang terjadi. Gambar berikut 3 menunjukkan livedo reticularis. 3-6

Gambar 3. Livedo reticularis6


Manifestasi kardiovaskuler. SLE dapat menyebabkan terjadinya
aterosklerosis yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadi infark miokard.
Gagal jantung dan angina pektoris, valvulitis, vegetasi pada katup jantung
merupakan beberapa manifestasi lainnya.1,3

2.5 Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan adalah dari American
College of Rheumatology 1997 yang terdiri dari 11 kriteria,
dikatakan pasien tersebut SLE jika ditemukan 4 dari 11 kriteria
yang ada. Berikut ini adalah 11 kriteria tersebut.1,7
No Kriteria Batasan
1 Rash malar Eritema, datar atau timbul di atas
eminensia malar dan bisa meluas ke
lipatan nasolabial
2 Discoid rash Bercak kemerahan dengan keratosis
bersisik dan sumbatan folikel. Pada
6
SLE lanjut ditemukan parut atrof
3 Fotosensitivitas Ruam kulit akibat reaksi abnormal
terhadap sinar matahari
4 Ulkus oral Ulserasi oral atau nasofaring yang
tidak nyeri
5 Artritis nonerosif Melibatkan 2 atau lebih sendi perifer
dengan karakteristik efusi, nyeri, dan
bengkak
6 Pleuritis atau a. Pleuritis: nyeri pleuritik,
perikarditis ditemukannya pleuritik rub atau
efusi pleura
b. Perikarditis: EKG dan pericardial
friction rub
7 Gangguan renal a. Proteinuria persisten > 0,5 gr per
hari atau kualifkasi >+++
b. Sedimen eritrosit, granular,
tubular atau campuran
8 Gangguan a. Kejang- tidak disebabkan oleh
neurologis gangguan metabolik maupun
obat-obatan seperti uremia,
ketoasidosis, ketidakseimbangan
elektrolit
b. Psikosis- tanpa disebabkan obat
maupun kelainan metabolik di
atas
9 Gangguan a. Anemia hemolitik dengan
hematologi retikulositosis
b. Leukopenia < 4000/uL
c. Limfopenia < 1500/uL
d. Trombositopenia< 100,000/uL
10 Gangguan a. antiDNA meningkat
b. anti Sm meningkat
imunologi
c. antibodi antifosfolipid: IgG IgM
antikardiolipin meningkat, tes
koagulasi lupus (+) dengan
metode standar, hasil (+) palsu
dan dibuktikan dengan

7
pemeriksaan imobilisasi
T.pallidum 6 bulan kemudian atau
fluoresensi absorsi antibodi
11 Antibodi Titer ANA meningkat dari normal
antinuklear
(ANA)

2.6 Penatalaksanaan
Tidak ada kata sembuh untuk SLE, remisi komplit pun jarang terjadi. Oleh
karena itu perlu diperhatikan untuk mengendalikan serangan akut dan mengatur
strategi sehingga dapat mensupresi terjadinya kerusakan target organ. Tatalaksana
diberikan sesuai manifestasi klinis yang terjadi dan dibagi dalam kelompok yang
mengancam nyawa dan tidak mengancam nyawa.2,3

2.6.1. Terapi non farmakologis


Penyuluhan dan edukasi penting diberikan pada pasien dengan SLE yang
baru terdiagnosis. Berikut adalah beberapa hal penting dalam edukasi SLE:1
Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya
Masalah terkait fisik misalnya penggunaan kortikosteroid untuk
tatalaksana SLE bisa menyebabkan osteoporosis sehingga perlu dibarengi
dengan latihan jasmani, istirahat, diet, dan mengatasi infeksi secepatnya
serta menggunakan kontrasepsi
Menggunakan payung, lengan panjang atau krem sinar matahari jika
terpapar matahari
Memberikan edukasi mengenai terapi yang akan diberikan. Pasien dengan
SLE mengancam nyawa diberikan terapi agresif yakni imunosupresan dan
kortikosteroid dosis tinggi, sedangkan yang tidak mengancam nyawa
diberikan terapi konservatif.

2.6.2. Terapi farmakologi


2.6.2.1. Sistemik lupus eritematosus ringan
Artritis, artalgia, mialgia. Keluhan ringan diberikan analgetik atau
NSAID. Jika tidak membaik dipertimbangkan pemberian hidroksiklorokuin
400mg/hari. Jika dalam 6 bulan tidak berefek juga maka stop. Dapat diberikan
8
kortikosteroid dosis rendah 15mg tiap pagi. Atau metrotreksat 7,5-15 mg/minggu.
Atau bisa dipertimbangkan pemberian cox-2 inhibitor.1,7
Lupus kutaneus. Menggunakan sunscreen untuk melindungi tubuh
sehingga mengurangi gejala fotosensitivitas. Sunscreen topikal berupa krem,
minyak, lotio atau gel yang mengandung PABA, ester, benzofenon, salisilat dan
sinamat. Sunscreen dipakai ulang setelah mandi atau berkeringat. Dermatitis lupus
diberikan kortikosteroid topikal krem, salep atau injeksi. Antimalaria juga dapat
digunakan karena memiliki efek sunblock dan sunscreen. 1,7
Fatiq dan keluhan sistemik. Tidak memerlukan terapi spesifik. Cukup
menambah waktu istirahat dan menunjukkan empati. 1,7
Serositis. Nyeri dada dan abdomen merupakan tanda serositis. Keadaan
ini diatasi dengan NSAID, antimalaria atau glukokortikoid dosis 15 mg/hari. Pada
keadaan berat memerlukan kostikosteroid sistemik. 1,7

2.6.2.2. Sistemik lupus eritematosus yang mengancam jiwa


Keterlibatan organ dapat menyebabkan kerusakan yang ireversibel.
Contohnya pasien dengan lupus nefritis dapat menjadi gagal ginjal kronik. Pasien
dengan manifestasi kardiak bisa menyebabkan gagal jantung, insufisiensi katup
jantung, atau tamponade perikardial. Anemia berat atau trombositopenia bisa
mengancam nyawa. Keadaan yang demikian memerlukan campur tangan
spesialisasi SLE.7
Berikut ini adalah contoh manifestasi yang mengancam nyawa dari SLE7
Jantung: vaskulitis/ vaskulopati koroner, endokarditis, miokarditis,
perikardial tamponade, hipertensi maligna
Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia < 1000/uL, trombositopenia <
50000/uL, trombotik trombositopenia purpura, trombosis vena atau arterial
Neurologis: kejang, penurunan kesadaran akut-koma, stroke, mielopati
tranversal, mononeuritis, polineuritis, optik neuritis, psikosis, sindrom
demielinasi
Otot: miositis
Pulmo:hipertensi pulmonal, perdarahan pulmo, pneumositis, emboli/infark
paru, shringking lung, fibrosis interstisial
Gastrointestinal: vaskulitis mesenterika, pankreatitis
Renal: nefritis persisten, glomerulonefritis progresif, sindroma nefrotik
9
Kulit: vaskulitis, ruam dengan ulserasi difus
Konstitusional: demam tinggi tanpa infeksi yang jelas
Glukokortikoid. Prednison oral 1-1,5 mg/kg/hari atau metilprednisolon
bolus 1gram selama 3-5 hari yang dilanjutkan dengan prednison oral. Respon
terapi dilihat selama 6 minggu pertama, jika respon baik maka dosis steroid
diturunkan 5-10% tiap minggu. Setelah sampai dosis 30 mg/hari diberikan
penurunan 2,5 mg/minggu, jika sudah sampai dosis 10-15 mg/hari, turunkan dosis
1mg/minggu. Jika terjadi eksaserbasi berikan dosis efektif, lalu turunkan lagi.1,7
Imunosupresan. Imunosupresan ini diberikan jika hanya tidak respon
dengan terapi steroid, setelah 4 minggu pemberian. Contoh imunosupresan yang
bisa diberikan berupa siklofosfamid, azatioprin, metotreksat, klorambusil,
siklosporin. Pilihan obat tergantung keadaan. Untuk artritis berat pilihannya
adalah metotreksat. Nefritis lupus diberikan siklofosfamid atau azatioprin.
Siklofosfamid bolus 0,5-1 gr/m2 dalam 250 cc NS selama 1 jam diikuti pemberian
cairan 2-3 L/24 jam. Jika ada nefritis, dosis siklofosfamid hanya 500-750 mg/m2.
Pemberiannya selama 6 bulan, kemudian dalam 3 bulan selama 2 tahun.
Azatioprin oral 1-3 mg/kg/hari selama 6-12 bulan. Siklosporin 3-6 mg/kg/hari
untuk nefritis SLE. Metotreksat 7,5-20 mg/minggu terbagi 3 dosis oral atau
injeksi. 1,7
Terapi lain seperti imunoglobulin 300-400 mg/kg/hari selama 5 hari
berturut-turut untuk mencegah kekambuhan masih dalam proses penelitian. Selain
itu, plasmaferesis juga masih dalam penelitian. 1,7

2.8 Prognosis
Studi di Eropa pada 1000 pasien SLE menunjukkan 92% dengan terapi
optimal memiliki survival rate 10 tahun, dan menurun 88% pada pasien dengan
nefropati. Usia rata-rata kematian 44 tahun, dan usia tertua untuk kematian 81
tahun. Penyebab kematian terbesar adalah lupus nefritis.3

10
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : Nn. N
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir / Umur : 19 tahun
Alamat : Paya Keureuleh
Agama : Islam
Suku : Aceh
No. Rekam medis : 057274
Tanggal masuk : 24 Oktober 2016

3.2 Anamnesis (dilakukan tanggal 24 Oktober 2016, autoanamnesis)


Keluhan utama: demam dan nyeri di persendian kaki

Riwayat penyakit sekarang:


- Pasien mengeluh demam naik turun sejak 2 hari ini, demam disertai
dengan kemerahan di wajah juga nyeri sendi yang menyebabkan pasien
sulit berjalan. 3 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri-
nyeri sendi, di lutut, pinggang, kaki, tangan, leher yang hilang timbul.
Rasa kaku pada pagi hari terutama ketika bangun pagi (-), nyeri terutama
dengan perubahan posisi dari duduk ke berdiri atau pada saat bangun tidur
(+). Nyeri tidak diawali hanya satu atau dua sendi tetapi terjadi sekaligus
di seluruh sendi. Nyeri setelah makan jeroan, udang, kepiting, usus, daun-
daun muda, kacang (-). Pasien minum obat bebas dari depot obat untuk
nyeri-nyeri sendi. Nyeri sedikit berkurang tetapi tetap saja kambuh.
- 1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan berat badan
menurun sekitar 2 kg dan bibirnya kering, kemerahan, mudah terkelupas
dan sering mengalami sariawan yang sembuh sendiri. Di pipi tampak
kemerahan yang lebih sering terlihat pada siang hari terutama jika terpapar
matahari.

11
Riwayat penyakit dahulu:
- Keluhan yang sama (-)

Riwayat penyakit keluarga:


- Keluhan yang sama (-) tidak diketahui

Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, kejiwaan, dan kebiasaan:


- Pasien seorang mahasiswi, belum menikah dan masih tinggal bersama
dengan orang tuanya

3.3 Triage status


Jalan nafas : Bebas
Pernafasan : Normal
Sirkulasi : Normal
Kesadaran : Compos mentis E4M6V5
3.4 Pemeriksaan fisik (dilakukan pada 24 Oktober 2016)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Keadaan gizi : baik
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 97 x/menit
Napas : 20x/menit
Suhu : 38,6 0C
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 50 kg
Konjunctiva : anemis (-/-)
Sclera : tidak ikterik
Pupil : isokor, reflex cahaya (+/+)
Fasial : malar rash (+/+)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Lidah : plak keputihan (-) oral ulcer (-)
12
Faring : dalam batas normal
Leher : JVP tidak meningkat
: KGB tidak teraba pembesaran
: tiroid dalam batas normal
Paru:
Inspeksi : datar, gerakan dada simetris
Palpasi : fremitus dextra sama dengan sinistra
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru, batas paru-hepar spasium
interkosta 4 linea midklavikularis dextra
Auskultasi : vesikuler seluruh lapangan paru, suara napas tambahan
(-), friction rub (-)
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di spasium interkosta V 2 jari medial
linea midklavikularis sinistra, seperti tepukan ringan, kuat
angkat
Perkusi :
Batas jantung dextra: linea sternalis dextra
Batas jantung sinistra: 2 jari medial linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : BJ 1 (+) > BJ 2 (+), murmur (-)
Abdomen:
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)
Edema tungkai atas(-/-) bawah(-/-)

3.4 Pemeriksaan penunjang


24 Oktober 2016
Hb : 12,6 g/dL

13
Ht : 36,1 %
Leukosit : 11.900 /uL
Eritrosit : 4.50 /uL
Diff count: Neutrofil 64,4% (N: 40-70%)
Lymfosit 28,1% (14-16%)
Monosit 7,5 % (4-13%)
Eosinophil 1,2% (0-7%)
Basophil 0% (0-3%)
Trombosit 356 10^3/uL
Glukosa sewaktu : 84 mg/dL
Ureum : 16 mg/dL
Creatinin : 0,6 mg/dL
Elektrolit :
Natrium : 141 mmol/L
Kalium : 4.0 mmol/L
Chlorida : 101 mmol/L

3.5 Resume
Nn. N 19 tahun, masuk RS dengan keluhan utama demam sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Dari anamnesis, didapatkan riwayat nyeri sendi multiple sejak
3 bulan terakhir sebelum masuk rumah sakit dan hanya beli obat di depot tanpa
resep dokter. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit BB menurun 2 kg tanpa sebab
yang jelas. 2 hari sebelum masuk rumah sakit os demam, diikuti nyeri sendi tanpa
kemerahan pada sendi dan bengkak di kaki, kemerahan jika terkena sinar matahari
di pipi tanpa riwayat memakai cream wajah. Dari pemeriksaan fisik, vital sign
didapatkan pasien demam 38,60C, RR 24x/menit. Status lokalis lainnya normal.
Diagnosis kerja: sups SLE
Rencana penatalaksanaan:
A. Penatalaksanaan non farmakologi
- Penjelasan mengenai penyakit dan penyebabnya
- Mencegah terpapar sinar UV
- Edukasi mengenai tanda-tanda penyakit mengancam nyawa
- Istirahat yang cukup
- Diet seimbang

14
- Latihan jasmani
B. Penatalaksanaan farmakologi di igd
- Bed rest
- Diet MB
- IVFD RL 20 gtt/i
- Injeksi Antrain 1 ampul/ 8 jam
- Injeksi metyl Prednisolon 62,5 mg /24 jam
- Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam
- Cloroquin 1x200mg
- Kalsium Lactat 1x1 tablet
C. Planning
- Pemeriksaan ANA test di Prodia

3.7 Follow up
Tanggal 25 oktober 2016
S: demam (+), nyeri sendi (+),lemas (+)
O: TD: 130/ 60 mmHg, nadi: 99 x/menit, napas: 20x/menit, suhu: 38,00C
Malar rash (+/+)
A: sups. SLE
P: - IVFD RL 20 tpm
- Diet MB
- Injeksi Antrain 1 ampul/ 8 jam
- Injeksi Metyl Prednisolon 125mg/12 jam
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
- Cloroquin 1x200mg
- Kalsium Lactat 1x1 tablet

Tanggal 26 Oktober 2016


S: demam (-), nyeri sendi masih dirasakan pasien, kulit kaki kering seperti
bersisik
O: TD: 124/ 68 mmHg, nadi: 82 x/menit, napas: 19x/menit, suhu: 36,40C
Malar rash (+/+)
A: SLE
P: - IVFD RL 20 tpm
- Diet MB
- Injeksi Metyl Prednisolon 125mg/12 jam
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
- Cloroquin 1x200mg
- Kalsium Lactat 1x1 tablet
15
- Ibuprofen 3x400 mg
- Tupepe Cream

Tanggal 27 Oktober 2016


S: demam (-), nyeri sendi dirasa berkurang, kulit kaki kering seperti bersisik
O: TD: 124/ 68 mmHg, nadi: 82 x/menit, napas: 19x/menit, suhu: 36,50C
Malar rash (+/+)
A: SLE
P: - IVFD RL 20 tpm
- Diet MB
- Injeksi Metyl Prednisolon 125mg/24 jam
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
- Cloroquin 1x200mg
- Kalsium Lactat 1x1 tablet
- Ibuprofen 3x400 mg
- Tupepe Cream

Tanggal 28 Oktober 2016


S: os sudah tidak demam, nyeri sendi dirasa berkurang, kulit kaki seperti bersisik,
os mengalami mimisan(+)
O: TD: 133/ 74 mmHg, nadi: 73 x/menit, napas: 19x/menit, suhu: 36,30C. Malar
rash (+/+) berkurang
Hasil pemeriksaan ANA test : positif
A: SLE
P: - IVFD RL 20 tpm (aff)
- Diet MB
- Observasi epistaksis
- Injeksi Metyl prednisolon 125mg/24 jam (stop)
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12 jam (stop)
- Cloroquin 1x200mg
- Kalsium Lactat 1x1 tablet
- Ibuprofen 3x400 mg
- Tupepe Cream

Tanggal 29 Oktober 2016


S: demam (-), nyeri sendi dirasa berkurang, mimisan(-)
O: TD: 120/ 71 mmHg, nadi: 70 x/menit, napas: 19x/menit, suhu: 36,40C

16
Malar rash (+/+) minimal
A: SLE
P: - Diet MB
- Metyl Prednisolon 3x16 mg
- Ranitidin 2x150 mg
- Cloroquin 1x200mg
- Kalsium Lactat 1x1 tablet
- Ibuprofen 3x400 mg
- Tupepe Cream

Tanggal 30 Oktober 2016


S: demam (-), mimisan(-)
O: TD: 120/ 70 mmHg, nadi: 87 x/menit, napas: 19x/menit, suhu: 36,50C
Malar rash minimal
A: SLE
P: - Pasien dipulangkan dengan terapi di tappering off pada saat rawat jalan
kontrol ke Poli Peny. Dalam
- Metyl prednisolone 3x16 mg
- Ranitidin 2x150mg
- Cloroquin 1x200mg
- Kalsium Lactat 1x1 tablet
- Ibuprofen 3x400 mg
- Tupepe Cream

17
Foto klinis pasien tgl 24/10/2016

18
fvc

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan pasien perempuan usia 19 tahun, dengan


keluhan utama demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam pada
waktu 2-7 hari dapat dipikirkan kemungkinannya berupa infeksi virus, bakteri,
inflamasi, maupun autoimun. Pada pasien ini didapatkan riwayat nyeri sendi
berulang pada banyak sendi atau poliartikuler sejak 3 bulan sebelum masuk rumah
sakit, dengan demikian disimpulkan nyeri sendinya kronik dan berulang. Setiap

19
kali nyeri tidak jelas faktor pemicunya, tidak terdapat tanda radang tiap kali nyeri
atau bahkan sampai terjadi deformitas. Dengan demikian dapat dipikirkan
kemungkinan penyebabnya berupa autoimun. Nyeri sendi kronik selain itu juga
disebabkan oleh osteoarthritis, artritis rheumatoid, gout artritis, dan SLE.1
Osteoartritis khasnya nyeri monoartikuler disertai perubahan bentuk pada
ekstremitas, dapat dijumpai nodul Bouchard maupun Heberden, dan nyerinya
berpengaruh pada perubahan posisi misalnya saat duduk mau ke tegak atau dari
bangun tidur ke berdiri. Artritis rheumatoid nyeri sendinya poliartikuler
menyerang sendi kecil, disertai deviasi ulnar. Gout nyeri sendi dipicu oleh
mengkonsumsi makanan tinggi purin. Pada pasien ini kesemua gejala osteoartritis,
artritis reumatoid, dan gout tidak ada. Nyeri sendi pada SLE memiliki ciri khas
sifatnya poliartikuler dan tidak tampak tanda inflamasi dari luar, seperti yang
terdapat pada pasien ini.1
1 bulan sebelum masuk rumah sakit BB pasien menurun 2 kg, dengan
intake normal. Dengan demikian, dapat dipikirkan suatu penyakit kronik misalnya
pada tuberkulosis, SLE atau keganasan. 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
demam dengan fokus infeksi yang tidak ada, disertai nyeri sendi poliartikuler akut
tanpa tanda inflamasi, terdapat malar rash, dengan fotosensitivitas. Ini masuk
dalam kriteria diagnosis SLE berupa kelainan kulit, sariawan berulang dan
fotosensitivitas. Demam merupakan salah satu manifestasi aspesifik yang sering
membawa pasien SLE datang berobat ke dokter.1,3
Faktor risiko SLE adalah usia, genetik, perempuan, dan ras, serta bisa juga
terjadi karena mengkonsumsi obat tertentu seperti fenitoin, klorpromazin,
hidralazin, isoniazid, metildopa, prokainamid, dan minoksiklin. Pada pasien ini
risikonya berupa jenis kelamin dan usia.1,2,8
Aspek sosial dari SLE adalah pada pasien SLE disarankan untuk tidak
hamil, karena kehamilan pada SLE yang aktif memerlukan terapi agresif bahkan
sampai penggunaan sitostatika yang dapat mengakibatkan komplikasi pada
kehamilan berupa abortus maupun kelainan kongenital. Dengan demikian pasien
dengan SLE harus diberi tahu jika ingin hamil maka harus pada saat serangan
SLE minimal. Penelitian dari American College of Rheumatology menunjukkan

20
penggunaan pil KB hormonal terutama yang mengandung estrogen dapat
memperparah serangan pada pasien SLE. 4
Dari pemeriksaan penunjang tidak didapatkan leukopenia pada pasien,
didapatkan leukosit 10.000/uL. Leukopenia yang menjadi kriteria diagnosis dari
SLE adalah <4000/uL dengan demikian tidak memenuhi kriteria.1,7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Poin positif pada pasien ini berupa gejala aspesifik
seperti demam, penurunan BB, fatigue, kemudian dari kriteria diagnosis SLE
harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ada. Kriteria yang ada pada pasien ini
berupa artritis poliartikuler, malar rash, kandidiasis oral, dan fotosensitivitas.
Dengan demikian SLE sudah dapat ditegakkan. Rencana pemeriksaan penunjang
untuk mendukung diagnosis sesuai kriteria diagnosis yang disarankan adalah anti
DNA, anti Sm, ANA, IgM IgG antikardiolipin.1,7
Setelah diagnosis SLE ditegakkan maka, penatalaksanaan SLE harus
ditentukan terlebih dahulu apakah SLE yang terjadi pada pasien ini merupakan
SLE yang mengancam nyawa atau tidak. Pada pasien ini termasuk SLE yang tidak
mengancam nyawa karena tidak ada tanda-tanda SLE mengancam nyawa. Dengan
demikian penatalaksanaan akan selalu dimulai dengan tatalaksana non
farmakologi dan kemudian penatalaksanaan farmakologi yang disesuaikan berupa
antipiretik, antiinflamasi dan analgetik, kemudian sunblock parafin yang
mengandung PABA jika akan terpapar matahari 1,7
Pasien telah diberikan penjelasan mengenai penyakitnya dan
penyebabnya. Selain itu pasien juga disarankan untuk mencegah terpapar sinar
UV, diberikan edukasi mengenai tanda-tanda penyakit mengancam nyawa,
disarankan untuk istirahat yang cukup, diet seimbang, latihan jasmani.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors.


Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. 4th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
2. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL.
Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. USA: McGraw-
Hill;2005.
3. Manson JJ, Rahman A. Systemic lupus erythematosus. Orphanet
Encyclopedia.2005.
4. American College of Rheumatology. Systemic lupus erythematosus
research. Education. Atlanta:Rheumatology; 2012.
5. Warrell DA, Cox TM, Firth JD, Edward J, Benz, editors. Oxford textbook
of medicine. 4th ed. Oxford: Oxford Press;2002.
6. Rheumatology Image Bank [homepage on the Internet]. Atlanta: American
College of Rheumatology; c2012 [cited 2012 Mar 28]. Rheumatology;
[about 2 screens]. Available from:
http://images.rheumatology.org/viewphoto.php?
imageId=2861621&albumId=75674
7. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on Systemic
Lupus Erythematosus Guidelines. Guidelines for referral and management
of systemic lupus erythematosus in adults. Arthritis and Rheumatism.
1999:42(9).p. 1785-96.
8. WebMD [homepage on the Internet]. Lupus Health Center; c2005-2012
[cited 2012 Apr 2]. Drug induced lupus; [about 2 screens]. Available from:
http://lupus.webmd.com/tc/drug-induced-lupus-topic-overview
9. Monica RP, Derrick TJ. Pulmonary manifestation of systemic lupus
erythematosus. US Respiratory disease. 2011:7(1): 43-8

22

Anda mungkin juga menyukai