Kapitalisme Nilai-nilai kapitalisme mengajarkan untuk merebut, merampas,
berkompetisi, bebas dan tak ada aturan yang tegas menentukan harga dan jumlah barang disuatu pasar: negara seperti anak bawang dalam pertarungan elit-elit usaha bermodal sebagai wayang yang selalu diputar-putar kesana dan kemari oleh dalang dibelakang panggung pemilik modal. Nilai-nilai liberal mendoktrin kita untuk bersikap individual, anti dengan subsidi dan mematikan bantuan sosial untuk orang miskin, kapitalisme selalu memandang kemiskinan sebagai akibat dari rasa malas, kelemahan fisik umat manusia sebagai nasib seseorang. Pertarungan kapitalisme berwajah fair dalam cuaca politik, tapi menutup bau busuk itu dengan menyatakan bahwa semua manusia memilliki kesempatan.
Pancasilaisme
Pancasila Ajaran timur kita selalu mengajarkan akan semangat kekeluargaan
musyawarah, mufakat dan kemanusian. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ajaran pancasila tentu memberikan suatu implikasi yang paripurna dalam mewujudkan suatu peradaban yang seimbang. Gagasan tokoh bangsa kita, memahami bangsa dan negara ini dalam lima sila. Pancasila mengenal Ketuhanan dan Kemanusian, hubugan kita dalam pergaulan politik, bermasyarakat dan bernegara. Ketika kita berpegang teguh kepada nilai-nilai ketuhanan dan kemanusian maka kita telah berada pada keseimbangan antara dunia dan akhirat. Keterbatasan dalam mengingat tuhan dan manusia secara adabnya maka Pancasila telah mewadahi nilai- nilai yang berbeda dengan kapitalisme. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jika kita memahami politik ketimuran, pancasila memberikan kita fondasi dalam memandang sistem politik, keadilan sosial yang diajarkan pancasila, tak bisa menyamakan perspektif kita bahwa nilai-nilai pancasila memiliki perbedaan dengan gagasan-gagasan liberal, individual sebagai pemilik kuasa: tapi, dalam pancasila doktrin itu mengusahan kita untuk bicara tentang semangat musyawarah dan mufakat, politik dalam pancasila tak memberikan suara yang sama dengan kebabalasan sistem politik yang diagung-agungkan oleh Nabinya paham liberal, oligarki kepentingan tak dikenal pada sistem pancasila, tak ada sumber-sumber politik yang diserahkan kepada masyarakat luas: liberalisasi politik menjadi kekuatan penuh masyarakat sehingga masyarakat mudah sekali digerakan dengan kesempatan yang ada itu dengan uang pemilik modal. Gagasan Plato dengan Filosofer King memang memberikan kita ketertarikan untuk melahirkan seorang pemimpin. Pancasila tak pernah mengajarkan berpolitik dengan one man one vote, konsep musyawrah dan mufakat membuat kita cerdas bahwa ada pertimbangan- pertimbangan tertentu untuk memilih seorang pemimpin, tidak bisa dengan kekuatan individu segalanya bisa diatur meskipun pilihan tak memberikan nilai-nilai kebebasan yang luas.