Long Case
Long Case
12 FURUNKEL
14 AKNE VULGARIS
A). Diagnosa banding : Variola, insect bite, hand and mouth disease, pityriasis
lichenoides et variofoliformis acuta (PLEVA) dan skabies impetigenisata.
B) Etiologi : Virus Varicella Zoster
C) Patofiologi : VVZ masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran nafas atas dan
orofaring. Virus bermultipikasi di tempat masuk (port dentry) menyebar melalui
pembuluh darah dan limfe, mengakibatkan viremia primer. Tubuh mencoba
mengeliminasi virus terutama melalui sistem pertahanan tubuh no spesifik dan imunitas
terhadap VVZ, Apabila pertahanan tubuh tersebut gagal mengeliminasi virus terjadi
viremia sekunder kurang lebih 2 minggu setelah infeksi. Viremia ditandai dengan
timbulnya erupsi varisela, terutama di bagian sentral tubuh dan bagian perifer lebih
ringan. Setelah erupsi kulit dan mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik kemudian
laten di ganglion dorsalis posterior.
D) Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah : pada sediaan tepi dapat ditemukan
penurunan leukosit, dan peningkatan enzim hepatik. Tzanck test : membuat sediaan hapur
yang diwarnai dengan giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan
didapati sel datia berinti banyak, namun hasil ini tidak spesifik untuk varicella. PCR :
guna untuk membuktikan infeksi DNA VVZ atau serologik untuk fluoresent- antibody to
membrane antigen of VVZ dan atau dengan menggunakan tes aglutinasi lateks.
E) Tatalaksana : bayi : 10-20 mg/kgBB/hari dosis terbagi 4-5x20 mg/kgBB/kali
(maks.800 mg/kali)selama 7 hari. Dewasa : Asiklovir 5x 800 mg/hari selama 7 hari atau
valasiklovir untuk dewasa 3x 1 gram/ hari selama 7 hari falamsiklovir untuk dewasa: 3x
250 mg/hari selama 7 hari.
F) Prognosis : Bonam
G) Edukasi pasien : vaksin : pemberian secara subkutan sebesar 0,5ml pada nak berusia
12 bulan sampai 12 tahun. Menjaga daya tahan tubuh dengan makan-makanan yg bergizi,
mandi 2 x sehari, jangan digaruk, tidak kontak dengan orang lain.
16. PITYRIASIS VERSIKOLOR
A). Diagnosa banding : pityriasis alba, vitiligo, dermatitis seboroik, pityriasis rosea,
morbus hansen tipe tuberkoloid, dan tinea.
B) Etiologi : Malassezia spp
C) Patogenesis : malessezia spp. Semula berbentuk ragi saprofit akan berubah menjadi
bentuk miselia yang menyebabkan kelinan kulit. Faktor predisposisi : perubahan berupa
suhu, kelembaban lingkungan yang tinggi, dan tegangan CO2 tinggi permukaan kkulit
akibat oklusi, faktor genetik, hiperhidrosis kondisi imunosupresif dan malnutrisi.
Malessezia memproduksi asam karboksilat (a.i asam azeleat) yg mengganggu
pembentukan pigmen melanin, dan memproduksi metabolit (pityriacitrin) yg mempunyai
kemampuan absorbsi sinar ultraviolet sehingga menyebabkan lesi hipopigmentasi.
D) Pemeriksaan penunjang : lampu wood : memperlihatkan fluoresensi kekuningan
akibat metabolit asam dekaboksilat, yang digunakan sebagai petunjuk lesi PV dan
mendeteksi sebaran lokasi lesi. Perlu diwaspadai hasil pemeriksaan fluoresensi positif
palsu : yang antara lain dapat karena penggunaan salap yang mengandung asam salisilat,
tetrasiklin. Hasil negatif palsu : dapat terjadi pada orang yang rajin mandi. Pemeriksaan
mikologi langsung : sediaan kerokan kulit menunjukan kumpulan hifa pendek dan sel
ragi bulat kadang oval gambaranya berupa spaghetti and meatballs atau bananas and
grapes (sediaan diambil dengan kerokan ringan kulit menggunakan skalpel atau dengan
selotip. Pemeriksaan dengan menggunakan KOH 10 % dan dapat ditambahkan sedikit
tinta biru hitam untuk memperjelas gambaran elemen jamur.
E) Tatalaksana : obat topikal : selenium sulfide sampo 1,8% atau bentuk losio 2,5% yang
dioleskan tiap hari selama 15-30 menit dan kemudian dibilas. Ketokonazole 2% bentuk
shampo alternatif lain solusio natrium hiposulfit 20%, solusio propilen glikol 50%. Untuk
lesi terbatas krim derivat azol misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol dan ekonazol
dipakai 2 minggu. Obat sistemik untuk lesi luas, kambuhan, dan gagal dengan terapi
topikal : ketokonazol 200 mg/hari selama 5-10hari atau itrakonazol 200 mg/hari selama
5-7 hari
F) Prognosis : Bonam
G) Edukasi :
17. HERPES ZOOSTER
18. FOLIKULITIS
A). Diagnosa banding : tinea barbe (lokasi di mandibula atau sub mandibula. Pada tinea
barbe sediaan dengan HOH positif
B) Etiologi : staphylococcus aureus
C) Patogenesis : Hygene yang kurang, menurunya daya tahan tubuh mis kekurangan gizi,
anemeis neoplasma ganas, DM, dan telah ada penyakit kulit yang lain : kerena terjadi
kerusakan epidermis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga
memudahkan terjadinya infeksi.
D) Pemeriksaan penunjang :
E) Tatalaksana : penisilin G prokain dosis 1,2 juta i.m,>> syok anafilatik, klindamisin
4x150 mg topikal : larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan revanol 1% dan yodium
povidon 7,5% yang dilarutkan 10 kali, basitrasin, neomisin, or mupirocin.
F) Prognosis : bonam
H) Edukasi : menjaga hygene, menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan yg
bernutrisi.