Anda di halaman 1dari 15

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

KONSEP FARMASI DALAM KESEHATAN MASYARAKAT

Dosen : Dra. Lili Musnelina, M.Si.


Disusun oleh :

Elisabeth risnauli P ( 13330034 )


Filia delfia tahu ( 13330043 )
Dika dwi ardiani ( 13330044 )
Elfrida sepriani ( 13330088 )
Yohana sidabutar ( 13330106 )
Adinda mulyawati ( 13330116 )
Rizky wijaya ( 13330133 )

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat-Nya
yang telah membantu kelancaran pembuatan makalah ini tentang Interaksi obat yang berkaitan
dengan metabolisme. Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan. Namun,
berkat bimbingan dari berbagai pihak, makalah ini pun dapat terselesaikan dengan beberapa
kekurangan yang ada. Karena itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada
bebagai pihak yang turut andil dalam proses pembuatan makalah ini.

1 Ibu Dra. Lili Musnelina, M.Si. selaku pembimbing dalam pembuatan makalah ini.

2 Keluarga yang telah banyak memberikan dorongan moral maupun spiritual, juga
beberapa bantuan dalam bentuk pencarian materi dan beberapa hal lain.
3 Dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Penulis
mengaharapkan minat pembaca untuk memberi saran yang positif untuk membangun dan
melengkapi segala kekurangan yang ada pada makalah ini.

Jakarta, 15 Oktober 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .. 2

Daftar Isi 3

BAB I Pendahuluan ...

1.1 Latar Belakang. 4

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan . 5

BAB II Tinjauan Pustaka ..

2.1 Farmasi Dalam Kesehatan Masyarakat 6

2.2 Beberapa hal yang melibatkan farmasis dalam kesehatan masyarakat 6

2.3 Aktivitas farmasis dalam pelayanan kesehatan masyarakat .... 7

2.3.1 Aktivitas farmasis pada kesehatan masyarakat ... 8

BAB III Pembahasan .

3.1 Definisi Pharmaceutical Care... 9


3.2 Tingkat Pencegahan Penyakit Oleh Farmasi .. 10

3.2.1 Peran Apoteker .. 10


3.2.2 Konseling 11
3.2.3 Penyuluhan. 11
3.3 Swamedikasi 11

BAB IV Penutup

4.1 Kesimpulan .. 14

4.2 Saran 14

Daftar Pustaka 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih
perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak karena dampaknya akan
mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang.
Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa
sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang
lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat
dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas
anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85%
masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan.
Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan
dan kehidupan bangsa. Dalam arti lain, kesehatan masyarakat adalahkombinasi antara teori
(ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup,
dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Untuk mewujudkan hal ini secara optimal
diselenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana
kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya
kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga
dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan
yang bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan upaya kesehatan, yang terdiri atas
anamnesa kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian,
selain itu sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat tradisional,
kosmetika, nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat.

4
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konsepan farmasi dalam kesehatan masyarakat ?
2. Apa saja yang dilakukan farmasi dalam bidang kesehatan masyarakat ?
3. Bagaimana aktivitas kefarmasian dalam bidang kesehatan masyarakat ?

1.1 Tujuan
Adapun tujuan kami membahas konsep farmasi dalam kesehatan masyarakat untuk
mengetahui dan memahami lebih dalam tentang bagaimana peranan kefarmasian di
bidang kesehatan masyarakat.

BAB II

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmasi Dalam Kesehatan Masyarakat


Profesi farmasi hingga kini masih belum sangat dikenal luas oleh masyarakat. Padahal
sebenarnya, farmasi juga memiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Hal
ini karena yang paling kompeten tentang obat-obatan adalah orang-orang farmasi. Keterkaitan
farmasis dalam fungsi kesehatan masyarakat terutama dalam menyusun kebijakan (menyangkut)
kesehatan, baik organisasi, lokal, regional, nasional, maupun internasional.
Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat adalah
penggunaan obat (rasional) yang terkait kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam
penentuan kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani secara optimum.

2.2 Beberapa hal yang melibatkan farmasis dalam kesehatan masyarakat


1. Identifikasi health-related public/comm problems: secara luas berprinsip pada
epidemiologi, termasuk pengumpulan data yang diperlukan untuk penentuan penyebab
penyakit, efek (obat), penyembuhan penyakit. masalah yang muncul di antaranya: prevalensi
dan insidensi penyakit, jumlah dan penderitaan ADRs, tingkat kepatuhan minum obat, biaya,
karakteristik peresepan, kesalahan dispensing, dan pengobatan sendiri.
2. Penentuan prioritas kesehatan : lewat proses legislative/regulasi yaitu penentuan alokasi
dana untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan.
3. Health planning : setelah prioritas ditentukan, program pelaksanaan disusun secara
sistematik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Evaluasi program : data harus dikumpulkan untuk digunakan sebagai umpan balik bagi
proses perencanaan tugas berikutnya, sehingga sistem menjadi dinamik.
5. Reimbursement/economics : alokasi biaya dan pengelolaannya secara efektif efisien
merupakan faktor esensial. Kelancaran pembiayaan untuk pelayanan seluruh populasi,
termasuk untuk obat, harus diupayakan secara optimal.
6. Program legislative/regulasi : penentuan parameter baku mutu pelayanan yg berlaku secara
nasional.

2.3 Aktivitas farmasis dalam pelayanan kesehatan masyarakat

6
a. Imunisasi : dalam pemberian tidak berperan, namun suplai logistik merupakan hal
yang esensial. Hal yang lebih penting adalah peran penyuluh kesehatan pada
masyarakat, sehingga dapat meningkatkan partisipasi.
b. Penyalah-gunaan dan penggunaan-salah: obat, alkohol, merokok, zat addiktif yang
lain, dosis. Pendidikan merupakan prioritas penentu.
c. Penyuluhan penularan penyakit seksual : AIDS pendidikan perilaku sehat.
d. Keluarga berencana : penyuluhan dan penyebaran informasi kesehatan : informasi
diit, latihan fisik, konsep health believe.
e. Model, adopsi-inovasi, penggunaan obat secara benar.
f. Fluoridation : keseimbangan elektrolit air bersih, kesehatan gigi.
g. Promosi kesehatan.
h. Pencegahan keracunan : tindakan awal, pertolongan pertama kesehatan, pemberian
antidotum.
i. Quackery : obesity, penyakit degeneratif, kronik, menular.
j. Persiapan penanggulangan bahaya dan keadaan darurat : perencanaan
penanggulangan bahaya banjir, gempa, epidemi, pandemi, kecelakaan beratpanduan
informasi pencegahan, penanggulangan penyakit, pppk korban, persiapan obat
pertama,
k. Pelaksanaannya dalam kelompok terpadu dikelola dengan baik.
l. Perlindungan (monitoring) terhadap lingkungan : dampak semua bentuk polusi
terhadap kesehatan harus di-informasikan kepada masyarakat peran farmasis
sebagai pendidik kesehatan masyarakat/individual
m. Keamanan tempat kerja: penjaminan keselamatan tempat kerja, pengobatan sendiri
sebagai pppk, metode pelaporan dan penanggulangan, sehingga dapat segera
mendapat penatalaksanaan yang benar, serta mencegah terulang kembali kejadian yg
mirip.

2.3.1 Aktivitas farmasis pada kesehatan masyarakat dapat didasarkan atas 2


karakteristik:
1. Sebagai profesional: kewajiban dan tugas utamanya adalah kesejahteraan pasien di atas
kepentingan sendiri, ekonomi, interes.

7
2.Sebagai warganegara yg menikmati penghormatan khusus (unusual) dari publik:
kewajibannya adalah pengembangan pengabdian profesi (privileged position) untuk
kepentingan publik (masyarakat) pelayanan kesehatan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pharmaceutical Care

8
Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi pergeseran orientasi
pelayanan farmasi dari orientasi terhadap produk menjadi orientasi terhadap kepentingan pasien
yang dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan
serta menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi terhadap kepentingan
pasien tanpa mengesampingkan produk dikenal dengan konsep Pharmaceutical Care. Dengan
banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya; semakin
meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat; serta adanya tuntutan
dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang bermutu terutama di rumah sakit maupun di
komunitas, Pharmaceutical Care merupakan hal yang mutlak harus diterapkan.

Penekanan Pharmaceutical Care terletak pada dua hal utama, yaitu:

Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan pasien sesuai


kondisi penyakit.

Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai secara


berkesinambungan.

Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa tahap
yang harus dilaksanakan secara berurutan:
Penyusunan informasi dasar atau database pasien.
Evaluasi atau Pengkajian (Assessment).
Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).
Implementasi RPK.
Monitoring Implementasi.
Tindak Lanjut (Follow Up).
Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses penyuluhan
dan konseling kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.

3.2 Tingkat Pencegahan Penyakit Oleh Farmasi


Sebagai seorang tenaga profesional, seorang apoteker hendaknya berperan dalam
membantu upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan
mandiri. Apoteker khususnya harus berperan aktif dalam penanganan penyakit-penyakit yang
membutuhkan pengobatan jangka panjang, memiliki prevalensi yang tinggi dan juga

9
membahayakan jiwa. Penyakit hati termasuk penyakit yang cukup banyak diderita
masyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan yang berbeda. Peran
serta apoteker ini didasari dengan pengetahuan yang dimiliki apoteker tentang patofisiologi
penyakit; diet yang harus dijalani; obat-obatan yang diperlukan atau harus dihindari oleh
pasien penyakit hati.

3.2.1 Peran Apoteker


Peran aktif apoteker di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan upaya pencegahan penyakit hati Upayaini diwujudkan melalui:
2. Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit-penyakit hati; gejala awal,
sumber penyakit, cara pencegahan dan pertolongan pertama yang harus dilakukan.
3. Pembuatan buletin, leaflet, poster, dan iklan layanan masyarakat seputar penyakit liver
dalam rangka edukasi di atas.
4. Berpartisipasi dalam upaya pengendalian infeksi di rumah sakit melalui Komite
Pengendali Infeksi dengan memberikan saran tentang pemilihan antiseptik dan
desinfektan; menyusun prosedur, kebijakan untuk mencegah terkontaminasinya produk
obat yang diracik di instalasi farmasi atau apotek; menyusun rekomendasi tentang
penggantian, pemilihan alat-alat kesehatan, injeksi, infus, alat kesehatan yang digunakan
untuk tujuan baik invasive maupun non-invasif, serta alat kesehatan balut yang digunakan
di ruang perawatan, ruang tindakan, maupun di unit perawatan intensif (ICU).
5. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien untuk mempercepat proses
penyembuhan, mencegah bertambah parah atau mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini
dilakukan dengan cara:
6. Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan pola hidup
yang harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan garam, tidak minum minuman
beralkohol, istirahat yang cukup).
7. Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan
waktu penggunaannya.
8. Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan
memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat.
3.2.2 Konseling
Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta untuk memantau
perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions)

10
yang dapat digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling untuk pertama kalinya.
Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?

2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?

3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?

Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi pemberian
informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah pemberian informasi yang
bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan
indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan kompetensi
dokter atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan tipe open
ended question).

3.2.3 Penyuluhan
Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Penyuluhan
langsung dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok; sedangkan penyuluhan tidak
langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan-pesan penting dalam bentuk brosur,
leaflet atau tulisan dan gambar di dalam media cetak atau elektronik, misalnya penyuluhan
tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit liver perlu dilaksanakan secara
berkelanjutan mengingat sebagian besar penyebab penyakit hati adalah karena kurangnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam melindungi diri mereka terhadap penyakit-
penyakit hati tersebut.
Apoteker diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara personal dengan pasien
penyakit liver. Penyuluhan secara personal dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalani pengobatannya. Hendaknya apoteker memastikan bahwa pasien tahu tentang
penyakit yang dideritanya, pentingnya kepatuhan terhadap diet yang disarankan serta akibat
dari ketidakpatuhan atau kelalaian dalam menjalankan terapi pengobatannya. Pasien harus
diberi pengertian bahwa penyakit liver, khususnya hepatitis dapat menimbulkan komplikasi
lebih lanjut seperti asites, sirosis hati dan kematian apabila tidak ditangani dengan baik. Pasien

11
juga harus diberikan daftar obat-obatan yang tidak boleh diminum, seperti misalnya
parasetamol yang bersifat hepatotoksik; jadi apoteker harus mengingatkan pasien untuk
menggunakan obat yang lain (misalnya asetosal) pada saat pasien terserang demam.

3.3 SWAMEDIKASI

Swamedikasi, atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan
sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari anggota
masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat modern.
Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau
menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata.
Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk
meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes
No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam
mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai
dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan
informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi
penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen informasi yang
yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern, yaitu pengetahuan
tentang kandungan aktif obat (isinya apa?), indikasi (untuk mengobati apa?), dosage (seberapa
banyak? seberapa sering?), effek samping, dan kontra indikasi (siapa/ kondisi apa yang tidak
boleh minum obat itu?).

Kriteria obat yang digunakan :


Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan
tanpa resep:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2
tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan
penyakit.

12
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan
4. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan
5. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
6. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk pengobatan sendiri
Dampak positifnya :
Pencegahan maupun pengobatan yang lebih dini
Biaya yang lebih terjangkau dan cepat
Dampak negatifnya :
Pengobatan yg kurang rasional
Manfaat
Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau nyeri ringan, hanya jika
dilakukan dengan benar dan rasional, berdasarkan pengetahuan yang cukup tentang obat
yang digunakan dan kemampuan nengenali penyakit atau gejala yang timbul.
Swamedikasi secara serampangan bukan hanya suatu pemborosan, namun juga
berbahaya. Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan swamedikasi, maka
informasi mengenai obat yang tepat & sesuai dengan kebutuhan mereka juga semakin
diperlukan. Dalam hal itulah seorang apoteker mempunyai peranan penting untuk
memberikan informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan
yang bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan upaya kesehatan, yang terdiri atas
anamnesa kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi

13
kefarmasian, selain itu sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat
tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi
masyarakat. Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat
adalah penggunaan obat (rasional) yang terkait kebijakan publik. Jika farmasis tidak
terlibat dalam penentuan kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani
secara optimum. Masyarakat dapat melakukan pengobatan sendiri yang disebut
swamedikasi namun harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya sesuai
dengan arahan seorang farmasi.

4.2 Saran

Jika dalam penuilisan makalah ini terdapat kekuarangn dan kesalahan, kami mohon maaf.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami dapat
membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

14
2. http://www.budilukmanto.org/index.php/perawatan-hepatitis/177-peran-apoteker?
tmpl=component&print=1&page=

3. http://swamedikasi.wordpress.com/

4. http://www.umy.ac.id/profesi-farmasi-perlu-dikenalkan-pada-masyarakat.html

5. http://ilmukesmas.com/upaya-peningkatan-kesehatan-masyarakat/

6. http://filosofi-konsep-diri-profesi-farmasi.ppt

15

Anda mungkin juga menyukai