Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal
jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung
berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan
penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit
(readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal

CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh


tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut
usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat
menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi,
penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi
kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.

CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit


(Miller,1997). Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya
CHF diderita lansia yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap
tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998). Menurut
penelitian, sebagian besar lansia yang didiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih
dari 5 tahun (Jurnal Penelitian Marsiana, 2012)

Dalam makalah ini membahas CHF disertai penanganan dan asuhan


Keperawatan pada pasien dengan CHF.

1.2 Tujuan penulisan

1.2.1 Tujuan umum


Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mampu menerapkan
asuhan keperawatan dengan kasus CHF di ruangan ICVCU Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya

1.2.2 Tujuan khusus


Adapun tujuan khusus dalam penulisaj ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat melakukan pengkajian dengan kasus CHF dan dapat mengetahui
masalah yang dihadapi oleh klien
2. Dapat merumuskan diagnose keperawatan sesuai dengan data-data yang
berhasil didapat selama pengkajian
3. Dapat menentukan perencanaan keperawatan dengan kasus CHF
4. Dapat mengimplementasikan tindakan keperawatan yang telah direncanakan
sesuai dengan kebutuhan klien
5. Dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan dalam penerapapan asuhan
keperawatan yang telah dilakukan dengan kasus CHF
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Dikutif dari jurnal penelitian Marsiana, 2012 hal: 2. Congestive Heart
Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam
memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung
(dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh
tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu
memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang
melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan
bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau
organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti,
2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti,
2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur
atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
(Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

2.2 Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas: (Jurnal Penelitian Marsiana, 2012 hal:2)
kelas 1: Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2: Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 3: Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.

2.3 Etiologi
2.3.1 Secara Umum (Jurnal Penelitian Marsiana, 2012 hal: 5)
1) Kelainan otot jantung. Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan
ototjantung, disebabkan karena menurunnya kontraktilitas jantung.Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantungmencakup ateroslerosis
koroner, hipertensi arterial dan penyakitdegeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis coroner mengakibatkan disfungsi miokardiumkarena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadihipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infarkmiokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahuluiterjadinya gagal j antung.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannyamengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Efek tersebutdapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena
akanmeningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yangtidak jelas,
hipertrofil otot jantung tadi tidak dapat berfungsisecara normal, dan akibatnya
akan terjadi gagal jantung.
4) Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungandengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsungmerusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5) Faktor sistemik, terdapat sejumlah besar faktor yang berperandalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnyalaju metabolisme,
hipoksia dan anemia memerlukan peningkatancurah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik.Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen kejantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit dapat
menurunkankontraktilitas jantung (Brunner dan Suddart, 2000).
2.3.2 Faktor resiko
1) Faktor resiko yang tidak dapat dirubah (Jurnal Penelitian Marsiana, 2012 hal:
7):
a) Usia
Laki-laki yang berusia lebih dari 45 tahun dan wanita yang berusia lebih
dari 55 tahun, mempunyai risiko lebih besar terkena penyakit jantung.
b) Genetik atau keturunan
Adanya riwayat dalam keluarga yang menderita penyakit jantung,
meningkatkan risiko terkena penyakit jantung.Riwayat dalam keluarga
juga tidak dapat dirubah. Namun informasi tersebut sangat penting bagi
dokter. Jadi informasikan kepada dokter apabila orang tua anda, kakekatau
nenek, paman / bibi, atau saudara ada yang menderita penyakit jantung.
c) Penyakit Lain
Penyakit lain seperti diabetes, meningkatkan resiko penyakit jantung.
Diskusikan dengan dokter mengenai penanganan diabetes dan penyakit
lainnya. Gula darah yang terkontrol baik dapat menurunkan risiko
penyakit jantung.

2) Faktor resiko yang dapat dirubah


a) Kolesterol
Kolesterol terdiri dari kolesterol baik dan kolesterol jahat.HDL adalah
kolesterol baik sedangkan LDL adalah kolesteroljahat. Kolesterol total
yang tinggi, LDL tinggi, atau HDLrendah meningkatkan risiko penyakit
jantung.
b) Hipertensi
Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung. Jikatekanan darah anda
tinggi, berolahragalah secara teratur,berhenti merokok, berhenti minum
alkohol, dan jaga polamakan sehat. Apabila tekanan darah tidak terkontrol
denganperubahan pola hidup tersebut, dokter akan meresepkan obatanti
hipertensi (obat penurun tekanan darah).
c) Merokok dan Minum Alkohol
Merokok dan minum alkohol terbukti mempunyai efek yangsangat buruk.
Berhentilah minum alkohol merokok. Danjangan merokok di dekat atau
samping orang yang tidakmerokok.
d) Gemuk (overweight atau obesitas)
Kegemukan membuat jantung dan pembuluh darah kitabekerja ekstra
berat. Diet tinggi serat (sayuran, buah-buahan),diet rendah lemak, dan olah
raga teratur dapat menurunkanberat badan secara bertahap dan aman.
Diskusikan dengandokter untuk menurunkan berat badan secara aman.
e) Kurang Aktifitas Fisik
Kurang aktivitas fisik juga berdampak tidak baik bagikesehatan.
Olahragalah secara teratur untuk mencegahpenyakit jantung (Brunner dan
Suddarth, 2000).
Grade gagal jantung menurut New York Heart Associationterbagi dalam 4
kelainan fungsional :
1.Derajat I : timbul sesak pada aktifitas fisik berat, aktivitas fisiksehari-
hari tidak menimbulkan keluhan.
2.Derajat II : timbul sesak pada aktifitas fisik sedang ditandaidengan
adanya ronchi basah halus dibasal paru, S3 galop danpeningkatan tekanan
vena pulmonalis.
3.Derajat III : timbul sesak pada aktifitas fisik ringan ditandaidengan
edema pulmo.
4.Derajat IV : timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atauistirahat
ditandai dengan oliguria, sianosis, dan diaphoresis.isfungsi
miokardiumkarena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
Terjadihipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infarkmiokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahuluiterjadinya
gagal jantung.
2.4 Patofisiologi
Menurut Jurnal Penelitian Marsiana, 2012 hal: 9, Mekanisme yang
mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan
dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke
Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan
Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan
kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada
besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat,
maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir
diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner
dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan
menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem
saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu
kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan
meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,
adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat
memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi
jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan
jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan
aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan
menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga
akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya
dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin
dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi
cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat
peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi
terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
2.5 Manifestasi klinik (Jurnal Penelitian Marsiana, 2012 hal: 11)
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin
ginjal).
Sumber: Niken Jayanthi (2010)

2.6 Studi Diagnostik CHF (Jurnal Penelitian Marsiana, 2012 hal: 13)
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah (Jurnal
Penelitian Marsiana, 2012 hal: 12):
1) Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen
dengan pembatasan aktivitas.
2) Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3) Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.
Penatalaksanaan Medis
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2) Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,
dan aritmia.
b. Digitalisasi:
a) dosis digitalis
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
b) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
d) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang
berat:
Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi
katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi
alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan
gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1
gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat
dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi
bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan
jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alkohol
8. Revaskularisasi koroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti

2.8 Teknik Perhitungan CTR


Setelah foto thorax PA sudah jadi, maka untuk membuat perhitungan CTR
nya kita harus membuat garis-garis yang akan membantu kita dalam perhitungan
CTR ini (jurnal penelitian hanifah, ayu. 2013).

CTR=A+B/C
Keterangan :
A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung.
B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung.
C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri.
Jika CTR >0.5 maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly

Contoh :
Pada sebuah foto thorax, setelah dibuat garis-garis untuk menghitung
Cardiothoracic Ratio, di dapat nilai-nilai sebagai berikut :
Panjang garis A = 6 cm
Panjang garis B = 13 cm
Panjang garis C = 30 cm
Dari nilai-nilai di atas, apakah jantung pada pasien tersebut dapat dikategorikan
sebagai Cardiomegally atau tidak?

Jawab :
Sesuai dengan rumus perbandingan yang telah dijelaskan, maka kita masukan
nilai-nilai tersebut di atas.
6+13/30 = 0,63
Karena nilai ratio nya melebihi 0,5, maka jantung pasien tersebut dapat
dikategorikan Cardiomegally (terjadi pembesaran jantung)
2.9 Asuhan keperawatan

A. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan / keperawatan
Keluhan utama : Lemah beraktifitas ,Sesak nafas ,Nyeri bagian
dada
b. Riwayat penyakit sekarang
1. Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan
sampai berat.
2. Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan,
biasanya disertai sesak nafas.
3. Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system
otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
4. Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
5. Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa
lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat
istirahat ataupun saat beraktifitas
c. Riwayat penyakit dahulu
1. Apakah sebelumnya pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, hiperlipidemia.
2. Obat apa saja yang pernah diminum yang berhubungan dengan
obat diuretic, nitrat, penghambat beta serta antihipertensi. Apakah
ada efek samping dan alergi obat.
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa yang pernah dialami keluarga dan adakah anggota
keluarga yang meninggal, apa penyebab kematiannya
d. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
1. Situasi tempat kerja dan lingkungannya
2. Kebiasaan dalam pola hidup pasien.
3. Kebiasaan merokok

2. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Didapatkan kesadaran baik atau compos mentis dan berubah sesuai
tingkat gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat
Breathing
Terlihat sesak
Frekuensi nafas melebihi normal
Bleeding
Inspeksi : adanya parut, keluhan kelemahan fisik, edema ekstrimitas.
Palpasi : denyut nadi perifer melemah, thrill
Perkusi : Pergeseran batas jantung
Auskultasi : Tekanan darah menurun, bunyi jantung tambahan
Brain
Kesadaran biasanya compos mentis
Sianosis perifer
Wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.
Bladder
Oliguria
Edema ekstrimitas
Bowel
Mual
Muntah
Penurunan nafsu makan
Penurunan berat badan
Bone
Kelemahan
Kelelahan
Tidak dapat tidur
Pola hidup menetap
Jadwal olahraga tak teratur
Psikososial
Integritas ego : menyangkal, takut mati, marah, kuatir.
Interaksi social : stress karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya
ekonomi, kesulitan koping.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, Perubahan struktural, ditandai dengan ;
a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan
gambaran pola EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urine
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan
episode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi:
a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah keserambi yang
distensi. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau
tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.

d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak
dapat normal lagi.
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat
terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau
belang karena peningkatan kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai


oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai
dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disritmia,
Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi
perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi:
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretik dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria,
edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi
jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang
yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, Menyatakan
pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan
perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran
urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase
akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan
dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal.
f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
g. Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan


membran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada
jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c. Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
c. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
d. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah


baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan
perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik
dan gangguan status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran
darah.
d. Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi
obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program
pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi
tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan: Pertanyaan
masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan :
a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan
mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk
menangani.
c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi:
a. Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan
ketaatan pada program pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan
bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat
meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adekuat untuk efek obat sebelum waktu tidur
untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional: dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan
sendiri/penatalaksanaan dirumah.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit
Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 64 & 240 249.
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 -
208
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku
2, Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 705 & 753 - 763.
Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I, edisi ketiga. FKUI
: Jakarta
Price, Sylvia A. 2002. Patofisiologi (konsep klinis proses-proses penyakit), edisi
keempat. EGC: Jakarta.
http://hanifah-ayu-fk13.web.unair.ac.id/artikel_detail-87481-Anatomi-Cardio
%20Thoracic%20Ratio.html. Diakses pada tanggal 19-02-2017
http://jtstikesmuhgo-gdl-marsinia09-1455-1-bab1-3-i.web diakses pada tanggal
19-02-2017

Anda mungkin juga menyukai