PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Penulisan
2
BAB II
ISI
Tulang coxae terletak di sebelah depan dan samping dari pelvis. Os coxae terdiri dari
3 buah tulang penyusun, yaitu tulang ilium, tulang ischium, dan tulang pubis. 9
a Tulang Ilium
Tulang ilium merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk bagian
atas dan belakang panggul. Memiliki permukaan anterior berbentuk konkaf yang
disebut fossa iliaka. Bagian atasnya disebut krista iliaka. Ujung-ujung disebut spina
iliaka anterior superior dan spina iliaka posterior superior. Terdapat tonjolan
memanjang di bagian dalam tulang ilium yang membagi pelvis mayor dan pelvis
minor disebut dengan linea innominata (linea terminalis).
3
b Tulang Ischium
Tulang ischium terdapat disebelah bawah tulang ilium. Merupakan tulang yang
tebal dengan tiga tepi di belakang foramen obturator. Tulang ischium merupakan
bagian terendah dari tulang coxae. Memiliki tonjolan di bawah tulang duduk yang
sangat tebal disebut tuber ischii yang berfungsi penyangga tubuh sewaktu duduk.
c Tulang Pubis
Tulang pubis terdapat di sebelah bawah dan depan tulang ilium. Dengan
tulang duduk dibatasi oleh foramen obturatum. Terdiri atas korpus (mengembang ke
bagian anterior). Tulang pubis terdiri dari ramus superior (meluas dari korpus
ke asetabulum) dan ramus inferior (meluas ke belakang dengan ramus ischium).
Ramus superior tulang pubis berhubungan dengan dengan tulang ilium, sedangkan
ramus inferior kanan dan kiri membentuk arkus pubis. Ramus inferior berhubungan
dengan tulang ischium.
2.2. Definisi
Coxitis TB adalah peradangan tuberkulosis pada sendi panggul yang mengarah ke
destruksi permukaan artikular dan disertai dengan fleksi-adduksi kontraktur yang
menimbulkan nyeri. Coxitis TB biasanya berkembang pada anak usia 5-10 ketika mereka
berada dalam kondisi yang lemah (karena infeksi, kondisi hidup yang kurang baik) setelah
masuknya agen penyebab tuberkulosis dari fokus utama (biasanya dari paru-paru).1,3,6
2.3. Etiologi
M. tuberculosis sebagai penyebab dari coxitis adalah suatu bakteri berbentuk basil
non spora berukuran 0.5-3 m. Gram netral dan bersifat tahan asam. Sifat tahan asamnya
disebabkan oleh banyaknya kandungan asam mikolik, asam lemak rantai panjang dan
beberapa unsur lemak lainnya. Risiko terbesar berkembangnya TB aktif adalah pada pasien
dengan imunitas seluler yang telah berubah, termasuk usia ekstrem, kekurangan gizi, kanker,
terapi imunosupresif, infeksi HIV, stadium akhir penyakit ginjal, dan diabetes.1,2
2.4. Patogenesis
M. tuberculosis ditularkan melalui udara dalam bentuk aerosolisasi 3000 droplet
nukleus berukuran 5-10 m yang dapat dikeluarkan pada saat batuk, bersin bahkan saat
bercakap-cakap, terutama pada pasien dengan tuberculosis saluran pernapasan. Mikobakteri
yang terhirup difagositosis oleh makrofag alveolar, yang berinteraksi dengan limfosit T,
sehingga terjadi diferensiasi dari makrofag menjadi histiosit epiteloid. Histiosit epiteloid dan
limfosit agregat membentuk sebuah kelompok kecil, menghasilkan granuloma. Selama tahap
awal infeksi, organisme umumnya menyebar melalui saluran limfatik ke hilus regional dan
4
kelenjar getah bening mediastinum dan melalui aliran darah ke tempat yang lebih jauh dalam
tubuh. Kombinasi fokus Ghon dan kelenjar getah bening yang terkena dikenal sebagai
kompleks Ranke. Pasien dengan Coxitis TB biasanya telah mengalami infeksi paru terlebih
dahulu yang dari sanalah basil tuberkel mencapai daerah panggul dengan penyebaran secara
hematogen.1
2.5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala dari Coxitis TB tergantung dari derajat patologis yang terjadi. Pada
tingkat awal, gejala sangat minimal, mungkin hanya ditemukan nyeri dan pembengkakan
sendi panggul serta penderita sedikit pincang. Pada tingkat selanjutnya pembengkakan dan
nyeri bertambah berat dan terdapat deformitas sendi. Pada stadium ini, pincang merupakan
kelainan yang sering ditemukan dan dapat pula ditemukan atrofi otot. Dalam keadaan yang
lanjut dan berat, pasien sukar menggerakkan dan mengangkat tungkai pada sendi panggul
yang terkena, disertai rasa sakit yang sangat menggangu disekitar paha dan daerah pinggul
tersebut.1,3,4,5
Tabel 2.5. Klasifikasi Coxitis TB menurut gejala klinisnya4
2.6. Diagnosis
Diagnosis definitif Coxitis TB hanya dapat dilakukan dengan mengkultur organisme
M.tuberculosis dari spesimen yang diambil dari pasien. Namun, TB dapat menjadi penyakit
yang sulit untuk didiagnosa, terutama karena kesulitan dalam kultur, organisme ini tumbuh
lambat di laboratorium. Sebuah evaluasi lengkap untuk TB harus menyertakan riwayat medis,
radiografi, pemeriksaan fisik, dan mikrobiologis. Ini juga termasuk tes tuberkulin dan tes
serologi.1,3
2.7. Pemeriksaan Penunjang
5
1 Pemeriksaan Laboratorium1,2
Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai leukositosis, tetapi
hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis.
Uji Mantoux positif
Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin
ditemukan mikobakterium
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein)
Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam
sirkulasi.
2 Bakteriologis1,2
Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis. Tantangan
yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengonfirmasi diagnosis klinis dan
radiologis secara mikrobakteriologis. Masalah terletak pada bagaimana mendapatkan
spesimen dengan jumlah basil yang adekuat. Pemeriksaan mikroskopis dengan
pulasan Ziehl-Nielsen membutuhkan 104 basil per mililiter spesimen, sedangkan
kultur membutuhkan 103 basil per mililiter spesimen.
3 Histopatologis1,2
Infeksi tuberkulosis pada jaringan akan menginduksi reaksi radang
granulomatosis dan nekrosis yang cukup karakteristik sehingga dapat membantu
penegakan diagnosis. Ditemukannya tuberkel yang dibentuk oleh sel epiteloid, giant
cell dan limfosit disertai nekrosis pengkejuan di sentral memberikan nilai diagnostik
paling tinggi dibandingkan temuan histopatologis lainnnya. Gambaran histopatologis
berupa tuberkel saja harus dihubungkan dengan penemuan klinis dan radiologis.
6
Gambar 2.7.1 Subluksasi pinggul kanan dengan lesi permeative di leher femur.6
4 Tipe acetabulum melayang
7
Gambar 2.7.2. Gambaran radiografi mortar and pestle.6
7 Tipe atropik : kepala femur tidak teratur dengan penyempitan ruang sendi. Tampilan
ini sering pada dewasa dan berkembang menjadi ankilosis fibrosa.
b CT Scan7
1 Plain scans
Penyempitan ruang sendi, erosi tulang marginal dan subkondral dan
tanda-tanda yang menyertai demineralisasi dapat dideteksi sejak dini CT scan
8
resolusi tinggi, terutama ketika panggul lainnya yang digunakan untuk
perbandingan. Peradangan yang menyertai kapsul artikular menyebabkan
pelebaran besar (lebih besar dari 6 mm).
2 Scan dengan kontras
Media kontras dapat menunjukkan peradangan kemerahan dengan
meningkatkan membran sinovial yang, pada gilirannya, batas jelas area efusi
sendi. Infiltrasi di sekitar dan abses yang meluas bisa lebih mudah dibedakan
pada scan dengan kontras dari pada scan biasa.
2.8. Penatalaksanaan
Tatalaksana standar untuk Coxitis TB adalah dengan menggunakan multi-drugs
kemoterapi anti tuberkulosis untuk 12 hingga 18 bulan dan di padukan dengan pembedahan
dan fisioterapi pada tulang yang terkena. Apabila terapi pembedahan menjadi modalitas
utama, anti-tuberkulosis sangat di butuhkan dalam pencegahan reaktivasi tuberkulosis.7
Beberapa teknik pembedahan yang dapat di gunakan antara lain arthrotomi dengan
debridemant, arthodesis, dan girdlestone resection artrhoplasti atau yang disebut juga dengan
total arthoplasty. Pemberian obat anti-tuberkulosis sebaiknya di berikan 2 minggu sebelum
operasi dan di lanjutkan dengan pemberian 1 tahun setelah operasi.7
9
Tabel 2.8. Dosis Antituberculosis pada dewasa8
2.7. Diagnosis Banding
Coxitis TB dapat didiagnosis bandingkan dengan:
Coxitis/arthritis piogenik
Coxitis piogenik adalah infeksi bakteri yang menyebabkan reaksi inflamasi yang intens,
mungkin menyebabkan kerusakan tulang rawan artikular dan kemudian sendi lengkap . Hal
ini biasanya mempengaruhi bayi dan balita . Faktor risiko umumnya dikenal adalah usia
muda, laki-laki, pasien dengan sindrom gangguan pernapasan, kateterisasi arteri umbilikalis,
hemoglobinopati , intervensi pada sendi , dan instrumentasi pada saluran kemih atau usus.
10
BAB III
LAPORAN KASUS
11
Foto polos pelvis posisi supine proyeksi AP :
- Posisi : supine
- Proyeksi : AP
- Acetabulum: tampak lesi osteolitik yang menyebabkan penyempitan ruang sendi
- Anterior inferior Iliaca: tidak nomral akibat destruksi dari acetabulum
- Anterior superior iliaca: normal
- Coccyx: normal
- Femoral head: tampak terjadi destruksi, sklerotik kepala femur (tipe perthes)
- Femoral Neck: tampak destruksi
- Greater trochanter: normal
- Hip joint: tampak penyempitan ruang sendi
- Iliac crest: normal
- Ilium: normal
- Inferior pubic ramus: normal
- Ischial spine : normal
- Ischial tuberosity : normal
- Ischium : normal
- Lesser trochanter : tak dapat dievaluasi
- Obturator foramen : normal
- Pubis :normal
- Sacroiliac joint : normal
- Sacrum : normal
- Superior pubic ramus : normal
- Symphysis pubis : normal
12
3.4. Interpretasi
-
Coxitis TB
13
BAB IV
PEMBAHASAN
14
BAB V
KESIMPULAN
Pasien rujukan RSUD Praya datang ke poli ortopedi RSUD Provinsi NTB dengan
keluhan nyeri pinggul kanan. Rasa nyeri dirasakan timbul pada malam hari. Pinggul kaku dan
nyeri saat digerakkan. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Riwayat
batuk lama disangkal, riwayat sesak disangkal. Riwayat konsumsi obat-obatan tertentu
disangkal. Riwayat keluhan serupa di keluarga disangkal. Berdasarkan foto polos pelvis
pasien, acetabulum nampak lesi osteolitik yang menyebabkan penyempitan ruang sendi. Lesi
osteolitik tersebut diakibatkan karena adanya proses inflamasi antara leukosit dengan bakteri
mycobacterium sebagai sumber infeksi, sehingga timbul destruktif pada tulang yang
mengakibatkan penyempitan ruang sendi. Mekanisme ini menyebabkan pembengkakan, rasa
nyeri, dan sukar digerakkan. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
foto polos pelvis dapat disimpulkan bahwa pasien menderita coxitis tuberculosis.
15
DAFTAR PUSTAKA
16