Anda di halaman 1dari 11

Skenario Klinis

Akhir masa pubertas pada wanita berkaitan dengan onset siklus menstruasi
ovulatoir yamg teratur. Siklus menstruasi mencerminkan perubahan
hormonal kompleks yang melibatkan ovarium, hipotalamus, dan hipofisis,
serta ditandai oleh maturasi (permatangan ) folikel ovarium, ovulasi folikel
dominan, dan pembentukan korpus luteum. Hari pertama perdarahan adalah
hari pertama siklus dan memdai dimulainya fase folikular yang memuncak
pada lonjakan LH (hari 12-14), ovulasi , dan mulainya fase luteal. Selama
fase luteal,progesterone disekresi oloeh korpus luteum dan menyebabkan
perubahan endometrium. Bila tidak terjadi kehamilan,perubahan
endometrium mengalami regresi (kemunduran ) pada akhir fase luteal dan
menyebabkan terjadi peluruhan dan mulainya pendarahan . Pada wanita
normal , siklus menstruasi berlangsung 28 hari walaupun siklus ini dapat
menjadi kurang teratur pada akhir masa reproduksi.

Secara klinis, pemantauan siklus menstruasi bermanfaat dalam menilai


subfertilitas.Pemantauan tanggal siklus harus dilakukan, termasuk mencari
gejala lain seperti nyeri abdomen bawah pada tengah siklus dan peningkatan
secret servik. Sekresi progestron menyebabkan suhu tubuh basal meningkat
pada paruh kedua siklus dan peningkatan suhu tubuh pagi hari sebesar 0,50c
menandakan mulainya fase luteal. Pada penilaian gangguan ovulasi,
ultrasunografi dapat digunakan untuk melihat perkembangan folikel dan
peningkatan konsentrasi progestron serum pada hari ke-21 siklus
mengkonfirmasikan adanya ovulasi.

Organ reproduksi pada wanita

Organ reproduksi wanita meliputi ovarium, tuba fallopi , uterus, dan vagina.
Ovarium memproduksi estrogen, progesterone, dan ovum. Setelah
ovulasi,ovum dilepaskan kedalam rongga abdomen , lalu dihanyutkan oleh
fimbriariae oviduk dan bergerak menuju tuba fallopi. Di tempat ini ovum
dapat mengalami fertilisasi, dan ovum yang telah difertilisasi, disebut
morula, bergerak menuju uterus, di mana akan terimplantasi dalam
endometrium uteri dan tumbuh menjadi fetus. Biasanya, hanya satu ovum
yang dilepaskan dari ovarium pada setiap siklus.

Siklus menstruasi

Fungsi utama system reproduksi wanita adalah menghasilkan ovum dan


memastikan ovum mengalami fertilisasi, mendapat nutrisi dan lingkungan
yang baik untuk tumbuh, dan mengeluarkannya ke lingkungan luar dengan
aman. Produksi ovum tergantung pada pengaturan sejumlah kejadian
tergantung hormon yang memuncak pada ovulasi (gambar 24b). pada setiap
siklus, di dalam ovarium terjadi perkembangan banyak folikel atau kumpulan
sel, namun hanya satu yang akan berkembangan penuh dan yang lain akan
mengalami atresia (degenerasi). Folikel berkembangan di bawah pengaruh
hormon luteinisasi (luteinizing hormone, LH) yang menstimulasi produksi
estrogen, dan hormon penstimulasi folikel (follicle stimulating hormone, FSH)
yang memacu pertumbuhan folikel dan menginduksi hormon reseptor LH
(gambar 24c). sel granulosa ovarium memproduksi hormon protein, yaitu
inhibin yang dapat menekan sekresi FSH dari hipofisis. Telah diketahui bahwa
subunit inhibin dapat menstimulasi pelepasan FSH, sehingga protein ini
memiliki fungsi yang kompleks namun penting dalam regulasi maturasi
folikel.

Estrogen diproduksi oleh ovarium selama maturasi folikel, dan


menstimulasi proliferasi kelenjar pada bagian dalam atau endometrium uteri,
disebut fase proliferative. Pada saat yang sama, hormon tersebut
menstimulasi sintesis reseptor progesterone, sehingga mempersiapkan
uterus untuk konsentrasi progesteron yang tinggi. Hormon ini membuat
endometrium bersifat sekretorik sebagai persiapan untuk ovum yang telah
difertilisasi. Vagina juga mengalami perubahan secara siklik. Pada saat
estrogen meningkat, epitel vagina berproliferasi. Jika fertilisasi tidak terjadi,
maka pada akhir fase luteal, epitel diinvasi oleh leukosit dan luruh digantikan
oleh epitel di bawahnya, sehingga terjadi pertumbuhan baru pada awal
siklus berikutnya.

Karakterikstik lendir serviks bergantung pada keadaan hormon. Selama


fase folikular, lendir bersifat cair, namun progesterone mengubah lendir ini
menjadi lebih kenal dengan kanal-kanal anak yang dilewati spermatozoa saat
menuju ovum.

Selama fase praovulasi atau fase folikular, konsentrasi FSH yang


bersirkulasi rendah, namun karena konsentrasi estrogen dan inhibin
meningkat, keduanya terus-menerus member umpan balik untuk menekan
pelepasan FSH. Umpan balik negatif dari estrogen menjaga LH tetap rendah
pada fase folikular awal. Namun, peningkatan konsentrasi estrogen pada
akhir fase folikular mensensitisasi gonadotrop hipofisis terhadap GnRH,
sehingga menjadi lonjakan LH masif praovulasi dan memicu ovulasi.

Pada saat maturasi, folikel-yang kini disebut folikel de Graaf-


memproduksi lebih sedikit estrogen dan lebih banyak progesterone. Kedua
hormon ini bekerja sama dan bersama GnRH memproduksi pelepasan LH dan
kedalam aliran darah. LH menyebabkan folikel ruptur dan ovum dilepaskan.
Folikel kemudian menjadi koprus luteum yang mensekresi progesteron, dan
masa pascaovulasi disebut sebagai fase luteal dari siklus menstruasi. Jika
fertilisasi tidak terjadi, koprus luteum secara bertahap akan semakin sedikit
melepaskan progesteron lalu menghabiskan masa hidupnya dan menjadi
koprus albikans (white body). Arteri spiralis mengkerut dan endometrium
kolaps akibat kekurangan darah, dan dinding akan luruh sebagai menstruasi.
Kejadian-kejadian di atas disebut sebagai siklus menstruasi, dan terjadi
kurang setiap bulan selama masa reproduksi seorang wanita.

Siklus menstruasi bervariasi pada masing-masing individu, namun


rata-ratanya adalah 28hari, terhitung sejak hari pertama perdarahan dari
vagina atau menstruasi.

Skenario klinis

RB, seorang wanita berusia 24 tahun, dating ke dokter umum dengan


keluhan tumbuh rambut di dagu dan wajah, kulit berminyak, dan berjerawat.
Pertumbuhan rambut ini telah berlangsung 5 atau 6 tahun, nanum 2 tahun
berakhir bertambah parah sehingga ia harus mencukur dagunya tiga kali
seminggu dan menggunakan krim depilator (penghilang rambut) yang dijual
bebas. Pada anamnesis, terungkap bahwa ia juga menyadari pertumbuhan
rambut berlebih di sekitar putting, pada abdomen bagian wajah, dan pada
punggung bagian bawah. Menstruasi pertamanya terjadi pada usia 12 tahun
namun siklusnya tidak pernah teratur, menstruasinya terjadi setiap 6-10
minggu dan pada satu waktu ia tidak mendapat menstruasi selama 4 bulan.
La selalu berat badan namun ia mengalami kenaikan berat sekitar 12 kg
selama 2 tahun terakhir. Ibunya juga mengalami ketidakteraturan siklus
menstruasi dan mendapat terapi sybfertilitas sebelum mengandung RB.
Nenek dari pihak ibunya menyandang obesitas dengan indeks massa tubuh
32kg/m2. Ia mengalami hirsutisme bergantung-androgen dengan skor
ferriman dan galwey sebesar 16. Diagnosis sindrom ovarium polikistik
dikonfirmasi ketika pemeriksaan biokimiawi menunjukkan peningkatan
konsentrasi testosterone 3,2 nmol/L, LH 14,6 U/L, FSH 3,3 U/L, dan
ultrasonografi ovarium menunjukkan pembesaran bilateral pada ovarium
dengan sejumlah folikel yang tyerletak di pefrifer. Setelah berdiskusi,ia
diterapi dengan pengaturan pola makan , olahraga, dan obat mrthyformin,
semuanya untuk menurunkian resistensin insulin dan mengurangi sekresi
androgen ovarium. Kombinasi ini menghasilkan perbaikan pada hirsutisme
dan siklus menstruasinya lebih teratur.
Sindrom ovarium polikistik merupakan penyebab paling sering untuk
hirdutisme dan ketidakteraturan siklus menstruasi. Pasien memiliki riwayat
yang panjang biasanya dimulai dari menarke. Penting untuk melakukan
pernilaian pada wanita dengan hirsutisme untuk menyingkirkan pasien yang
memiliki riwayat pendek dan gambaran virilisasi yang mengarah pada tumor
ovarium atau kelenjar adrenal yang menekresi androgen.

Kerja fisiologis estrogen

Efek estrogen dapat diklasifasikan secara kronologis berdasarkan kejadia-


kejadian reproduktif utama pada seorang wanita . secara keseluruhan,
pengarah utama hormone ini adalah mempertahankan fertilitas.

Diferensiasi seksual. Selama perkembangan janin, estrogen tidak di


butuhkan untuk diferensiasi dan perkembangan normal pada genitalia dan
organ seks tambahan, namun hormon ini di butuhkan untuk diferensiasi
seksual pada otak.

Pubertas . selama pubertas, estrogen menstimulasi perkembangan stroma


payudara, endometrium, miometrium, dan vagina. Estrogen menyebabkan
penutupan epifisis dan penumpukan lemak yang khas pada jaringan perifer.

Dewasa . pada wanita dewasa, estrogen mempertahankan siklus


menstruasi dan karakteristik seksual sekunder wanita. Estrogen
memfasilitasi kerja progesterone dengan menstimulasi sintesis reseptor
progesterone, terutama pada otak dan uteru.

Kehamilan. Selama kehamilan, estrogen meningkatkan aliran darah ked an


melalui uterus, menyebabkan hipertrofi miometrium uteri, dan menstimulasi
proliferasi duktus payudara. Hormone ini meningkatkan retensi cairan dan
menstimulasi sintesis reseptor progesteron uterus. Sesaat sebelum perturisi
(melahirkan), estrogen menstimulasi sintesis reseptor oksitosin di
miometrium uteri. Oksitosin terlibat dalam parturisi melalui efek
kontraktilitasnya pada uterus .

Efek metabolik. Estrogen menghambat resorpsi tulang, suatu kerja yang


akan terlihat nyata setelah menopause, ketika estrogen berkurang. Estrogen
mengurangi motilitas usus. Hormon ini mempengaruhi fungsi hati dengan
menstimulasi sintesis protein, termasuk globulin pengikat hormone seks (sex
hormone-binding globulin, SHBG) dan globulin pengikat tiroksin . estrogen
mempengaruhi pembekuan darah dengan menstimulasi produksi factor II,
VII, IX, dan X namun mengurangi agregasi trombosit. Hormone ini memiliki
efek penting pada lipid plasma, menurunkan kolesterol total, meningkatkan
HDL, dan menurunkan konsentrasi LDL.

Menopause . menandai berhentinya masa reproduktif alami wanita.


Ovarium tidak lagi memproduksi ovum, dan sekresi estrogen berkurang, dan
akhirnya terhenti. Gejala yang berkaitan dengan menopause bervariasi
antarindividu dan antarkelompok cultural. Instabilitas vasomotor
menyebabkan hot flushes dan berkeringat, kekeringan vagina, dan
peningkatkan laju resopsi tulang, sehingga berpotensi menjadi osteopenia
dan osteoporosis; semuanya merupakan gambaran kekurangan estrogen dan
gejala-gejala tersebut mereda dengan terapi pengganti estrogen.

Mekanisme kerja estrogen

Estrogen berada di aliran darah, sebagian besar terikat dengan protein


plasma, dan berdifusi ke dalam sel dan nukleus (inti sel) untuk berkaitan
dengan protein reseptor spesifik.

Androgen ovarium

Ovarium juga merupakan sumber produksi androgen yang penting pada


wanita. Androstendion disintesis di lapisin sel teka pada folikel yang sedang
mengalami maturisasi di bawah pengaruh LH. Keduanya berdifusi ke dalam
sel granulose untuk mengalami aromatisasi membentuk estrogen .Androgen
serta hormon steroid dan hormone peptide lainnya yang diproduksi di folikel
yang sedang berkembang merupakan regulator local yang penting bagi
fungsi ovarium dan folikulogenesis . Pada wanita dewasa, banyak gangguan
fungsi reproduksi yang umum terjadi disebabkan oleh kelebihan produksi
androgen , kelainan folikulogenesis dan ovulasi serta subfertilitas yang
berkaitan dengan efek perifer dari kelebihan produksi androgen.

Fertilisasi dan implantasi

Pronukleus ovum dan sperma berfusi membuat zigot, yang sekarang


memiliki jumlah kromosom diploid normal. Zigot membelah secara mitosis
saat bergerak di sepanjang tuba uteri, dan sekitar hari-3 setelah fertilisasi
akan memasuki uterus, dan mulai saat ini disebut morula. Sel morula terus
membelah membentuk rongga ,disebut blastokista awal, terdiri dari satu
lapis sel trofoblas dan embrioblas, sel inti dalam yang akan membentuk
embrio.Setelah implantasi,trofoblas dan embrioblas, sel inti dalam yang akan
membentuk embrio. Setelah implantasi trofoblas akan membentuk embrio .
Setelah implantasi , trofoblas akan membentuk embrio. Setelah implantasi,
trofoblas akan membentuk hubungtan vascular dengtan sirkulasi maternal.
Setelah sekitar 2 hari di uterus , blastokista diterima oleh epitel
endometrium dibawah pengaruh estrogen ,progesterone , dan factor
endometrium lainnya. Proses terbenamnya blasklista batau implimantasi ini
memicurespons desidu, yang melibatakan pelebaran rongga desidua
untukmengakomodasi pertumbuha embrio. Trofoblas yang invasive
berproliferasi membentuk masa sel protoplasmic yang disebut
sinsiotrpfoblas, yang akan membentuk sirkulasi uteroplasenta . Pada hari ke-
10 , embrio akan tertanam seluruhnya dalam endometrium.

Jika ovum mengalami fertilisasi dan terimplantasi, korpusn luteum


tidak mengalami regresi, namun terus mensekresi progestron, dan pada hari
ke- 10 sampai 12 setelah ovulasi , sin sitiotrofoblas mulai mensekresi human
chorionicgonadotrophin (hCG) ke dalam ruang antarvili. Sebagian besar tes
kehamilan didasarkan pada deteksi hCG ,yang mengambil alih peran
hormone luteinisasi (LH) dan menstimulasi produksi progesterone, 17-
=hidroksiprogesteron dan estradiol oleh korpus luteum.Kdara hCG plasma
mencapai puncak anatara minggfu ke-9 dan ke -10 kehamilan , ketika fungsi
luteal ,mulai berkurang dan pada minggu ke -20 baik fungsi luteal maupun
hCG plasma telah berkurang.

Sinsitiotro9foblas mensekresi hormone lain, human placental lactogen


(hPL) , yang kadarnya dalam sirkulaso materal (bukian dalam sirkulasi janin)
meningkat seiring dengan pertumbuhan plasenta. Fungsinya mungkin
menghambat produksi hormone pertumbuhan maternal , dan juga memiliki
beberapa efek metabolic, terutama mencadangkan glukosa dan lipolitik ,
kemungkinanmelalui efek anti insulinnya . Akibatnya plasenta memberikan
supolai glukosa asama lemak bebas dan asam amino yang cukup untuk
janin.

Korpus luteum mensintesis relaksin, yang merelaksasi otot uterus .


Hormon ini terdeteksi dalam vewra ovarika, yang ada selama masa
kehamilan dan meningkat pada akhir kehamilan , namun jarang ditemukan
dalm plasma wanita yang tidak hamil . Relaksin bekerja pada simfisis pubis ,
yaitru titik fusi tulang [pubis , membuatnya lembut dengan mengkonversi
jaringan ikatnya dari konsistensi keras menjadi agak cair. Hal ini akan
memfalitasi pelebaran pubis untuk memungkinkan fetus lewat. Relaksin
menimbulkan efek i9ni dengan meningkatkan sekresi dua enzim, yaitu
kolagenese dan activator plasminogen , lkeduanya menghancurka
koloahgen. Pada alkhir kehamilan , relaksin dapat disintesis oleh miometrium
,desidua n(membrane muikoisa yang melapisi uterus saat kehamilan ) , dan
oleh plasenta.
Plasenta , yang mengambil alih produksi hormone kehamilan dari
korpus luteum , merupakan bagian yang dinamakan unit fetoplasenta.
Plasenta mencapai struktur maturnya pada akhir trimester pertama
kehamilan . Unit fungsional adalah vili korionik , terdiri dari inti tengah
beriupa jaringan ikat longgar, dilapisi kapiler yng berhubungan dengan
sirkulasi fetus . Disekitar inti terdapat dua lapisan trofoblas , yang lapisan
dalam yang terdiri dari sel-sel sitrotofoblas dan lapisan luar berupa
sinsitum .Plasenta bukan hanya merupakan organ endokrin namunb juga
menyedciakan nutrrisi bagi fetus yang sedang berkembang dan membuang
zat sisa fetus. Unit fetoplasenta memproduksi banyak hormone yang
dilepaskan olehj aksis hipotalamus-hipofisis-gonad.

Steroidogenesis

Konsentrasi progestron meningkat secara progesif selama kehamilan dan


fungsi utama hormone tersebut diperkirakan adalah menghambat motilitas
uterus bersama dengan relaksin , sebagian dengan menurunkan sensitivitas
uterus terhadap oksitosin . plasenta kekurangan 17-hidroksilase sehingga
tidak dapat memproduksi androgen . hal in I dilakukan oleh kelenjar adrenal
fetus , dan androgen yang dibentuk merupakan prekusor estrogen . Plasenta
menkonversi dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S) maternal dan feta
menjadi testeron dan androstenedion, yang akan mengalami aromatisasi
menjadi estron dan estradiol.

Enzim lain yang kurang dimiliki plasenta adalah 16- hidroksialse ,


sehingga plasenta tidak dapat langsung membentuk estri0ol dan
memerlukan estriol dan memerlukan DHEA-S sebagaoi substrat . Estriol yang
dibentuk oleh plasenta dapat masuk ke sirkulasi maternal , kemudian akan
terkonjugasi dihati untuk membentuk estriol glukorinda yang lebih larut ,
yang diekskresi diurin dan kadar estriol glukoronida yang lebih larut , yang
diekskresi diurin dan kadar estriol digunakan sebagai indeks pertumbuhan
fetus yang normal . Jika fetus tidak memiliki kelenjar hipofisis tidak ada
ACHT yang diproduksi dan tidak ada DHEA-S sehingga tidak ada estriol .
Akibat dari defisiensiestriol adalahn persalinan terlambat dan kematian
intrauterine , kecuali jika dilakukan operasi Caesar . Ibu dengan keadaan
demikian resisten terhadap pemberian oksitosin , mengarahkan dugaan
adanya defisiensi reseptor oksitosin , yang nomralnya diinduksi saat
kehamilan cukup bulan (aterm) oleh estradiol . Peran penting estrogen
lainnya lainnya adalah menstimulasin penigkatan perlhan prolaktin plasma
maternbal . Prolaktin yang bmerupakan hormone laktogenik postapartum ,
ber[peran dalam kehamilan untuk meregulasi penyimpanan dan mobilisasi
lemak, dan membantu mempertahankan homeostasis metabolic selam
kehamilan.

PARTURISI DAN LAKTASI

Faktor yang menstimulisi parturisi (kelahiran) pada manusia sangat kompleks, dan
mencerminkan serangkaian kejadian terkait-endokrin yang berlangsunng sinkron. Seiring
peningkatan kadar estrogen selama kehamilan, hormon ini menstimulasi peningkatan reseptor
oksitosin pada uterus. Fetus tumbuh dengan cepat menjelang kelahiran; sistem hepotalamus-
hepofisis menjadi matur dan mengaktivasi sistem adrenal, menyebab peningkatan sekresi
kortisol, dan terdapat bukti bahwa fetus memproduksi oksitosin yang di butuhkan untuk di
mulainya proses persalinan.

Kortisol diketahui bersifat penting pada inisiasi persalinan beberapa mamalia, contohnya
pada domba, namun belum di ketahui apakah kortisol fetus memegang peran penting yang
serupa pada parturisi manusia. Distensi uterus yang di sebabkan oleh pertumbuhan fetus dapat
juga berperan dalam peningkatan sintesis reseptor oksitosin. Oksitosin,melalui reseptornya, dapat
juaga menstimulasi sintesis prostaglandin (PG) terutama PgF2a dan PGE2. Prostaglandin
merupakan sekelompok asam lemak rantai panjang, tidak jenuh, dan teroksigenasi yang memiliki
efek nyata pada hamper semau jaringan, dan PGE2 dan PgF2a bekerja melalui sistem second
messenger cAMP untuk meningkatkan Ca2+ sitosol dan dengan demikian meningkatkan
kontraktilitas uterus. Keduanya memiliki peran terapeutik pada induksi persalinan. Selama
parturisi, terjadi penurunan konsentrasi estrogen dan progesteron plasma maternal secara drastic,
namun tidak diketahui apa penyebab perubahan yang cepat dan mendadak dari sekresi hormone
seks wanita ini selama persalinan.

Terdapat bukti bahwa donor asam nitrat mematangkn serviks dan enzim nitrat oksida
sintase mengalami upregulation selama pengamtan serviks spontan. Onset persalinan dikaitan
dengan influks leukosit dalam jumlah besar, terutama limfosit T, neutrofil, dan makrofag, ke
dalam miometrum

LAKTASI DAN REFLEK ISAP

Walaupun kadar prolaktin (PRL) plasma maternal sudah meningkat sebelum kelahiran,
namun perannya dalam kehamilan belum diketahui. Selama kehamilan, payudara membesar,
akibat efek dari PRL, laktogen plasenta, kortisol, hormone pertumbuhan, estrogen, dan
progesteron terhadap pertumbuhan sistem lobulus-alveolus payudara, namun loktogenesis tidak
terjadi. Estrogen dan progenteron menghambat produksi susu melalui efek inhibisi langsung
pada sintesis reseptor PRL.
Setelah kelahiran, kontraksi kedua hormone seks tersebut relatif rendah, dan PRL dapat
memainkan perannyadalam memacu laaktogenesis. Laktogenesis dan sekresi susu dimulai sesaat
sesudah kelahiran. Susu diproduksi di sel yang melapisi alveoli, dan tersusun dari laktosa
(diproduksi dari glukosa), protein susu, yang terpenting adalah kasein dan whey lipid, kation
divalent, dan juga antibody, yang digunakan ibu untuk sementara mentransfer beberapa imunitas
beberapa bayi. Pada manusia, beberapa obat juga terbawa dalam susu dan hal ini merupakan
pertimbangan penting bagi ibu yang menjalani pengobatan jangka panjang seperti antiepilepsi
atau bagi ibu yang mengalami ketergantungan obat.

Terdapat bukti bahwa PRL menstimulai produksi susu melalui stumulasi sistem second
messenger fosfolipase A2 dan peningkatan sintesis prostaglandin, yang menyebabkan
peningkatan mRNA untuk kasein. Kortisol dan insulin bersifat esensial bagi kerja PRL. PRL juga
terbukti mengaktivasi transport K+ dan Na+ melalui pengaruhnya pada pompa Na+/K+_ATPase,
yang terletak terutama di membran basolateral sel epitel payudara.

Reflex isap. Sekresi PLR dari sel laktrotop hipofisis enterior di kontrol oleh satu reflex,
yaitu reflex isap neuroendokrin. Sekresi plolaktin normalnya berada dalam kontrol inhibisi oleh
dopamin ( yang di sebut faktor penghaambat prolaktin atau prolactin-inhibitory factor [PIF] dari
hepotalamus. Neorotransmiter GABA (gamma aminobututyric acid) dapat memediasi pelepasan
PIF. Ketiaka ibu mulai menyusui, stimulasi mekanis pada puting mengirimkan impuls aferen
melalui kolumna anterolateral korda spinalis, beberapa impuls ini akhirnya menyatu pada
nucleus supraoptikus (SON) dan paraventrikularis (PVN) di hipotalamus. Oksitosin di lepaskan
dari terminal neutosekretarik pada hipofisis posterior dan berjalanan dalam aliran darah menuju
kelenjar payudara, tempatnya mengkotraksikan sel mioepital payudara, sehingga terjadi
semprotan susu. Reflek yang sama ini mengurangi atau menghilangkan efek inhibisi oleh
dopamine, sehingga terjadi pelepasan PRL dari hipofisis anterior.

Pengontrolan pelepasan prolaktin oleh otak sangat kompleks dan belum sepenuhnya di
mengerti. Peptida pelepas prolaktin yang baru telah ditemukan pada hipotalamus, namun
perannya sebagai faktor pelepas PRL spesifik belum diketahui. Hormone pelepas tirotropin
(TRH), peptide vasioinhibitor (VIP), dan Angiotensis II bekerja pada hipotalamus untuk
menstimulasi sekresi PRL dari hipofisi anterior. Produksi susu di pertahankan selama proses
menyusui berlangsung. Pada beberapa masyarakat miskin, seorang ibu dapat menyusui sampai
tiga tahun, dan selama itu ia relatif infertile. Selama menyusui, sekresi gonadotropin dan
hipofisis terinhibisi, dan produksi hormon seks tetap rendah. Hal ini merupakan suatu kotrasepsi
alami. Wanita yang tidak menyusui akan kembali ke aktivitas siklik normal dalam 4-5 minggu
setelah melahirkan, sementara wanita yang menyusui tidak mengalami perkembangan folikel
ovarium selama kadar PRL plasmanya tetap tinggi. Setelah penyapihan atau berkurangnya
isapan, sekresi estrodiol dan LH meningkat, menunjukkan bahwa fungsi ovarium normal telah
pulih.
Prolaktin memiliki banyak efek lain baik pada pria maupun wanita, banyak di antaranya
masih belum sepenuhnya mengerti. Hormone ini dilepaskan saat stress, tidur,saat makan dan
berolahraga, dan terlibat dalam pertumbuhan rambut. Selama siklus menstruasi normal, hormon
ini mempertahankan produksi reseptor LH, dan juga mempertahankan reseptor LH selama
kehamilan.

SKENARIO KLINIS

seorang mahasiswi sejarah berusia 19 tahun bernama CV dating ke pusat kesehatan


universitas meminta kontrasepsi oral. Dokter melihat bahwa ia terhilat sangat kurus dan
menanyakan riwayat menstruasinya. CV menjelaskan bahwa menstruasinya di mulai saat ia
berusia 15 tahun dan walaupun siklusnya teratur selama 1 tahun, namun pada saat menstruasi ke-
6 , siklusnya menjadi sangat intermiten dan akhirnya terhenti saat ia berusia 17 tahun. Ia
menyadari penampilannya sangat kurus dan menyuakai hal itu. Ia mulai berolahraga lari selama
hari sekolah dan biasanya berlari 10 mil empat sampai lima kali seminggu dan berlatih di gym
beberapa kali seminggu. Pada pemeriksaan fisik, indeks masa tubuh 16,5 kg/m2. Ia memiliki
karakteristik seksual sekunder normal dan tidak terdapat temuan fisik abnormal lainnya.
Pemeriksaan biokimiawi menunjukkan LH 1,2 U/L, FSH 0,9 U/L, estradiol 54 nmol/L. Ia
didiagnosis amenoria hipotalamus terkait berat badan rendah dan olahraga berlebih. Setelah
berdiskusi, ia setuju untuk mencoba menaikkan berat badan dan satu tahun kemudian indeks
massa tubuhnyabmenjadi 20,5 kg/m2, dan menstruasinnya menadi teratur.

PATOFIOLOGI REPRODUKSI

Gangguan fungsi reproduksi pada wanita di tandai dengan ketikteraturan menstruasi.

Amenoria primer dan keterlambatan pubertas sebaiknyaa di periksa karena pada


sebagian besar kasus penyebab seriusnya dapat di ketahui dan harus di obati.

Amenorea sekunder terdapat sejumlah penyebab amenoria sekunder, semuanya jarang


terjadi pada amenoria primer. Pada setiap kasus perlu di lakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang lengkap, dan juga pemeriksaan penunjang endokrin yang tepat untuk menentukan
penyebab. Pasien dengan kegagalan ovarium primer dapat memiliki riwayat gangguan autoimun
atau terapi keganasan sebelumnya. Pasien dengan prolaktinoma biasanya datang dengan
gambaran kelebihan prolaktin, seperti galaktorea.

Amenoria hipotalamus. Istilah gangguan fungsional ini digunakan untuk


mendeskripsikan sekelompok kondisi dimana tidak terdapat abnormalitas struktir atau
abnormalitas sintesis endokrin dalam aksis hepofisis-ovarium. Amenorea hipotalamus biasanya
disebabkan oleh diet untuk mengurangi berat badan, seringkali dengan olahraga berlebih agar
tetap langsing, dan terlihat pada atlit, pada wanita dengan anoreksia nervosa dan yang
mengalami stress dalam bentuk lain, baik stress fisik maupun psikologis. Ini merupakan
penyebab amenorea sekunder yang paling sering ditemukan di klinik endokrin.

Walaupun penurunan berat badan sampai 10% di bawah berat badan ideal biasanya di
kaitkan dengan amenoria, namun terdapat variasi yang luas pada masing-masing wanita.
Perubahan komposisi tubuh, terutama penurunan massa lemak, merupakan hal krusial bagi
perubahan hipotalamus berupa gangguan sekresi GnRH, hilangnya pulsasi ganadotropin, dengan
hipoganadisme hipogonadotropik.

Terapi pada amenorea terkait berat badan dan olahraga adalah peningkatan berat badan
dan mengurangi olahraga. Kedua hal ini akan mengembalikan siklus ovulasi normal dan potensi
reproduksi, namun mungkin memerlukan terapi janga panjang oleh tim multidisiplin dari ahli
endokrin, ahli nutrisi, dan psikolog. Jika tidak di terapi, amenorea hipotalamus di kaitkan dengan
penurunan densitas mineral tulang dan akhirnya menyebabkan osteoporosis. Wanita dengan
hipoestrogenemia jangka panjang sebaiknya di periksa densitas tulangnya, dan jika terdapat
osteopenia atau osteoporosis yang signifikan, diterapi dengan terapi pengganti estrogen.

Sindrom ovarium polikistik. Pasien dengan sindrom ovarium polikistik (polycystic


ovary syndrome,PCOS) atau hyperplasia adrenal kongenital non-klasik biasanya datang dengan
oligomenoria dan tanda kelebihan androgen lainnya. Terapinya ditujukan pada gejala
hiperandrogenemia dan mengembalikan siklus menstruasi normal dengan tujuan utamanya
adalah fertilitas. Wanita dengan PCOS dapat juga menunjukkan gambaran lain hiperinsulinemia,
seperti obesitas dan rendahnya kadar kolesterol HDL, dalam jangka panjang, risiko diabetes tipe
2 dan penyakit kardiovaskular meningkat, sehingga penurunan berat badan dan olahraga
berperan penting dalam tata laksana klinis pasien seperti ini.

Anda mungkin juga menyukai