Oleh:
Kelompok 5 :
UNIVERSITAS BENGKULU
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2017
1
BAB. I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Memahami tentang APBN dan APBD.
2. Memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban Negara?
3. Memahami mekanisme manajemen keuangan public?
2
4. Mengetahui apa saja yang menjadi azas manajemen keuangan public?
5. Mengetahui apa saja yang menjadi pengeluaran Negara dan fungsi anggaran?
6. Mengetahui apa saja yang menjadi karakteristik dan prinsip anggaran sektor public?
7. Mengetahui apa saja yang menjadi fungsi APBN dan APBD?
8. Mengetahui apa saja yang menjadi prinsip penyusunan APBN dan APBD?
9. Memahami persiapan dan tahap penyusunan APBN dan APBD?
BAB. II
PEMBAHASAN
3
2.2 Hak dan Kewajiban Negara
Menurut Undang-undang No 17 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 hak-hak dan kewajiban Negara antara
lain adalah:
1. Hak-hak Negara
Hak-hak negara yang dapat dinilai dengan uang, antara lain :
a) Hak menarik sejumlah uang atau barang tertentu dari penduduk yang dapat dipaksakan
dengan bentuk peraturan perundang-undangan, tanpa memberi imbalan secara langsung
kepada orang yang bersangkutan. Contoh bentuk penarikan dana ini adalah: pajak, bea
cukai, retribusi, dan sebagainya. Dengan demikian negara akan memperoleh penerimaan
yang menjadi haknya untuk membiayai tugas negara;
b) Hak monopoli mencetak uang dan menentukan mata uang sebagai alat tukar dalam
masyarakat;
c) Hak untuk mengadakan pinjaman paksa kepada warga negara (obligasi, sanering uang,
devaluasi nilai mata uang);
d) Hak teritorial darat, laut dan udara serta segala kekayaan yang terkandung di dalamnya,
yang merupakan sumber yang besar dalam penggunaannya yang dapat dinilai dengan
uang.
2. Kewajiban negara
Kewajiban-kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang antara lain:
a) Kewajiban menyelenggarakan tugas negara untuk kepentingan umum (masyarakat).
Antara lain meliputi :
1) Pemeliharaan keamanan dan ketertiban
2) Pembuatan, pemeliharaan jalan-jalan raya, pelabuhan, dan pangkalan udara
3) Pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit
4) Pembuatan dan pemeliharaan pengairan
5) Pembangunan pemeliharaan alat perhubungan (pos, telepon, dsb).
b) Kewajiban membayar hak tagihan dari pihak-pihak yang melakukan sesuatu atau
perjanjian dengan pemerintah, misalnya pembelian barang-barang untuk keperluan
pemerintah, pembangunan gedung pemerintah, dan sebagainya.
4
mengandung tiga kaidah manajemen keuangan negara, yaitu: orientasi pada hasil, profesionalitas serta
akuntabilitas dan transparansi. Paradigma ini dimaksudkan untuk memangkas ketidakefisienan.
Pengelolaan keuangan merupakan salah satu kegiatan administrasi utama dalam pemerintahan
yang menuntut prinsip tata kelola yang baik dan mengharuskan setiap organisasi mengelola keuangan
dengan baik dan benar, sehingga setiap kegiatan/ pengeluaran dapat dipertanggungjawabkan dengan baik
dan benar sesuai dengan kaidah perundang-undangan yang berlaku.
Dengan meningkatnya sumber-sumber keuangan negara, sistem pengelolaan keuangan publik
yang baik menjadi jauh lebih penting dalam rangka menjamin mutu pengeluaran anggaran serta
mengurangi risiko tindak korupsi. Dengan semakin besarnya jumlah sumber daya keuangan publik yang
akan dibelanjakan pemerintah, tuntutan perencanaan, penganggaran, dan tata cara pelaksanaan anggaran
juga akan semakin besar. Modernisasi sistem, proses, dan institusi dalam siklus anggaran diperlukan agar
peningkatan pengeluaran tersebut mencapai sasaran prioritas program pembangunan pemerintah, seperti
pengentasan kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, pengelolaan keuangan
publik yang bermutu dan yang berorientasi pada hasil diperlukan untuk mempertahankan dukungan
publik terhadap peningkatan pengeluaran dan penerimaan pemerintah.
Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam membangun kerangka kerja perundangan
mengenai pengelolaan keuangan publik dan meningkatkan transparansi. Penetapan UU tentang
Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU tentang Audit Keuangan Negara dan UU tentang
Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan langkah-langkah penting yang membawa Indonesia
menuju praktik-praktik keuangan berstandar internasional. Departemen Keuangan telah melaksanakan re-
organisasi besar-besaran untuk memperbaiki dan meningkatkan fungsi-fungsi mereka. Semua UU tersebut
sekarang sudah diterapkan, dan yang paling jelas adalah dalam membuat anggaran pemerintah pusat yang
sesuai dengan standar klasifikasi keuangan internasional (GFS), pembentukanRekening Perbendaharaan
Tunggal (Treasury Single Account/TSA), serta penyatuan pos anggaran pembangunan dan rutin yang
sebelumnya terpisah. Walaupun akhir-akhir ini reformasi pengelolaan keuangan publik sudah
menunjukkan kemajuan, kelemahan dalam kerangka kerja pengelolaan keuangan publik masih terjadi
terutama dalam hal perencanaan dan anggaran, pelaksanaan anggaran, akuntansi dan pelaporan, dan
akuntabilitas eksternal. Walaupun, kerangka umum hukum kini sudah tersedia, masih menghadapi
berbagai tantangan yang berat dalam memantapkan reformasi tersebut melalui pelaksanaan yang benar
dan dengan mengatur kembali proses yang mendasarinya.
Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak
perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika
perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat. Pada
dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor publik.
5
Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan
tersebut adalah:
1. Anggaran tradisional atau anggaran konvensional
2. Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management.
2.3.1 Angaran Tradisional
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di Negara
berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara penyusunan
anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan susunan anggaran yang
besifat line-item.
Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: (c) cenderung
sentralistis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip anggaran bruto. Struktur
anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya dana yang
dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan
informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut,
maka satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan
penggunaan anggaran.
2.3.1.1 Incrementalism
Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan
pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incrementalism, yaitu hanya menambah
atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan
menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau
pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam.
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value
for money.
Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam
penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini,
seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian
dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item, program, atau
kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meskipun sebenarnya item tersebut sudah
tidak relevan dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan
dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
2.3.1.2 Line-item
6
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan atas
dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-item budget tidak memungkinkan
untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran,
walaupun sebenarnya secara riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode
sekarang. Karena sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk
dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah
semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya orientasi
sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran
tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari
pemerintah atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang,
dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.
2.3.1.3 Kelemahan Anggaran Tradisional
Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa
kelemahan, antara lain:
1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan
jangka panjang.
2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara
menyeluruh efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional
tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumberdaya, atau
memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan
apakah tujuan tercapai.
4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit
dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan
persaingan antar departemen.
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu pendek,
terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik yang tidak
diinginkan (korupsi dan kolusi).
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan
lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau
budgetary slack.
7
8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian
untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan manipulasi
anggaran.
9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme
pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
2.3.2 Anggaran publik Dengan Pendekatan New Public Management (NPM)
Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup
drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model
manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan
sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama
dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam
manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja,
bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public Management tersebut menimbulkan
beberapa konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi,
pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.
Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model pemerintahan yang
diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan
konsep reinventing government. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut
adalah:
1. Pemerintahan katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara
langsung dengan proses produksinya (producing). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah
harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan, pemerintah hanya memproduksi
pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah.
2. Pemerintah milik masyarakat : memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah
sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi
masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community).
3. Pemerintah yang kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan
publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan
kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan
kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
8
5. Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah
tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas
masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang
dialokasikan.
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
7. Pemerintahan wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.
8. Pemerintah antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisonal yang
birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik.
9. Pemerintah desentralisasi : dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan mekanisme
pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan
pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme
administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi
sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif yaitu menggunakan
perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian
memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Pemerintah
wirausaha menggunakan mekanisme pasar yaitu tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi
mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan
yang merugikan masyarakat.
2.3.3 Perubahan Pendekatan anggaran
Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public
Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam
perencanaan anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik
penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja (performance budgeting), Zero
Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS).
Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memiliki karakteristik umum
sebagai berikut:
1. komprehensif/komparatif
2. terintegrasi dan lintas departemen
3. proses pengambilan keputusan yang rasional
4. berjangka panjang
5. spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
9
6. analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7. berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input.
8. adanya pengawasan kinerja.
4. Asas keterbukaan dan pengelolaan keuangan negara adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan dan rahasia negara;
5. Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri adalah aas yang
memberikan kebebasan bagi badan pemeriksa keuangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan
nagara dengan tidak boleh dipangaruhi oleh siapapun.
Asas-asas pengelolaan keuangan negara apabila dilakukan fusi sebelum dan setelah
diberlakukannya UUKN dapat dijadikan pedoman bagi pengelola keuangan negara sehingga mampu
10
menjalankan tugas dan kewajibannya yang baik. Perlu dicermati bahwa asas pengelolaan keuangan
negara bukanlah merupakan aturan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat melainkan
secara moral dapat dijadikan pedoman dalam pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian,
janganlah diartikan bahwa pengelolaan keuangan negara dapat serta merta menyimpangi asas-asas
pengelolaan keuangan negara tersebut sehingga tercipta pengelolaan keuangan negara yang baik dan
menghindari kerugian negara.
11
d. Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja.
Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum
eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
b. Komprehensif.
c. Keutuhan anggaran.
Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum.
d. Nondiscretionary Appropriation.
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien
dan efektif.
e. Periodik.
Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, bisa bersifat tahunan maupun multi
tahunan.
12
f. Akurat.
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi, yang dapat
dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan in efisiensi anggaran serta dapat
mengakibatkan munculnya understimate pendapatan dan over estimate pengeluaran.
g. Jelas.
h. Diketahui publik.
13
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan
pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas
perekonomian.
Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2013
adalah:
Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi
pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD
sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya,
serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.
Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran
daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
14
Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan
kemampuan/potensi nasional.
Penyusunan APBD harus didasarkan prinsip sebagai berikut:
1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal.
3. Penyusunan APBD dilakukan secara transparan,dimana memudahkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang APBD.
4. Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat.
5. APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih
tinggi dan peraturan daerah lainnya.
15
c. Hasil dari pembahasan berupa UU APBN memuat satuan anggaran sebagai bagian tidak
terpisahkan dari UU tersebut. Satuan anggaran adalah dokumen anggaran yang menetapkan
alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, subsektor, program, dan proyek/kegiatan.
d. Untuk membiayai tugas umum pemerintah dan pembangunan, departemen/lembaga
mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) kepada
Departemen Keuangan dan Bappenas untuk kemudian dibahas menjadi Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan diverifikasi sebelum proses pembayaran. Proses ini harus
diselesaikan dari Oktober hingga Desember.
e. Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa Keputusan Presiden (Kepres) sebagai
Pedoman Pelaksanaan APBN.
Dalam melaksanakan pembayaran, kepala kantor/pimpinan proyek di masing-masing
kementerian dan lembaga mengajukan Surat permintaan Pembayaran kepada Kantor Wilayah
Perbendaharaan Negara (KPPN).
16
BAB. III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
APBN adalah daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai
pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam
rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi,
peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya
ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
APBN dan APBD ini merupakan rencana kerja pemerintahan Negara dalam rangka
meningkatkan hasil-hasil pembangunan secara berkesinambungan serta melaksanakan
desentralisasi fiskal.
Sebagaimana fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka APBD berfungsi sebagai
otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Bagaimanapun, komposisi dari APBD suatu daerah harus disesuaikan dengan perkembangan
keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan. Setiap daerah tidak harus memaksakan diri
untuk memperbesar pengeluaran tanpa diimbangi dengan kemampuan pendapatannya,
khususnya kapasitas pendapatan asli daerah (PAD)-nya.
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
setidaknya mengandung tiga kaidah manajemen keuangan negara, yaitu: orientasi pada hasil,
profesionalitas serta akuntabilitas dan transparansi. Paradigma ini dimaksudkan untuk
memangkas ketidakefisienan.
Asas-asas pengelolaan keuangan negara apabila dilakukan fusi sebelum dan setelah
diberlakukannya UUKN dapat dijadikan pedoman bagi pengelola keuangan negara sehingga
mampu menjalankan tugas dan kewajibannya yang baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul dan Kusufi, Syam. 2013. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
http://www.ilmuekonomi.net/2015/11/pengertian-tujuan-fungsi-dan-prinsip-penyusunan-apbn-anggaran-
pendapatan-dan-belanja-negara.html, (diakses 05 Januari 2017)
18