CR Tumor Ovarium
CR Tumor Ovarium
Tumor Ovarium
Disusun Oleh :
Pembimbing
dr. H. Wahdi Sdj. Sp.OG.
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS OBSTETRI
A. Anamnesis
Diambil dari : Autoanamnesa
Tanggal/Pukul : 21 November 2016 Pukul. 09.00 WIB
1. Identitas
Istri Suami
Nama Ny. S Tn. S
Umur 54 tahun 55 tahun
Suku / Bangsa Lampung Jawa
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SD
Pekerjaan IRT Buruh
Alamat Banjar Agung, Banjar Agung, Tulang
Tulang Bawang Bawang
5. Riwayat Perkawinan :
Menikah satu kali, usia perkawinan 35 tahun, status masih menikah
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. STATUS PRESENT
a. Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
b. Status Emosional : Stabil Labil
c. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Denyut Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Berat Badan : 56 kg
Tinggi Badan : 154 cm
IMT : 23,61 (Overweight)
3
Abdomen :
Inspeksi : Perut cembung, striae gravidarum (+), linea nigra
(+)
Auskultasi: Bising usus (+) N
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+)
Palpasi : Soepel, teraba massa keras, imobile, pada daerah
suprapubik, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
Superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Inferior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Pemeriksaan Genitalia
1. Laboratorium :
Hematologi
Kimia darah
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
GDS 102 mg/dL < 140mg/dL
CT 1230 900 1500
BT 2 100 600
Ureum 20 mg/dL 15 40 mg/dL
Kreatinin 0,73 mg/dL 0,6 1,1 mg/dL
SGOT 17 U/l < 31 U/l
SGPT 12 U/l < 31 U/l
C. RESUME
Ny. S, 54 tahun datang dengan keluhan perut bagian bawah membesar
sejak 6 bulan SMRS, semula kecil, lama-lama semakin membesar
terutama sejak 1 bulan SMRS. Perut terasa penuh, sehingga nafsu
makan berkurang, sulit BAK dan BAK sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengatakan sudah tidak lagi menstruasi sejak 1 tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik abdomen inspeksi tampak cembung, auskultasi
bising usus (+) normal, perkusi terdapat timpani (+), shifting dullnes
(+), pada palpasi teraba massa keras, imobile, dengan diameter 10
cm. Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah dalam
batas normal. Pada pemeriksaan penanda tumor Ca 125 meningkat
yaitu 228 U/ml, HE 4 50,1 pmol/L, ROMA pre menopause 48,86%
dan ROMA post menopause 8,75%.
D. DIAGNOSIS
E. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad malam
F. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Inj. Ketorolac 2x1 ampul (bila nyeri)
6
Follow up
Tanggal S O A P
21/11/2016 Pasien KU: Baik Tumor padat IVFD RL 20
Pkl. 10.00 mengeluh Kes: Compos Mentis ovarium susp. tpm
WIB perut terasa TD: 110/80 mmHg malignancy Inj. Ranitidin
penuh, HR: 88 x/mnt 2x1 ampule
sebah (+), RR: 20 x/mnt Drip
nafsu T: 36,5 0C ketorolac 2x1
makan baik, Mata: Konjungtiva ampule bila nyeri
BAB dan anemis (-/-)
BAK tidak Abdomen :
ada keluhan I : Cembung
A : BU (+)
P : Timpani (+),
shifting dullness (+)
P : teraba massa
keras, terfiksir,
berdiameter 10 cm
Tanggal S O A P
22/09/2016 Pasien KU: Baik Tumor padat - IVFD RL 20
Pkl. 07.00 masih Kes: Compos Mentis ovarium susp. tpm
WIB mengeluh TD: 110/80 mmHg malignancy - Inj. Ranitidin
perut sebah, HR: 88 x/mnt 2x1 ampule
terasa RR: 20 x/mnt - Drip
penuh (+), T: 36,5 0C ketorolac 2x1
BAB dan Mata: Konjungtiva ampule bila nyeri
BAK tidak anemis (-/-) - Pro
ada keluhan Abdomen : ooforektomi
I : Cembung Persiapan pre op:
A : BU (+) - Puasa 8 jam
P : Timpani (+), sebelum operasi
shifting dullness (+) - Cukur
P : teraba rambut mons
massa keras, pubis
terfiksir, - Pasang
berdiameter 10 kateter urine
cm
7
Tanggal S O A P
23/11/2016 Pasien KU: Baik Post Salphingo- IVFD 20 tpm
Pkl.07.00 mengeluh Kes: Compos oforektomi hari Inj. Cefotaxime 2x1
WIB nyeri di Mentis ke-1 Drip asam tranexamat
luka TD: 130/90 Ketoprofen supp
operasi. mmHg II x 3
Pasien HR: 88 x/mnt
sudah RR: 20 x/mnt
dapat T: 36,50C
duduk. Mata:
BAK (+), Konjungtiva
BAB (-). anemis (-/-)
Abdomen :
bekas operasi
(+), nyeri (+)
Tanggal S O A P
24/11/2016 Pasien KU: Baik Post Salphingo- IVFD 20 tpm
Pkl.07.00 mengeluh Kes: Compos oforektomi hari Inj. Cefotaxime 2x1
WIB nyeri di Mentis ke-1 Drip asam tranexamat
luka TD: 140/90 Ketoprofen supp
operasi. mmHg II x 3
Keluar HR: 84 x/mnt
darah (+) RR: 20 x/mnt
T: 36,50C
Mata:
Konjungtiva
anemis (-/-)
Abdomen :
tampak bekas
operasi (+),
nyeri (+)
25/11/2016 Keluhan KU: Baik Post Salphingo- Boleh pulang
Pukul minimal Kes: Compos oforektomi hari
07.00 WIB Mentis ke-2
TD: 140/90
mmHg
HR: 84 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,50C
Mata:
Konjungtiva
anemis (-/-)
8
Abdomen :
tampak bekas
operasi (+),
nyeri (+)
`
Laporan Operasi
LAPORAN OPERASI
Diagnosis Pra bedah : Tumor Padat Ovarium curiga malignancy Sinistra + Asites
Diagnosis Pasca bedah : Tumor Padat Ovarium curiga malignancy Sinistra + Asites
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ovarium
3.1.1. Anatomi Ovarium
Ovarium adalah sepasang organ berbentuk buah kenari yang mempunyai
panjang sekitar 1,5 inchi atau 4 cm, lebar 1,5 cm, dan tebal 1 cm, terletak
di kiri dan di kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium
melekat pada lapisan belakang ligamentum latum dengan mesovarium.
Selain mesovarium, ovarium juga mempunyai dua perlekatan lain,
7ligamentum infundibulopelvikum (ligamentum suspensorium ovarii),
yang merupakan tempat melintasnya pembuluh darah, pembuluh limfe,
dan persarafan ovarium dari dinding pelvis, dan ligamentum ovarii, yang
menghubungkan ovarium dan uterus.
Undifferentiated carcinoma
Small cell carcinoma
Tiga ciri khas yang membedakan tumor ganas germ sel dari kanker
epitel ovarium. Pertama, tumor ganas germ sel sering timbul pada
pasien usia muda, biasanya pada usia belasan atau awal duapuluhan.
Kedua, kebanyakan terdiagnosa pada stadium I. Ketiga, prognosis yang
bagus walaupun pasien berada pada stadium lanjut dikarenakan tumor
ini sensitif pada kemoterapi. Terapi primer pada wanita yang masih
ingin hamil adalah pembedahan dengan tidak mengorbankan fertilitas.
terbentuknya tumor ganas ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa
epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu
terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan
kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan
testosterone. Dalam percobaan invitro, androgen dapat menstimulasi
pertumbuhan epithel ovarium normal dan sel-sel tumor ganas ovarium
jenis epitel dalam kultur sel. Dalam penelitian epidemiologi juga
ditemukan tingginya kadar androgen (androstenedion,
dehidroepiandrosteron) dalam darah wanita penderita tumor ganas
ovarium. Jadi, berdasarkan hipotesis ini menurunnya risiko terjadinya
tumor ganas ovarium pada wanita yang memakai pil kontrasepsi dapat
dijelaskan yaitu dengan terjadinya penurunan kadar androgen (Busmar,
2006).
4. Hipotesis Progesteron
Progesteron memiliki peranan protektif terhadap terjadinya tumor ganas
ovarium dan epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron.
Progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium,
sedangkan estrogen menghambatnya. Pada kehamilan, dimana kadar
progesteron tinggi akan menurunkan risiko tumor ganas ovarium. Hal ini
menjelaskan mengapa risiko terjadinya tumor ganas ovarium pada wanita
dengan paritas yang tinggi lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang
nulipara. Pil kontrasepsi kombinasi atau yang hanya mengandung
progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan risiko tumor ganas
ovarium (Busmar, 2006).
5. Paritas
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas yang tinggi
memiliki risiko terjadinya tumor ganas ovarium yang lebih rendah
daripada nulipara, yaitu dengan risiko relatif 0,7. Pada wanita yang
mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, risiko terjadinya tumor ganas
ovarium berkurang sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara
(Busmar, 2006).
6. Pil Kontrasepsi
Penelitian dari Centre for Disease Control menemukan penurunan risiko
terjadinya tumor ganas ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun
17
yang memakai pil kontrasepsi, yaitu dengan risiko relatif 0,6. Penelitian
lain melaporkan juga bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama satu tahun
menurunkan risiko sampai 11%, sedangkan pemakaian sampai Universitas
Sumatera Utara lima tahun menurunkan risiko sampai 50%. Penurunan
risiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya (Busmar, 2006).
7. Terapi Hormon Pengganti pada Masa Menopause
Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (Menopausal
Hormone Therapy = MHT) dengan estrogen saja selama 10 tahun
meningkatkan risiko relatif 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT
selama 20 tahun atau lebih, risiko relatif meningkat menjadi 3,2.
Pemakaian MHT dengan estrogen yang kemudian diikuti dengan
pemberian progestin, ternyata masih menunjukkan meningkatnya risiko
relatif menjadi 1,5. Oleh karena itu, MHT, khususnya dengan estrogen
saja, secara nyata meningkatkan risiko relatif terkena tumor ganas
ovarium. Pemakaian MHT dengan kombinasi estrogen dan progestin,
meskipun lebih aman dari MHT dengan estrogen saja, untuk jangka
panjang tidak dianjurkan lagi sebagai salah satu terapi suportif bagi wanita
yang telah menopause (Busmar, 2006).
8. Obat-obat yang Meningkatkan Kesuburan (Fertility Drugs)
Obat-obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat, yang
diberikan secara oral, dan obat-obat gonadotropin yang diberikan dengan
suntikan seperti Follicle stimulating hormone (FSH), kombinasi FSH
dengan Luteinizing Hormone (LH), akan menginduksi terjadinya ovulasi
atau multipel ovulasi. Menurut hipotesis incessant ovulation dan hipotesis
gonadotropin, pemakaian obat penyubur ini jelas akan meningkatkan
risiko relatif terjadinya tumor ganas ovarium. Pemakaian klomifen sitrat
yang lebih dari 12 siklus akan menigkatkan risiko relatif menjadi 11.
Tumor ovarium yang terjadi adalah tumor ovarium jenis borderline
(Busmar, 2006).
9. Faktor Herediter
Dari studi metanalisis pada tahun 1988 ditemukan risiko relatif yang
meningkat dan berbeda pada anggota keluarga lapis pertama. Ibu dari
penderita tumor ganas ovarium risiko relatifnya 1,1, saudara perempuan
risiko relatifnya 3,8, dan anak dari penderita tumor ganas ovarium risiko
18
3.8.2 Ca 125
Ca 125 adalah suatu hibridoma, merupakan determnan antigen yang
digambarkan oleh monoklonal antibodi dan mempunyai berat molekul
>200 kD, berbentuk glikoprotein. Ca 125 dihasilkan oleh epitel kanker
ovarium, namun secara alami kadar Ca 125 dapat juga ditemukan pada
kasus inflamasi atau iritasi pada jaringan kavum abdomen. Pada kondisi
endometriosis, kelainan hepar seperti sirosisi hepatis dan hepatitis,
23
gold standard untuk menentukan hasil dan jenis tumor jinak atau ganas
(Clarke S.E., et al, 2009).
2. Biopsi
Dilakukan di beberapa tempat yaitu omentum, kelenjar getah lambung,
untuk mendukung pembedahan.
3. Second look Laparotomi
Untuk memastikan pemasantan secara radioterapi atau kemoterapi
lazim dilakukan laparotomi kedua bahkan sampai ketiga.
4. Kemoterapi
27
BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini wanita usia 54 tahun, dengan diagnosa tumor padat ovarium curiga
keganasan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disesuaikan dengan literatur.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan perut terasa
membesar sejak 6 bulan yang lalu, semula kecil lama-lama semakin membesar
terutama sejak 1 bulan yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan perut terasa
penuh dan sebah, nafsu makan menurun dan sulit BAB dan BAK sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien sudah berobat kebagian penyakit dalam namun belum ada
perubahan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88 x/menit,
nafas 20 x/menit dan suhu 36,5C. Pada pemeriksaan fisik abdomen inspeksi
tampak cembung, auskultasi bising usus (+) normal, perkusi terdapat timpani (+),
shifting dullnes (+), pada palpasi teraba massa keras, mobile, dengan diameter
10 cm. Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah dalam batas
normal. Pada pemeriksaan penanda tumor Ca 125 meningkat yaitu 228 U/ml, HE
4 50,1 pmol/L, ROMA pre menopause 48,86%.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, pada
pemeriksaan kepala, leher, thoraks, genitalia dan ekstrimitas dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik abdomen didapanka perut tampak cembung, perkusi
terdapat timpani (+), shifting dullnes (+), pada palpasi teraba massa keras,
imobile, dengan diameter 10 cm. Berdasarkan pemeriksaan fisik, tanda-tanda
keganasan didapatkan melalui adanya asites, massa teraba keras padat, dan
imobile. Sedangkan pada tumor jinak didapatkan massa teraba lunak, gerak bebas,
dan tidak terdapat asites.
Kemudian setelah didapatkan pemeriksaan penunjang, tidak terdapat hasil yang
abnormal pada darah rutin dan kimia darah. Namun, setelah dilakukan
pemeriksaan penanda tumor, didapatkan Pada pemeriksaan penanda tumor
meningkat pada Ca 125, HE 4, dan ROMA pre menopause. Hal ini dapat
mengindikasikan terdapat tumor ovarium.
DAFTAR PUSTAKA
Beehler, G.P., et al. 2006. Risk of Ovarian Cancer Associated with BMI varies by
Menopausal Status. Diakses pada tanggal 28 November 2016 dari:
http://jn.nutrition.org/content/136/11/2881.full.pdf.
Berek, J.S. 2000. Epithelial Ovarian Cancer. In: Berek, J.S., Neville, F.H., ed.
Practical Gynecologic Oncology. 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers: 190-214.
Busmar, B. 2006. Kanker Ovarium. Dalam: Aziz, M.F., Andrijono, Saifuddin,
A.B.
Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Edisi 1. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 468-524.
Crum, C.P., 1999. The Female Genital Tract. In: Cotran R.S., Kumar V., Collins
T., ed. Robbins Pathologic Basis of Disease. 6th ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company: 1067-1080.
Djuana A., Rauf S., Manuaba IBGF. 2001. Pengenalan dini kanker ovarium.
Palembang: Makalah ilmiah PIT XII POGI.
Clarke S.E., Grimshaw R., Rittenberg P., Kieser K., Bentley J. 2009. Risk of
Malignancy Index in the Evaluation of Patients with Adnexal Masses.
JOGC.
Ian J., Oram D., Fairbanks J., Turner J., Frost C., Grudzinskas J.G. 2005. A risk of
Malignancy Index incorporating CA 125, ultrasound and menopausal
status for the accurate preoperative diagnosis of ovarian cancer, BJOG: An
International Journal of Obstetrics and Gynaecology,Vol.97,Issue
10.p.922-929.
Mescher, A. L. (2013). Junqueiras Basic Histology: Text & Atlas. (F. Dany & H.
Hartanto, Eds.) (13th ed.). New York: EGC.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of Anatomy and Physiology.
(B. Roesch, Ed.) (12th ed.). USA: John Wiley & Sons, Inc.