Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

Tumor Ovarium

Disusun Oleh :

Suci Widya Primadhani (1518012163)

Pembimbing
dr. H. Wahdi Sdj. Sp.OG.

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM JENDRAL AHMAD YANI
METRO
2016
1

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS OBSTETRI

Tanggal masuk RS : 21 November 2016 Pukul 06.45 WIB


No Reg/MR : 303834

A. Anamnesis
Diambil dari : Autoanamnesa
Tanggal/Pukul : 21 November 2016 Pukul. 09.00 WIB

1. Identitas
Istri Suami
Nama Ny. S Tn. S
Umur 54 tahun 55 tahun
Suku / Bangsa Lampung Jawa
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SD
Pekerjaan IRT Buruh
Alamat Banjar Agung, Banjar Agung, Tulang
Tulang Bawang Bawang

2. Keluhan Utama : Perut bagian bawah terasa membesar sejak 6


bulan
3. Keluhan Tambahan : Perut terasa penuh, sulit BAB dan BAK sejak 1
bulan
4. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSAY Metro dengan keluhan utama perut bagian
bawah terasa membesar sejak 6 bulan, semula kecil, lama-lama
semakin membesar terutama sejak 1 bulan SMRS. Perut terasa penuh,
sehingga nafsu makan berkurang. Pasien mengaku mengalami sulit
BAK dan BAK sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri perut (-), perdarahan
pervaginam (-), keputihan (-). Pasien mengatakan sudah tidak lagi
menstruasi sejak 1 tahun yang lalu. Sebelumnya riwayat menstruasi
teratur.
2

Pasien mengatakan sudah pernah diperiksa dengan USG oleh dokter


spesialis penyakit dalam namun tidak ada perubahan. Pada tanggal 14
november 2016 pasien datang ke poli RSAY dilakukan pemeriksaan
USG dan laboratorium penanda tumor untuk kemudian direncanakan
operasi.

Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (+)


Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Riwayat Menstruasi :
a.Menarche : 13 tahun
b. Siklus : 28 hari
c.Lama haid : 6 hari
d. Banyak : 3x ganti pembalut
e.Dismenorrhea : (-)

5. Riwayat Perkawinan :
Menikah satu kali, usia perkawinan 35 tahun, status masih menikah

6. Riwayat KB : menggunakan KB suntik (3 bulan) sejak


usia 18 tahun. Sudah berhenti sejak 1 tahun
yang lalu
7. Riwayat Operasi : Pasien belum pernah operasi sebelumnya
8. Riwayat Ginekologi : Infertilitas (-), Mioma uteri (-), Kista
ovarium (-)
9. Kebiasaan Hidup : Pasien melakukan pola hidup sehat

B. PEMERIKSAAN FISIK
I. STATUS PRESENT
a. Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
b. Status Emosional : Stabil Labil
c. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Denyut Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Berat Badan : 56 kg
Tinggi Badan : 154 cm
IMT : 23,61 (Overweight)
3

II. STATUS GENERALIS


Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok
Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema
palpebra -/-
THT : Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidak hiperemis,
T0 T0
Leher : KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba membesar.
Thorax :
Mammae : Simetris, membesar, areola mammae
hiperpigmentasi
Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / -
Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi : Perut cembung, striae gravidarum (+), linea nigra
(+)
Auskultasi: Bising usus (+) N
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+)
Palpasi : Soepel, teraba massa keras, imobile, pada daerah
suprapubik, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas :
Superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Inferior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)

Pemeriksaan Genitalia

Inspeksi : vulva : hematome (-), oedema (-), varises (-),


hiperemis (-)

Uretra : muara (+), hematome (-), oedema (-),


4

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium :
Hematologi

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Leukosit 6.190 /uL 5.000 - 10.000 /uL
Eritrosit 4,68 juta /uL 3,08 5,05 juta
/uL
Trombosit 341.000 /uL 150 - 450 ribu/uL
Hb 13 g/dL 12 16 g/dL
Ht 38,2% 37 48 %
MCV 81,7 fL 80 92 fl
MCH 27,8 pg 27 31 pg
MCHC 34 g/dL 32 36 pg

Kimia darah
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
GDS 102 mg/dL < 140mg/dL
CT 1230 900 1500
BT 2 100 600
Ureum 20 mg/dL 15 40 mg/dL
Kreatinin 0,73 mg/dL 0,6 1,1 mg/dL
SGOT 17 U/l < 31 U/l
SGPT 12 U/l < 31 U/l

Hasil Laboratorium Penanda Tumor

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Ca 125 228 U/ml 35 U/ml
HE4 50,1 pmol/L Pre menopause : 70
Post menopause :
140
ROMA 48,86 % 7,4 % (Risiko tinggi
(pre menopause) kanker epitel ovarium)
ROMA 8,75% 25,3 % (Risiko tinggi
(post menopause) kanker epitel ovarium)
5

C. RESUME
Ny. S, 54 tahun datang dengan keluhan perut bagian bawah membesar
sejak 6 bulan SMRS, semula kecil, lama-lama semakin membesar
terutama sejak 1 bulan SMRS. Perut terasa penuh, sehingga nafsu
makan berkurang, sulit BAK dan BAK sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengatakan sudah tidak lagi menstruasi sejak 1 tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik abdomen inspeksi tampak cembung, auskultasi
bising usus (+) normal, perkusi terdapat timpani (+), shifting dullnes
(+), pada palpasi teraba massa keras, imobile, dengan diameter 10
cm. Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah dalam
batas normal. Pada pemeriksaan penanda tumor Ca 125 meningkat
yaitu 228 U/ml, HE 4 50,1 pmol/L, ROMA pre menopause 48,86%
dan ROMA post menopause 8,75%.

D. DIAGNOSIS

Tumor ovarium susp. malignancy

E. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad malam

F. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1 ampul
Inj. Ketorolac 2x1 ampul (bila nyeri)
6

Follow up

Tanggal S O A P
21/11/2016 Pasien KU: Baik Tumor padat IVFD RL 20
Pkl. 10.00 mengeluh Kes: Compos Mentis ovarium susp. tpm
WIB perut terasa TD: 110/80 mmHg malignancy Inj. Ranitidin
penuh, HR: 88 x/mnt 2x1 ampule
sebah (+), RR: 20 x/mnt Drip
nafsu T: 36,5 0C ketorolac 2x1
makan baik, Mata: Konjungtiva ampule bila nyeri
BAB dan anemis (-/-)
BAK tidak Abdomen :
ada keluhan I : Cembung
A : BU (+)
P : Timpani (+),
shifting dullness (+)
P : teraba massa
keras, terfiksir,
berdiameter 10 cm

Tanggal S O A P
22/09/2016 Pasien KU: Baik Tumor padat - IVFD RL 20
Pkl. 07.00 masih Kes: Compos Mentis ovarium susp. tpm
WIB mengeluh TD: 110/80 mmHg malignancy - Inj. Ranitidin
perut sebah, HR: 88 x/mnt 2x1 ampule
terasa RR: 20 x/mnt - Drip
penuh (+), T: 36,5 0C ketorolac 2x1
BAB dan Mata: Konjungtiva ampule bila nyeri
BAK tidak anemis (-/-) - Pro
ada keluhan Abdomen : ooforektomi
I : Cembung Persiapan pre op:
A : BU (+) - Puasa 8 jam
P : Timpani (+), sebelum operasi
shifting dullness (+) - Cukur
P : teraba rambut mons
massa keras, pubis
terfiksir, - Pasang
berdiameter 10 kateter urine
cm
7

Tanggal S O A P
23/11/2016 Pasien KU: Baik Post Salphingo- IVFD 20 tpm
Pkl.07.00 mengeluh Kes: Compos oforektomi hari Inj. Cefotaxime 2x1
WIB nyeri di Mentis ke-1 Drip asam tranexamat
luka TD: 130/90 Ketoprofen supp
operasi. mmHg II x 3
Pasien HR: 88 x/mnt
sudah RR: 20 x/mnt
dapat T: 36,50C
duduk. Mata:
BAK (+), Konjungtiva
BAB (-). anemis (-/-)
Abdomen :
bekas operasi
(+), nyeri (+)
Tanggal S O A P
24/11/2016 Pasien KU: Baik Post Salphingo- IVFD 20 tpm
Pkl.07.00 mengeluh Kes: Compos oforektomi hari Inj. Cefotaxime 2x1
WIB nyeri di Mentis ke-1 Drip asam tranexamat
luka TD: 140/90 Ketoprofen supp
operasi. mmHg II x 3
Keluar HR: 84 x/mnt
darah (+) RR: 20 x/mnt
T: 36,50C
Mata:
Konjungtiva
anemis (-/-)
Abdomen :
tampak bekas
operasi (+),
nyeri (+)
25/11/2016 Keluhan KU: Baik Post Salphingo- Boleh pulang
Pukul minimal Kes: Compos oforektomi hari
07.00 WIB Mentis ke-2
TD: 140/90
mmHg
HR: 84 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,50C
Mata:
Konjungtiva
anemis (-/-)
8

Abdomen :
tampak bekas
operasi (+),
nyeri (+)

`
Laporan Operasi

LAPORAN OPERASI

Nama Pasien : Ny. S Operator : dr. Wahdi SDJ, Sp.OG

Hari/Tanggal : Rabu, 23 November 2016 Asisten 1 : Tasmadi

Alamat : Tulang Bawang Instrumen : Yuliansyah

No MR : 303834 Anastesi : dr. Hartawan, Sp.An

Jenis Anastesi : Spinal Anastesi

Nama Pembedahan/Prosedur : Salphingoovorektomi Sinistra

Diagnosis Pra bedah : Tumor Padat Ovarium curiga malignancy Sinistra + Asites

Diagnosis Pasca bedah : Tumor Padat Ovarium curiga malignancy Sinistra + Asites

Jaringan yang dibedah : Ovarium dan tuba falopi

Pukul 10.45 WIB : Operasi mulai

Penderita dalam posisi terlentang dan dalam keadaan Spinal Anestesi


Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah abdomen, vulva dan sekitarnya
Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
Dilakukan insisi pada linea mediana sepanjang 10 cm. Insisi diperdalam secara tajam dan
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ovarium
3.1.1. Anatomi Ovarium
Ovarium adalah sepasang organ berbentuk buah kenari yang mempunyai
panjang sekitar 1,5 inchi atau 4 cm, lebar 1,5 cm, dan tebal 1 cm, terletak
di kiri dan di kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium
melekat pada lapisan belakang ligamentum latum dengan mesovarium.
Selain mesovarium, ovarium juga mempunyai dua perlekatan lain,
7ligamentum infundibulopelvikum (ligamentum suspensorium ovarii),
yang merupakan tempat melintasnya pembuluh darah, pembuluh limfe,
dan persarafan ovarium dari dinding pelvis, dan ligamentum ovarii, yang
menghubungkan ovarium dan uterus.

Gambar 1. Anatomi ovarium (Sobotta, 2012)

3.1.2. Histologi Ovarium


Setiap ovarium mempunyai bagian-bagian histologi sebagai berikut :
a. Germinal Epithelium atau epitel germinativum adalah epitel selapis
gepeng atau selapis kuboid yang menutupi permukaan ovarium
(Mescher, 2013).
b. Tunica Albuginea atau tunika albuginea adalah selapis jaringan ikat
padat yang menyebabkan warna ovarium menjadi keputihan dan
terletak di bawah epitel germinativum (Mescher, 2013).
10

c. Ovarian Cortex atau daerah korteks terletak dibawah tunika albuginea,


merupakan daerah yang terutama ditempati folikel ovarium dan
oositnya. Folikel ini terbenam dalam jaringan ikat (stroma) di daerah
korteks. Stroma ini terdiri atas fibroblas berbentuk kumparan khas
yang berespon dengan berbagai cara terhadap rangsangan hormon dari
fibroblas organ lain (Mescher, 2013).
d. Ovarian Medulla atau daerah medula yang terletak dibawah daerah
korteks, merupakan bagian terdalam ovarium. Tidak ada batas tegas
antara daerah korteks dan medulla, tetapi daerah medulla tersusun dari
jaringan ikat longar dan berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan
saraf (Mescher, 2013).
e. Ovarian Follicles atau folikel ovarium terdapat di daerah korteks dan
terdiri atas oosit yang dikelilingi oleh satu atau lebih sel folikel, atau
sel granulosa. Ketika sel folikel membentuk selapis sel kuboid, folikel
ini sekarang disebut folikel primer unilaminar. Sel folikel terus
berproliferasi dan membentuk epitel folikel berlapis, atau lapisan
granulosa, dengan selsel yang saling berkomunikasi melalui taut rekah.
Folikel ini kini disebut folikel primer multilaminar atau preantrum.
Sewaktu folikel tumbuh, terutama karena sel granulosa bertambah
besar dan bertambah banyak, folikel ini berpindah ke daerah korteks
yang lebih dalam. Cairan (liquor folliculi) mulai mengumpul di antara
sel-sel folikel. Celah-celah kecil yang mengandung cairan ini menyatu,
dan sel-sel granulosa mengatur diri membentuk rongga yang lebih
besar, yaitu antrum. Folikel ini sekarang disebut folikel sekunder atau
folikel antrum (Mescher, 2013).
f. Mature (Graafian) Follicle atau folikel matang, pra-ovulasi, atau
folikel Graaf, sangat besar (berdiameter sekitar 2,5 cm) sehingga dapat
menonjol dari permukaan ovarium dan dapat dideteksi dengan
ultrasonografi. Folikel ini merupakan folikel dominan yang dapat
mengalami ovulasi dan biasanya hanya satu untuk setiap siklus
menstruasi. Sedangkan folikel lainnya mengalami atresia (Mescher,
2013)
11

Gambar 2. Histologi ovarium

g. Corpus Luteum atau korpus luteum (badan kuning) merupakan folikel


matang setelah ovulasi. Korpus luteum menghasilkan progesterone,
estrogen, relaxin, dan inhibin akibat rangsangan LH (Luteinizing
Hormone). Nasib korpus luteum ditentukan oleh ada tidaknya
kehamilan. Setelah dirangsang LH, korpus luteum terprogram untuk
bersekresi selama 10-12 hari. Fibroblas di dekatnya memasuki daerah
ini dan membentuk parut jaringan ikat padat yang disebut korpus
albikans atau badan putih (karena banyaknya kolagen) (Mescher,
2013)

Gambar 3. Histologi ovarium. Anak panah menunjukkan stase perkembangan


yang terlihat pada pematangan ovum dalam siklus ovarium (Tortora &
Derrickson, 2009)
12

3.2 Definisi Tumor Ovarium


Tumor ovarium merupakan neoplasma yang berasal dari jaringan ovarium,
yang mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda dari jaringan asalnya. Kanker
ovarium biasanya bersifat asimtomatik hingga pasien-pasien seringkali baru
didiagnosis pada stadium lanjut dan telah terjadi metastasis. Sekitar lebih dari
dua per tiga kasus kanker ovarium didiagnosa pada stadium lanjut.

3.3 Klasifikasi Tumor Ovarium


Klasifikasi tumor ovarium berdasarkan konsistensinya bisa bersifat solid atau
kistik. Tumor ovarium berdasarkan histopatologinya bisa bersifat jinak atau
ganas. Sembilan puluh persen tumor ovarium adalah jinak, walaupun hal ini
bervariasi dengan umur. Kebanyakan tumor ovarium jinak bersifat kistik.
Tumor ovarium jinak yang mempunyai komponen padat adalah fibromata,
thecomata, dermoid, Brenner tumor. Tumor ovarium terbagi atas tiga
kelompok berdasarkan struktur anatomi dari mana tumor itu berasal yaitu
tumor epitel ovarium, tumor germ sel, tumor sex cord stromal.
3.3.1 Tumor epitel ovarium
Kanker epitel ovarium merupakan penyebab kematian lebih dari
keseluruhan keganasan ginekologi di Amerika Serikat. Di seluruh dunia
204.000 wanita terdiagnosa setiap tahun dan 125.000 wanita meninggal
karena penyakit ini. Dikarenakan tidak ada test penapisan yang efektif
untuk kanker ovarium dan gejala klinis yang kabur pada stadium awal,
sehingga tiga per empat pasien terdiagnosa sudah stadium lanjut. Tipe
tipe histologi kanker epitel ovarium berdasarkan klasifikasi histologi
dari WHO adalah sebagai berikut :
Serous adenocarcinoma
Mucinous tumors
o Adenocarcinoma
o Pseudomyxoma peritonei
Endometrioid Tumors
o Adenocarcinoma
o Malignant mixed mullerian tumor
Clear cell adenocarcinoma
Transitional cell tumors
o Malignant Brenner tumor
o Transitional cell carcinoma
Squamous cell carcinoma
Mixed carcinoma
13

Undifferentiated carcinoma
Small cell carcinoma

Kesempatan yang paling baik untuk mengurangi progresifitas kanker


ovarium adalah pada saat laparatomi pertama pada pasien. Tujuan
penanganan bedah pada saat ini adalah untuk menentukan secara akurat
tingkat keparahan penyakit dan untuk mengurangi volume residual
tumor menjadi minimal. Operasi pengangkatan tumor yang agresif, yang
diikuti dengan kemoterapi berbasis platinum, biasanya menyebabkan
perbaikan secara klinis. Akan tetapi hingga 80 % wanita akan terjadi
kekambuhan yang akhirnya menyebabkan bertambah parahnya penyakit
dan kematian. Prognosis kanker epitel ovarium tergantung pada stadium
kanker pada saat diagnosis, tipe histologi dan grading, volume tumor
residu.

3.3.2 Tumor germ sel


Tumor germ sel berasal dari element germinal dari ovarium dan terdiri
dari sepertiga dari seluruh neoplasma ovarium. Sub tipe yang paling
sering adalah mature cystic teratoma, juga sering disebut kista dermoid.
95 % dari tumor germ sel terdiri dari kista dermoid dan biasanya jinak
secara klinis. Sebaliknya tumor ganas germ sel hanya merupakan 5 %
dari kanker ovarium ganas di negara negara barat. Klasifikasi tumor
germ sel ovarium penting untuk menentukan prognosa dan untuk
kemoterapi. Klasifikasi tumor germ sel adalah sebagai berikut:
Dysgerminoma
Non dysgerminoma (kanker embrional)
o Differensiasi embrional
Mixed
Mature
Immature
o Differensiasi extra embrional
Choriocarcinoma
Endodermal sinus tumour (yolk sac tumour)
Extraembryonal carcinoma
14

Tiga ciri khas yang membedakan tumor ganas germ sel dari kanker
epitel ovarium. Pertama, tumor ganas germ sel sering timbul pada
pasien usia muda, biasanya pada usia belasan atau awal duapuluhan.
Kedua, kebanyakan terdiagnosa pada stadium I. Ketiga, prognosis yang
bagus walaupun pasien berada pada stadium lanjut dikarenakan tumor
ini sensitif pada kemoterapi. Terapi primer pada wanita yang masih
ingin hamil adalah pembedahan dengan tidak mengorbankan fertilitas.

3.3.3 Tumor sex cord stromal


Tumor sex cord stromal terdiri dari berbagai kelompok neoplasma
yang jarang yang berasal dari matriks ovarium. Klasifikasi histologi
tumor ovarium sex cord - stromal dari WHO adalah sebagai berikut:
Granulosa-stromal cell tumors o Granulosa cell tumor Adult
type Juvenile type
o Thecoma-fibroma group
Thecoma
Fibroma/fibrosarcoma
Sclerosing stromal tumor
Sertoli-stromal cell tumors
o Sertoli cell tumor
o Sertoli - Leydig cell tumor
Sex cord tumor with annular tubules
Steroid cell tumors
o Stromal luteoma
o Leydig cell tumor
o Steroid cell tumor not otherwise specified
Unclassified
Gynandroblastoma

Sel sel dalam matriks ovarium berpotensi memproduksi hormon, dan


hampir 90 % dari tumor ovarium yang memproduksi hormon adalah
tumor sex cord stromal. Akibatnya, pasien dengan jenis tumor ini
mempunyai gejala dan tanda klinis dari kelebihan estrogen atau
androgen. Reseksi dengan bedah merupakan terapi primer, dan tumor
sex cord stromal secara umum terbatas pada satu ovarium pada saat
diagnosis. Disamping itu, kebanyakan mempunyai pola tumbuh yang
lambat dan rendah potensi keganasan. Oleh karena sebab sebab di
15

atas, hanya beberapa pasien memerlukan kemoterapi berbasis


platinum. Walaupun penyakit kambuhan sering mempunyai respon
yang lemah pada pengobatan, pasien dapat bertahan hidup untuk
jangka waktu yang lama karena lambatnya pertumbuhan tumor. Secara
keseluruhan prognosis dari tumor sex cord stromal adalah baik
terutama karena terdiagnosa pada diagnose awal dan pembedahan
kuratif. Dikarenakan jarangnya tumor jenis ini, membatasi pemahaman
perjalanan penyakit, terapi dan prognosis.

3.4 Etiologi dan Patogenesis Tumor Ovarium


Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan etiologi tumor ganas ovarium.
Berikut ini akan diuraikan beberapa teori tentang etiologi tersebut.
1. Hipotesis Incessant Ovulation
Teori ini pertama sekali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972,
yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi terjadi kerusakan pada
sel-sel epitel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna
dibutuhkan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi
atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan dapat
menimbulkan proses transformasi dari sel-sel ovarium menjadi sel-sel
tumor (Busmar, 2006).
2. Hipotesis Gonadotropin
Teori ini didasarkan pada data yang diperoleh dari percobaan terhadap
binatang dan data epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk
perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang
rodenria. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon estrogen
rendah di sirkulasi perifer, maka kadar hormon gonadotropin akan
meningkat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata
berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium pada
binatang percobaan. Berkurangnya risiko tumor ganas ovarium pada
wanita multipara dan wanita pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan
dengan rendahnya kadar gonadotropin pada kedua kelompok ini (Busmar,
2006).
3. Hipotesis Androgen
Teori ini pertama sekali dikemukakan oleh Risch pada tahun 1998 yang
menyatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam
16

terbentuknya tumor ganas ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa
epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu
terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan
kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan
testosterone. Dalam percobaan invitro, androgen dapat menstimulasi
pertumbuhan epithel ovarium normal dan sel-sel tumor ganas ovarium
jenis epitel dalam kultur sel. Dalam penelitian epidemiologi juga
ditemukan tingginya kadar androgen (androstenedion,
dehidroepiandrosteron) dalam darah wanita penderita tumor ganas
ovarium. Jadi, berdasarkan hipotesis ini menurunnya risiko terjadinya
tumor ganas ovarium pada wanita yang memakai pil kontrasepsi dapat
dijelaskan yaitu dengan terjadinya penurunan kadar androgen (Busmar,
2006).
4. Hipotesis Progesteron
Progesteron memiliki peranan protektif terhadap terjadinya tumor ganas
ovarium dan epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron.
Progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium,
sedangkan estrogen menghambatnya. Pada kehamilan, dimana kadar
progesteron tinggi akan menurunkan risiko tumor ganas ovarium. Hal ini
menjelaskan mengapa risiko terjadinya tumor ganas ovarium pada wanita
dengan paritas yang tinggi lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang
nulipara. Pil kontrasepsi kombinasi atau yang hanya mengandung
progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan risiko tumor ganas
ovarium (Busmar, 2006).
5. Paritas
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas yang tinggi
memiliki risiko terjadinya tumor ganas ovarium yang lebih rendah
daripada nulipara, yaitu dengan risiko relatif 0,7. Pada wanita yang
mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, risiko terjadinya tumor ganas
ovarium berkurang sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara
(Busmar, 2006).
6. Pil Kontrasepsi
Penelitian dari Centre for Disease Control menemukan penurunan risiko
terjadinya tumor ganas ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun
17

yang memakai pil kontrasepsi, yaitu dengan risiko relatif 0,6. Penelitian
lain melaporkan juga bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama satu tahun
menurunkan risiko sampai 11%, sedangkan pemakaian sampai Universitas
Sumatera Utara lima tahun menurunkan risiko sampai 50%. Penurunan
risiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya (Busmar, 2006).
7. Terapi Hormon Pengganti pada Masa Menopause
Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (Menopausal
Hormone Therapy = MHT) dengan estrogen saja selama 10 tahun
meningkatkan risiko relatif 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT
selama 20 tahun atau lebih, risiko relatif meningkat menjadi 3,2.
Pemakaian MHT dengan estrogen yang kemudian diikuti dengan
pemberian progestin, ternyata masih menunjukkan meningkatnya risiko
relatif menjadi 1,5. Oleh karena itu, MHT, khususnya dengan estrogen
saja, secara nyata meningkatkan risiko relatif terkena tumor ganas
ovarium. Pemakaian MHT dengan kombinasi estrogen dan progestin,
meskipun lebih aman dari MHT dengan estrogen saja, untuk jangka
panjang tidak dianjurkan lagi sebagai salah satu terapi suportif bagi wanita
yang telah menopause (Busmar, 2006).
8. Obat-obat yang Meningkatkan Kesuburan (Fertility Drugs)
Obat-obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat, yang
diberikan secara oral, dan obat-obat gonadotropin yang diberikan dengan
suntikan seperti Follicle stimulating hormone (FSH), kombinasi FSH
dengan Luteinizing Hormone (LH), akan menginduksi terjadinya ovulasi
atau multipel ovulasi. Menurut hipotesis incessant ovulation dan hipotesis
gonadotropin, pemakaian obat penyubur ini jelas akan meningkatkan
risiko relatif terjadinya tumor ganas ovarium. Pemakaian klomifen sitrat
yang lebih dari 12 siklus akan menigkatkan risiko relatif menjadi 11.
Tumor ovarium yang terjadi adalah tumor ovarium jenis borderline
(Busmar, 2006).
9. Faktor Herediter
Dari studi metanalisis pada tahun 1988 ditemukan risiko relatif yang
meningkat dan berbeda pada anggota keluarga lapis pertama. Ibu dari
penderita tumor ganas ovarium risiko relatifnya 1,1, saudara perempuan
risiko relatifnya 3,8, dan anak dari penderita tumor ganas ovarium risiko
18

relatifnya 6. Antara 5-10% dari tumor ganas ovarium dianggap bersifat


herediter. Kelompok tumor ganas ovarium ini termasuk dalam sindroma
hereditary breast and ovarian cancer (HBOC) dan disebabkan oleh
terjadinya mutasi di gen BRCA1 dan BRCA2. Wanita dengan gen BRCA1
yang telah bermutasi, mempunyai risiko terkena tumor ganas ovarium
sebesar 40%- 60%, dan risiko terkena tumor ganas payudara sebesar
hampir 90%. Risiko untuk menderita tumor ganas ovarium pada wanita
dengan gen BRCA2 yang telah bemutasi lebih rendah daripada risiko
pembawa gen BRCA1 yang bermutasi yaitu 16%-27%. Selain itu, tumor
ganas ovarium juga merupakan bagian dari sindroma hereditary
nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC). HNPCC adalah suatu kelainan
yang disebabkan oleh autosomal dominant disorder yang berkaitan dengan
kerusakan gen yang bertanggung jawab atas terjadinya reparasi yang tidak
normal dari DNA (Busmar, 2006).

3.5 Faktor Risiko Tumor Ovarium


Ada beberapa faktor yang diduga berperan dalam perkembangan tumor ganas
ovarium:
Usia : tumor jinak ovarium umumnya lebih banyak terjadi pada wanita
berumur 20-45 tahun, sedangkan tumor ganas lebih sering menyerang
wanita dengan umur 45-60 tahun (Crum, 1999). Secara umum,
insidensi tumor ganas ovarium meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Pada umur 0-14 tahun didapat insidensi sebesar
0,2 dan pada umur diatas 75 tahun didapatkan angka 29,2. Hal ini lebih
sering ditemukan pada negara yang lebih berkembang. Di Amerika
Serikat, insidensi tumor ganas ovarium pada umur 5-9 tahun adalah 0,3
dan pada umur diatas 85 tahun didapat insidensi sebesar 44,2. Pada
umur 80-84 adalah puncak insidensi dengan angka 50,6 (Stewart,
2012).
Demografi : wanita berkulit putih lebih rentan dibanding wanita kulit
berwarna.
19

Faktor reproduksi : penelitian-penelitian sebelumnya selalu


menunjukkan bahwa insidensi kejadian tumor ganas ovarium
meningkat pada wanita nulliparity atau yang tidak melahirkan.
Penggunaan kontrasepsi dilaporkan dapat menurukan risiko keganasan
ovarium sedangkan terapi hormon pada wanita menopause dapat
meningkatkan risiko keganasan ovarium (Stewart, 2012).
Hubungan familial/ familial tendency : sejumlah penelitian yang
membuktikan hubungan tumor ganas ovarium dengan family history
ada risiko menderita tumor ganas ovarium pada garis keturunan
pertama (Busmar, 2006).
Mutasi gen: 90% dari tumor ganas ovarium berhubungan dengan
mutasi gen BRCA (Stewart, 2012).
Diet : beberapa penelitian menunjukkan ada peningkatan risiko pada
wanita obesitas sedangkan penelitian lain menunjukkan tidak ada
hubungan antara body mass index (BMI) dengan risiko terjadi tumor
ganas ovarium (Stewart, 2012).
Faktor lingkungan : radiasi, asbesitosis, infeksi virus (rubella, mump),
penggunaan talk (bedak) pada perineal (Waruwu, 2013).

3.6 Stadium Tumor Ovarium


Stadium kanker ovarium diklasifikasikan menurut International Federation of
Gynecologist and Obstetricians (FIGO) 2000.24 Stadium kanker ovarium
ditentukan setelah pembedahan laparatomy surgical staging.24 Tabel 2
Stadium kanker ovarium menurut International Federation of Gynecologist
and Obstetricians (FIGO) 2000.
Tabel 2. Stadium Kanker menurut FIGO tahun 2000.
Stadium Keterangan
I Tumor terbatas pada ovarium
IA Tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor utuh, tidak
ada pertumbuhan di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor
pada cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga
peritoneum
IB Tumor terbatas pada dua ovarium, tidak ada pertumbuhan
tumor pada permukaan kapsul, tidak ada sel tumor pada cairan
asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritoneum
IC Tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu faktor dari
kapsul tumor yang pecah, pertumbuhan tumor pada permukaan
kapsul, ditemukan sel tumor ganas pada cairan asites ataupun
20

bilasan rongga peritoneum


II Tumor pada satu atau dua ovarium dengan perluasan di pelvis
IIA Tumor meluas ke uterus dan atau ke tuba tanpa sel tumor di
cairan asites ataupun bilasan rongga peritoneum
IIB Tumor meluas ke jaringan organ pelvis lainnya tanpa sel tumor
di cairan asites ataupun bilasan rongga peritoneum
IIC Perluasan di pelvis (IIA atau IIB) dengan ditemukan sel tumor
di cairan asites atau bilasan rongga peritoneum
III Tumor pada satu atau dua ovarium disertai dengan perluasan
tumor pada rongga peritoneum di luar pelvis dengan atau
metastasis ke kelenjar getah bening regional
IIIA IIIA Metastasis mikroskopis di luar pelvis
IIIB Metastasis makroskopis di luar pelvis dengan besarnya lesi
metastasis yang kurang atau sama dengan 2 sentimeter
IIIC Metastasis makroskopis di luar pelvis dengan besarnya lesi
metastasis yang lebih dari 2 sentimeter dan atau metastasis ke
kelsenjar getah bening regional
IV Metastasis jauh ( di luar rongga peritoneum )

3.7 Penegakan diagnosis


Mayoritas penderita tumor ganas ovarium jenis epitelial tidak menunjukkan
gejala sampai periode waktu tertentu. Pada stadium awal tumor ganas ovarium
ini muncul dengan gejala-gejala tidak khas. Bila penderita dalam usia
perimenopause, keluhan mereka adalah haid yang tidak teratur. Bila massa
tumor telah menekan kandung kemih atau rektum, keluhan sering berkemih
dan konstipasi muncul. Kadang-kadang gejala seperti distensi perut sebelah
bawah, rasa tertekan, dan nyeri dapat pula ditemukan (Berek, 2000). Pada
stadium lanjut ini gejala-gejala yang ditemukan umumnya berkaitan dengan
adanya asites, metastasis ke omentum (omental cake), atau metastasis ke usus
(Berek, 2000).
Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala
umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik.
1. Stadium Awal
a. Gangguan haid
b. Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum)
c. Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
d. Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium)
e. Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
21

f. Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan


pada lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan
pertumbuhan rambut)
2. Stadium Lanjut
a. Asites
b. Penyebaran ke omentum (lemak perut)
c. Perut membuncit
d. Kembung dan mual
e. Gangguan nafsu makan
f. Gangguan BAB dan BAK
g. Sesak nafas
h. Dyspepsia
Perbedaan pemeriksaan panggul yang didapatkan pada tumor jinak dan ganas
pada tabel 3 :
Tabel 3. Penemuan pada pemeriksaan paggul
No Kriteria Jinak Jinak Ganas
1. Sifat Unilateral Bilateral
2. Konsistensi Kistik Padat
3. Gerakan Bebas Terbatas
4. Permukaan Licin Tidak licin
5. Ascites Sedikit/tidak ada Banyak
6. Benjolan di daerah cul-de- Tidak ada Ada
sac
7. Pertumbuhan Lambat Cepat
Dikutip dari : Chrisdiono A.,1996. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa
keakuratan pemeriksaan pelvis
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis
tumor ovarium antara lain :
3.8.1 Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dilakukan untuk mengevaluasi massa di pelvis
dan ovarium. Pada umumnya, tumor ganas ovarium mempunyai
gambaran multilokulasi, komponen padat atau echogenik dan
mempunyai septa yang tebal dengan area nodular (gambar 3, dan
gambar 4)
22

Gambar 3. Massa kompleks ovarium

Gambar 4. Sonogram transvagina dari kanker ovarium menunjukkan kista


multilokular dengan nodule solid

3.8.2 Ca 125
Ca 125 adalah suatu hibridoma, merupakan determnan antigen yang
digambarkan oleh monoklonal antibodi dan mempunyai berat molekul
>200 kD, berbentuk glikoprotein. Ca 125 dihasilkan oleh epitel kanker
ovarium, namun secara alami kadar Ca 125 dapat juga ditemukan pada
kasus inflamasi atau iritasi pada jaringan kavum abdomen. Pada kondisi
endometriosis, kelainan hepar seperti sirosisi hepatis dan hepatitis,
23

penyakit radang panggul dan pangkreas dapat meningkatkan kadar ca


125.
Test serum CA 125 bisa positif pada berbagai jenis kasus malignan non
ovarium. Karsinoma ginekologi yang lain seperti pada endometrium
bisa positif pada beberapa kasus. Hal ini berlaku juga pada kanker non
ginekologi seperti kolon dan pankreas bisa meningkatkan kadar serum
CA 125 (Tabel 2.7).27 Tumor berasal dari organ organ selain ovarium
bisa meningkatkan kadar CA 125 jika sudah metastasis ke ovarium.
Oleh karena itu fungsi test CA 125 kurang mempunyai nilai untuk
diagnosa banding berbagai jenis keganasan.
Ca 125 meningkat pada 50%-60% pasien kanker epitel stadium I dan
90% pada kanker ovarium stadium II. Kadar Ca 125 saja tanpa kurang
adekuat untuk dijadikan skrining kanker ovarium pada populasi dengan
resiko sedang dan rendah, namun spesifitas akan meningkat jika
pemeriksaan diikuti dengan ultrasonografi.

3.8.3 Human Epidydimis-4 (HE-4)


HE4 merupakan protein yang terdiri dari gugus asam dengan inti 4-
disulfida (whey acidic four-disulfide core/WFDC) yang bersifat tripsin-
inhibitor. HE-4 pertama kali diidentifikasi dari epitel duktus epididimis
pria bagian distal yang merupakan protease inhibitor yang terlibat
dalam proses pematangan sperma.
HE-4 diekspresikan juga di jaringan normal termasuk epitel traktus
reproduksi. Peningkatan kadar HE4 dalam satuan picomole (pM) dapat
ditemukan pada tumor jinak ginekologi lainnya, tumor paru dan
jaringan normal dengan kadar HE-4 yang bervariasi 0 sampai lebih dari
500 pM. Pada kanker ovarium, HE4 diover-ekspresikan 93% pada
epitel tumor ovarium serous. wanita sehat 94,4% menunjukkan kadar
HE4 <150 pM. Beberapa studi yang telah menggunakan HE4 sebagai
tumor marker untuk menapis tumor ovarium epitel jinak dan ganas
menunjukkan nilai cut off point yang berbeda. Studi oleh Moore et al
(2009) memperoleh nilai cut off point HE4 sebesar 70 pM dengan
sensitivitas 79,6% dan spesifisitas 66%. Pada tahun 2010, Kettlety et al
di Swedia menggunakan cut off point HE4 140 pM dengan sensitivitas
24

98,1% dan spesifisitas 48,8%. Studi oleh Mulawardhana P di Surabaya


(2011) menggunakan cut off point HE4 150pM menunjukkan
sensitivitas 76,47 % dan spesifisitas 80%. Studi oleh Ali A dan Sarah D
di Medan (2012) memperoleh cut off point HE4 66,5 pM dengan
sensitivitas 75% dan spesifisitas 75%.

3.8.4 Risk of Ovarian Malignancy Algorithm (ROMA)


Alat diagnostik yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh suatu
penemuan baru novelty Moore et al., tahun 2009, berupa yaitu risk of
ovarian malignancy algorithm (ROMA) yang efektif digunakan untuk
mendeteksi risiko keganasan kanker ovarium saat stadium awal
berdasarkan status menopause pre atau post menopause. Risiko
keganasan sebelumnya berupa risk of malignancy index (RMI) (Jacob
et al, 1990) dinilai dengan menggunakan kombinasi pemeriksaan
ultrasonografi dan kadar antigen kanker CA-125 memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan ROMA (Tabel 4).

Tabel 4. Spesifisitas dan sensitivitas metode ROMA dan RIM dengan


cut off 200 dalam uji diagnostik tumor ovarium
Metode Spesifisitas Sensitivitas
ROMA 84% 74%
RIM 78% 80%

Adapun ROMA menggunakan serum antigen kanker CA-125 yang


dikombinasikan dengan human epididymis protein-4 (HE-4). Alat
diagnostik ini baru-baru ini juga diteliti oleh Van Gorp et al., pada tahun
2010 digunakan sebagai alat skrining pada tumor ovarium epitel,
hasilnya ROMA mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup
tinggi dibandingkan RMI dengan nilai cut off 200 (Tabel 3).

3.8 Risk Malignancy Index (RMI)


Risk of malignancy Index (RMI) adalah integrasi dari pemeriksaan kadar
serum CA125, status menopause penderita, dan temuan ultrasonografi.
Algoritme RMI diperkenalkan pertama kali oleh Jacobs tahun 1990.
kombinasi ultrasonografi, CA-125, dan status menopause untuk membuat
indeks resiko keganasan (Risk of Malignancy Index/RMI) agar bisa
25

memprediksi keganasan tumor ovarium preoperatif, didapatkan sesnsitifitas


sebesar 85% dan spesifisitas 97%. RMI dihitung dengan formula
RMI = U x M (menopause status) x serum CA125 (U/ml).
Keterangan :
RMI : Risk Malignancy Index
U : Ultrasonografi
M : Menopause status

Tabel 5. Risk of Malignancy Index


Kriteria Sistem Skor Skor
Gambaran USG : Tidak tampak U (0,1,3)
Multilokular gambaran=0
Bagian padat 1 gambaran = 1
Bilateral >1 gambaran = 3
Ascites
Metastasis
Status Menopause Premenopause 1 M (1 atau 3)
Postmenopause 3
Serum Ca 125 Nilai Absolut (U/ml) Nilai CA125
Risk of Malignancy U x M x CA125

Temuan ultrasonografi diklasifikasikan berdasar atas ada atau tidaknya lesi


kistik multilokular, bagian padat, lesi bilateral, ascites dan metastasis
intraabdominal. Bila tidak terdapat gambaran USG di atas maka diberi
nilai 0, bila hanya tampak satu gambaran saja diberi nilai 1, apabila
tampak lebih dari satu diberi nilai 3. Menopause status diberikan nilai 1
untuk premenopause dan nilai 3 bila postmenopause. Postmenopause
ditetapkan apabila wanita riwayat amenore lebih dari satu tahun atau
wanita umur lebih dari lima puluh tahun bila sudah dilakukan operasi
histerektomi. Premenopause adalah wanita selain yang disebutkan sebagai
postmenopause. Kadar CA125 dinyatakan sesuai dengan nilai absolut
yang didapatkan dalam satuan U/ml (Ian J., et.al, 2005).
Dengan cut off value 200, digunakan untuk membedakan antara tumor
ovarium yang jinak dan ganas, dengan sensitivitas 87% dan spesifisitas
97%. Penderita dengan skor RMI >200 mempunyai kemungkinan 42 kali
mengarah kanker ovarium dan skor RMI. Penderita dengan skor RMI
>200 mempunyai kemungkinan 42 kali mengarah kanker ovarium dan
skor RMI <200 0,15 kali. Diagnosis histopatologik dipergunakan sebagai
26

gold standard untuk menentukan hasil dan jenis tumor jinak atau ganas
(Clarke S.E., et al, 2009).

3.9 Tatalaksana Tumor Ovarium


1. Pembedahan
Merupakan pilihan utama, luasnya prosedur pembedahan ditentukan
oleh insiden dan seringnya penyebaran ke sebelah yang lain (bilateral)
dan kecenderungan untuk menginvasi korpus uteri.
Untuk pengobatan tumor ganas ovarium umumnya ditentukan
berdasarkan stadium keganasannya. Pada stadium awal (I) tumor
borderline, operasi primary tumor resection paling sering dilakukan.
Histerektomi dan salpingooophorectomy merupakan pilihan operasi
pada stadium awal dengan risiko rendah kanker ovarium. Sedangkan
pada stadium lanjut (II, III, IV), jenis operasi yang paling sering
dilakukan adalah debulking atau cytoreductive surgery/operasi
sitoreduksi (Berek, 2000). Operasi sitoreduksi adalah operasi yang
bertujuan membuang massa tumor sebanyak mungkin. Berdasarkan
alat-alat yang digunakan, operasi sitoreduksi dibagi menjadi dua,
yaitu : (Busmar, 2006)
a. Sitoreduksi Konvensional Operasi sitoreduksi dengan
menggunakan alat-alat operasi lazim seperti pisau, gunting, dan
jarum jahit.
b. Sitoreduksi Teknik baru Operasi sitoreduksi dengan menggunakan
alat-alat seperti:
Argon Beam Coagulator
Cavitron Ultrasonic Surgical Aspirator (CUSA)
Teknik Laser

2. Biopsi
Dilakukan di beberapa tempat yaitu omentum, kelenjar getah lambung,
untuk mendukung pembedahan.
3. Second look Laparotomi
Untuk memastikan pemasantan secara radioterapi atau kemoterapi
lazim dilakukan laparotomi kedua bahkan sampai ketiga.
4. Kemoterapi
27

Merupakan salah satu terapi yang sudah diakui untuk penanganan


tumor ganas ovarium. Sejumlah obat sitestatika telah digunakan
termasuk agens alkylating seperti itu (cyclophasphamide,
chlorambucil) anti metabolic seperti : Mtx / metrotrex xate dan 5
fluorouracit / antibiotikal (admisin).
5. Penanganan lanjut
a. Sampai satu tahun setelah penanganan, setiap 2 bulan sekali
b. Sampai 3 bulan setelah penanganan, setiap 4 bulan
c. Sampai 5 tahun penanganan, setiap 6 bulan
d. Seterusnya tiap 1 tahun sekali
28

BAB III
ANALISA KASUS

Pada kasus ini wanita usia 54 tahun, dengan diagnosa tumor padat ovarium curiga
keganasan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disesuaikan dengan literatur.

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan perut terasa
membesar sejak 6 bulan yang lalu, semula kecil lama-lama semakin membesar
terutama sejak 1 bulan yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan perut terasa
penuh dan sebah, nafsu makan menurun dan sulit BAB dan BAK sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien sudah berobat kebagian penyakit dalam namun belum ada
perubahan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88 x/menit,
nafas 20 x/menit dan suhu 36,5C. Pada pemeriksaan fisik abdomen inspeksi
tampak cembung, auskultasi bising usus (+) normal, perkusi terdapat timpani (+),
shifting dullnes (+), pada palpasi teraba massa keras, mobile, dengan diameter
10 cm. Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah dalam batas
normal. Pada pemeriksaan penanda tumor Ca 125 meningkat yaitu 228 U/ml, HE
4 50,1 pmol/L, ROMA pre menopause 48,86%.

Diagnosis adanya tumor ovarium didapatkan berdasarkan keluhan perut bagian


bawah terasa membesar sejak 6 bulan yang lalu, semula kecil lama-lama semakin
membesar terutama sejak 1 bulan. Umumnya, keluhan utama yang ditemukan
pada tumor ovarium adalah perut terasa membesar. Hal ini dikarenakan terdapat
penambahan massa pada rongga abdomen oleh karena pembesaran yang abnormal
pada ovarium. Selain itu pasien juga mengeluhkan perut terasa penuh dan sebah,
nafsu makan menurun. Keluhan ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan intra
abdomen secara perlahan akibat pembesaran ovarium sehingga perut terasa penuh
dan sebah. Pasien juga mengeluh sulit BAB dan BAK 1 bulan yang lalu. Desakan
29

ovarium yang mengalami pembesaran abnormal mengakibatkan rektum dan


vesika urinaria mengalami pendesakan sehingga dapat mengakibatkan konstipasi
dan keluhan BAK.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, pada
pemeriksaan kepala, leher, thoraks, genitalia dan ekstrimitas dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik abdomen didapanka perut tampak cembung, perkusi
terdapat timpani (+), shifting dullnes (+), pada palpasi teraba massa keras,
imobile, dengan diameter 10 cm. Berdasarkan pemeriksaan fisik, tanda-tanda
keganasan didapatkan melalui adanya asites, massa teraba keras padat, dan
imobile. Sedangkan pada tumor jinak didapatkan massa teraba lunak, gerak bebas,
dan tidak terdapat asites.
Kemudian setelah didapatkan pemeriksaan penunjang, tidak terdapat hasil yang
abnormal pada darah rutin dan kimia darah. Namun, setelah dilakukan
pemeriksaan penanda tumor, didapatkan Pada pemeriksaan penanda tumor
meningkat pada Ca 125, HE 4, dan ROMA pre menopause. Hal ini dapat
mengindikasikan terdapat tumor ovarium.

Penatalaksanaan pada pasien ini pada prinsipnya adalah melalui pembedahan


dengan salphingooforektomi sinistra dan tubektomi. Pembedahan dilakukan atas
indikasi massa yang semakin membesar, dan perut terasa penuh dan ada
kecurigaan perubahan ke arah keganasan terutama jika bertambah ukuran tumor
setelah menopause. Kemudian jaringan disimpan untuk dilakukan pemeriksaan
histopatologi untuk mengetahui pasti diagnosa keganasan pada pasien tersebut.
30

DAFTAR PUSTAKA

Beehler, G.P., et al. 2006. Risk of Ovarian Cancer Associated with BMI varies by
Menopausal Status. Diakses pada tanggal 28 November 2016 dari:
http://jn.nutrition.org/content/136/11/2881.full.pdf.
Berek, J.S. 2000. Epithelial Ovarian Cancer. In: Berek, J.S., Neville, F.H., ed.
Practical Gynecologic Oncology. 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers: 190-214.
Busmar, B. 2006. Kanker Ovarium. Dalam: Aziz, M.F., Andrijono, Saifuddin,
A.B.
Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Edisi 1. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 468-524.
Crum, C.P., 1999. The Female Genital Tract. In: Cotran R.S., Kumar V., Collins
T., ed. Robbins Pathologic Basis of Disease. 6th ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company: 1067-1080.
Djuana A., Rauf S., Manuaba IBGF. 2001. Pengenalan dini kanker ovarium.
Palembang: Makalah ilmiah PIT XII POGI.
Clarke S.E., Grimshaw R., Rittenberg P., Kieser K., Bentley J. 2009. Risk of
Malignancy Index in the Evaluation of Patients with Adnexal Masses.
JOGC.
Ian J., Oram D., Fairbanks J., Turner J., Frost C., Grudzinskas J.G. 2005. A risk of
Malignancy Index incorporating CA 125, ultrasound and menopausal
status for the accurate preoperative diagnosis of ovarian cancer, BJOG: An
International Journal of Obstetrics and Gynaecology,Vol.97,Issue
10.p.922-929.
Mescher, A. L. (2013). Junqueiras Basic Histology: Text & Atlas. (F. Dany & H.
Hartanto, Eds.) (13th ed.). New York: EGC.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of Anatomy and Physiology.
(B. Roesch, Ed.) (12th ed.). USA: John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai