PTERYGIUM
A. KASUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN:
- Umur : 60 tahun
- Pendidikan :-
- Agama : Islam
- Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
II.1. ANAMNESIS :
- Keluhan Utama :
- Keluhan Tambahan :
1
II.2. KESAN :
PEMERIKSAAN OD OS
PEMERIKSAAN OD OS PENILAIAN
2. Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Gangguan gerak
2
pigmentasi
entropion (-)
ektropion (-)
Tanda peradangan
(-)
(-)
3. Apparatus Lakrimalis
Dakrioadenitis (-)
- Sekitar gland. N N
lakrimalis
- Uji regurgitasi - -
4. Bola mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Tidak ada gangguan
gerak (syaraf dan
otot penggerak bola
mata normal)
Mikroftalmos (-)
3
6. Konjungtiva
8. Kornea
- Ukuran 12mm 12mm Ukuran normal 12
mm horizontal
- Kecembungan N N Lebih cembung dari
sklera
- Limbus Arkus senilis Ada perluasan
konjungtiva
Arkus senilis
- Permukaan Licin, Mengkilap Pada limbus bagian Tampak
media terdapat pertumbuhan
4
- Placido N ireguler
10. Iris
- Warna Coklat Coklat
- Pasangan Simetris Simetris
- Bentuk N N Bulat
11. Pupil
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Bentuk bulat bulat
- Tempat N N Sentral
1. Lensa
5
II.5. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
III. DIAGNOSIS
- OD : Sehat
- OS : Pterygium
IV. TERAPI
1. Motivasi pasien untuk menjaga hygienesitas mata dan meningkatkan daya tahan
tubuh, serta mengurangi paparan mata dengan sinar ultraviolet dengan memakai
pelindung seperti kacamata dan topi.
V. PROGNOSIS
II. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan kedua mata terasa mengganjal, namun tidak
disertai rasa perih, gatal dan nyeri serta visus tidak menurun. Sekitar 1 tahun yang lalu
6
mengalami hal serupa kemudian mendapat pengobatan dan gejala mereda. Setelah obat
habis, gejala muncul kembali.
Adapun pada pemeriksaan objektif pada kedua mata dapat diambil kesimpulan
mata kanan (OD) sehat, hanya tampak arkus senilis, dan mata kiri (OS) dapat dinilai
dari anterior hingga posterior, dan didapatkan data tampak arkus senilis dan tampak
perluasan konjungtiva ke arah limbus.
PTERYGIUM
7
1 2 3
1. Pterigium awal yang mulai menutup mata
2. Pterigium yang semakin bertambah dan menutupi media penglihatan
3. Pterigium yang tumbuh pada dua sisi
ETIOLOGI
Penyebab dari pterigium tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan
suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.
Pterigium juga diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar
matahari, dan udara panas. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan
berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata.
Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, berperan penting dalam hal ini. Selain itu
dapat pula dipengaruhi oleh faktor faktor lain seperti zat alergen, kimia dan zat
pengiritasi lainnya.
PATOFISIOLOGI
Sinar ultraviolet, angin, dan debu dapat mengiritasi permukaan mata, hal ini
akan mengganggu proses regenerasi jaringan konjungtiva dan diganti dengan
pertumbuhan berlebih dari jaringan fibrous yang mengandung pembuluh darah.
Pertumbuhan ini biasanya progresif dan melibatkan sel-sel kornea sehingga
menyebabkan timbulnya pterigium. Radiasi sinar termasuk sinar atau cahaya tampak
dan sinar ultraviolet yang tidak tampak itu sangat berbahaya bila mengenai bagian
tubuh. Permukaan luar mata diliputi oleh lapisan sel yang disebut epitel. Epitel pada
mata lebih sensitif dibanding dengan epitel bagian tubuh lain khususnya terhadap
respon kerusakan jaringan akibat paparan ultraviolet karena epitel pada lapisan mata
tidak mempunyai lapisan luar yang disebut keratin. Jika sel-sel epitel dan membran
dasar terpapar oleh ultraviolet secara berlebihan maka radiasi tersebut akan merangsang
pelepasan enzim yang akan merusak jaringan dan menghasilkan faktor pertumbuhan
yang akan menstimulasi pertumbuhan jaringan baru. Jaringan baru yang tumbuh ini
akan menebal dari konjungtiva dan menjalar ke arah kornea. Kadar enzim tiap individu
berbeda, hal inilah yang menyebabkan terdapatnya perbedaan respon tiap individu
terhadap paparan radiasi ultraviolet yang mengenainya.
8
Patofisiologi pterygia ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi
fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen
abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan
hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastik
akan tetapi bukan jaringan elastik yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa
dihancurkan oleh elastase.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tidak ada
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien
antara lain :
9
Pada pterygium yang lanjut (derajat 3 dan 4), bisa menutupi pupil dan aksis
visual sehingga tajam penglihatan juga menurun.
Derajat pertumbuhan
Derajat 2 : Jika pterygium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea
DIAGNOSA BANDING
10
lemak, folikel rambut, kelenjar keringat, dan jaringan kulit. Lokasinya dapat berada
pada limbus konjungtiva bulbi atau tumbuh jauh ke orbita posterior dan menyebabkan
ptosis.
TERAPI
Untuk menjaga hygienesitas mata dan meningkatkan daya tahan tubuh, serta
mengurangi paparan mata dengan sinar Ultraviolet dengan memakai pelindung seperti
kacamata dan topi.
Terapi medikamentosa
2. Salep untuk pelumas topikal suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan
okular. Salep untuk pelumas mata topikal (hypotears,P.M penyegar (OTC).
Suatu pelumas yang lebih kental untuk permukaan mata. Sediaan yang lebih
kental ini akan cenderung menyebabkan kaburnya penglihatan sementara; oleh
karena itu bahan ini sering dipergunakan pada malam hari terkecuali bila pasien
merasakan sakit dalam pemakaiannya.
3. Obat tetes mata anti inflamasi untuk mengurangi inflamasi pada permukaan
mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu
dalam penatalaksanaan pterygium yang inflamasi dengan mengurangi
pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat
jejasnya. Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) suatu suspensi kortikosteroid
topikal yang dipergunakan untuk mengu-rangi inflamasi mata. Pemakaian obat
ini harus dibatasi untuk mata dengan inflamasi yang sudah berat yang tak bisa
disembuhkan dengan pelumas topikal lain.
Terapi pembedahan :
11
Indikasi operasi eksisi pterygium yaitu karena masalah kosmetik dan atau adanya
gangguan penglihatan, pertumbuhan pterigium yang signifikan (> 3-4 mm), pergerakan
bola mata yang terganggu/terbatas, dan bersifat progresif dari pusat kornea/aksis visual.
Operasi mikro eksisi pterigium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis, secara
topografi membuat permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum dilakukan adalah
menghilangkan pterigium menggunakan pisau tipis dengan diseksi yang rata menuju
limbus. Meskipun teknik ini lebih disukai dilakukan diseksi ke bawah bare sclera pada
limbus, akan tetapi tidak perlu diseksi eksesif jaringan Tenon, karena kadang
menimbulkan perdarahan akibat trauma terhadap jaringan otot. Setelah eksisi, biasanya
dilakukan kauter untuk hemostasis sclera. Beberapa teknik operasi antara lain :
1. Bare Sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk
melekatkan konjungtiva pada sklera superfisial di depan insersi tendon rektus,
meninggalkan area sklera yang terbuka. (teknik ini menghasilkan tingkat
rekurensi 40% - 50%).
2. Simple Closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek
konjungtiva sangat kecil)
3. Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva
langsung menutup luka tersebut.
KOMPLIKASI
1. Gangguan penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
12
5. Yang paling sering dari komplikasi bedah pterygium adalah kekambuhan. Eksisi
bedah simpleks memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%.
Angka ini bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari
konjungtiva atau transplant membran amnion pada saat eksis
PROGNOSIS
Pterigium merupakan suatu neoplasma konjungtiva benigna, umumnya
prognosisnya baik secara kosmetik maupun penglihatan, namun hal itu juga tergantung
dari ada tidaknya infeksi pada daerah pembedahan. Untuk mencegah kekambuhan
pterigium (sekitar 50-80 %) sebaiknya dilakukan penyinaran dengan Strontium yang
mengeluarkan sinar beta, dan apabila residif maka dapat dilakukan pembedahan ulang.
Pada beberapa kasus pterigium dapat berkembang menjadi degenerasi ke arah
keganasan jaringan epitel.
DAFTAR PUSTAKA
2. Ilyas S, 2008, Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
3. Ilyas S, Mailangkay H.B., Taim H, 2002, Ilmu Penyakit Mata, Edisi ke-2,
Sagung Seto, Jakarta
13